2 TDGFXCGX

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Seiring dengan laju perkembangan pembangunan sarana infrastruktur yang
memadai di Indonesia sehingga membuat permintaan terhadap semen juga semakin
meningkat. Angin segar di dunia konstruksi ini merupakan kesempatan bagi produsen
semen untuk terus berkembang sekaligus menjadi tantangan untuk terus
meningkatkan produksi dengan efisien tanpa merusak lingkungan.
Produktivitas dan efisiensi merupakan kata kunci dalam suatu industri untuk
terus maju dan berkembang. Penggunaan energi dan sumber daya yang sesedikit
mungkin tetapi menghasilkan produk keluaran yang sebesar mungkin dengan tetap
menjaga kualitas menjadi suatu tantangan untuk perusahaan untuk terus melakukan
inovasi dan penyempurnaan. Penggunaan sumber daya alam menjadi salah satu focus
utama efisiensi mengingat dalam produksi semen hamper semua bahan bakunya
bersumber dari alam. Sumber daya alam yang semakin menipis membuat efisiensi
menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
Penemuan dan pengembangan Portland Composite Cement (PCC) merupakan
salah satu contohnya. Penggunaan gypsum pada semen jenis ini harus optimal untuk
menghasilkan kualitas semen yang bagus. Penurunan klinker yang digunakan dan
bertambahnya bahan aditif akan mempengaruhi kadar gypsum yang digunakan. Ini
menjadi krusial karena kadar gipsum yang optimal dalam semen akan mempengaruhi
sifat fisika utama semen seperti setting time dan kuat tekan mortar. Sifat fisika ini
merupakan gambaran kualitas semen dalam aplikasinya.
Gipsum dengan rumus kimia CaSO
4
.2H
2
O merupakan bahan yang harus
ditambahkan yang pada proses penggilingan klinker menjadi semen. Gipsum
berfungsi mengatur waktu pengikatan semen atau dikenal dengan retarder. Pada
proses penggilingan klinker menjadi semen jumlah penggunaan gipsum dikontrol
melalui kandungan SO
3
(sulfur trioksida) pada semen, semakin tinggi kandung SO
3

dalam semen makadapat memberikan indikasi bahwa penggunaan gipsum tinggi dan
sebaliknya.
2

Penambahan gipsum haruslah dalam jumlah yang tepat. Gipsum dalam jumlah
besar memberikan efek negatif Karena menyebabkan terjadinya pemuaian pada
semen saat digunakan selain itu akan menyebabkan pemborosan pemakaian gipsum.
Sedangkan jika terlalu sedikit akan menyebabkan semen mudah pecah. Itulah
sebabnya penggunaan gipsum harus dikontrol secara ketat. Selain sebagai pengatur
waktu pengikatan dan penyebab pemuaian, gipsum juga dapat mempengaruhi kuat
tekan baik itu nilai kuat tekan maupun perkembangan kuat tekan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Praktik kerja lapang bertujuan untuk menambah wawasan mengenai dunia
kerja dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di perkuliahan
dengan dunia kerjas ebenarnya.
1.2.2 Sedangkan tujuan secara khusus yaitu mengetahui dan menentukan
konsentrasi SO
3
paling optimal pada kuat tekan semen portland komposit.
Dan mencari komposisi gipsum yang tepat untuk mengurangi penggunaan
bahan baku pada klinker karena bahan baku tersebut berasal dari alam.
1.3 Metode

Pengujian sifat fisika dikerjakan bedasarkan metode standar yang telah
ditetapkan yaitu SNI 15-2049-1994 dan ASTM 1996. Untuk kuat tekan medote yang
digunakan adalah dengan alat uji tekan (Compression Strength Apparatus) sesuai
ASTM C 109, Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars.
.
1.4 Waktu dan Tempat
Praktik lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 3 Maret sampai dengan 28
maret 2014 di Laboratorium Research gedung Quality Assurance Research Division
(QARD) PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., Citeureup Bogor.



3

BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perkembangan PT.Indocement Tunggal Prakarsa,Tbk.
PT. Indocement Tunggal Prakarsa yang bergerak dibidang semen berawal
dengan didirikannya sebuah usaha, yaitu PT. Distinct Indonesia Cement Enterprise
pada tahun 1973, serta rencana pemerintah Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
semen dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat maka produksi pertama
dilakukan pada tanggal 04 Agustus 1975 dengan kapasitas 500.000 ton/tahun dengan
merek Tiga Roda yang berlokasi didaerah Citeureup Bogor. Berdirinya pabrik
ini dimulai dengan penelitian bukit yang berupa batu kapur, tanah liat dan pasir silika
oleh ahli-ahli dari Taiwan dan dari Bandung., kemudian pabrik ini disebut Plant 1
yang merupakan cikal bakal berdirinya PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk,
karena bertambahnya kebutuhan semen di Indonesia. Pabrik semen dengan merek
Tiga Roda ikut meningkatkan produksinya dengan mendirikan plant-plant yang baru
dalam rentang waktu tahun 1973 s/d 1985 yang dikelola dari pihak Asing dan pihak
Indonesia terdiri dari 6 perusahaan. Perkembangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa,
Tbk dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Plant 1
Pabrik ini dimiliki oleh perusahaan PT. Distinct Indonesia Cement
Enterprise (PT.DICE), yang merupakan peranan modal asing. Modal yang
ditanam sebesar US S 35,000,000, hasil produksinya berupa semen Portland
type 1 ASTM dengan kapasitas produksi 500.000 ton klinker per tahun.
Pembangunan pabrik ini pada tanggal 01 Juni 1973 dan diresmikan pada
tanggal 04 Agustus 1975 oleh presiden RI yaitu Soeharto. Peralatan
produksinya dibuat oleh Kawasaki Heavy Industries, Ltd Japan.
b. Plant 2
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Distinct Indonesia Cement Enterprise (PT
DICE) yang merupakan peranan modal asing. Modal yang ditanam sebesar US
S 55,000,000. Hasil produksinya berupa semen Portland type 1 ASTM dengan
4

kapasitas produksi 500.000 ton klinker per tahun. Pabrik ini mulai berproduksi
tanggal 05 Agustus 1976 yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian yaitu
M. Yusuf. Peralatan produksinya oleh Kawasaki Hearvy Industries Ltd
Japan
c. Plant 3
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Perkasa Indonesia Cement Enterpris
(PT PICE), yang merupakan penanaman modal dalam negeri. Modal yang
ditanam sebesar US S 125,000,000. Hasil produksinya berupa semen Portland
type 1 ASTM dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton klinker per tahun.
Pembangunan plant 3 dimulai tanggal 10 Maret 1977, dan mulai produksinya
pada tanggal 26 Desember 1978 yang diresmikan oleh Dirjen Industri Kimia
Dasar yaitu Sujono. Peralatan produksinya dibuat oleh KHD
Industriaenlegen AG (Humbolt Wedag), West Germany.
d. Plant 4
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Perkasa Indocement Enterprise (PT PICE)
yang merupakan penanaman modal dalam negeri. Hasil produksinya berupa
semen Portland type 1 ASTM, dengan kapasitas produksi 1.000.000 ton
klinker per tahun. Plant ini diresmikan pada tanggal 17 Nopember 1980 oleh
Dirjen Kimia Dasar yaitu Ir Hartarto. Peralatan produksinya oleh KHD
Industriaenlegen AG (Humbolt Wedag) West Germany.
e. Plant 5
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Perkasa Indah Indonesia Cement Putih
Enterprise (PT. PIICPE), yang merupakan penanaman modal dalam
negeri. Hasil produksinya berupa semen putih dengan kapasitas produksinya
200.000 ton klinker per tahun. Plant ini diresmikan pada tanggal 16 Maret
1981 oleh Menteri Perindustrian yaitu Ir. A.R. Soehoed. Peralatan
produksinya dibuat oleh Kawasaki Industries Ltd Japan dan Nihon
Cement Co. Ltd japan.


5

f. Plant 6
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Perkasa Agung Utama Indonesia Cement
Enterprise (PT PAUICE), yang merupakan penanaman modal dalam negeri.
Hasil produksinya berupa semen Portland type 1 ASTM, dengan kapasitas
produksinya 1.500.000 ton klinker per tahun. Plant ini diresmikan pada
tanggal 04 September 1983. Rotary Kiln dan Main Equipment pada plant ini
disuplay oleh KHD Humbolt Wedag West Germany.
g. Plant 7
Pabrik ini dimiliki oleh PT. Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement
Enterprise (PT PIAICE), yang merupakan penanaman modal dalam negeri
dengan kapasitas produksinya sebesar 1.500.000 ton klinker per tahun. Plant
ini diresmikan pada tanggal 16 Desember 1984 oleh Komisaris Utama yaitu :
Sudono Salim. Peralatan produksinya dibuat oleh Polysius Heavy
Industries France.
h. Plant 8
Pabrik ini dimiliki oleh PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement
Enterprise (PT PAMICE), yang merupakan penanaman modal dalam negeri
dengan kapasitas produksinya 1.500.000 ton klinker per tahun. Plant ini
diresmikan pada tanggal 26 Juli 1985 oleh Komisaris Utama yaitu Sudono
Salim. Peralatan dibuat oleh Polysius Heavy Industries France.
i. Plant 9
Pabrik ini dimiliki oleh PT Tridaya Manunggal Perkasa Cement
Enterprise yang merupakan penanaman modal dalam negeri, dari hasil
kerjasama antara tiga perusahaan nasional. Unit ini berlokasi di Palimanan
Cirebon, dengan kapasitas produksinya 1.200.000 ton klinker per tahun. Plant
ini diresmikan pada tanggal 16 Desember 1984 oleh Presiden RI yaitu
Suharto. Peralatan produksinya dibuat oleh Kawasaki Heavy Industries,
Ltd Japan.

