Professional Documents
Culture Documents
KEPEMIMPINAN ABAD 21
Oleh :
Prof .Dr. Mustopadidjaja AR.
Pada hemat saya, tugas dan fungsi utama pemimpin pada zaman mana pun ia
beperan adalah memberikan jawaban secara arief, efektif, dan produktif atas
berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi zamannya. Hal tersebut
dilakukan bersama-sama dengan orang-orang yang dipimpinnya; sesuai
dengan posisi dan peran masing-masing dari dan dalam organisasi yang
dipimpinnya, serta dengan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban yang
menghikmati kehidupan masyarakat bangsa bahkan bangsa-bangsa.
Kompetensi dan kualifikasi kepemimpinan yang tersirat dalam tugas dan fungsi
pemimpin tersebut pada hakikinya berlaku pada setiap zaman. Sebab itu, pada
dasarnya kepemimpinan Abad 21 juga harus dapat memberikan jawaban
secara arief, efektif, dan produktif atas berbagai tantangan dan permasalahan
yang dihadapi organisasi yang dipimpinnya dalam era Abad 21. Untuk dapat
berperan seperti itu, maka kepemimpinan Abad 21 harus memiliki kompetensi
dan karakteristik yang terkandung dalam pengertian arief, efektif, dan produktif
dihubungkan dengan berbagai tantangan internal dan eksternal dari
organisasi yang dipimpinnya. Bagi putra putri Indonesia, keseluruhan
kualifikasi tersebut harus ditambah secara kontekstual dengan kemampuan
mengaktualisasikan berbagai dimensi nilai yang diamanatkan para founding
fathers negara bangsa dan dideterminasikan dalam Pembukaan Undang
Undang Dasar 1945, sehingga terbangun citra dan kinerja bangsa yang sesuai
dengan keluhuran nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban yang terkandung di
dalamnya. Seraya meperhatikan perkembangan lingkungan stratejik secara
umum, uraian ini akan mencermati berbagai makna dan lingkup bahasan
mengenai kepemimpinan, beberapa pandangan mengenai “Kepemimpinan
Abad 21”, dan Kepemimpinan Dalam Konteks Sistem Administrasi Negara
KesatuanRepublikIndonesia(SANKRI).
___________________________________________________
1. Definisi Kepemimpinan
2
Kedua, mengenai kepemimpinan dan manajemen.
Kepemimpinan dan manajemen adalah 2 (dua) konsep yang
berbeda namun saling melengkapi, bukan mengganti.
Persamaannya terletak pada pencapaian keberhasilan atau
sukses organisasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada fungsi
dan aktivitasnya. Kepemimpinan berkaitan dengan
penanggulangan perubahan; sedangkan manajemen berkaitan
dengan penganggulangan kompleksitas (Kotter, 1991).
3
John Adair pada 1988, (dalam Karol Kennedy, 1998)
mengemukakan perbedaan keduanya secara ekstrim dengan
menyatakan bahwa “Leadership is about a sense of direction.
The word lead comes from Anglo-Saxon word, common to
north European languages, which means a road, a way, the path
of a ship at sea. It’s knowing the next step is……Sedangkan
“Managing is a different image. It’s from the Latin manus, a
hand. It’s handling a sword, a ship, a horse. It tends to be
closely linked with the idea of machines. Managing had its
origins in the 19th century with engineers and accountants
coming in to run entrepreneurial outfits. They tended to think of
them as systems”. Adair mendefinisikan kepemimpinan dalam
tiga konsep “Task, Team, and Individual” dalam lingkaran
saling terkait, sehingga merupakan satu kesatuan konsep ACL
(Action-Centered Leadership); dan menyatakan “… leadership
is about teamwork, creating teams. Teams tend to have leaders,
leaders tend to create teams”. Adair berkeyakinan bahwa
working groups atau teams akan memberikan tiga kontribusi
pada pemenuhan kebutuhan bersama, berupa “the need to
accomplish a common task, the need to be maintained as
acohesive social unit or team, and the sum of the groups’s
individual needs”; serta mengidentifikasi enam fungsi
kepemimpinan berikut : [1] Planning (seeking all available
information; defining groups tasks or goals; making a workable
plan); [2] Initiating (briefing the group; allocating tasks; setting
groups standards); [3] Controlling (maintaining groups
standard; ensuring progress towards objectives; ‘prodding’
action sand decisions); [4] Supporting (expressing acceptance
of individual contributions; encouraging and disciplining;
creating team spirit; relieving tension with humour; reconciling
disagreements); [5] Informing (clarifying task and plan;
keeping group informed; receiving information from the group;
summarizing ideas and suggestions); dan [6] Evaluating
(checking feasibility of ideas; testing consequencies; evaluating
group perfomance; helping group to evaluate itself). Dalam
pada itu Zwell (2000) mengidentifikasi sekurangnya 15 fungsi
4
yang secara umum dilakukan oleh pemimpin, yaitu : modeling
the corporate culture, developing the corporate philosophy,
establishing and maintaining atandards, understanding the
business, determining strategic direction, managing change,
being agood follower : aligning with superior, inspiring and
motivating, establishing elignment, establishing focus, holding
ultimate responsibility, dealing with authority issues,
determining successors, managing ambiguity, and optimizing
orgaizational structure and process.
