Professional Documents
Culture Documents
KEANEKARAGAMAN HAYATI
KONSEP KEANEKARAGAMAN HAYATI
serta kupu-kupu. Ada hewan berkaki empat, seperti kucing. Berkaki dua seperti ayam.
Berkaki banyak seperti lipan dan luwing. Juga akan tampak burung yang memiliki bulu
dan bersayap.
Di samping itu, Anda juga akan menemukan hewan yang hidupnya di air seperti:
ikan mas, lele, ikan gurame. Dan hewan-hewan yang hidup di darat seperti kucing,
burung dan lain-lain. Ada hewan yang tubuhnya ditutupi bulu seperti burung, ayam. Ada
yang bersisik seperti ikan gurame, ikan mas, dan ada pula yang berambut seperti kucing,
kelinci dan lain-lain.Hal itu membuktikan adanya keseragaman dan keberagaman pada
mahkluk hidup.
BEKANTAN
(Nasalis larvatus)
Bekantan merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi Undang-undang.
Penyebaran satwa ini sangat terbatas dan untuk kelangsungan hidupnya memerlukan
kondisi tertentu. Dibawah ini diuraikan secara singkat mengenai apa dan bagaimana
satwa ini, sehingga kita dapat melangkah untuk menjaga kelestariannya.
Nama- : Nasalis larvatus
Latin
Nama- : Proboscis Monkey
Inggris
Status : Dilindungi berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931
No. 134 dan No. 266 jo UU No. 5 Tahun 1990. Berdasarkan Red Data Book
termasuk dalam kategori genting, dimana populasi satwa berada di ambang
kepunahan.
Kebutuhan hutan ditepi sungai bagi bekantan adalah untuk tempat bermalam dan untuk
tempat berkomuikasi. Makanan yang dikonsumsi oleh bekantan terdiri dari buah?buahan,
bunga, jenis paku-pakuan, cendawan, larva insecta, dan rayap. Sedangkan makanan yang
paling disukai olehnya dan dijadikan sebagai makanan utamanya adalah Gauna Motleyana
dan Eugenia Spp. Jenis ini banyak tersebar dipinggiran sungai hingga jauh kedarat. Bekantan
memang pernilih dalam pencarian makanan yang di sukai terutama buah dan daun muda
pedada (Sonneratia lanceolata) yang tumuh di hutan bakau sepanjang sungai dekat pantai.
Selain itu mereka juga mengkonsunasi pucuk-pucuk dari pohon bakau tempat mereka
beristirat dan bermain.
SEKSUAL DIMORSPIM
Kera bekantan yang dilindungi dan dimasukan sebagai hewan vulnerable dalam Red List
of Threatened Animals tahun 1998, oleh International Union for Conservation of Nature
Ressources ini mencolok sekali menunjukan sexual dimorphism. Jenis yang jantan berbeda
sekali dengan jenis yang betina. Bekantan jantan berukuran besar, dengan panjang tubuh
sekitar ½ meter dan hidung yang besar sekali sampai suaranya sengau. Alat kelaminnya
terlihat jelas dan berwarna merah, sedangkan otot lengan dan pahanya berkembang baik.
Tetapi lapisan lemak terlihat jelas pada kulit perut dan bagian belakang, sehingga terkesan
bertubuh besar dan gemuk sebaliknya, bekantan betina tetap kecil meskipun sudah dewasa
bobot tubuhnya hanya sekitar separuh dari yang jantan ia mempunyai putting susu yang
memanjang.
Dimorphism juga tampak karena perbedaan umur. Warna tubuh akan beubah, sesuai
umur. Kalau masih bayi, tubuh dan muka bekantan berwarna coklat sampai kehitam-hitaman
sesudah remaja, tubuh itu bewarna cream kekuning-kuningan yang kotor, dengan muka
kecoklatan. Sesudah dewasa, ttubuh itu berubah menjadi kecoklatan, dengan muka dan bagian
atas kepala yang coklat yang kemerah-merahan. Warna yang mencolok ini terlihat kontras
dan memudahkan kita dalm membedakan bekantan dengan jenis kera lainnya. Bekantan yang
berekor itu tenyata mempunyai telapak tangan dan kaki yang berselaput diantara jari-jarinya.