6

j. Plant 10
Pabrik terletak di Palimanan Cirebon sebagai perluasan Plant 9 untuk
memenuhi permintaan pasar yang besar, kapasitas produksinya 1.200.000 ton
klinker per tahun. Peralatan produksinya dibuat oleh Kawasaki Heavy
Industries, Ltd Japan.
k. Plant 11
Plant 11 ini terletak didaerah Citeureup Bogor, yang dibangun untuk
memenuhi kebutuhan pasar luar negeri yang begitu besar. Plant ini dimiliki
oleh PT. Indocement Tunggal Perkasa, Tbk. Plant 11 mempunyai
keistimewaan sendiri dibandingkan dengan Plant-plant lainnya. Untuk Raw
Mill nya menggunakan Vertical Mill. Mesin-mesin yang dipakainya adalah
modifikasi dari plant-plant yang ada. Plant ini menggunakan mesin dari
Kawasaki Heavy Industries Ltd Japan dan Polysius Heavy Industries
France. Kapasitas produksi plant ini sebesar 600 ton per jam atau 2.500.000
ton klinker per tahun. Semua perusahaan tersebut diatas merupakan perseroan
terbatas secara sendiri-sendiri, dimana saham-sahamnya dimiliki oleh
perusahaan-perusahaan swasta nasional Indonesia yang lebih banyak dikenal
dengan sebutan I ndocement Group.
l. Plant 12
Pabrik ini baru bergabung pada PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
pada tanggal 20 Desember 2000. Lokasi pabrik ini terletak di Tarjun
Kalimantan Selatan. Kapasitas produksinya 2.400.000 ton klinker per tahun.
2.2. Perkembangan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Pada tanggal 01 Januari 1985 perusahaan-perusahaan yang namanya
tercantum diatas, akhirnya bergabung menjadi satu perusahaan dengan nama PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Dengan badan hukum dan pengesahan dari
Departemen Kehakiman dengan keputusan surat No. C2-2867.HT.01.01. Tahun 1985.


7

2.2.1. Penyerahan Modal Pemerintah.
Melalui peraturan pemerintah No. 32 tanggal 25 Juni 1985, Pemerintah
Indonesia memutuskan untuk melakukan penyertaan modal pada PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk, sebesar 35 % atau Rp.
364,333,840,000.00 dari saham yang ditempatkan pada PT. Indocement
Tunggal Prakarsa, Tbk. Sementara 65 % lainnya dimiliki oleh pihak swasta.
Pada Tanggal 08 Juli 1985 pemerintah Indonesia yang diwakili oleh
Departemen Keuangan membeli sebagian saham PT. Indocement Tunggal
Prakarsa, Tbk.
2.2.2. Penggabungan Usaha atau Merger.
Sesuai dengan pernyataan dalam modal pemerintah, dimana ke enam
perusahaan milik PT. Indocement Tunggal Prakarsa, harus bergabung
(Merger) kedalam PT.ITP, yang nantinya hanya ada satu perusahaan. Pada
tanggal 01 Januari 1985 maka penggabungan tersebut disetujui oleh para
pemegang saham PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
2.2.3. Lokasi Pabrik.
Pemilihan lokasi pabrik merupakan faktor yang sangat penting bagi
keberhasilan dan kelangsungan usaha suatu pabrik. Karena itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang akan menentukan sukses atau tidaknya suatu
pabrik. Lokasi pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terletak di tiga
lokasi yaitu:
1. Citeureup, Bogor dengan 9 Plant
2. Palimanan, Cirebon dengan 2 Plant
3. Tarjun, Kalimantan selatan dengan 1 Plant
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi antara lain
adalah:


8

1. Orientasi pasar
Lokasi pabrik jika orientasi untuk memenuhi kebutuhan daerah
atau wilayah itu sendiri akan lebih menguntungkan jika pabrik
didirikan sekitar daerah pemasaran. Namun bila orientasinya untuk
export, lokasinya sebaiknya dekat pelabuhan.
2. Sumber Bahan Baku
Pabrik akan sangat menguntungkan jika dekat dengan lokasi
bahan baku agar biaya transportasi dapat ditekan.
3. Tenaga kerja.
Dengan tersedianya tenaga kerja disekitar pabrik hal akan
menguntungkan, karena tanggungan perusahaan untuk transportasi dan
akomodasi bagi karyawan dapat dikurangi. Keuntungan lainnya adalah
dapat mengurangi penggangguran didaerah tersebut.
4. Transportasi
Transportasi merupakan factor yang perlu diperhatikan dalam
menghemat biaya operasional pabrik. Semakin jauh jarak yang akan
dihubungkan, maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan
begitu pun sebaliknya.
5. Utilitas
Dalam pendirian pabrik perlu juga dipertimbangkan mengenai
utilitas yang diperlukan pabrik tersebut.Hal ini mencegah biaya
operasional yang besar dengan berbagai pertimbangan diatas maka PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, telah menetapkan lokasinya di
Citeurup. Pertimbangan-pertimbangan tersebut sebagai berikut:
1. Dekat dengan bahan baku, karena bahan baku utamanya
batu kapur (Limestone) relatif dekat dengan pabrik yaitu
sekitar 4,5 km.
2. Ketersediaan areal untuk perluasan pabrik.
9

3. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar pada daerah
tersebut.
4. Dekat dengan daerah pemasaran.
5. Relatif dekat dengan pelabuhan di Jakarta untuk pengiriman
ekspor.
2.2.4 Produk
Secara fisik semen berupa bubuk halus yang berwarna hijau ke abu
abuan akan tetapi semen dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan
kebutuhan penggunanya adapun jenis-jenis semen yang diproduksi oleh PT
Indocement Tunggal Prakarsa antara lain:
1. Ordinary Portland Cement (OPC)
Semen Portland (OPC) merupakan komoditas yang penting dan
sangat menentukan standar kehidupan modern. Gedung-gedung,
bendungan pembangkit tenaga listrik, jalan, jembatan, dermaga, dan
lain-lain dibangun dengan semen portland. Semen portland tiga roda
mengacu pada standar BS 12-1991 dan BS 12-1996, ASTM C-150-
1998 dan SNI 15-2049-1994 untuk menjamin ketahanan beton.
a) Semen OPC Tipe I
Adalah jenis semen untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan pesyaratan khusus, misalnya untuk bangunan
perumahan, jalan, jembatan, dan dapat dipakai sebagai bahan baku
komponen bangunan seperti asbes, ubin, batako, eternity dll.
Standard : SNI 1 0013- tahun 1981 (Indonesia)
ASTM C 150-78 (Amerika)
BS 12 1978 (Inggris)


10

Standar kemasan semen portland tiga roda tipe 1:
Kantong kertas kraft dengan berat bersih 50 kg.
Dalam big bag dengan berat bersih 1.0 Ton atau
1.5 Ton (khusus luar pulau jawa).
Bentuk curah (bulk) dalam capsul isi 15 ton, 20
ton atau 25 ton sesuai pesanan.
b) Semen OPC Tipe II (Moderate sulfat Resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini
mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen
Portland Tipe I. Pada daerahdaerah tertentu dimana suhu agak
tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama
pengeringan agar tidak terjadi Srinkege (penyusutan) yang besar
perlu ditambahkan sifat moderat Heat of hydration. Semen
Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti
bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya
kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama.
Standar kemasan semen portland tiga roda tipe II:
Kantong kertas kraft dengan berat bersih 40 kg.
Dalam big bag dengan berat bersih 1.0 Ton atau
1.5 Ton (khusus luar pulau jawa).
Bentuk curah (bulk) dalam capsul isi 15 ton, 20
ton atau 25 ton sesuai pesanan.

c) Semen OPC tipe V (Sulfat Resistance Cement)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan
untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya
11

mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti : air laut, daerah
tambang, air payau dsb.
Standar kemasan semen portland tiga roda tipe V :
Kantong kertas kraft dengan berat bersih 40 kg.
Dalam big bag dengan berat bersih 1.0 Ton atau
1.5 Ton (khusus luar pulau jawa)
Bentuk curah (bulk) dalam capsul isi 15 ton, 20
ton atau 25 ton sesuai pesanan
Gambar 2.1 Ordinary Portland Cement
2. Semen putih ( White Cement)
Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan
konstruktif berdasarkan standar dari JIS R-5210 (Jepang) atau standar
ASTM C 150 1998. Pembuatan semen ini membutuhkan
persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti
misalnya bahan mentahnya yaitu batu kapur dan tanah liat
mengandung besi oksida dan oksida mangan yang sangat rendah
(dibawah 1 %) .
Bahan baku pembuatan semen ini adalah batu kapur dan tanah
liat dengan kandungan besi oksida sangat rendah. Pembakaran
memerlukan suhu yang sangat tinggi. Kekuatan tekanannya lebih besar
dari semen Portland.