5
pun teori kepemimpinan yang berkembang dalam kurun waktu
tersebut. Abad 20 baru saja berlalu. Kita dapat mencatat
sejarah kemanusiaan yang penuh dinamika perubahan di abad
itu; termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
tak terkecuali perkembangan pengetahuan tentang paradigma
kepemimpinan yang dapat meliputi gaya kepemimpinan,
tipologi kepemimpinan, model-model kepemimpinan, dan teori-
teori kepemimpinan. Sekalipun secara konseptual pada
ketiganya terdapat perbedaan, namun sebagai telaan mengenai
substansi yang sama akan terdapat korelasi bahkan
interdependensi antar ketiganya.
a. Gaya Kepemimpinan
6
mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada
pandangan fasilitas atau determinitis.
7
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan
dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam
bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang
berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual.
Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang
yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut
yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang
telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu
organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis,
karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada
para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan
dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
b. Tipologi Kepemimpinan
8
Tipe Otokratis. Seorang pemimpin yang otokratis ialah
pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi;
Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau
menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering
memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan
dan bersifat menghukum.
9
besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang
jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering
pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut
pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab
musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka
sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian
diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers).
Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang
kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat,
John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki
karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih
menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi
tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
10
alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi
seorang pemimpin yang demokratis.
c. Model Kepemimpinan.
11
dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka
bagi diskusi dan keputusan kelompok.
12
inisiasinya, (b) model kepemimpinan yang tinggi konsiderasi
maupun struktur inisiasinya, (c) model kepemimpinan yang
tinggi konsiderasinya tetapi rendah struktur inisiasinya, dan (d)
model kepemimpinan yang rendah konsiderasinya tetapi tinggi
struktur inisiasinya. (Lihat Gambar 2)
13
penetapan target atau sasaran organisasi yang cenderung bersifat
konsultatif dan memungkinkan diberikannya wewenang pada
bawahan pada tingkatan tertentu.
14
sehingga seorang pemimpin dalam mengambil suatu sikap
terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang harus diambil, proses
dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat itu juga pemimpin
harus memperhatikan pola hubungan dengan staf atau
bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini,
kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat
kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan yang
terletak di tengah-tengah keempat gaya ekstrim tersebut. Gaya
kepemimpinan tersebut adalah : (Lihat Gambar 3)
15
Berdasakan uraian di atas, pada dasarnya model
kepemimpinan manajerial grid ini relatif lebih rinci dalam
menggambarkan kecenderungan kepemimpinan. Namun
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwasanya model ini
merupakan pandangan yang berawal dari pemikiran yang relatif
sama dengan model sebelumnya, yaitu seberapa otokratis dan
demokratisnya kepemimpinan dari sudut pandang perhatiannya
pada orang dan tugas.
16
Model Kepemimpinan Tiga Dimensi. Model
kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga
dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari
model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model
Managerial Grid. Perbedaan utama dari dua model ini adalah
adanya penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi, yaitu
dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu
dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap
sama.
d. Teori Kepemimpinan.
17
Menurut kaidah, para pemimpin atau manajer adalah
manusia-manusia super lebih daripada yang lain, kuat, gigih,
dan tahu segala sesuatu (White, Hudgson & Crainer, 1997).
Para pemimpin juga merupakan manusia-manusia yang
jumlahnya sedikit, namun perannya dalam organisasi merupakan
penentu keberhasilan dan suksesnya tujuan yang hendak dicapai.