Warnanya kehitaman. Selaput telapk ini memudahkan mereka meluncur dalam air.
Bekantan tergolong hewan pemakan daun dan buah-buahan termasuk bijinya bekantan
mememanfaatkan 55 jenis tumbuhan sebagai sumber pakan pada tahun 1985 ditemukan ]
bahwa bekantan tergolong pemakan yang selektif meskipun demikian mereka mampu
mengganti pola makan kalau tumbuhan pakan mereka sedang jarang. Tinggnya biomasa dan
kegemaran mereka memekan biji berbagai tumbuhan yang dominan, membuat mereka
mampu mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman vegetasi daerah pencarian
makanan mereka
Karena dedaunan yang mereka makan banyak sekali, mereka sangat tergantung pada air
untuk minum itulah sebabnya, mereka banyak dijumpai di hutan dekat tepian sungai, rawa,
dan daerah berair payau.
Dalam mencari gudang itulah mereka hidup berkelompok dengan jumlah anggota antara 3-
23 ekor.
Biasanya bekantan bangun di pohon tidurnya sekitar pukul 04.30 lalu mulai mebersihkan
diri dengan menggaruk tubuh dan mengutui bulunya. Saat matahari mulai terbit bekantan
sudah mulai turun meninggalkan pohon tidurnya untuk mencari makan di daerah vegetasi di
sekeliling pohon itu selanjutnya mereka akan memasuki hutan lebih dalam lagi jarak terjauh
yang ditempuh dalam melakukan kegiatan harian ini biasanya tidak lebih dari 500 meter
diukur dari tepian sungai. Kalau sudah tengah hari, bekantan bergerak kembali ke rarah
pinggir sunagi. Sekitar pukul 17.00 mereka sudah kembali lagi ke tepian singai untuk tidur.
Seluruh kegiatan mencari makanan kebanyakan dilakukan di atas pohon bekantan itu
bergerak dengan jalan melompat dari satu pohon ke pohon lain
CIRI-CIRI
Ciri khas
Seperti primata lainnya, hampir seluruh bagian tubuhnya ditutupi oleh rambut
(bulu), kepala, leher, punggung dan bahunya berwarna coklat kekuning-kuningan
sampai coklat kemerah-merahan, kadang-kadang coklat tua. Dada, perut dan ekor
berwarna putih abu-abu dan putih kekuning-kuningan.
Bagian wajah bekantan berwarna merah kecoklatan dan tidak berbulu, sedangkan
pada bayi wajah berwarna biru tua (Napier dan Napier, 1967). Kera jantan berhidung
besar ini diberi nama setempat bekantan atau Kera Belanda karena mirip dengan
Orang Belanda yang terbakar sinar matahari (MacKinnon, 1986).
Bulu tubuh bekantan kuning cokelat kemerah-merahan, terutama dibagian kepala dan
punggung. Di bagian lainnya bulu berwarna cokelat pucat dan kelabu putih, terutama di
bagian perut, dada dan ekor. Badannya ramping dan ekornya panjang, yang betina lebih kecil
daripada yang jantan. Suara jantan dewasa seperti sapi melenguh yang diperdengarkan ketika
memberi peringatan kelompoknya adanya bahaya.
REPRODUKSI
Jarak waktu perkawinan
Musim perkawinan
1 (rata-rata)
Massa kelahiran
7 tahun (rata-rata)
Setiap kali melahirkan dihasilkan seekor anak dari satu induk. Anak-anak ini dekat
dengan induk sampai menjelang dewasa. Perkembangbiakannya yang rendah dan perburuan
oleh manusia membuat populasi binatang ini terus menurun, ditambah parah oleh penebangan
hutan mangrove untuk dijadikan tambak atau diambil kayunya. Bekantan merupakan binatang
endemik yang dilindungi, dan terancam punah.