12

Semen ini digunakan pada pembuatan ubin teraso, patung-
patung dan dekorasi lainnya serta sebagai pengisi (filter) lantai/tembok
dan keramik. Produk ini merupakan satu-satunya yang di produksi di
Indonesia.
Gambar 2.2 Semen Putih (White Cement)
3. Semen Sumur Minyak ( Oil Well Cement)

Semen sumur minyak adalah semen yang di campur dengan
bahan khusus seperti asam borat, casein, lignin, gula, atau organic
hidroxid acid. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengurangi
kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan ke
dalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman 1800 meter sampai
dengan 4900 meter tekanan dan suhu di dasar sumur minyak sangatlah
tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan semen itu dipercepat aleh
kenaikan temperatur dan tekanan, maka semen yang mengental dan
mengeras secara normal tidak dapat digunakan pada pengeboran sumur
yang dalam. Untuk semen sumur minyak ini Indocement dapat
memproduksi sekitar 100.000 ton per tahun yang merupakan angka
rata-rata kebutuhan perusahaan pengeboran minyak setiap tahunnya.
OWC Tiga Roda mengikuti spesifikasi API SPEC 10 kelas G-HSR
(High Sulfate Resistance). Semen ini masih dibedakan lagi menjadi
beberapa kelas sesuai dengan API SPESIFICATION 10 1986, yaitu :
KELAS A Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830
meter, apabila sifat - sifat khusus tidak dipersyaratkan
KELAS B Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830
meter, apabila kondisi membutuhkan tahan terhadap sulfat
sedang
13

KELAS C Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830
meter, apabila kondisi membutuhkan sifat kekuatan tekan
awal yang tinggi
KELAS D Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 1830
sampai 3050 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang
sedang.
KELAS E Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050
sampai 4270 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang
tinggi.
KELAS F Digunakan untuk sumur sampai dengan kedalaman 3050
sampai 4880 meter, dengan kondisi suhu dan tekanan yang
tinggi.
KELAS G Digunakan untuk cementing mulai surface casing sampai
dengan kedalaman 2440 meter, akan tetapi dengan
penambahan accelerator atau retarder. Dapat digunakan
untuk semua range pemakaian, mulai dari kelas A sampai
kelas E.
Tabel 2.1 Kelas pada Oil Well Cement
Standar kemasan OWC Tiga Roda :
Kantong kertas kraft dengan berat bersih 94 lbs
Kemasan pallet berisi 40 kantong 94 lbs dan di
segel
Dalam jungle box berisi 40 kantong 94 lbs
Bentuk curah (bulk) sesuai pesanan
Gambar 2.3 Oil Well Cement
14

4. Super PCC
PCC merupakan hidrolik yang terdiri dari campuran klinker
(semen setengah jadi) dengan bahan-bahan Pozzolanic. ASTM C-595-
98 mendefinisikan pozzolan sebagai suatu bahan dengan kandungan
sillika atau alumunium dimana secara kimiawi akan bereaksi dengan
kalsium hidrosikda pada suhu udara membentuk senyawa semen.
Spesifikasi Super PCC Tiga Roda mengacu pada standar SNI
15-0302-94. Penggunaan lebih diarahkan untuk konstruksi yang
bersifat non struktural (misalnya untuk acian atau plasteran penutup
susunan dinding bata). Standar kemasan super PCC Tiga Roda adalah
40 kg.
Gambar 2.4 Super PPC
5. White Mortar TR30
White Mortar TR30 sangat sesuai untuk pekerjaan acian dan
cat. Keuntungan menggunakan White Mortar TR30 adalah, permukaan
acian lebih halus, mengurangi retak, dan terkelupasnya permukaan
karena mempunyai sifat plastis dengan daya rekat tinggi , cepat , dan
mudah dalam pengerjaan hemat karena acian lebih tipis, serta dapat
digunakan pada permukaan beton dengan menambahkan lem putih.
Komposisi yang terdapat dalam White Mortar TR30 antara lain
mengandung semen putih Tiga Roda, kapur (Kalsium Karbonat) dan
bahan aditif-aditif khusus yang diformulasikan secara akurat untuk
aplikasi finishing, meningkatkan daya rekat, menghindari retak dan
agar mudah dalam pengerjaannya.
15

Bahan aditif yang terkandung di dalam mortar
mempertahankan kelembapan selama pemasangan, meningkatkan
fleksibilitas dan daya rekat, mengurangi penggunaan air, menghasilkan
tampilan yang lebih halus dan mengurangi penyusutan. Pemakaiannya
pun sangat mudah, cepat dan hasilnya bagus.
Gambar 2.5 White Mortar TR-30
2.2.5 Struktur Organisasi PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Seperti halnya organisasi perusahaan-perusahaan lain, kekuasaan
tertinggi di dalam organisasi PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. adalah
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sedangkan pelaksanaan kegiatan
operasional perusahaan dilakukan oleh suatu dewan direksi yang terdiri dari 8
orang termasuk 1 orang direktur utama. Dewan direksi ini memiliki tugas
untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang digariskan oleh
RUPS.
Untuk mewakili para pemegang saham dalam melakukan pengawasan
disusun suatu dewan komisaris yang terdiri dari 7 orang termasuk 1 orang
komisaris utama. Untuk melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari, dewan
direksi mengangkat para Plant/Division Manager, dan untuk tiga wilayah
pabrik (Citeureup, Cirebon, dan Tarjun) masing-masing ditunjuk 3 orang
General Manager.
Susunan nama-nama Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan General
Manager di dalam organisasi PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. sebagai
berikut :


16

DEWAN KOMISARIS :
Komisaris Utama : DR. Albert Scheuer.
Wakil Komisaris Utama : Tedy Djuhar .
Wakil Komisaris Utama : I Nyoman Tjager.
Komisaris Independent : Muhammad Jusuf Hamka
Komisaris : DR. Lorenz Naeger.
Komisaris : DR. Bend Scheifele.
Komisaris : Daniel Gauthier.
DEWAN DIREKSI :
Direktur Utama : Daniel Eugene Antoine Lavalle.
Wakil Direktur Utama : Francicus Welirang
Direktur : Nelson Borch.
Direktur : Kuky Permana.
Direktur : Hasan Imer.
Direktur : Tju Lie Sukanto.
Direktur : Daniel R. Fritz.
Direktur : Benny Setiawan Santoso.
GENERAL MANAGER :
1. Setia Wijaya (Citeureup Plantsite)
2. Budiono Hendranata (Cirebon Plantsite)
3. Koh Seong Joong (Tarjun Plantsite)

17

2.2.6 Bahan Baku Pembuatan Semen
1. Bahan Baku Utama
a. Lime Component
Merupakan bahan baku dengan kadar kapur yang tinggi
berupa batuan alam ( CaCO
3
)yang masuk dalam golongan mineral
calcerous. Limestone adalah yang paling umum digunakan selain
jenis-jenis yang lain,misalnya : chalks, marl, sheli deposite. Batu
kapur denhan tingkat kemurnian tinggi terdiri dari calcite
dan aragonite. Warna fisik batu kapur dipengaruhi oleh zat
pengotornya. Chalks merupakan batuan sidemen yang umumnya
lebih lunak daripada batu kapur. Chalks adalah sumber CaCO
3

yang mempunyai persentase hingga mencapai 99 % dengan sedikit
kandungan SiO
2
, Al
2
O
3
, dan MgCO
3
. Jenis bahan baku ini sering
digunakan untuk proses basah.
Marl adalah jenis dari limestone yang terdiri dari campuran
oksida kapur, silika, alumina, dan besi. Marl sangat baik untuk
bahan baku semen karena telah mengandung komponen tanah liat
(clay) dan kapur, sehingga marl dapat juga dianggap sebagai
bentuk transisi dari clay dan limestone, marl seringkali digunakan
sebagai bahan tambahan dalam pembuatan semen.
b. Clay Component
Merupakan bahan baku pembuatan semen dengan kadar
silika, alumunium, dan oksida besi yang tinggi sebagai batuan alam
yang terdapat pada permukaan bumi. Jenis batuan ini adalah batuan
orgillaceous, yaitu : silica stone, charts, flint, quarte yang
umumnya terbentuk dari senyawa-senyawa alumina silica hidrat.
Klasifikasi mineral clay adalah :
Kaolin: kaolinnita, dickite, nacrite, halloysite.
Montmorillonit: montmorillonite, bidelite, nontronite,
Saponite
18

