Professional Documents
Culture Documents
Aplikasi Google Maps API
Aplikasi Google Maps API
Aplikasi Google Maps API
Intisari
Indonesia adalah negara kepulauan yang berbatasan dengan sepuluh negara
tetangga yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua
Nugini, Australia dan Timor Leste. Indonesia sudah menetapkan batas maritim dengan
beberapa negara tetangga yang dimulai sejak tahun 1969 dengan Malaysia. Meski
demikian, masih ada beberapa batas maritim yang harus diselesaikan denagn negara
tetangga. Penetapan batas maritim dengan Filipina, Palau dan Timor Leste, misalnya,
belum dilaksanakan hingga penulisan ini dilakukan.
Belum tuntasnya penyelesaian batas maritim memicu terjadinya kasus-kasus
batas maritim. Kasus Blok Ambalat di awal tahun 2005, penetapan batas maritim dengan
Malaysia dan Singapura yang belum tuntas, penangkapan nelayan Indonesia oleh
Malaysia dan Australia serta berbagai kasus lain merupakan indikasi hal ini. Yang
menarik untuk disimak adalah adanya reaksi yang sangat keras dari masyarakat dalam
menyikapi kasus-kasus batas maritim semacam ini. Emosi dan nasionalisme masyarakat
Indonesia relatif mudah tersulut sehingga seringkali memberikan reaksi yang tidak
proporsional. Selain itu, reaksi seperti ini sering sekali tanpa didasari oleh pemahaman
akan hukum laut dan batas maritim internasional yang memadai.
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya pemahaman akan batas
maritim Indonesia dengan pendekatan geospasial. Dalam hal ini dibangun suatu sistem
informasi batas maritim Indonesia yang menampilkan dan mendeskripsikan batas maritim
Indonesia dalam sistem informasi geografis berbasis internet. Sebagai sistem informasi
geografis, ini dapat menampilkan posisi batas maritim sekaligus deskripsi batas maritim
tersebut secara rinci. Sistem ini dibuat dengan Google Maps API dengan data domain
publik sehingga akan tercipta sistem yang murah dan bisa diakses dengan mudah.
Kata kunci: batas maritim, Sistem Informasi Geografis, Google Maps API, delimitasi
I. Pendahuluan
Indonesia mempunyai batas maritim yang potensial dengan sepuluh negara
tetangga. Menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) 1982, maka Indonesia berhak
untuk menetapkan batas-batas terluar beberapa zona maritim seperti Laut Teritorial,
Zona Tambahan, Zona Ekonomi Ekslusif, dan Landas kontinen. Pada setiap zona
terdapat kedaulatan atau hak berdaulat yang penting bagi Indonesia. Itulah yang
menyebabkan penetapan zona maritim dan penyelesaian batas maritim dengan negara
tetangga mendesak untuk dilakukan.
Sementara itu, pemanasan global (global warming) memberi dampak tersendiri
bagi wilayah perairan Indonesia, khususnya mengenai batas maritim Indonesia. Film The
day after tomorrow dan an inconvenient truth, memberikan gambaran tentang bagaimana
perubahan iklim ini dapat berakibat buruk bagi dunia dan mahluk hidup di dalamnya.
Mencairnya es di kutub yang meningkatkan volume air laut akan menyebabkan terjadinya
perubahan garis pantai. Sementara itu untuk menentukan sebuah garis pangkal, muka
surutan air laut terendah digunakan sebagai acuan dalam menentuk zona-zona maritim
dan batas maritim dengan Negara tetangga. Dengan meningkatnya volume air laut, maka
garis pantai akan semakin bergeser ke daratan. Dengan kata lain klaim zona perairan
yang dapat diajukan akan berubah.
Fenomena lain yang bisa diamati terkait batas maritim adalah kurangnya
pemahaman masyarakat. Tidak banyak yang mengetahui batas maritim yang sudah
ditetapkan dan belum ditetapkan dengan negara tetangga, misalnya. Kurangnya
pemahaman ini bisa menimbulkan kesalahpahaman dan reaksi yang tidak proporsional
ketika terjadi kasus perbatasan dengan Negara tetangga. Hal ini memotivasi perlunya
pembuatan sistem informasi yang dapat menampilkan dan menjelaskan batas maritim
Indonesia dengan Negara tetangga. Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis internet
adalah salah satu pilihan. Sebelum pembahasan SIG batas maritim Indonesia, berikut
disajikan informasi tentang batas maritim Indonesia dengan Negara tetangga, baik yang
sudah diselesaikan maupun yang belum.
