You are on page 1of 8

BUSANA PEREMPUAN MINANG DALAM KEBENARAN ISLAM

BUSANA PEREMPUAN MINANG DALAM KEBENARAN


ISLAM
Oleh : H. Mas’oed Abidin

PENDAHULUAN
PEREMPUAN (Kawi) menyimpan arti pemimpin (raja),
orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat
keutamaan yang lain (lihat:KUBI).1 Alquran menyebut perempuan
dengan Annisa' atau Ummahat sama dengan ibu, atau "Ikutan Bagi
Umat" dan tiang suatu negeri. 2 Sunnah Nabi menyebutkan khair
mata'iha al mar’ah shalihah artinya perhiasan paling indah adalah
perempuan saleh (artinya perempuan yang tetap pada peran dan
konsekwen dengan citranya). Tafsir Islam tentang kedudukan
perempuan menjadi konsep utama keyakinan Muslim
bermu’amalah. Alquran mendudukkan perempuan pada derajat
sama dengan jenis laki-laki di posisi azwajan atau pasangan hidup
(lihat Q.S.16:72, 30:21, 42:11).
BUDAYA MINANGKABAU dalam adat bersendi syarak,
syarak bersendi kitabullah” menempatkan perempuan pada posisi
peran. Kadangkala dijuluki dengan sebutan;

1
Pada masa dahulu memang sangat banyak penulisan cerita (dongeng) tentang
wanita yang melahirkan anggapan bahwa perempuan hanya sejenis komoditi
penggembira, penghibur, teman bercanda, pengisi harem, peramaikan istana dan
pesta, sehingga peran perempuan disepelekan seakan segelas air pelepas dahaga.
Akan tetapi, kehadiran Islam memberikan kepada perempuan kedudukan mulia.
2
Bila Annisa'-nya baik, baiklah negeri itu, dan kalau sudah rusak, celakalah negeri
itu (Al Hadits). Kaidah Alqurani menyebutkan, Nisa'-nisa' kamu adalah
perladangan (persemaian) untukmu, kamupun (para lelaki) menjadi benih bagi
Nisa'-nisa' kamu. Kamu dapat mendatangi ladang-ladangmu darimana (kapan
saja). Karena itu kamu berkewajiban menjaga anfus (diri, eksistensi dan identitas)
sesuai perintah Qaddimu li anfusikum, dengan selalu bertaqwa kepada Allah
(Q.S.2:23).
1
H. MAS’OED ABIDIN
orang rumah (hiduik batampek, mati bakubua, kuburan hiduik
dirumah gadang, kuburan mati ditangah padang),
induak bareh (nan lamah di tueh, nan condong di tungkek, ayam
barinduak, siriah bajunjuang),
pemimpin (tahu di mudharat jo manfaat, mangana labo jo rugi,
mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik,
tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok,
tahu di angin nan basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di
alamat kato sampai),
Pemahamannya berarti perempuan Minang sangat arif, mengerti
dan tahu dengan yang pantas dan patut, menjadi asas utama
kepemipinan ditengah masyarakat. Anak Minangkabau memanggil
ibunya dengan bundo karena perempuan Minangkabau umumnya
menjaga martabat,
(1). Hati-hati (watak Islam khauf), ingek dan jago pado adat, ingek di
adat nan ka rusak, jago limbago nan kasumbiang,
(2). Yakin kepada Allah (iman bertauhid), jantaruah bak katidiang,
jan baserak bak amjalai, kok ado rundiang ba nan batin, patuik baduo
jan batigo, nak jan lahie di danga urang.
(3). Perangai berpatutan (uswah istiqamah), maha tak dapek di bali,
murah tak dapek dimintak, takuik di paham ka tagadai, takuik di budi
katajua,
(4). Kaya hati (Ghinaun nafs), sopan santun hemat dan khidmat,
(5). Tabah (redha), haniang ulu bicaro, naniang saribu aka, dek saba
bana mandatang,
(6). Jimek (hemat tidak mubazir), dikana labo jo rugi, dalam awal akia
membayang, ingek di paham katagadai, ingek di budi katajua,
mamakai malu dengan sopan.
Dalam ungkapan sehari-hari, perempuan Minang disebut pula
padusi artinya padu isi dengan lima sifat utama; (a). benar,
(b).jujur lahir batin, (c). cerdik pandai, (d). fasih mendidik dan
terdidik, (e). bersifat malu (Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah
sarumpun jo sikasek, kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek.
Selanjutnya Anak urang Koto Hilalang, Handak lalu ka Pakan Baso,
malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso), artinya