Masa kehamilan 166 hari atau 5-6 bulan dan hanya melahirkan 1 (satu) ekor
anak. Setelah berumur 4-5 tahun sudah dianggap dewasa. Bekantan hidup
berkelompok/sub kelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seekor
Bekantan jantan yang besar dan kuat. Biasanya dalam satu kelompok berjumlah
sekitar 10 sampai 20 ekor.Akibat hidup berkelompok,maka akan terjadi persekutuan
kelompok. Perkelahian antar kelompok Bekantan (Nasalis larvatus) selain gara-gara
perebutan daerah pakan, dapat juga karena salah seekor jantan menggoda seekor betina
kelompok lain. Berebut betina ini dapat mengakibatkan kematian maupun keturunan yang
baru yang nantinya akan menciptakan dinamika baru.
TINGKAH LAKU
Perilaku Bekantan dapat terlihat dari tiga sifat dan sikap keseharian yang menjadi tolak
ukur perilaku bekantan, diantaranya adalah perilaku makan, tidur. dan bersosialisasi.
Bekantan makan diujung-ujung cabang, duduk pada awak cabang atau ranting. Salah satu
tangannya dipergunakan untuk berpegang pada cabang atau ranting di bagian atas, sedangkan
tangan lainnya meraih makanan. Kalau berada pada posisi yang sulit, kedua tangan akan
berfungsi untuk berpegang sedangkan makanan dapat diarnbil langsung dengan mulut.
Bekantan lebih menyukai pohon yang berada persis disamping sungai untuk tempat tidumya.
Dalam satu pohon bisa dihuni oleh satu kelempok yang kira-kira berjumlah 4-12 ekor.
Pernbentukan jumlah individu dalarn kelompok tempat tidur ini tergautung pada keadaan
pohon, seperti bentuk percabangan, tinggi pohon, kerirnbunan pohoo, serta jarak antara pohon
yang satu dengan lainnya. Sama halnya dengan jenis monyet lain, bekantan juga hidup
berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari beberapa ekor jantan dan betina dewasa, serta
beberapa ekor anak yang masih digendong oleh induknya. Besarnya kelompok tersebut sangat
dipengaruhi oleh jumlah persediaan makanan.
Bekantan aktif pada siang hari dan umumnya dimulai pagi hari untuk mencari
makanan berupa daun-daunan dari pohon rambai/pedada (Sonneratia alba), ketiau
(Genus motleyana), beringin (Ficus sp), lenggadai (Braguiera parviflora), piai
(Acrostiolum aureum), dan lain-laian.
Pada siang hari Bekantan menyenangi tempat yang agak gelap/teduh untuk
beristirahat. Menjelang sore hari, kembali ke pinggiran sungai untuk makan dan
memilih tempat tidur. Bekantan pandai berenang menyeberangi sungai dan menyelam
di bawah permukaan air.
PERSEBARAN BEKANTAN
Tipe hutan yang merupakan habitat persebaran bekantan secara umum telah diketahui,
yaitu hutan mangrove, hutan tepi-sungai dan hutan rawa gambut ((lihat Bennett 1988,
Alikodra 1997, Boonratana 2000). Hal ini didukung dengan laporan-laporan penelitian.
Status bekantan, perilaku makan, perilaku menjelajah, dan penggunaan habitat diteliti oleh
Salter et al. (1985) dan Bennet (1988) di hutan rawa gambut Sarawak, sedangkan ekologi
dan organisasi sosialnya diteliti oleh Bennett & Sebastian (1988) di hutan pantai campuran
Suaka Margasatwa Samunsam (Sarawak). Organisasi sosial, pola asosiasi antar-grup,
perilaku seksual, perilaku antipredator, perilaku mencari pakan, kepadatan populasi, ukuran
grup bekantan diteliti oleh Yeager (1989, 1990a, 1990b, 1991a, 1991b, 1992a, 1992b, 1993),
dan Yeager & Blondal (1992) di hutan rawa gambut dan asosiasi mangrove/nipah Taman
Nasional Tanjung Puting (Kalimantan Tengah). Perilaku-makan bekantan dipelajari oleh
Woods (1995) di lahan basah Suaka Margasatwa Danau Sentarum (Kalimantan Barat).