1
Lihat http://www.siki.dkp.go.id/PANGKALAN%20DATA/A-
Butr%203/Perjanjian%20atau%20Persetujuan/Persetujuan%20Indonesia-India-
Thailand%20Tahun%201978.htm (menjelaskan koordinat batas maritim Indonesia-India-Thailand)
ditandatangani di New Delhi pada tanggal 14 Januari 1977, dan disahkan di Indonesia
pada tanggal 16 Agustus 1978.
II.1.2. Indonesia – Thailand. Garis batas dasar laut yang telah disepakati adalah garis
lurus di sekitar Laut Andaman, yang ditarik dari titik pertemuan 3 negara ke arah
Tenggara sampai ketitik yang mempunyai koordinat 07º48’00” LU ; 95º32’48” BT.
Kesepakatan ini juga ditandatangani di New Delhi pada tanggal 26 Juni 1978.
II.1.3. Indonesia – Singapura. Penegasan batas negara mulai di adakan sejak awal
1970an, setelah dilakukan perundingan, akhirnya kedua negara menyepakati 6 titik
koordinat sebagai batas laut. Kesepakatan ini berlaku mulai tanggal 8 Desember 1973.
Namun setelah itu masih terdapat beberapa perundingan, yang terakhir berlangsung
pada 29 Maret 20072.
II.1.4. Indonesia – Vietnam. Rangkaian perundingan landas kontinen bergulir sejak tahun
1972. Akhirnya kata sepakat dicapai pada tanggal 23 Juni 2003, dengan prinsip main
land to main land (landas kontinen ditarik dari pulau besar ke pulau besar), dan disahkan
4 tahun kemudian pada tanggal 13 februari 2007. 3
II.1.5. Indonesia – Papua Nugini. Berdasarkan perundingan yang berlangsung dari tahun
1971 – 1980, diperoleh titik-titik batas daerah dasar laut, yaitu garis lateral yang
menghubungkan 6 buah titik batas di depan pantai selatan Irian, dan 2 titik batas di
depan pantai utara Irian. Kesepakatan ini di tandatangani pada tanggal 13 November
1980, dan di sahkan pada tahun 1982 oleh pemerintah Indonesia.4
II.1.6. Indonesia – Australia. Sampai saat ini Indonesia telah menyepakati 6 perjanjian
batas maritim, beberapa diantaranya murni atas nama Australia dan sisanya atas nama
Papua Nugini. Kesepakatan yang ada mulai tentang batas landas kontinen di Laut
Arafuru dan Laut Timor, batas maritim di sebelah selatan Pulau Tanimbar, Pulau Rote
dan Pulau Timor, batas maritim di Samudra Pasifik sampai yang terakhir pada tanggal 14
Maret 1997 untuk tubuh air, ZEE, dan dasar laut.
II.1.7. Indonesia- Malaysia. Hal yang telah disepakati adalah garis batas antar kedua
negara yang teletak di Selat Malaka yang sempit , yaitu di selat yang lebar antara garis
dasar kurang dari 24 mil. Dilakukan dengan metode garis tengah, yaitu garis yang
menghubungkan titik-titik yang sama jaraknya . Kesepakatan ini berlangsung di Kuala
Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971 dan disahkan pada tanggal 11 Maret 1972.5
2
Lihat http://www.unmit.org/legal/IndonesianLaw/uu/Uu197307.htm (untuk batas maritim Indonesia-Singapura)
3
Lihat http://hukumonline.com/detail.asp?id=16105&cl=Berita (untuk batas maritim Indonesia-Vietnam)
4
Lihat http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=88 (untuk batas maritim Indonesia-PNG)
5
Lihat http://www.theceli.com/dokumen/produk/1971/2-1971.htm (untuk batas maritim Indonesia-Malaysia)
UNCLOS. Permasalahan kedua adalah sengketa kepemilikan ganda Pulau Miangas.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan kedua negara bersepakat untuk mengacu
kepada UNCLOS dan menetapkan Miangas sepenuhnya milik Indonesia. Meski
demikian, perundingan antara kedua negara belum mencapai kata sepakat dan masih
terus berlangsung, saat penulisan ini dilakukan.
II.2.2. Indonesia – Palau. Hal yang paling mendasar yang timbul mengapa belum terjadi
kesepakatan adalah belum terjadinya hubungan diplomatik antar kedua negara. Dan
sejauh ini palau belum menerima usulan penyelesaian batas Maritim yang diajukan
Indonesia. Meski demikian, penjajagan untuk membuka hubungan diplomatik sudah
dilakukan sehingga harapannya penyelesaian batas segera bisa dirundingkan.