Berangkat dari ide-ide pemikiran, visi para pemimpin ditentukan
arah perjalanan suatu organisasi. Walaupun bukan satu-satunya
ukuran keberhasilan dari tingkat kinerja organisasi, akan tetapi
kenyataan membuktikan tanpa kehadiran pemimpin, suatu
organisasi akan bersifat statis dan cenderung berjalan tanpa arah.
18
kepemimpinan, teori kepemimpinn banyak dipengaruhi oleh
penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-
orang terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan
berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan,
mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat
memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan
kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang
benar-benar superior.
19
pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi
juga dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan
dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang dikembangkan
mengikuti tiga teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan.
Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan
menggunakan tiga variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan
sentimen. Asumsinya, bahwa peningkatan frekuensi interaksi
dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentimen
atau perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok.
Semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok, maka
aktivitasnya semakin sesuai dengan norma kelompok,
interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota kelompok
yang berhasil diajak berinteraksi.
20
tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan
oleh situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja
cenderung lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel
interaksi kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-
pinan makin tinggi.
21
dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul
sebagai hasil dari suatu proses belajar.
3. Kompetensi Kepemimpinan
22
which may be expressed in a broad, even infinite array of on the
job behaviour. Spencer (1993) berpendapat, kompetensi adalah
“… an undderlying characteristicof an individual that is
causally related to criterion referenced effective and/or
superior performance in ajob or situation”. Senada dengan itu
Zwell (2000) berpendapat “Competencies can be defined as the
enduring traits and characteristics that determine performance.
Examples of competencies are initiative, influence, teamwork,
innovation, and strategic thinking”.
23
perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept,
dan knowledge.
24
relatiuonship building, result (achievement) orientation, team
work, dan cross cultural sensitivity.
25
Dalam pada itu, Warren Bennis (1991) juga
mengemukakan bahwa peran kepemimpinan adalah
“empowering the collective effort of the organization toward
meaningful goals” dengan indikator keberhasilan sebagai
berikut : People feel important; Learning and competence are
reinforced; People feel they part of the organization; dan Work
is viewed as excisting, stimulating, and enjoyable. Sementara
itu, Soetjipto Wirosardjono (1993) menandai kualifikasi
kepemimpinan berikut, “kepemimpinan yang kita kehendaki
adalah kepemimpinan yang secara sejati memancarkan wibawa,
karena memiliki komitmen, kredibilitas, dan integritas”.
26
menurut Pace memerlukan kualitas kepemimpinan yang tidak
mementingkan diri sendiri. Selain itu, menurut Carleff
pemimpin dan pengikut merupak dua sisi dari proses yang sama.
Dalam hubungan jiwa kepemimpinan, sejumlah pengamat
memasuki wilayah “spiritual”. Rangkaian kualitas lain yang
mewarnainya antara lain adalah hati, jiwa, dan moral. Bardwick
menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah masalah intelektual
atau pengenalan, melainkan masalah emosional. Sedangkan Bell
berpikiran bahwa pembimbing yang benar tidak selamanya
merupakan mahluk rasional. Mereka seringkali adalah pencari
nyala api.
4. Kepemimpinan Abad 21
27
mempertanyakan paradigma dan sistem organisasi dan
manajemen (= administrasi negara) relevan yang diperlukan
untuk menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang
dihadapi, baik internal mau pun eksternal, atau pun untuk
mewadahi interplay dan interdependensi yang terjadi dalam
proses kepemimpinan dan perubahan tersebut. Seorang
pemimpin publik harus dapat melihat kehadiran dirinya dalam
konteks yang luas dan dasar nilai yang dianut serta merupakan
acuan hidup dan kehidupann masyarakat bangsanya. Pada
tataran tertentu la harus dapat menangkap makna kehadirannya
sebagai bagian dari sistem administrasi negara yang
mendeterminasikan kompleksitas struktur dan dinamika proses
kelembagaan masyarakat negara dan bangsa serta dalam
hubungan antar bangsa, yang pada hakikinya merupakan
wahana perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan negara bangsa.
28
tantangan yang dihadapi, baik pada tataran nasional mau pun
internasional.
