You are on page 1of 11

OPTIMASI PROSES TEMPERING BAJA AISI 4140 UNTUK PENINGKATAN

SIFAT MEKANIK ROLLER CYCLO SPEED REDUCER

Willyanto Anggono1), Ian Hardianto Siahaan2), Agung Dwi Cahyono3)


Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra
Product Innovation and Development Centre Petra Christian University
J1. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236
E-mail : willy@petra.ac.id1), ian@petra.ac.id2)

Abstrak
Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan komponen mesin. Baja AISI 4140 adalah salah satu jenis baja yang digunakan
untuk roller cyclo speed reducer sebagai komponen cyclo speed reducer untuk keperluan
industri serta mempunyai kelemahan sifat mekanis yang diperlukan pada roller cyclo speed
reducer. Hardening dan tempering adalah salah suatu proses yang digunakan untuk
mengubah sifat mekanik baja. Pada proses hardening, baja dipanaskan sampai temperatur
austenisasi kemudian didinginkan cepat dengan media air. Proses ini menghasilkan baja yang
sangat keras dan getas. Baja kemudian dipanaskan kembali dengan menggunakan temperatur
tertentu dan ditahan selama waktu tertentu. Dengan memanaskan kembali baja maka akan
didapatkan baja yang kekerasan dan kekuatan tariknya lebih rendah tetapi keuletannya lebih
baik. Semakin tinggi temperatur tempering yang digunakan maka kekerasan dan kekuatan
tariknya akan menjadi semakin rendah tetapi keuletannya menjadi lebih tinggi. Proses
perlakuan panas dengan optimasi proses Tempering dari bahan roller cyclo speed reducer
AISI 4140 terbukti dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi masalah sifat mekanik
yang dihadapi dari roller cyclo speed reducer AISI 4140.

Kata kunci: tempering, sifat mekanis, roller cyclo speed reducer

1. Pendahuluan
Baja merupakan salah satu jenis logam yang banyak digunakan oleh manusia untuk
berbagai keperluan. Salah satu kegunaannya adalah digunakan pada roller cyclo speed reducer.
Adakalanya baja yang akan diproses tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena
itu perlu dilakukan proses hardening. Dengan melakukan hardening maka akan didapatkan
sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan
akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik
untuk berbagai pemakaian. Oleh karena itu biasanya atau hampir selalu setelah dilakukan
proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering.

Gambar 1. TTT Diagram Baja Hypoeutectoid


(Sumber: Pollack, 1988)

Tempering adalah proses dimana baja yang sudah dikeraskan dipanaskan kembali pada
temperatur tertentu dan ditahan selama waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi tegangan sisa dan mengembalikan sebagian keuletan dan ketangguhannya.
Kembalinya sebagian keuletan atau ketangguhan ini didapat dengan mengorbankan
sebagian kekuatan dan kekerasan yang telah dicapai pada proses pengerasan.
Temperatur temper pada tempering mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
memperoleh kembali keuletan dari baja. Oleh karena itu kita perlu mengetahui dan
memahami berapa tinggi temperatur pada tempering yang harus dilakukan untuk
mendapatkan baja dengan karakteristik dan sifat mekanis tertentu. Proses tempering juga
merubah struktur mikro dari baja. Dengan berubahnya struktur mikro maka sifat mekanis
pada baja juga akan mengalami perubahan.

Gambar 2. Cyclo Speed Reducer.

Gambar 3. Roller Cyclo Speed Reducer.

Dari gambar 3 diatas, terlihat bahwa roller cyclo speed reducer AISI 4140 tersebut terjadi pengikisan atau
aus yang disebabkan karena baja yang digunakan tidak mempunyai kekerasan yang cukup. Oleh karena itu,
baja AISI 4140 tersebut perlu dilakukan proses lagi yaitu proses hardening. Dengan melakukan hardening
maka akan didapatkan sifat kekerasan yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka kekerasan maka sifat keuletan
akan menjadi rendah dan baja akan menjadi getas. Baja yang demikian tidak cukup baik untuk berbagai
pemakaian. Oleh karena itu dilakukan proses pengerasan kemudian segera diikuti dengan tempering sehingga
sifat getas dari baja AISI 4140 tersebut dapat dihilangkan menjadi baja AISI 4140 yang bersifat ulet.