II.2.3. Indonesia – Timor Leste. Timor Leste melepaskan diri dari bagian NKRI dan
memplokamirkan kemerdekaanya pada tanggal 20 Mei 2002. Dengan demikian timbul
permasalahan baru antara kedua negara, dikarenakan seiring pemisahan diri itu maka
batas wilayah maritim harus diselesaikan. Terdapat 3 daerah potensi lokasi batas maritim
Indonesia-Timor Leste. Penanganan batas maritim belum bisa dilaksanakan dikarenakan
harus menunggu penyelesaian batas darat terlebih dahulu (batas darat baru + 97 % yang
terselesaikan).
6
Lihat http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/14/opi01.html (penjelasan konsesnsi ke perusahaan asing)
memperlebar klaimnya ke arah selatan karena kepemilikannya atas Sipadan dan Ligitan.
Sayangnya, ketika sengketa atas kedua pulau itu dibawa ke Mahkamah Internasional,
Indonesia dan Malaysia tidak sekaligus meminta mahkamah menetapkan batas maritim.
Idealnya, untuk mengetahui siapa yang berhak atas ambalat, kedua negara harus duduk
bersama dalam meja perundingan dan menentukan garis batas maritim di Laut Sulawesi.
Hingga penulisan ini dilakukan, indonesia dan Malaysia sedang merundingkan
penyelesaian delimitasi batas maritim di kawasan tersebut.
7
Lihat Arsana, I M. A. (2007), Indonesia-Singapore talks on maritime borders making progress, The Jakarta
Post, 5 April 2007, Jakarta
8
Lihat http://www.indonesia-ottawa.org/information/printfriendly.php?id=1667&type=news (zona nelayan
tradisional)
IV. Pendekatan Sistem Informasi Geografis berbasis Internet.
Untuk memahami batas maritim Indonesia dengan lebih baik, informasi
mengenai batas maritim Indonesia, yang telah di sepakati dan yang belum dispakati,
akan disajikan dalam sebuah sistem informasi geografis.
IV.1. Apa, dan Mengapa Dipilih Sistem Informasi Geografis berbasis Internet
Sistem Informasi geografis (SIG), hingga saat ini merupakan sistem yang selalu
dibuat untuk interaktif dan dapat mengintegrasikan data spasial dan atribut. Yang
menarik, SIG sebagai perangkat lunak mempunyai kemampuan kartografis yang bisa
menjawab serta menganalisis masalah yang berkaitan dengan spasial, atribut serta
kombinasi dari dua hal tersebut. Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan
mendekati keadaan yang sebenarnya, SIG juga mempunyai kemampuan untuk
menampilkan keadaan 3 dimensi sebagai alat bantu pemodelan yang mewakili keadaan
bumi.
Seiring dengan bergesernya waktu, kebutuhan yang semakin bertambah serta
teknologi yang semakin canggih, maka orang mulai berfikir mungkinkah SIG bisa diakses
oleh seluruh pengguna dimana saja, secara interaktif, dan tanpa harus bertemu secara
fisik antar satu pengguna dengan penggunan lainnya (Prahasta, 2006). Oleh karena itu,
internet sebagai salah satu hasil perkembangan teknologi yang bisa menjembatani
pertanyaan itu mulai di kupas secara detail, agar SIG bisa mempunyai akses ke
dalamnya.
Pada karya ilmiah ini tim penulis memanfaatkan internet sebagai media untuk
membuat Sistem Informasi Geografi Batas Maritim Indonesia dengan memanfaatkan
Google Maps API. Untuk masalah teknis akan dibahas pada sub bab di bawah ini.
IV.2.3. Menampilkan Peta dan Menentukan Bagian Peta yang Ditampilkan. Template
yang disediakan oleh Google Maps tersebut dapat diedit sesuai dengan keinginan
pemrogram. Baris pertama sampai ketiga digunakan untuk memanggil API dengan
menggunakan key yang dimiliki. Proses penampilan peta baru dimulai pada baris
keenam, dengan syarat browser yang digunakan oleh pengguna kompatibel, maka peta
yang diambil dari Google API akan menampilkan peta dengan titik tengah peta menunjuk
ke koordinat (-6.337308,106.679392) serta memiliki zoom level 16 (di mana zoom level
paling kecil bernilai 1). Baris kesembilan menunjukkan bahwa yang ditampilkan adalah
peta satelit sebagai default tampilan peta. Terdapat 3 buah tampilan peta yang dapat
dipilih yaitu map, satellite dan hybrid.
IV.2.4. Koordinat dalam Google Maps API. Untuk dapat membuat garis batas wilayah,
maka harus dimasukkan dahulu nilai koordinat titik-titik batas tersebut baru kemudian
menggunakan garis untuk menyambungkan garis tersebut sehingga garis batasnya
dapat terlihat dengan jelas. Google Maps API dapat menerima input koordinat dalam
format derajat lintang dan derajat bujur, tanpa mengenal menit dan detik dengan tanda
positif untuk Lintang Utara dan Bujur Timur, sedangkan untuk Lintang Selatan dan Bujur
Barat digunakan tanda negatif. Perlu diketahui bahwa Google Maps menggunakan
ellipsoid referensi WGS’84, jadi data koordinat yang dimasukkan juga harus
menggunakan WGS’84 sebagai ellipsoidnya.