2
BUSANA PEREMPUAN MINANG DALAM KEBENARAN ISLAM
didalam kebenaran Islam, al hayak nisful iman = malu adalah
paruhan dari Iman.
Falsafah hidup beradat mendudukkan perempuan Minang
pada sebutan bundo kandung menjadi limpapeh rumah nan
gadang, umbun puro pegangan kunci, umbun puruak aluang
bunian, hiasan di dalam kampuang, sumarak dalam nagari, nan
gadang basa batauah, kok hiduik tampek ba nasa, kalau mati
tampek ba niaik, ka unduang-unduang ka madinah, ka payuang
panji ka sarugo.
Ungkapan ini sesungguhnya amat jelas mendudukkan betapa
kokohnya perempuan Minang pada posisi sentral, menjadi pemilik
seluruh kekayaan, rumah, anak, suku bahkan kaum, dan kalangan
awam di nagari dan taratak menggelarinya dengan “biaiy, mandeh”,
menempatkan laki-laki pada peran pelindung, pemelihara dan
penjaga harta dari perempuan-nya dan anak turunannya. Dalam
siklus ini generasi Minangkabau lahir bernasab ayah (laki-laki),
bersuku ibu (perempuan), bergelar mamak (garis matrilineal),
memperlihatkan egaliternya suatu persenyawaan budaya dan
syarak yang indah.(2)
Kebenaran Agama Islam menempatkan perempuan (ibu) mitra
setara (partisipatif) dan lelaki menjadi pelindung wanita
(qawwamuuna 'alan-nisaa'), karena kelebihan pada kekuatan,
badan, fikiran, keluasaan, penalaran, kemampuan, ekonomi,
kecerdasan, ketabahan, kesigapan dan anugerah (QS. An Nisa' 34).
Wanita dibina menjadi mar'ah shalihah (= perempuan shaleh yang
ceria (hangat/warm) dan lembut, menjaga diri, memelihara
kehormatan, patuh (qanitaat) kepada Allah, hafidzaatun lil ghaibi
bimaa hafidzallahu (= memelihara kesucian faraj di belakang
pasangannya, karena Allah menempatkan faraj dan rahim
perempuan terjaga, maka tidak ada keindahan yang bisa melebihi
perhiasan atau tampilan "indahnya wanita shaleh" (Al Hadist).
Kodrat wanita memiliki peran ganda; penyejuk hati dan pendidik
utama, menempatkan sorga terhampar dibawah telapak kaki perempuan
(ibu, ummahat). Dibawah naungan konsep Islam, perempuan

3
H. MAS’OED ABIDIN
berkepribadian sempurna, bergaul ma'ruf dan ihsan, kasih sayang
dan cinta, lembut dan lindung, berkehormatan, berpadu hak dan
kewajiban. Terpatri pada tidak punya arti sesuatu kalau
pasangannya tidak ada dan tidak jelas eksistensi sesuatu kalau
tidak ada yang setara di sampingnya, inilah kata yang lebih tepat
untuk azwajan itu.3
Secara moral, perempuan punya hak utuh menjadi Ikutan Bagi
Umat. Masyarakat baik lahir dari relasi kemasyarakatan pemelihara
tetangga, perekat silaturrahim dan tumbuh dengan pribadi kokoh
(exist), karakter teguh (istiqamah, konsisten) dan tegar (shabar,
optimis) menapak hidup. Rohaninya (rasa, fikiran, dan kemauan)
dibimbing keyakinan hidayah iman. Jasmaninya (gerak, amal
perbuatan) dibina oleh aturan syari'at Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah.
ْ‫سى َِأن‬ َّ ‫وحا َوالَّ ِذي َأ ْو َح ْينَا ِإلَيْكَ َو َما َو‬
َ ‫ص ْينَا ِبه ِإ ْب َرا ِهي َم َو ُمو‬
َ ‫سى َو ِعي‬ ً ُ‫صى ِب ِه ن‬ َّ ‫ِّين َما َو‬ ِ ‫ش ََر َع لَ ُك ْم ِمنْ الد‬
‫ِه‬1ََِ ‫َأ ِقي ُموا الدِّينَ َواَل تَتَ َف َّر ُقوا ِفي‬
“Allah telah menyari’atkan dasar hidup “ad-din” bagi kamu seperti telah
diwasiatkanNya kepada Nuh, dan telah dipesankan kepadamu