Kondisi populasi, sosioekologi, dan ekologi-makan bekantan diteliti oleh Bismark (1987,
1994, 1995) di hutan mangrove Taman Nasional Kutai (Kalimantan Timur). Bekantan di
Cagar Alam Pulau Kaget (Kalimantan Selatan) yang merupakan hutan mangrove menjadi
obyek penelitian mahasiswa Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan terutama
Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. Di cagar alam ini, Soendjoto et al.
(1998a) membahas kondisi tiga jenis primata penghuni cagar alam (bekantan, monyet ekor-
panjang Macaca fascisularis, lutung hitam Trachypithecus cristatus) dan keanekaragaman
satwa lainnya, sedangkan Soendjoto et al. (1998b) menelaah vegetasi di cagar alam dan
kemungkinan penyebab peranggasan rambai.
Di Kalimantan Selatan, terdapat lima kawasan konservasi lainnya, selain Cagar
Alam Pulau Kaget, yang dihuni oleh bekantan (lihat Tabel 1). Kelima kawasan itu adalah
Cagar Alam Teluk-Kelumpang Selat-Laut Selat-Sebuku yang terletak di wilayah
administrasi Kabupaten Kotabaru, Cagar Alam Gunung Kentawan di wilayah Kabupaten
Hulu Sungai Selatan, Suaka Margasatwa Pleihari Tanah Laut di wilayah Kabupaten Tanah
Laut, Taman Wisata Alam Pulau Kembang di wilayah Kabupaten Barito Kuala, serta Taman
Hutan Raya Sultan Adam di wilayah Kabupaten Banjar, Tapin dan Tanah Laut. Walaupun
pada dasarnya kelima kawasan konservasi ini memiliki tipe hutan atau tipe habitat relatif
berbeda, penelitian terhadap bekantan penghuninya sangat jarang atau bahkan belum pernah
dilakukan intensif. Kegiatan yang pernah atau selama ini dilakukan di kawasan-kawasan
konservasi tersebut hanya sebatas inventarisasi dan pemantauan saja; pelaksana kegiatan
adalah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan atau lembaga
lain yang bekerja sama dengan BKSDA.
Bekantan ternyata juga dapat dijumpai di hutan atau habitat yang tidak termasuk
kawasan konservasi (Tabel 2). Yang menarik dari persebarannya di luar kawasan konservasi
adalah bahwa bekantan tidak hanya menghuni hutan rawa gambut, hutan mangrove, dan
hutan tepi-sungai saja. Soendjoto et al. (2000a) dan Soendjoto et al. (2000b) bahkan
menjumpai populasi bekantan yang mampu beradaptasi dan hidup di hutan rawa galam yang
alami dan di hutan karet yang berkembang dari kebun budidaya.
Hutan rawa galam merupakan hutan rawa air tawar yang didominasi oleh spesies
tumbuhan galam (Melaleuca cajuputi syn. M. leucadendron). Spesies tumbuhan berkayu ini
tumbuh alami dan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang relatif ekstrim (air
masam, tanah miskin hara, dan mudah terbakar terutama pada musim kemarau).
Pendominasian spesies tumbuhan yang bisa mencapai tinggi 15 m dan diameter batang
(setinggi dada) 30 cm ini menjadikannya dikenal sebagai tumbuhan khas di lahan rawa.
Soendjoto et al. (2000a) mencatat bahwa pakan bekantan di habitat ini adalah pucuk daun
galam, kelakai (Stenochlaena palustris), dan piai (Acrostichum aureum).