29
dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Perubahan-
perubahan besar dan mendasar tersebut menuntut penanganan
yang berbeda dengan sebelumnya. Peter Senge (1994)
menyatakan bahwa ke depan keadaan berubah dan berkembang
dari detail complexity menjadi dynamic complexity. Interpolasi
perkembangan sebagai dasar perkiraan masa depan, menjadi
sulit bahkan sering salah, bukan saja karena parameter
perubahan menjadi sangat banyak, tetapi juga karena sensitivitas
perubahan yang laian dalam lingkup yang luas, dan masing-
masing perubahan menjadi sulit diperkirakan. Abad ke-21 juga
abad yang menuntut dalam segala usaha dan hasil kerja manusia
termasuk di bidang kepemimpinan. Drucker bahkan
menyatakan, tantangan manajemen pada Abad ke-21 adalah
berkaitan dengan "knowledge worker", yang memerlukan
paradigma manajemen baru, strategi baru, pemimpin perubahan,
tantangan informasi, produktivitas pegawai berbasis
pengetahuan, dan kemampuan mengelola diri sendiri (Drucker,
1999).
30
lain, masyarakat kompetitif dapat melahirkan manusia-manusia
yang frustasi apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Masyarakat kompetitif dengan demikian, menuntut perubahan
dan pengembangan secara terus menerus.
31
peoplistic communication, emotion and belief, multi skill, dan
juga memiliki next mentality. Pemimpin yang berhasil dalam
mengejar dan mengerjakan impian-impiannya menggunakan
komunikasi, dan memberikan inspirasi kepada setiap orang
dalam organisasi untuk juga meyakini impiannya. Sebab itu,
kompetensi sang pemimpin ditandai dengan sikap peoplistic
bukan individualistic. Diingatkan oleh Chowdury bahwa “You
can have the best communication system, but if you
areindividualistic as a leader the organization suffers”. Seorang
komunikator yang peopulistik mengembangkan iklim yang
bersahabat di mana setiap orang dapat berkomunikasi secara
cepat. Dalam organisasi yang besar komunikasi dapat
mengalami kegagalan karena jenjang birokrasi dan orang hanya
menerima sekitar 10% dari informasi yang dibutuhkannya.
“The 21st century leader will be a firm believe in such peoplistic
communication, which is fast and all envolving”. Kompetensi
lain menurut Chowdury adalah sentuhan emosional (emotion)
dan kepercayaan (belief). Emosi dalam pengertian “You should
touch the heart, touch the mind, touch the emotion”. Komitment
emosional sangat berharga bagi manajemen. Untuk
mendapatkan komitmen terhadap suatu strategi baru, dapat
ditempu dengan melibatkan orang-orang dalam penyusunan
startegi tersebut, dan dengan mengurangi jangka waktu antara
konsptualisasi strategi dan pelaksanaannya. Sedangkan
mengenai believe, dikemukakan bahwa “That should be the 21st
century leader’s watchword”; dan ada perbedaan mendasar
antara memenrima (accepting) dan mempercayai (believing).
Bertalian denga kompetensi multi skill, Chowdury memandang
bahwa “twenty first century leaders will become more multi-
skilled than their 20th century predecessors”…”One of the
important characteristics of multi-skill leader is the abality to
encourage diversity”. Sebab, tantangan organisasional
sesungguhnya pada Abad 21 bukanlah jarak geograpikal,
melainkan diversitas kultural. Mengenai next mentality, yang
dipandang sebagai kunci keberhasilan oragnisasi Abad 21,
meliputi hard working, never satisfied, idea-centric, curious,
dan persistent.
32
Faktor kedua, Proses Abad 21 fokus pada kegiatan inti
(core pactices), meliputi 4 area kritis berupa grass root
education, fire prevention, direct interaction, dan effecrive
globalization. Grass root education dimaksudkan pendidikan
dan pelatihan yang melibatkan seluruh staff tanpa diskriminasi,
dari pimpinan sampai staff biasa. Fire prevention dimaksudkan
sebagau wawasan dan upaya untuk meningkatkan durasi
kemanfaatan teknologi dalam produksi dan distribusi produk-
produk tertentu. Direct interaction, organisasi Abad 21
menekankan lebih pada entusisme pelanggan di samping
kepuasannya; “Customer enthusiasism means excitement and
loyalty on the part of customer, fuelled by the service and
producta available to them exceeding their expectations”.
Effecrive globalization; gloablisasi selalu mengandung resiko
yang berbeda antara negara yang satu dengan yang lainnya.