Tanah liat berakali : tanah liat mika, illite.
Komposisi tanah liat bervariasi tergantung pada
penambangannya. Senyawa organik dan besi memberikan warna
kuning hingga abu-abu kehitaman, sedangkan tanah liat murni
memiliki warna putih.
2. Bahan Pendukung
a. Bahan Korektif
Bahan korektif ditambahkan apabila pada pencampuran
komponen utama, komposisi oksida-oksida utamanya belum
memenuhi persyaratan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Misalnya untuk penggunaan :
Untuk silika : Pasir silika, diatomite, tanah liat.
Untuk besi : Pyrite, cinders, iron sand, iron ore.
Komposisi penambahan tergantung kekurangan sesuai
dengan raw mix design yang diinginkan.
b. Bahan Tambahan (additive)
Bahan tambahan ditambahkan untuk tujuan tertentu
terutama memperbaiki sifat-sifat semen atau pembuatan semen
dengan tipe tertentu, contohnya gipsum untuk mengatur waktu
pengikatan semen. Jika mengalami pemanasan gipsum atau
kalsium sulfat hidrat (CaSO
4
.2H
2
O) dan kemudian pada pemanasan
lebih lanjut yaitu kisaran 190 250C menjadibentuk (CaSO
4
).
Gipsum merupakan unsur pengikat yang berfungsi sebagai
pengatur dari proses pengerasan semen pada saat berlangsungnya
reaksi hidrasi semen. Gipsum dapat diperoleh dari alam atau secara
buatan sebagai produk samping pembuatan garam dan pembuatan
pupuk. Contoh lain bahan tambahan adalah abu terbang (fly ash)
dan blast furnance slag untuk membuat semen campur.

19

c. Bahan pengotor dan merugikan (Deleterious material)
Merupakan komponen komponen yang ikut dalam bahan
baku yang merugikan kualitas semen atau mengganggu jalanya
operasi, sehingga jumlahnya harus dibatasi .Contoh bahan pengotor
antara lain: MgO, TiO
2
, Mn
2
O
3
, alkali, sulfur (SO
3
), SiO
2
.
2.2.7 Proses Pembuatan Semen
Tahapan pembuatan semen dapat dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :
penambangan, penghalusan, pengeringan, pembakaran, penggilingan akhir dan
pengepakan.
1. Penambangan
Bahan baku utama seperti batu kapur, tanah liat, pasir besi dan
pasir silika diperoleh dari penambangan yang dilakukan divisi
penambangan. Batu kapur diperoleh dari lokasi Quari D dan tanah
liat serta pasir silika diperoleh dari daerah Hambalang. Pasir besi
berasal dari PT Aneka Tambang, Cilacap.
2. Penghalusan dan Penggilingan
Bahan baku yang digunakan mengandung oksida mayor seperti
oksida kapur (CaO), oksida silica (SiO
2
), oksida alumina (Al
2
O
3
),
dan oksida besi (Fe
2
O
3
). Bahan baku dengan komposisi tertentu
dimasukan kedalam penggilingan bahan baku (raw mill) yang
terdiri atas satu ruang. Ruang tersebuat terbagi atas ruang
pengering yang memperoleh kalor dari hasil pendinginan klinker,
dan ruang penggilingan yang berfungsi untuk memperhalus bahan
baku. Proses ini menghasilkan tepung baku yang mempunyai kadar
air kurang dari satu persen. Tepung baku tersebut lalu dimasukan
ke dalam tempat penyimpanan (Storage silo). Di dalam tempat
penyimpanan mempunyai sistem pencampur dengan fungsi untuk
menghomogenkan tepung baku.

20

3. Pembakaran
Proses pembakaran semen menggunakan proses kering, yaitu
kadar air dalam tepung baku <1% dan berbentuk tepung.
Keuntungan proses kering adalah kiln yang digunakan relatif
pendek, kebutuhan panas lebih rendah, kapasitasnya lebih besar,
dan biaya operasi lebih rendah.
Tepung baku yang telah di haluskan dan dihomogenkan pada
tempat penyimpanan dialirkan ke dalam pemanasan awal. Pada
pemanasan awal terjadi proses pemisahan tepung dengan udara
panas yang berasal dari Suspention Preheater dan proses
pengurangan kadar air. Setelah pemanasan awal di Suspention
Preheater selanjutnya pemanasan pada tanur mencapai 900C yang
merupakan suhu terjadinya kalsinasi dan masuk pada Rotary Kiln
sampai suhu 1400-1450C. proses kalsinasi yaitu pelepasan CO
2
dari batuan menghasilkan oksida dengan reaksi sebagai berikut :
CaCO
3
CaO+CO
2

MgCO
3
MgO+CO
2

Proses ke dalam Kiln dikenal sebagai proses klinkerisasi, yaitu
suatu proses pengubahan secara fisika dan kimia dari tepung baku
menjadi klinker yang siap digiling menjadi semen. Pendinginan
klinker terjadi di dalam Kiln, yaitu di Cooling Zone sampai
temperature 1100C. Pendinginan kedua terjadi di luar Kiln yaitu di
pendingin (Cooler) sampai suhu 100-200C.
4. Penggilingan Akhir
Klinker digiling bersama gipsum dengan perbandingan tertentu.
Penggilingan dilakukan pada suhu kurang dari 120C karena di
atas suhu tersebut air hidrat yang terkandung dalam gipsum akan
lepas sehingga fungsi gipsum sebagai penghambat laju reaksi akan
hilang. Penggilingan dilakukan sampai semen mencapai kehalusan
tertentu dalam (finish mill).
21


5. Pengepakan
Semen dipindahkan ke dalam kantong-kantong yang di
sediakan. Pengepakan menjadi efisien dengan menggunakan mesin
pembungkus dengan kecepatan tinggi. Kantong-kantong yang terisi
dengan otomatis ditimbang dan dijahit untuk kemudian dimuat ke
truk melalui ban berjalan.
2.2.8. Sumber Daya Manusia
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terdiri
dari tenaga kerja tetap yang berasal dari dalam negeri dan tenaga kerja
dari luar negeri dengan sistem kontrak. Disamping itu tenaga kerja di
Indocement terdiri dari tingkat pendidikan dan latar belakang yang
berbeda, berikut adalah statistik SDM di PT Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk :

Tabel 2.2 Jumlah SDM di PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
bedasarkan lokasi kerja.
UMUR KARYAWAN JUMLAH TENAGA KERJA %
>40 2776 47.4
31 - 40 1771 30.6
26 - 30 724 12.5
21 - 25 517 8.9
Tabel 2.3 Jumlah SDM di PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
bedasarkan usia.
NO LOKASI KERJA % JUMLAH
1 CITEUREUP 66.34 4416
2 TARJUN 12.99 865
3 CIREBON 11.33 754
4 HEAD OFFICE 9.34 622
JUMLAH 6657
22


JENJANG PENDIDIKAN JUMLAH TENAGA KERJA %
PERGURUAN TINGGI 429 7
DIPLOMA 153 3
SLTA 3688 64
SLTP 526 9
SD 993 17
Tabel 2.4 Jumlah SDM di PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
bedasarkan pendidikan.
2. Waktu Kerja
Waktu kerja di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dibagi
menjadi dua yaitu waktu kerja normal dan waktu kerja shift.
Adapun perincian waktu kerja sebagai berikut :
1) Waktu Kerja Normal
Senin s/d Kamis : Pukul 08.00 pukul 17.00 ( istirahat
pukul 12.15 Pukul 13.00 )
Jumat : Pukul 08.00 pukul 17.00 ( istirahat
pukul 11.00 pukul 13.00 ).
2) Waktu Kerja Shift
Shift A : Pukul 07.00 pukul 15.00
Shift B : Pukul 15.00 pukul 23.00
Shift C : Pukul 23.00 pukul 07.00
Waktu kerja shift dilakukan secara bergantian masing
masing 2 hari pada setiap shift dan 2 hari libur. Untuk bagian
Delivery dan Packing, waktuk dibagi 2 shift yaitu :


23


Shift A
Senin s/d Kamis : Pukul 07.00 pukul 14.00.
Jumat : Pukul 07.00 pukul 15.00 ( istirahat
pukul 11.30 pukul 13.00 ).
Sabtu : Pukul 07.00 pukul 12.30.