Untuk bisa membuat garis maka digunakan GPolyline. GPolyline menggambarkan garis
dengan menggunakan kemampuan dari tiap-tiap browser dalam melakukan pembuatan
vektor, bisaanya pada Internet Explorer digunakan VML dalam melakukan
penggambaran vektor tersebut, sedangkan browser lainnya menggunakan SVG.
IV.2.5. Pembuatan Titik dan Garis. Apabila ingin dibuat garis batas Indonesia-Thailand
yang memiliki titik-titik batas di koordinat (7°46’06”N, 95°33’06”E), (7°5’48”N, 96°36’30”E),
(7°5.8’N, 96°36.5’E), (6°21.8’N, 97°54.0E) maka untuk membuat polyline yang melewati
titik-titik tersebut digunakan syntax (lihat juga Gambar 1):
Dalam syntax tersebut dapat diatur koordinat titik yang dilewati dengan
menggunakan GLatLng. Pada script di atas koordinat dimasukkan dengan
menggunakan new GLatLng(lintang, bujur), warna dari garis dapat diatur dengan
memasukkan angka heksadesimal pada kolom GPolyline. GPolyline hanya menerima
input warna dalam angka heksadesimal, jadi tidak bisa menggunakan “red” untuk
membuat warna merah. Tebal-tipisnya garis juga dapat diatur dengan mengganti tipe
garis berupa angka.
Perintah GPolyline digunakan untuk menampilkan suatu obyek dan Google map
akan menggambarkannya sebagai kumpulan titik-titik yang relatif mudah dilakukan, tetapi
hal ini mengakibatkan proses yang dilakukan tidak compact. Suatu garis yang panjang
dan rumit akan memerlukan jumlah memory yang besar, memakan lebih banyak
bandwidth dan akan mengakibatkan proses penggambaran menjadi lebih lama.
Kekurangan lainnya adalah ketika dilakukan peningkatan zoom level. Suatu polyline akan
tetap tergambar pada peta walaupun garis tersebut tidak ditampilkan pada muka peta.
Google Maps API menyediakan solusi bagi masalah tersebut dengan menyediakan fitur
encoded polyline, yang menyajikan kumpulan titik-titik untuk membentuk suatu polyline
dengan menggunakan format yang telah terkompres dan dilambangkan dengan
menggunakan karakter ASCII. Dengan menggunakan fitur encoded polyline ini maka
garis yang tidak terlihat pada muka peta tidak akan digambarkan oleh browser sehingga
akan lebih menghemat memory, bandwidth dan waktu penggambaran.
Contoh dari penggunaan encoded polyline ini adalah pada saat pembuatan garis
batas dari Indonesia-Malaysia, di mana terdapat 25 titik yang harus dihubungkan dengan
garis. Syntax dalam pembuatan encoded polyline dapat dilihat pada script di bawah:
Hal serupa bisa diterapak untuk titik lain seperti trijunction point dan sebagainya,
seperti yang terlihat di Gambar 3.
9
Gambar 3 Trijunction Point India-Indonesia-Thailand
9
Gambar-gambar dalam tulisan ini merupakan prototype dari SIG Batas Maritim Indonesia. SIG ini masih
dalam tahap pembuatan dan belum dipublikasikan
V. Kesimpulan
Pembuatan system informasi geografis berbasis internet yang memuat dan
mendeskripsikan batas meritim Indonesia merupakan salah satu alternatif untuk
memberikan pemahaman yang benar tentang batas maritim Indonesia. Dengan system
ini, masyarakat umum akan bisa mengetahui dengan jelas batas maritim yang sudah
ditetapkan dan yang belum. Kemudahan mengakses informasi ini akan memicu
kesadaran Bangsa Indonesia untuk memelihara dan mengelola wilayah perbatasan,
termasuk memotivasi penyelesaian sengketa batas maritim dengan lebih cepat. Selain
itu, pemahaman yang baik dan proporsional akan menghindarkan masyarakat dari reaksi
yang tidak proporsional dalam menghadapi kasus batas maritim.
Penggunaan Google Maps API untuk pembuatan sistem ini merupakan opsi yang
baik karena bersifat gragis dan kompatibilitasnya tinggi. Dengan adanya sistem informasi
geografis batas maritim Indonesia berbasis internet diharapkan akan tercipta sistem yang
berbiaya tetapi cukup efektif dalam hal penyebaran informasi untuk kepentingan
masyarakat.