Permasalahannya adalah berapa cepat respons dalam
menghadapi perubahan dramatik yang terjadi. Dalam hubungan
itu, Chowdury berpandangan bahwa manajemen harus : study
local culture, local market, and local competition; prepare a
busisness model that effectively seves the market needs; select
the right strategic local partner or group with thw bwst local
market knowledge; encourage employees by maintaining local
values; introduce new and innovative product, with local
flavour.
33
pengembangan pemikiran tersebut ada baiknya apabila kita
eksplorasi dan simak kembali berbagai pandangan mengenai
kepemimpinan dan pemimpin yang dikemukakan beberapa ahli.
Cooper dan Sawaf (1997: p. 15), mendefinisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan seseorang pimpinan dalam merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh
yang manusiawi. Bethel, mengemukakan bahwa, kepemimpinan
merupakan pola keterampilan, bakat, dan gagasan yang selalu
berkembang, bertumbuh, dan berubah. White Hodgson, dan
Crainer (1997:129-163), berpendapat kepemimpinan masa
depan adalah pemimpin yang terus belajar, memaksimalkan
energi dan menguasai perasaan yang terdalam, kesederhanaan,
dan multifokus. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa kualitas
menjadi penting dan kuantitas tidak lagi menjadi keunggulan
bersaing. Mencari pengetahuan dan menggali ilmu harus terus
dilakukan bagi pemimpin masa depan, hal ini sangat penting
sebab ilmu pengetahuan merupakan energi vital bagi setiazp
organisasi. Sejalan dengan pendapat ini, Kotter (1998),
mengemukakan bahwa kemampuan seseorang pemimpin masa
depan meliputi kemampuan intelektual dan interpersonal untuk
mencapai tujuan organisasi secara efisien.
34
Demikian pula halnya beberapa gaya, tipologi, atau pun
model dan teori kepemimpinan yang telah berkembang pada
dekade-dekade akhir Abad 20 yang relevan dalam menghadapi
tantangan dan permasalahan Abad 21, dapat kita pertimbangkan
dalam mengembangkan Kepemimpinan Abad 21, termasuk
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksi-
onal sebagai alternatif model kepemimpinan Abad ke-21.
a. Kepemimpinan Transformasional.
35
seperti misalnya keserakahan, kecemburuan sosial, atau
kebencian (Burns, 1997).
36
moral dan etik dari setiap keputusan yang dibuat. Ia
memperlihatkan kepercayaan pada cita-cita, keyakinan, dan
nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah dikagumi, dipercaya,
dihargai, dan bawahan berusaha mengindentikkan diri
dengannya. Hal ini disebabkan perilaku yang menomorsatukan
kebutuhan bawahan, membagi resiko dengan bawahan secara
konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa untuk
kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan
termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan
bersama.
37
mereka terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan antara
lain, merasa diperhatian dan diperlakukan manusiawi dari
atasannya.
b. Kepemimpinan Transaksaksional.
38
Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional
dapat ditunjukkan melalui sejumlah dimensi perilaku
kepemimpinan, yakni; contingent reward, active management by
exception, dan passive management by exception. Perilaku
contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan
menyediakan sejumlah imbalan jika hasil kerja bawahan
memenuhi kesepakatan. Active management by exception,
terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu
ditaati dan secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan
terhindar dari berbagai kesalahan, kegagalan, dan melakukan
intervensi dan koreksi untuk perbaikan. Sebaliknya, passive
management by exception, memungkinkan pemimpin hanya
dapat melakukan intervensi dan koreksi apabila masalahnya
makin memburuk atau bertambah serius.
39
mengusulkan beberapa pedoman sementara bagi para pemimpin
yang mencoba untuk mentransformasikan organisasinya serta
budayanya, dan bagi para pemimpin yang ingin memperkuat
budaya yang ada dari suatu organisasi. Lebih khusus lagi,
pedoman-pedoman dimaksud adalah sebagai antisipasi terhadap
berbagai hal yang mungkin dihadapi pada abad ke-21. Beberapa
pedoman tersebut, adalah sebagai berikut: (a) Kembangkan
sebuah visi yang jelas dan menarik; (b) Kembangkan sebuah
strategi untuk mencapai visi tersebut; (c) Artikulasikan dan
promosikan visi tersebut; (c) Bertindak dengan rasa percaya diri
dan optimis; (d) Ekspresikan rasa percaya kepada para pengikut;
(e) Gunakan keberhasilan sebelumnya dalam tahap-tahap kecil
untuk membangun rasa percaya diri; (f) Rayakan keberhasilan;
(g) Gunakan tindakan-tindakan yang dramatis dan simbolis
untuk menekankan nilai-nilai utama; (h) Memimpin melalui
contoh; (i) Menciptakan, memodifikasi atau menghapuskan
bentuk-bentuk kultural; dan (j) Gunakan upacara-upacara
transisi untuk membantu orang melewati perubahan.