Shift B
Senin s/d Kamis : Pukul 13.30 pukul 21.30.
Jumat : Pukul 14.30 pukul 22.00
Sabtu : Pukul 12.00 pukul 17.00.
3. Fasilitas Karyawan
1) Fasilitas Keselamatan Kerja
Dilokasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk telah
dipasang rambu rambu peringatan pada tempat tempat yang
dianggap rawan dan pada tahun 1984 telah berdiri
Departement baru yaitu Safety Dept dan Health Dept dibawah
GAD. Adapun fasilitas yang disediakan seperti : Helm,
Masker, Pelindung telinga, Kaca mata las dan lain sebagainya.
2) Fasilitas Kesehatan
Dibidang kesehatan ditangani oleh poliklinik yang
berada dilingkungan pabrik. Pagi hari diberikan kesempatan
bagi karyawan yang berobat, sedangkan pada sore hari
diperuntukan bagi keluarga karyawan.


24

3) Fasilitas Kesejahteraan
a. Perumahan
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memberikan
tunjangan perumahan kepada para karyawan sesuai dengan
tingkatan (Eselon).
b. Transportasi
Untuk lingkungan pabrik disediakan bus karyawan yang
melayani karyawan dari pintu utama (Pos 1) menuju tempat
tempat dilingkungan pabrik (Tempat Kerja).
c. Olah raga
Sarana olah raga yang disediakan oleh PT Indocement
Tunggal Prakarsa Tbk berupa lapangan sepak bola
,lapangan volley , basket , tennis , bulutangkis serta tennis
meja yang berada di Sport Hall.











25

BAB III
TINJUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Semen
Semen berasal dari bangsa latin caementum yang berarti bahan perekat. Dalam
pengertian umum, semen diartikan sebagai bahan perekat yang mampu mengikat atau
merekatkan bagian benda-benda padat menjadi suatu bentuk yang kuat, bersatu,
kompak, kokoh dan keras (Kirk dan Othmer, 1949).
Dalam arti khusus, semen merupakan bahan yang digunakan untuk
merekatkan batu-batuan, bata merah dan pasir dalam mendirikan suatu bangunan.
Senyawa-senyawa potensial semen dapat mengeras di udara atau bersenyawa dengan
air yang setelah mengalami proses pengerasan akan stabil. Pada dasarnya semen
tersusun dari senyawa kimia utama, yaitu CaO, SiO
2
, Al
2
O
3
dan Fe
2
O
3
. Bahan-bahan
yang mengandung senyawa tersebut dicampur, digiling lalu dibakar sehingga menjadi
terak (klinker) semen, kemudian didinginkan dan selanjutnya ditambahkan gipsum
dan digiling sehingga terbentuk semen Portland (ASTM, 1990).
Menurut Standar Industri Indonesia (SII, 1981) semen Portland adalah semen
hidrolisis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker semen, yang utama
terdiri dari silikat-silikat kalsium yang mudah terhidrolisis bila dicampur dengan
bahan gipsum menghasilkan etteingite, sebagai berikut :
C3A + 3 CaSO
4
.2H
2
O + 26 H
2
O 6 CaO.Al
2
O
3
. 3SO
3
. 32H
2
O
Gipsum Air Ettringite

3.2 Semen Portland Komposit (Portland Composite Cement)
Menurut SNI 17064-2004, Semen Portland Campur (Portland Composite
Cement) adalah bahan pengikat hidrolisis hasil penggilingan bersama sama terak
(clinker) semen portland dan gipsum dengan satu atau lebih bahan anorganik, atau
hasil pencampuran antara bubuk semen portland dengan bubuk bahan bahan
anorganik lain. Bahan anorganik tersebut antara lain terak tanur tinggi (blast furnace
26

slag), pozzolan, senyawa silika, batu kapur, dengan kadar total bahan anorganik 6
35% dari massa semen portland campur.
Jadi semen PCC mengandung 3 unsur utama :
1) Semen portland (OPC)
2) Gips
3) Bahan anorganik (bisa lebih dari 1 macam bahan anorganik : terak tanur
tinggi (blast furnace slag), pozolan, senyawa silikat, batu kapur)
Gambar 3.1 Semen Portland Komposit (PCC) Tiga Roda
Menurut Standard Eropa EN 197-1 Portland Composite Cement atau Semen
Portland Campur dibagi menjadi 2 tipe berdasarkan jumlah aditif material aktif.
1. Type II/A-M mengandung 6 20 % aditif
2. Type II/B-M mengandung 21 35 % aditif
PCC (Portland Composite Cement) digunakan untuk bangunan-bangunan pada
umumnya, sama dengan penggunaan Semen Portland Tipe I. PCC mempunyai panas
hidrasi yang lebih rendah selama proses pendinginan dibandingkan dengan Semen
Portland Tipe I, sehingga pengerjaannya akan lebih mudah dan menghasilkan
permukaan beton/plester yang lebih rapat dan lebih halus.
Semen Portland Komposit dapat dikatakan sebagai produk turunan dari semen
Tipe I. Ide dari penemuan semen jenis ini adalah untuk menghasilkan suatu produk
semen yang lebih ramah lingkungan. Pengurangan penggunaan klinker pada semen
jenis ini tentunya akan mengurangi penggunaan energi untuk proses pembentukan
klinker dan mengurangi emisi yang dikeluarkan akibat pembentukan klinker tersebut.
27

3.3 Gipsum sebagai sumber utama SO
3

Gipsum dengan rumus kimia CaSO
4
2H
2
O merupakan bahan yang harus
ditambahkan yang pada proses penggilingan klinker menjadi semen. Gipsum
berfungsi mengatur waktu pengikatan semen atau dikenal dengan retarder. Pada
proses penggilingan klinker menjadi semen jumlah penggunaan gipsum dikontrol
melalui kandungan SO
3
(sulfur trioksida) pada semen, semakin tinggi kandung SO
3

dalam semen makadapat memberikan indikasi bahwa penggunaan gipsum tinggi dan
sebaliknya.
Penambahan gipsum haruslah dalam jumlah yang tepat. Gipsum dalam jumlah
besar memberikan efek negatif karena menyebabkan terjadinya pemuaian pada semen
saat digunakan selain itu akan menyebabkan pemborosan pemakaian gipsum.
Sedangkan jika terlalu sedikit akan menyebabkan semen mudah pecah. Itulah
sebabnya penggunaan gipsum harus dikontrol secara ketat. Selain sebagai pengatur
waktu pengikatan dan penyebab pemuaian, gipsum juga dapat mempengaruhi kuat
tekan baik itu nilai kuat tekan maupun perkembangan kuat tekan.
Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat
setting time (pengikatan) dari mortar sebagai (retarder) dan juga untuk kuat tekan.
Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada
sifat expansif dan dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3
yang sering banyak digunakan adalah gipsum.
3.4 Senyawa Pembentuk Semen
Semen merupakan gabungan dari beberapa senyawa, yaitu CaO dengan SiO
2
,
Al
2
O
3
, dan Fe
2
O
3
. Bahan ini dapat mengeras di udara bebas dan di dalam air, apabila
sudah terjadi proses pengerasan akan stabil di dalam air.
Kristal mineral utama dalam semen adalah trikalsum silikat (3CaO.SiO
2
atau
C
3
S), dikalsium silikat (2CaO.SiO
2
atau C
2
S), trikalsium aluminat (3CaO.Al
2
O
3
atau
C
3
A), tetrakalsium aluminat ferit (4CaO. Al
2
O
3
. Fe
2
O
3
atau C
4
AF) dan gipsum
(CaSO
4
.2H
2
O). Untuk lebih jelasnya senyawa-senyawa tersebut diuraikan sebagai
berikut :

28

1. Trikalsium Silikat (C
3
S)
Senyawa ini terbentuk pada saat pembakaran klinker yang merupakan hasil
antara C
2
S dengan CaO pada saat 1250-1500
0
C.C
3
S terurai cepat pada suhu dibawah
1000
0
C. Tetapi bila pendinginan dilakukan secara normal pada saat mencapai suhu
biasa,strukturnya tidak berubah dan relative stabil oleh proses pembentukan padatan.
Semen yang banyak mengandung C
3
S akan bersifat mempunyai panas hidrasi
yang tinggi, panas hidrasi yang tinggi dapat menyebabkan retak-retak pada beton.
Kuat tekan selain dipengaruhi oleh komposisi mineral utama juga dipengaruhi oleh
kehalusan semen. Tingkat kehalusan yang tinggi akan menghasilkan kuat tekan yang
tinggi pula. C
3
S bereaksi dengan air membentuk senyawa kalsium silika hidrat dan
kalsium hidroksida. Pada reaksi C
3
S dengan air, panas yang timbul jumlahnya sedang
sekitar 500 J/gram dalam semen, panas yang ditimbulkan C
3
S sekitar 580 J/gram.
Hasil reaksi ini merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen. Hasil
reaksi hidrasinya yang cepat menghasilkan tobermorite gel, sebagai berikut :
(Setiawan dan Rosyanto 1997).
2(3 CaO.SiO
2
) +6 H
2
O 3 CaO.SiO
2
.3H
2
O +3Ca(OH)
2

Tobermorite gel
2 C
3
S + 6H C
3
S.2H
3
+ 3 CH

2. Dikalsium Silikat (C
2
S)

Senyawa dikalsium silikat (2CaO.SiO
2)
terbentuk pada suhu 1100-1370
0
C
dalam proses pembakaran dalam tanur. Panas hidrasinya rendah sehingga
memberikan pengikatan semen secara perlahan-lahan setelah beberapa hari. C
2
S
berfungsi memberikan kekuatan penyokong nuntuk waktu yang lebih lama dari C
3
S,
selain itu juga berfungsi sebagai pemberi kekuatan akhir. C
2
S bereaksi dengan air
membentuk senyawa kalsium silika hidrat dan kalsium hidroksida. Dari reaksi
tersebut panas yang timbul sedikit, yaitu sekitar 250 J/gram. Reaksi hidrasi C
2
S juga
menghasilkan Tobermorite gel (Setiawan dan Rosyanto, 1997).