2. Metodologi Penelitian dan Bahan


Material yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 4140. AISI 4140 terdiri dari :
0,39 % C; 0,69 % Mn, 0,95 % Cr; 0,20 % Mo; 0,19 % Si. Material yang digunakan
berbentuk batang silindrik dengan diameter 14 mm.
Proses hardening dilakukan pada spesimen uji dengan tujuan untuk menaikkan kekerasan logam. Pada proses
hardening ini spesimen mengalami dua kali proses yaitu proses pemanasan dan setelah itu dilakukan proses
quenching dengan menggunakan media air. Pada Proses ini spesimen dipanaskan sampai suhu 850° C dan
ditahan selama 30 menit. Tempering adalah pemanasan kembali spesimen uji yang sudah diproses hardening.
Hal ini bertujuan untuk menurunkan kekerasan dan menaikkan keuletan spesimen. Pada proses ini spesimen
dipanaskan dengan variasi temperatur, yaitu : 200° C, 400° C dan 600° C, kemudian ditahan selama 60 menit.
Dalam melakukan penelitian akan digunakan metodologi sebagai berikut :
Gambar 4. Metodologi Penelitian

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Pengujian kekerasan untuk masing-masing kondisi menggunakan tiga buah spesimen
(A,B,C). Setiap spesimen diuji kekerasan pada empat titik indentasi yaitu titik indentasi 1
dipusat lingkaran spesimen, titik indentasi 2 di 2 mm dari pusat lingkaran spesimen, titik
indentasi 3 di 4 mm dari pusat lingkaran spesimen dan titik indentasi 4 di 6 mm dari pusat
lingkaran spesimen.

Gambar 5. Titik-titik indentasi pada pengujian kekerasan


Tabel 1. Data Hasil Pengujian Kekerasan Rockwell Baja AISI 4140

Gambar 6. Grafik Nilai Kekerasan Rata-rata Baja AISI 4140 Pada Semua Kondisi

Pengujian tarik dilakukan untuk semua kondisi spesimen uji. baik spesimen induk,
spesimen yang sudah dihardening serta spesimen hasil tempering dengan tiga variasi
temperatur. Hasil dari pengujian tarik ini adalah diketahuinya kekuatan tarik ( Ultimate
Tensile Strength – UTS ) dan keuletan (elongation). Data dari hasil pengujian tarik dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Data Hasil Pengujian Tarik Baja AISI 4140

Gambar diagram P-ΔL hasil uji tarik baja AISI 4140 untuk spesimen induk, spesimen hasil
proses hardening, spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 200°C, 400°C serta
600°C dapat dilihat pada gambar 7 sampai dengan gambar 11.

Gambar 7. Diagram P - ∆ L baja AISI 4140 logam induk.

Gambar 8. Diagram P-∆ L baja AISI 4140 proses hardening


Gambar 9. Diagram P-∆ L baja AISI 4140, tempering 200°C

Gambar 10. Diagram P-∆ L baja AISI 4140, tempering 400°C

Gambar 11. Diagram P-∆ L baja AISI 4140, tempering 600°C.

Data Hasil Pengujian Metalografi Baja AISI 4140


Hasil foto struktur mikro baja AISI 4140 untuk masing-masing spesimen yaitu spesimen
induk, spesimen hasil proses hardening, serta spesimen hasil proses tempering dengan
temperatur 200°C, temperatur 400°C dan temperatur 600°C. Setiap kondisi difoto dengan
menggunakan pembesaran 1000X dapat dilihat pada gambar 12 sampai dengan 16.
Gambar 12. Foto struktur mikro baja AISI 4140 spesimen induk pembesaran 1000X

Gambar 13. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses hardening pembesaran 1000X

Gambar 14. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur
200°C pembesaran 1000X