40
a. Perkembangan lingkungan stratejik.
41
tingkat daya saing nasional dalam perekonomian dunia. Bangsa
kita terasa masih tenggelam dengan permasalahan yang timbul
sebagai akibat kesalahan mendasar yang dibuatnya sendiri;
khususnya yang dilakukan para pemimpinnya.
42
publik (public affairs) dan untuk mengoptimalkan pencapaian
kepentingan publik (public interests), termasuk pertanggung-
jawaban kinerja kebijakan tersebut. Ini yang kiranya kurang
dipahami.
43
pembangunan perekonomian adalah daya saing; dan kunci daya
saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu, ketepatan
dan kepastian kebijakan publik. Pengelolaan pelayanan dan
kebijakan secara prima akan meningkatkan daya tarik investasi,
wisata, arus perdagangan, dan kegiatan-kegiatan produktif
lainnya. Hal tersebut juga merupakan prasyarat bagi
peningkatan daya saing perekonomian daerah dalam sistem
ekonomi nasional dan internasional. Dalam realitasnya, dewasa
ini daya saing Indonesia semakin terpuruk.
44
prakteknya dewasa ini masih belum terselenggara secara
memadai. “Euforia” demokrasi terasa juga mewarnai dinamika
otonomi yang seakan menjauhi makna desentralisasi dan
tanggung jawab otonomi dalam negara kesatuan. Kewenangan
lokal seakan telah menghilangkan kewenangan koordinasi
regional, sedangkan kewenangan sentral dianggap menyimpang
dari semangat otonomi. Sebagai akibatnya yang bermunculan
adalah fenomena-fenomena konflik kepentingan lokal yang
melemahkan terwujudnya keserasian dan keterpaduan kebijakan
(pada suatu daerah, antar daerah, dan antara kebijakan nasional
dan daerah) yang diperlukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan
bangsa bernegara secara optimal. Semua itu menimbulkan kesan
bahwa kita semua, seluruh unsur aparatur negara, telah
mengabaikan atau melupakan keberadaan kita dan tanggung
jawab kita masing-masing dalam SANKRI.
45
bangsa, akan menentukan keberhasilan perjuangan mewujudkan
cita-cita dan tujuan bernegara. Upaya tersebut dikembangkan
melalui pengelolaan kebijakan publik dan pelayanan publik
yang prima, sesuai dengan pinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik, dan dengan dimensi-dimensi nilai dalam SANKRI dan
disiplin administrasi negara, di mana posisi, peran, hak, dan
kewajiban warga negara dan masyarakat bangsa dijunjung
tinggi.
Dalam hubungan itu kita pahami bahwa betapapun
baiknya suatu sistem administrasi negara, apabila komitmen dan
kompetensi SDM utamanya kualifikasi kepemimpinannya
kurang sesuai dengan tuntutan keadaan dan perkembangan,
maka proses penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa
tidak akan berlangsung dan mencapai tujuan secara baik dan
optimal. Sebab itu ada baiknya apabila perhatian juga kita
curahkan pada berbagai aspek bertalian dengan sistem
kepemimpinan dlama SANKRI, sebagai berikut.
46
konsistensinya dengan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan
negara dan bangsa.
47
mempunyai visi yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Figur yang demokratis, kuat dan efektif, serta mampu
memahami berbagai kebutuhan dan aspirasi bangsa Indonesia
yang heterogen, sehingga dalam tindakannya tidak
menyeragamkan pemenuhan kebutuhan rakyat Indonesia yang
beraneka ragam kebutuhan dan aspirasinya itu. Selain itu yang
lebih penting lagi, segala tindakan dan kebijakannya haruslah
dilandasi dengan nilai-nilai luhur kebangsaan dan perjuangan
bangsa secara utuh.
48
1) Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2) Visi Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai
dengan tahun 2020.
3) Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-
Garis Besar Haluan Negara.
c. Visi Bangsa
49
Oleh karena Visi Indonesia didasari dan diilhami oleh
cita-cita dan tujuan luhur yang telah digariskan para pendiri
negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945,
maka para penyelenggara negara baik secara institusional
maupun secara individu, di tingkat pengambil keputusan
maupun di tingkat pelaksanaa, dalam setiap kebijakan yang
kembangkannya untuk membangun bangsa Indonesia, tidak
boleh meninggalkan nilai-nilai dari Pancasila.
50
Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu
kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok
organisasi. Kompetensi teknis ini misalnya dalam hal
mengoperasionalisasikan sistem prosedur kerja yang berkaitan
dengan pelaksanaan kebijakan dan tugas instansi, atau dalam
menerapkan sistem dan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam
pelaksanaan kebijakan unit organisasinya, termasuk bagaimana
melaksanakan keseluruhan kegiatan-kegiatan pengelolaan
kebijakan dan program termasuk pelaporan pertanggung-
jawabannya.
51
Kompetensi Intelektual/Strategik (Intelectual/strategic
competence) yaitu kemampuan untuk berfikir secara strategik
dengan visi jauh kedepan. Kompetensi intelektual ini meliputi
kemampuan merumuskan visi, misi, dan strategi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional, merumuskan dan memberi masukan
untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang
logis dan sistematis, juga kemampuan dalam hal memahami
paradigma pembangunan yang relevan dalam upaya
mewujudkan good governance dan mencapai tujuan bangsa dan
bernegara, serta yang kemampuan dalam menjelaskan
kedudukan, tugas, dan fungsi organisasi instansi dalam
hubungannya dengan Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia.
52
Etika dapat dipandang sebagai seperangkat nilai ataupun
norma moral yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya
keberadaan etika secara umum maupun khusus adalah inklusif
dalam tatanan lingkungan sosial. Bertens (1997) menjelaskan
pengertian etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Pengertian lain dari Kamus Besar
Bahasa Indonesia (dalam Bertens, 1997), bahwa etika adalah
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, etika bermuara
pada nilai dari tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.
Sejalan dengan pemahaman itulah secara lengkap Keraf (1995)
mendefinisikan etika sebagai sebuah refleksi kritis dan rasional
mengenai nilai da norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia baik secara
pribadi maupun sebagai kelompok.
53
tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri
sebagai warga negara.
54
keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi
rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan,
kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
55
3) Etika Ekonomi dan Bisnis
5) Etika Keilmuan
56
Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar
warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya,
berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan
kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini
diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta
dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif,
inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar,
meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif
bagi pengembangan ilmu dan teknologi.
6) Etika Lingkungan
g. Arah Kebijakan
57
Berdasarkan maksud dan tujuan seperti tersebut di atas,
maka diharapkan Etika Kehidupan Berbangsa tidak merupakan
rumusan untuk bahan bacaan semata, tetapi yang lebih penting
adalah untuk diimplementasikan. Sedangkan dalam
implementasinya, diperlukan arah kebijakan agar dapat tercapai
tujuan membangun etika kehidupan berbangsa. Arah kebijakan
dimaksud adalah :
Pertama, nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa yang
telah diyakini dan dihayati oleh bangsa Indonesia hendaknya
diaktualisakan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara melalui berbagai jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian
contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin
bangsa, dan pemimpin masyarakat.
h. Kaidah Pelaksanaan
58
berbangsa dilakukan secara sungguh-sungguh dengan kaidah-
kaidah sebagai berikut:
59
Pertama, Asas Kepastian Hukum; Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara; Asas Kepentingan Umum; Asas
Keterbukaan; Asas Proporsionalitas; Asas Profesionalitas; dan
Asas Akuntabilitas, merupakan asas umum yang harus menjadi
pedoman bagi penyelenggaraan negara dalam melaksanakan
tugasnya. Artinya setiap penyelenggara negara baik ditingkat
pengambil keputusan maupun ditingkat pelaksana, baik dalam
kegiatan mengatur maupun melayani masyarakat tidak boleh
meninggalkan asa-asas tersebut.
60
dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam
perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
61
bagi para penyelenggara negara, tetapi justru harus dianggap
sebagai partner yang akan memberikan koreksi dan masukan
demi kebaikan dan efektivitas pelaksanaan tugas para
penyelenggara negara.