Hutan karet adalah hutan yang didominasi oleh tumbuhan karet (Hevea
brasiliensis). Masyarakat setempat menggunakan istilah “kebun karet” untuk menyebut
lahan yang ditanami karet. Penyebutan ini wajar, karena memang karet merupakan tanaman
budidaya. Dalam perkembangan perladangan berpindah, tanaman karet merupakan tanda
bahwa sebidang lahan sudah dikuasai dan dikelola oleh seseorang. Namun, agar kebun karet
(istilah masyarakat) tidak dirancukan dengan kondisi kebun karet yang sebenarnya (dalam
hal ini adalah lahan yang ditanami karet melulu dengan komposisi tanaman seumur, seperti
yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan karet), Soendjoto et al. (2000b) menyebut
“kebun karet” (istilah masyarakat) itu hutan karet. Alasannya adalah bahwa
1) tumbuhan yang tumbuh di “kebun” cenderung heterogen, walaupun karet masih
mendominasi; tumbuhan lain yang tumbuh antara lain loa (Ficus glomerata), rambung (F.
elastica), kujajing (F. fistulosa), langsat (Lansium domesticum), pampakin (Durio
kutejensis), kluwek (Pangium edule), sungkai (Peronema canescens), singkuang
(Dracontomelon costatum) dan rarawa (Buchanania arborescens).
2) komposisi karet tidak seumur; dengan kata lain tingkat pertumbuhannya terdiri atas
semai (tumbuhan yang tingginya lebih kecil atau sama dengan 2 m), pancang (tinggi lebih
besar 2 m dan diameter batang lebih kecil 10 cm), tiang (diameter batang 10-20 cm) dan
pohon (diameter batang lebih besar 20 cm),
3) umur rerata “kebun” di atas 40 tahun, sehingga secara alami “kebun” membentuk
suksesi hutan.
Pakan bekantan di hutan karet antara lain adalah pucuk daun karet, rambung dan bebuahan
(seperti loa, kluwek, kujajing).
Makanan bekantan
Bekantan adalah pemakan serangga dan pemakan buah-buahan.Mereka lebih suka makan
buah-buahan,biji-bijian,dan pucuk-pucuk daun mangrove.
Predator bekantan
• Leopard
• Buaya
PENYELAMATAN BEKANTAN
(Nasalis larvatus)
I.
A. Jumlah populasi Bekantan yang ada sekitar 115 ekor dan Kera Ekor
Panjang 6 ekor. Pertumbuhan pohon Rambai secara keseluruhan
menunjukkan kondisi cukup baik, yang ditandai dengan daun yang
menghijau dan rimbun sepanjang tahun.
B. Kondisi Sekarang
Keberadaan Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Pulau Kaget banyak
mendapat perhatian dari berbagai kalangan mulai dari sejak ditetapkannya Kawasan
Cagar Alam Pulau Kaget sampai saat ini. Keterkaitan antara Bekantan dengan Pohon
Rambai (Soneratia casiolaris) sangat sulit dipisahkan, karena daun dan buah pohon
Rambai adalah merupakan makanan utama Bekantan. Selain itu pohon-pohon Rambai
menjadi tempat istirahat/tidur Bekantan diwaktu malam dan tempat bermain serta
mengasuh anak.
Ketentuan pidana
DAFTAR PUSTAKA
WWW.GOOGLE.COM
WWW.ALTAVISTA.COM
WWW.YAHOO.COM
WWW.TNGUNUNGPALUNG.COM
ID.WIKIPEDIA.CO.ID
WWW.BORNEOANDBIODIVERSITY.COM
WWW.MONGABAY.COM
WWW.NATIONALGEOGRAPHIC.CO.ID
WWW.DEPHUT.GO.ID
WWW.WWF.OR.ID
KEANEKARAGAMAN HAYATI
KALIMANTAN TENGAH
BEKANTAN
(Nasalis larvatus)
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD NASHIRUDDIN
ROMBEL X-8