3
Dalam Ajaran Islam, penghormatan kepada Ibu menempati urutan kedua
sesudah iman kepada Allah (konsep tauhidullah). Bersyukur kepada Allah dan
berterima kasih kepada Ibu, diwasiatkan sejalan untuk seluruh manusia.
Penghormatan kepada Ibu (perempuan) menjadi disiplin hidup yang tidak boleh
diabaikan. Disiplin ini tidak dibatas oleh adanya perbedaan anutan keyakinan.
Hubungan hidup duniawi wajib dipelihara baik dengan jalinan ihsan (lihat QS. 31,
Luqman : 14-15). Universalitas (syumuliyah) Alquran menjawab tantangan zaman
(QS. Al Baqarah, 2 dan 23) dengan menerima petunjuk berasas taqwa (memelihara
diri), tidak ragu kepada Alquran menjiwai hidayah, karena Allahul Khaliqul 'alam
telah menciptakan alam semesta amat sempurna, tidak ditemui mislijk kesiasiaan
(QS. 3, Ali 'Imran, ayat 191), diatur dengan lurus (hanif) sesuai fithrah yang tetap
(QS. 30, Ar Rum, ayat 30) dalam perangkat natuur-wet atau sunnatullah yang tidak
berjalan sendiri, saling terkait agar satu sama lain tidak berbenturan. Kandungan
nilai pendidikan dan filosofi ini terikat kokoh kasih sayang, hakikinya semua
datang dan terjadi karena Rahman dan RahimNya dan akan berakhir dengan
menghadapNya, maka kewajiban asasi insani menjaga diri dan keluarga dari
bencana (QS. At Tahrim :6) dengan memakai hidayah religi Alqurani.

4
BUSANA PEREMPUAN MINANG DALAM KEBENARAN ISLAM
(Muhammad). Agama yang telah dipesankan kepada Ibrahim, Musa, Isa
dengan perintah agar kalian semua mendaulatkan agama ini dan jangan
kalian berpecah dari mengikutinya…” (QS.Syura : 13).
Perilaku kehidupan menurut mabda' (konsep) Alquran, bahwa
makhluk diciptakan dalam rangka pengabdian kepada Khaliq (QS.
51, Adz Dzariyaat : 56), memberi warning peringatan agar tidak
terperangkap kebodohan dan kelalaian sepanjang masa. Manusia
adalah makhluk pelupa (Al Hadist).4 Tegasnya, seorang Muslim
wajib menda'wahkan Islam, menerapkan amar ma'ruf dan nahi
munkar (QS. Ali 'Imran :104), dimulai dari diri sendiri, agar
terhindar dari celaan (QS. Al Baqarah :44 dan QS. Ash-Shaf :3). Amar
ma'ruf nahi munkar adalah tiang kemashlahatan hidup umat
manusia, di dasari dengan Iman billah (QS. Ali 'Imran :110) agar
tercipta satu bangunan umat yang berkualitas (khaira ummah).
Maka posisi perempuan didalam Islam ada dalam bingkai (frame)
ini.