6. Catatan Akhir
62
dan perkembangan lingkungan. Dari ketiga faktor tersebut
penting untuk diperhatikan adalah menyangkut sosok manusia
yang menjadi fokus perhatian. Hal tersebut utamanya
mengandung makna, bahwa dalam memilih pimpinan haruslah
terlebih dahulu diperhatikan atau dilihat sejauh mana
karakteristik seseorang calon pemimpin memiliki aspek
kemanusiaan yang patut untuk dijadikan sebagai pemimpin
sehingga berhasil secara arief, efektif, dan produktif dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapi lingkungannya atau pun
dalam mencapai tujuan yang diharapkan bangsa atau orang-
orang yang dipimpinnya. Efektifitasi kepemimpinan akan
dipengaruhi oleh ketepatan kombinasi antara gaya, tipologi,
dan model kepemimpinan yang dikembangkan si pemimpin
dalam menghadapi perkembangan lingkungan dan kondisi
orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut sangat di-
pengaruhi oleh kompetensi kepemimpinan.
63
satu tema visi yang paling sering dijumpai, yaitu membuat
perbedaan dalam artian keunggulan. Hal lain yang tidak kalah
penting adalah serangkaian harga diri, nilai-nilai yang di
dasarkan pada standar kesempurnaan tertinggi yang mungkin
diraih. Sebagian nilai yang paling memiliki sifat pemberdayaan
diri adalah integritas, kejujuran, kepercayaan, sikap optimis,
tanggungjawab pribadi, menghormati semua orang, dan terbuka
terhadap perubahan. Nilai-nilai ini membawa dampak mendalam
terhadap kesehatan, kemakmuran, dan kesuksesan hidup kita.
64
LAMPIRAN
Gambar 1. Perilaku Pemimpin Kontinum
(Sumber : Hersey dan Blanchard, 1992)
Demokratis Otokratis
Penggunaan Wewenang
Pemimpin menyajikan oleh Pimpinan
masalah, mendapat saran
dan mengambil keputusan
atasan
Pemimpin mengambil
Pemimpin memperkenankan
keputusan dan
mengumumkannya
batas-batas yang ditetapkan
Pemimpin menyajikan
bawahan berfungsi dalam
Pemimpin menjual
keputusan
Pemimpin menetapkan
batas-batas; meminta
65
(Sumber : Hersey dan Blanchard, 1992)
9
8 1.9 9.9
Country Club Team
Perhatian pada Orang
7
6
5.5
5 Middle of the Road
4
3
1.1
2 Improveri 9.1
1 shed Task
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Perhatian Pada Tugas (Produksi)
66
Gambar 5. Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
(Sumber : Hersey dan Blanchard, 1992)
Gaya Dasar
Rendah Hubungan Rendah Hubungan
Dan Rendah Tugas Dan Tinggi Tugas
Tinggi Hubungan
Peri Tinggi Hubungan
Dan Rendah Tugas Dan Tinggi Tugas
lak
u
Hu
Gaya yang Tidak Efektif bun Rendah Hubungan Rendah Hubungan
Efektif +4
gan Dan Rendah Tugas Dan Tinggi Tugas +3
+2
Tinggi Hubungan Tinggi Hubungan
Perilaku Tugas +1
Dan Rendah Tugas Dan Tinggi Tugas
-1
Tidak Efektif -2
Rendah Hubungan Rendah Hubungan
Dan Rendah Tugas Dan Tinggi Tugas -3
-4
67
Gambar 6. Saling Hubungan Manajemen dan Kepemimpinan
Berdasarkan Fungsi dan Aktivitasnya
Kepemimpinan/
Manajemen
Instrumentasi Fungsi Azas
melalui Keputusan
1 3
2
Kepemimpinan dengan 1. Penetapan Arah (Visi) • Visioner
fungsi Penanggulangan • Strategi pencapaian visi • Motivator
Perubahan 2. Penggalangan Orang • Penggalang
• Mengkomunikasikan arah/visi • Empowerment
• Menciptakan koalisi dan komitmen • Induktif
3. Memotivasi dan mengamati • Komunikator
• Mengupayakan semua orang • Imajiner
bekerja di jalur yang benar • Craftmanship
• Organizational learning
• Parsipatory developer
• Directive,
• Persistance,
• Consistance
• and Focus
• Pandangan luas
• Risk taker
• Team builder
• Inspirational
• Drivenman
68