29

2(2CaO.SiO
2
) + 4H
2
O 3CaO. 2SiO
2
. 3H
2
O + Ca(OH)
2


Tobermorite gel

2C
2
S + 4H C
2
S 2H
3
+ CH

3. Trikalsium Aluminat (3CaO. Al
2
O
3
)

Biasanya ditulis C
3
A dalam semen yang tidak mengandung gipsum, C
3
A akan
bereaksi sangat cepat dengan air.
3CaO. Al
2
O
3
+ 6H
2
O 3CaO. Al
2
O
3
. 6H
2
O
Pada saat C3A bereaksi dengan air, panas yang timbul besar sekali. Dari C
3
A
murni misalnya, akan dihasilkan panas sebesar 1350 J/gram pada saat bereaksi dengan
air. C
3
A bereaksi pula dengan Ca(OH)
2
yang dihasilkan dari reaksi hidrasi C
3
A dan
C
2
S adalah :
3CaO.Al
2
O
3
+ Ca(OH)
2
+ 12H
2
O 4CaO. Al
2
O
3
. 13H
2
O
3C
3
A + 6H 3C
3
AH
6
Kedua reaksi di atas menyebabkan waktu pengikatan pasta akan singkat sekali.
Pasta sulit atau malah tidak bias dikerjakan lebih lanjut sebab sifat plastiknya hampir
tidak ada. Keadaan dimana terjadi pengikatan seketika disebut Flash-set (Setiawan dan
Rosyanto, 1997).
Jika dalam semen terdapat gipsum (CaSO
4
.H
2
O), maka reaksi hidrasi C
3
A
terhambat. Penghambatan ini terjadi karena terbentuknya senyawa etteringite menurut
reaksi berikut ini :

3CaO.Al
2
O
3
+3(CaSO
4
+2H
2
O)+26H
2
O 3CaO.Al
2
O
3
.3CaSO
4
.32H
2
O
Etteringite

4. Tetrakalsium Aluminat Ferit (4CaO.Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
)
Biasanya ditulis C
4
AF, senyawa ini merupakan gabungan antara C
3
A dengan
oksida besi. Bertindak sebagai pelebur untuk membentuk klinker pada temperatur
rendah. Mempunyai panas hidrasi yang paling rendah. Senyawa besi pada C
4
AF
memberikan pengaruh pada warna semen dan tanpa adanya besi temperatur klinker
dapat mencapai 1900C (Lea dan Desch, 1976).
30

Reaksi hidrasi C
4
AF murni berlangsung dengan cepat dalam beberapa menit
selesai. Panas yang ditimbulkan pada reaksi ini sebesar 420 J/gram. Dalam pemakaian
semen, C
4
AF tidak langsung bereaksi dengan air tetapi bereaksi dengan gipsum
(CaSO
4
.2H
2
O) dan (Ca(OH)
2
) membentuk kristal-kristal yang terdiri atas senyawa
sulfoalminat dan sulfoferit.
4CaO.Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
+CaSO
4
.2H
2
O+Ca(OH)
2

3CaO(Al
2
O
3
.Fe
2
O
3
).3CaSO
4
.2H
2
O
Senyawa-senyawa hasil reaksi C
4
AF hampir tidak berpengaruh pada kekuatan
pasta semen. Sisa-sisa C
4
AF yang tidak bereaksi dan oksida-oksida besi yang terdapat
bersama C
4
AF baik yang terhidrasi maupun tidak secara keseluruhan akan
menyebabkan timbulnya warna gelap.
3.5 Sifat Fisika dan Kimia Semen
2.5.1 Sifat Fisika Semen
1. Fineness
Kehalusan dapat mewakili sifat-sifat fisika lainnya terutama terhadap
kekuatan yaitu dengan bertambahnya kehalusan pada umumnya akan bertambah
pula kekuatan, mempercepat reaksi hidrasi sehingga waktu pengikatannya
semakin singkat. Ada dua jenis pengujian kehalusan yang sering dilakukan yaitu
a. Luas Permukaan (Blaine)
Pengujian dengan alat blaine bertujuan menentukan kehalusan
yang dinyatakan dalam luas permukaan spesifik semen, dihitung sebagai
jumlah luas permukaan total cm
2
/g, atau m
2
/kg semen.
b. Residu 45 m
Pengujian ini untuk menentukan residu semen yang tertahan pada
ayakan 45 m. Karakteristik semen ini bisa menjadi indikator dalam
penentuan kualitas semen.
2. Pengikatan dan Pengerasan( Setting Time dan Hardening ).
Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi
pencampuran dengan air, maka air dengan C
3
A membentuk 3CaO Al2O
3
3H
2
O
31

yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk mengatur pengikatan perlu
ditambahkan gipsum dan bereaksi dengan 3CaO Al
2
O
3
3H
2
O, membentuk lapisan
etteringete yang akan membungkus permukaan senyawa tersebut. Namun karena
ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan pecah dan reaksi hidrasi C
3
A akan
terjadi lagi, namun akan segera terbentuk lapisan etteringete kembali yang akan
membungkus 3CaO Al
2
O
3
3H
2
O kembali sampai gipsum habis. Proses ini
akhirnya menghasilkan perpanjangan setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan
reaksi hidrasi tertahan. Periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama
1-2 jam dan selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk.
Periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi kembali
dan initial set mulai terjadi.
Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO SiO
2
terjadi dan
menghasilkan CSH (3CaO SiO
2
) yang akan mengisi rongga dan membentuk
titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap berikutnya terjadi
pengikatan konsentrasi CSH yang akan menghalangi mobilitas partikel
partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting tercapai, lalu
proses pengerasan mulai terjadi.
3. Ketahanan Terhadap Sulfat dan asam
Beton atau mortar dari semen portland dapat mengalami kerusakan oleh
pengaruh asam dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut yaitu
dengan merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air. Misalnya, HCl
merubah C
4
AF menjadi FeCl
2.

Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar.
Sulfat bereaksi dengan Ca(OH)
2
dan kalsium aluminat hidrat, dan reaksi yang
terjadi dapat menghasilkan pengembangan volume sehingga akan terjadi
keretakan pada beton.
Reaksi yang terjadi :
2(CaO SiO
2
) + 6 H
2
O 3CaO 2SiO
2
3 H2O + Ca(OH)
2

2(CaO SiO
2
) + 4 H
2
O 3CaO 2SiO
2
3 H2O + Ca(OH)
2

Ca(OH)
2
+ MgSO
4
+ 2 H
2
O CaSO
4
2H
2
O + Mg(OH)
2

32

3CaO Al
2
O
3
6H
2
O + 3(Ca SO
4
2H
2
O) + 2H
2
O 3CaO Al
2
O
3
3Ca
SO
4
2H
2
O
4. Panas Hidrasi
Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami
reaksi hidrasi. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai
berikut :
2(CaO SiO2) + 4H2O 3CaO 2SiO2 3H2O + Ca(OH)2
2(3CaO SiO2) + 6H2O 3CaO 2SiO2 3H2O + 3Ca(OH)2
(Tobermorite)
3CaO Al2 O3 + 6H2O 3CaO.Al2O3 6H2O
(Kalsium Aluminat Hidrat)
3CaO Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4 2H2O 3CaO Al2 O3 3CaSO4 32H2O
( Trikalsium Sulfoaluminat)

4CaO Al2O3 Fe2O3 + XH2O 3CaO Al2O3 6H2O + 3CaO Fe2O3 6H2O
(Kalsium Aluminoferrite Hidrat)
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3A akan bersifat
mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi.
5. Konsistensi Normal (Normal Consistency)
Sifat ini digunakan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan
pada penyiapan pasta semen hidrolis untuk pengujian.
6. Kuat Tekan ( Compressive Strength)
Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting bagi mortar ataupun
beton. Kuat tekan dimaksud sebagai kemampuan suatu material untuk
menahan suatu beban tekan. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi mineral
utama. C
3
S memberikan kontribusi yang besar pada perkembangan kuat tekan
33

awal, sedangkan C
2
S memberikan kekuatan semen pada umur yang lebih
lama.C
3
A mempengaruhi kuat tekan sampai pada umur 28 hari dan
selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini semakin kecil.
2.5.2 Sifat Kimia Semen