BUSANA ADALAH PELINDUNG DAN SARANA PENDIDIKAN UTAMA


Perubahan zaman disertai penetrasi budaya seringkali
menampilkan ketimpangan didalam meraih kesempatan yang
sangat menyolok pada fasilitas pendidikan, lapangan kerja,
hiburan, penyiaran mass-media, antara di kota dan kampung,
akhirnya mengganggu pertumbuhan masyarakat. Apabila kearifan
4
"Ibu (an-Nisak) adalah tiang negeri" (al Hadist). Jika kaum perempuan suatu negeri
(bangsa) berkelakuan baik (shalihah), niscaya akan sejahtera negeri itu. Sebaliknya,
bila berperangai fasad akibatnya negeri itu akan binasa seluruhnya. Banyak hadist
Nabi menyatakan pentingnya pemeliharaan hubungan bertetangga, menanamkan
sikap peduli, berprilaku mulia, solidaritas tinggi dalam kehidupan keliling dan
memelihara citra diri. "Demi Allah, dia tidak beriman”, "Siapakah dia wahai
Rasulullah?" Beliau menjawab, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa
aman dari kejahatan-kejahatannya". (Hadist diriwayatkan Asy-Syaikhan).
Pentingnya pendidikan akhlak Islam, “Satu bangsa akan tegak kokoh dengan akhlak
(moralitas budaya dan ajaran agama yang benar)”. Tata krama pergaulan dimulai dari
penghormatan kepada perempuan (ibu) dan rumah tangga, dikembangkan
kelingkungan tetangga dan ketengah pergaulan warga masyarakat (bangsa), sesuai
QS.41, Fush-shilat, ayat 34.
5
H. MAS’OED ABIDIN
dan keseimbangan peranan memelihara budaya dan generasi
tercerabut pula, maka tidak dapat tidak akan ikut menyumbang
lahirnya "Generasi Rapuh Budaya".5
Generasi berbudaya memiliki prinsip teguh, elastis dan toleran
bergaul, lemah lembut bertutur kata, tegas dan keras melawan
kejahatan, kokoh menghadapi setiap percabaran budaya, tegar
menghadapi percaturan kehidupan, sanggup menghindari ekses
buruk, membuat lingkungan sehat, bijak menata pergaulan baik,
penuh kenyamanan, tahu diri, hemat, dan tidak malas, akan
terbentuk dengan keteladanan. Konsepsi Rasulullah SAW;”Jauhilah
hidup ber-senang-senang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah
bukanlah orang yang hidup bermewah-mewah (malas dan lalai)”
(HR.Ahmad). Tidak dapat dimungkiri bahwa kaum perempuan
harus memaksimalkan perannya menjadi pendidik di tengah
bangsa menampilkan citra perempuan mandiri, memastikan
terpenuhi hak dan terlaksananya kewajiban, salah satunya melalui
cara berbusana.
Dari pandangan agama Islam ini, bisa disimpulkan bahwa
yang tidak mau mengindahkan hak-hak perempuan, sebenarnya
adalah mereka yang tidak beriman atau kurang mengamalkan
ajaran agama Islam. Di Minangkabau perempuan berada pada lini
materilineal akan hilang marwahnya tersebab menipisnya
kepatuhan orang beradat, karena hakikat adat basandi syarak,
syarak basandi Kitabullah adalah aplikatif, bukan simbolis.
Padang, 25 Agustus 2001.

5
Generasi yang tumbuh tanpa aturan, jauh dari moralitas, cendrung meninggalkan
tamaddun budayanya. Disinilah pentingnya peran bebusana untuk memelihara
pertumbuhan budaya dan mendidik generasi bangsa. Inilah dharma bakti yang
sebenarnya.
6
BUSANA PEREMPUAN MINANG DALAM KEBENARAN ISLAM
RIWAYAT DIRI

H. MAS’OED ABIDIN

TEMPAT/TANGGAL LAHIR: Koto Gadang Bukittinggi, 11


Agustus 1935
AYAH dan IBU: H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar Imam Mudo
dan Khadijah binti Idriss.
RIWAYAT PENDIDIKAN : Surau (madrasah) Rahmatun
Niswan Koto Gadang, Sumatra Thawalib dipimpin oleh Syeikh
H. Abdul Mu’in Lambah, Thawalib Parabek, SR Kotogadang,
SMP II Neg. Bukittinggi, SMA A/C Bukittinggi (1957), dan
FKIP UNITA Padangsidempuan, IKIP Medan (1963).
Pengalaman Organisasi : Sekum Komda PII Tapsel (1961-1963),
Ketua Cabang HMI Sidempuan (1963-1966) dan Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (1967-sekarang).
JABATAN SEKARANG : Wakil Ketua Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Perwakilan Sumbar di Padang (2000-2005)
dan Ketua MUI Sumbar Membidangi Dakwah (2001-2005),
Sekretaris Dewan Pembina ICMI Orwil Sumbar.
ALAMAT SEKARANG :
 Jalan Pesisir Selatan V/496 Siteba
Padang (KP - 25146), Fax/Telepon 52898, Tel: 58401.
 Kantor DDII Sumbar, Jl.Srigunting
No.2 ATB Padang, Tel: 0751-53072.
 Kantor MUI Sumbar, Masjid Nurul
Iman, Jl. Imam Bonjol Padang.
LAIN-LAIN:
 Personal Web-site :
http://www.masoedabidin.web.id
 Grup diskusi di Mailinglist :
http://abssbkranahnagaribundo@yahoogroups.com
 Email:
 masoedabidin@mimbarminang.com
 masoedabidin@yahoo.com

7
H. MAS’OED ABIDIN
 masoedabidin@hotmail.com

You might also like