1. Magnesium oksida (MgO)
Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO
dalam semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion
pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan
persamaan reaksi sbb :
MgO + H
2
O Mg(OH)
2

Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H
2
O menjadi
magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih besar. Oksida ini
mungkin semula terbawa dalam bahan mentah. Dalam tungku pembakaran,
oksida ini tetap bebas, dan tetap menjadi MgO. Jika kadar MgO di atas 5%
maka semen dapat mengembang setelah beberapa hari akibat perubahan MgO
menjadi Mg(OH)
2
yang membesar volumenya.
Kadar SO
3
dalam semen portland dibatasi menurut jenis semennya,
dan tergantung kepada kandungan C
3
A dakam semen itu. Dengan pembatasan
SO
3
ini sebenarnya untuk menjaga keamanan semen terhadap reaksi yang
merugikan antara gipsum dan C
3
A, sebab hasil reaksinya akan membuat
semen juga tidak kekal sebab volume reaksi antara C
3
A dengan gipsum, lebih
besar dari sebelum terjadinya reaksi
2. Hilang Pijar (Loss On Ignition)
Pada klinker biasanya hilang pijar berasal dari air dalam udara yang
terserap ke dalam pori-pori klinker dalam masa penyimpanan. Sedangkan
setelah menjadi semen, hilang pijar selain dari klinker juga berasal dari aditif
material yang ditambahkan misalnya air hidrat dalam gipsum, CO2 yang
berasal dari limestone aditif dan moisture content dari material-material
pozolan lainnya.

34

3. SO3
Kandungan SO
3
dalam semen adalah untuk mengatur atau
memperbaiki sifat setting time (pengikatan) dari mortar sebagai (retarder) dan
juga untuk kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan
menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan kekuatan
tekan.
4. Residu tak larut
Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain.
5. Free lime
Demikian pula bila partikel CaO bebas ini berada dalam semen. Begitu
semen terkena air, yang akan bereaksi dahulu adalah CaO membentuk
Ca(OH)
2
. Tetapi bila ada semen yang diberi air langsung mengeluarkan panas
kemungkinan semen itu banyak mengandung CaO bebas.
6. Alkali (Na
2
O dan K
2
O)
Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada
beton maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silikat
reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang
reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak
menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard
mensyaratkannya.

7. Mineral Compound (C
3
S, C
2
S, C
3
A , C
4
AF)
Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral
compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan yang
mahal. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk
jenis-jenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen tipe IV dan
tipe V.




35

BAB IV
BAHAN DAN METODE

4.1 Bahan
Bahan yang digunakan ialah semen PCC 3A, gipsum, air destilasi, pasir silika
standar ASTM.
4.2 Alat
Alat yang digunakan ialah neraca analitik ketelitian 0,01 gram, gelas ukur 500
ml, cetakan benda uji, mesin pengaduk, pengaduk, mangkuk aduk, penumbuk, stop
watch, pisau aduk, kuas 2 inch, mesin kuat tekan, alat homogenisasi, Lemari yang
berisi air kapur jenuh suhu 23 1,7 C.
4.3 Metode
Pengujian sifat fisika dikerjakan bedasarkan metode standar yang telah
ditetapkan yaitu SNI 15-2049-1994 dan ASTM 1996. Untuk kuat tekan medote yang
digunakan adalah dengan alat uji tekan (Compression Strength Apparatus) sesuai
ASTM C 109, Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars.
Kuat tekan merupakan sifat fisika yang paling penting bagi mortar atau pun
beton di dalam penggunaan semen. Kuat tekan didefinisikan sebagai kemampuan
suatu material untuk menahan suatu beban tekan. Kekuatan semen disebabkan karena
adanya gaya kohesi partikel-partikel semen dan gaya adhesi terhadap pasir yang
dicampur sebagai adukan. Tahapan pengujian kuat tekan dengan metode ASTM C
109 meliputi : Proporsi contoh, menyiapkan cetakan benda uji, pembuatan mortar,
mencetak mortar, menentukan kuat tekan.
Perhitungan kuat tekan mortar diperoleh berdasarkan rumus :

f'c =



fc = Kuat tekan mortar, dalam MPa
P = Beban maksimum total, dalam N
A = Luas dari permukaan yang dibebani, dalam mm
2

36

4.4 ProsedurKerja
4.4.1 Proporsi Contoh
1. Siapkan bahan yang akan digunakan yaitu semen PCC 3A dan gipsum.
2. Kemudian timbang masing-masing dengan menggunakan neraca
analitik. Campuran semen PCC 3A dengan gipsum sebanyak 3kg
dengan perbandingan penambahan gipsum : 11g ; 22g ; 32g ; 43g ; 53g
; 64g.
3. Setelah pencampuran selesai homogenkan manual selama 10 menit
menggunakan tangan. Kemudian masukan kedalam mesin
homogenisasi selama 15 menit hingga semen dan gipsum tercampur
rata.
4.4.2 Menyiapkan cetakan benda uji
1. Bersihkan cetakan dari sisa-sisa mortar yang menempel dengan
menggunakan kain dan olesi cetakan dengan minyak atau gemuk.
2. Tempelkan cetakan dengan pasangannya dan klem sampai rapat.
3. Tempelkan cetakan yang telah berpasangan pada dasar plat dan klem
sampai rapat, jangan sampai ada kebocoran.
4.4.3 Pembuatan Mortar
1) Siapkan campuran mortar semen : pasir : air = 1 :2,75 : 0,485 untuk
tujuh sample yang ada. Timbang 740 gram semen, 2035 gram pasir
silika standar dan 358,9 ml air.
2) Pasang pengaduk dan mangkuk aduk yang kering pada alat pengaduk
dengan posisi mengaduk.
3) Masukkan 358,9 ml air dan 740 gram semen kedalam mangkuk aduk,
jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah 63 5 rpm dan aduk
selama 30 detik.
4) Tambahkan semua pasir pelan-pelan dalam selang waktu 30 detik ,
lanjutkan sampai 30 detik dengan mengganti kecepatan menjadi 130
5 rpm.
37

5) Hentikan mesin pengaduk dan diamkan mortar selama 90 detik.
Selama 15 detik pertama, bersihkan mortar yang menempel pada
dinding mangkuk.
6) Lanjutkan pengadukan akhir selama 60 detik pada kecepatan sedang
dengan putaran 130 5 rpm.

4.4.4 Mencetak Benda Uji
1) Cetak benda uji dengan waktu tidak lebih dari 2 menit dan 30 detik
setelah selesai mengaduk.
2) Tempatkan lapisan mortar setebal 25mm/ setengah kubus. Tumbuk
mortar dalam masing-masing ruang kubus sebanyak 32 tumbukan. Isi
kubus dengan sisa mortar dan tumbuk seperti lapisan pertama. Buat
puncak kubus lebih tinggi dari puncak cetakan.
3) Ratakan mortar diatas cetakan dengan menggunakan pisau aduk.
Kemudian masukkan kedalam lemari dan dibiarkan selama 24 jam.

4.4.5 Menentukan Kuat Tekan
1) Keluarkan benda uji dari lemari, dan masukkan kedalam bak yang
berisi air kapur jenuh ( untuk pengujian 3 hari, 7 hari dan 28 hari ).
2) Seka setiap benda uji sampai kondisi kering permukaan dan hilangkan
butiran pasir yang lepas.
3) Berikan beban pada permukaan uji yang pada pencetakannya kontak
dengan permukaan yang rata dari cetakan.
4) Tempatkan benda uji tepat dibawah titik pusat dari landasan blok atas.
Tekan sedemikian rupa sehingga beban maksimum akan tercapai, tidak
kurang dari 20 detik, dan tidak lebih dari 80 detik sejak penekanan
dimulai.







38

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penyajian
Percobaan untuk menentukan optimasi SO
3
diawali dengan membuat
rancangan proporsi semen terlebih dahulu. Semen yang akan dianalisa menggunakan
semen dari Plant 3, dan natural gipsum. Pembuatan semen dilakukan dengan
membuat semen PCC 3A sebanyak 3 Kg dan gipsum dengan batas target SO
3
2,85%.
Existing Sample
SO
3
PCC
Target,
%
Mixed Sample, % PCC Mixed Sample, gr
SO
3

PCC Gypsum PCC Gypsum Total
PCC PCC Gypsum
3A-1 1.95 44.13
1.95 100 0 3,000 0 3,000
1.95
3A-2 1.95 44.13
2.1 99.64 0.36 2,989 11 3,000
2.1
3A-3 1.95 44.13
2.25 99.28 0.72 2,978 22 3,000
2.25
3A-4 1.95 44.13
2.4 98.93 1.07 2,968 32 3,000
2.4
3A-5 1.95 44.13
2.55 98.58 1.42 2,957 43 3,000
2.55
3A-6 1.95 44.13
2.7 98.22 1.78 2,947 53 3,000
2.7
3A-7 1.95 44.13
2.85 97.86 2.14 2,936 64 3,000
2.85
Tabel 5.1 Design Semen PCC 3A
Kadar SO
3
pada gipsum dari table diatas adalah 44,13% sedangkan kadar SO
3
pada semen PCC adalah 1,95%. Kadar SO
3
pada gipsum lebih besar dari semen PCC
hal ini dikarenakan gipsum adalah sumber utama dari SO
3
dan semakin tinggi kadar
gipsum maka semakin tinggi pula kadar SO
3
dan sebaliknya. Oleh karena itu untuk
mencari proporsi yang tepat semen PCC ditambahkan gipsum dengan variasi yang
berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk mencari dimanakah titik optimum SO
3
pada
saat pengujian kuat tekan.

39

Kadar SO
3
sering dugunakan sebagai indikasi penggunaan gipsum dalam
produksi semen, maka dari itu penggunaan gipsum harus di batasi. Penambahan
gipsum haruslah dalam jumlah yang tepat, jika penggunaan terlalu banyak akan
menyebabkan terjadinya pemuaian pada semen saat digunakan sebaliknya jika
penambahan terlalu sedikit akan menyebabkan semen mudah pecah. Gipsum juga
dapat mempengaruhi kuat tekan baik itu nilai kuat tekan maupun perkembangan kuat
tekan. Menurut SNI batasan standar SO
3
yaitu 4,0 (SNI 15-7064-2004). Dilihat dari
kandungan oksida pada variasi semen yang dibuat tidak ada semen yang keluar dari
standar (out of spec) SNI untuk semen PCC.
5.2 Analisa terhadap Kuat Tekan Semen
Pengaruh semakin besarnya CaO dalam semen aka meningkatkan nilai CaO
bebas (fCaO) dan menurunkan nilai fase mineral, sehingga kuat tekan semen akan
turun (Hassan,1990). Kandungan CaO bebas yang terlalu tinggi akan mempengaruhi
sifat fisik semen, CaO bila terhidrasi dengan air akan membentuk Ca(OH)2 dengan
volume lebih dari dua kali volume semen dan akan menghasilkan panas hidrasi yang
cukup tinggi dan pada penerimaan kalor lebih lanjut akan menyebabkan keretakan
pada mortar.
Senyawa C
3
S merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen. Hal
ini disebabkan selain jumlahnya besar, reaksi hidrasinya juga berlangsung cepat
sehingga kuat tekan awal tinggi.








Tabel 5.2 Analisa Fisika Semen
Sample
Blaine # 325 N.C
Setting Time
Compressive Strength
Vicat
IS FS 1 day 3 days 7 days
m2/kg % % menit menit kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2
3A 1 420 19.3 24.83 84 213 96 192 249
3A 2 412 18.6 24.89 83 227 106 200 255
3A 3 412 19.6 24.83 75 227 99 198 257
3A 4 414 20.0 24.93 70 230 91 188 240
3A 5 416 18.0 24.76 75 196 96 192 254
3A 6 417 19.4 24.81 76 188 94 190 241
3A 7 415 18.4 24.87 80 214 90 189 239
40

Kuat tekan adalah kemampuan menahan suatu beban tekan, kuat tekan
merupakan sifat penting dalam menentukan kualitas suatu semen. Umumnya kuat
tekan dinyatakan pada saat umur 1, 3, 7 dan 28 hari. Kuat tekan biasanya dilalukan
pada mortar dan beton, pada percobaan kali ini dilakukan analisa kuat tekan mortar.
Gambar 5.1 Kurva Kuat Tekan Mortar 1, 3 dan 7 hari
Pada percobaan kali ini menentukan kuat tekan hannya pada umur 1, 3, dan 7
hari saja. Kuat tekan mksimum yang diperoleh adalah pada penambahan gypsum
2,04% untuk umur 1 hari, penambahan gypsum 2,04% pada umur 3 hari, dan
penambahan gypsum 2,23% untuk umur 7 hari.
Pada kuat tekan semen, maka dapat dilihat titik optimum dari masing-masing
penambahan gypsum yang berbeda. Pada umur 1 dan 3 hari di dapat titik optimum
pada penambahan gypsum yang sama 2,04%. Kuat tekan untuk umur 1 hari diperoleh
titik optimum sebesar 106 Kg/cm2 dan untuk umur 3 hari diperoleh titik optimum
kuat tekan sebesar 200 Kg/cm2. Sedangkan pada umur 7 hari diperoleh kuat tekan
dengan penambahan gypsum yang berbeda dari umur 1 dan 3 hari sebesar 2,23%, titik
optimumnya di peroleh sebesar 257 Kg/cm2.
41

Kuat tekan semen pada mortar dapat dijelaskan hubungannya dengan C
3
S
(Trikalsium Silikat), C
2
S (Dikalsium Silikat), C
3
A (Trikalsium Aluminat) dan C
4
AF
(Tetra kalsium Aluminat Ferrit). Makin rendah fCaO serta semakin tinggi nilai C
3
S
maka kuat tekan semen akan semakin tinggi tanpa memperhatikan variabel-variabel
lain yang juga berperan dalam kuat tekan semen, dengan demikian hubungan nilai
C
3
S dengan kuat tekan adalah berbanding lurus.
Trikalsium silikat memberikan kontribusi yang besar pada kuat tekan awal
terutama sebelum mencapai umur 15 hari. Trikalsium besifat mempunyai panas
hidrasi yang tinggi, panas hidrasi yang tinggi dapat menyebabkan retak-retak oleh
karena itu adanya penambahan gipsum untuk mengetur kecepatan reaksi hidrasi yang
tinggi sehingga reaksi dapat berlangsung sempurna dan kuat tekan yang diperoleh
dapat optimum.
Dikalsium silikat merupakan komponen penunjang kuat tekan semen. Reaksi
hidrasi yang lambat menyebabkan pengembangan kekuatan akan berlangsung lambat.
Peranannya berpengaruh besar terhadap pengerasan semen terutama sebelum
mencapai umur 14 hari. Dikalsium silikat juga membuat semen tahan terhadap
serangan kimia (Chemical Attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan.
Dikalsium silikat berfungsi memberikan kekuatan penyokong untuk waktu yang lebih
lama dari Trikalsium silikat, jika bereaksi dengan air membentuk senyawa kalsium
silikat hidrat dan kalsium hidroksida.
Trikasium aluminat mempunyai fungsi ganda pada semen, pertama sebagai
penentu waktu pengikatan awal dan akhir semen biasanya sekitar dua sampai lima
jam, kedua sebagai penyumbang kekuatan tekan semen mulai hari pertama sampai
hari terakhir.
Tetra kalsium aluminat ferrit kurang begitu besar pengaruhnya terhadap
kekerasan semen atau beton, hanya sebagai penyumbang kuat tekan akhir semen saja.
Disamping sebagai penyumbang kuat tekan akhir semen tetra kalsium aluminat ferrit
juga berfungsi sebagai pembentuk warna pada semen.


42

BAB VI
KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan
Bedasarkan percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pembuatan semen PCC 3A dengan variasi penambahan gipsum mempengaruhi kadar
SO
3
dalam semen. Semakin tinggi kadar gipsum maka semakin tinggi juga kadar SO
3

dalam semen. Variasi penambahan gipsum mempengaruhi sifat fisika kuat tekan
semen yang mempuyai kadar optimal pada titik tertentu.
Dengan bahan uji semen PCC 3A pada umur 1 dan 3 hari dengan penambahan
kadar SO
3
yang sama yaitu 2,04% diperoleh kuat tekan sebesar 106 Kg/cm
2
dan 200
Kg/cm
2
yang merupakan titik optimum dari SO
3
umur 1 dan 3 hari. Sedangkan pada
umur 7 hari dengan penambahan kadar SO
3
yang berbeda dari umur 1 dan 3 hari yaitu
2,23% diperoleh kuat tekan sebesar 257 Kg/cm
2
yang merupakan titik optimum SO
3

pada umur 7 hari. Jadi kadar SO
3
paling optimal pada umur 1 dan 3 hari sebesar
2,04% dan SO
3
paling optimal pada umur 7 hari sebesar 2,23%.

6.2 Saran
Dalam suatu penelitian atau pengerjaan sebaiknya dilakukan oleh satu orang
analis agar kesalahan yang terjadi lebih sedikit karena jika dilakukan oleh banyak
orang faktor kesalahan akan sangat besar. Untuk kedepannya perlu dilakukan analisa
aplikasi semen lainnya untuk menentukan kadar optimal SO
3
sehingga kesimpulan
yang diambil bisa lebih representatif.





43

You might also like