Gambar 15. Foto struktur mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur
400°C pembesaran 1000X
Gambar 16. Foto mikro baja AISI 4140 proses tempering dengan temperatur 600°C
pembesaran 1000X

4. Analisa Data
Logam Induk
Baja AISI 4140 merupakan baja paduan nikel dan chrom. Penambahan unsur paduan ini
menyebabkan baja mempunyai angka kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan baja karbon AISI 4140. Pada baja induk angka kekerasan rata-ratanya sebesar
28,99 HRC. Baja AISI 4140 untuk logam induk diketahui besarnya kekuatan tarik adalah
54,56 kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang sebesar 18,75% pada gauge length 60.
Pada baja AISI 4140 spesimen induk terlihat bahwa struktur mikro awal terdiri dari ferrit
yang berwarna terang dan perlit yang berwarna gelap, dapat dilihat pada gambar 12.
Hasil Proses Hardening
Setelah dilakukan proses hardening angka kekerasan baja AISI 4140 meningkat menjadi
56,02 HRC. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka kekerasan yang cukup
besar yaitu sekitar 93,24 %. Proses hardening menyebabkan kekuatan tariknya meningkat
menjadi 88,98 kgf/mm2 atau naik sebesar 63,09%. Sedangkan prosentase pertambahan
panjang menjadi 1,33% pada gauge length 60 atau terjadi penurunan sebesar 92,9%.
Angka kekerasan pada baja AISI 4140 lebih tinggi dan keuletannya lebih rendah jika
dibandingkan dengan baja AISI 4140.
Setelah baja AISI 4140 diproses hardening maka struktur mikronya menjadi berubah.
Struktur mikro yang awalnya terdiri dari ferrit dan perlit, seperti yang tampak pada
gambar 9 dan 10 berubah menjadi martensit. Perubahan struktur ini disebabkan karena
proses pemanasan dengan temperatur yang cukup tinggi kemudian didinginkan dengan laju
pendinginan yang cepat. Foto struktur mikro ditunjukkan pada gambar 13.
Proses Tempering Dengan Temperatur 200°C
Proses tempering dengan temperatur 200°C dan waktu penahanan 60 menit, menghasilkan
angka kekerasan sebesar 51,46 HRC. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi awal
logam maka terjadi kenaikan angka kekerasan sebesar 77,51 %. Sedangkan apabila
dibandingkan dengan angka kekerasan hasil proses hardening maka terjadi penurunan
sebesar 8,14 %. Penurunan ini tidak terlalu besar karena temperatur tempering yang
digunakan tidak terlalu tinggi.
Untuk proses tempering dengan menggunakan temperatur 200°C, menghasilkan kekuatan
tarik sebesar 62,24 kgf/mm2 serta menghasilkan prosentase pertambahan panjang sebesar
7,19 % pada gauge length 60. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi logam induk
maka terjadi peningkatan kekuatan tarik sebesar 14,07% dan penurunan prosentase
pertambahan panjang sebesar 61,65%. Apabila dibandingkan dengan spesimen hasil proses
hardening maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 30,05% dan peningkatan
keuletan sebesar 440,60%.
Proses tempering dengan temperatur 200°C yang dilakukan pada baja AISI 4140 dapat
merubah struktur mikro yang sebelumnya adalah martensit berubah menjadi black
martensit yang berwarna gelap seperti yang terlihat pada gambar 14. Martensit masih
terlihat tetapi mulai berkurang tetragonalnya dan mulai terbentuk presipitat karbida besi
yang sangat halus.
Proses Tempering Dengan Temperatur 400°C
Proses tempering dengan temperatur 400°C menunjukkan angka kekerasan sebesar 48,47
HRC. Hal ini apabila dibandingkan dengan kekerasan logam induk maka terjadi
peningkatan angka kekerasan sebesar 67,19 %. Kenaikan angka kekerasannya masih cukup
tinggi. Apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses hardening maka terjadi
penurunan angka kekerasan sebesar 13,48 % dan apabila dibandingkan dengan angka
kekerasan pada proses tempering dengan temperatur 200° C maka terjadi penurunan
angka kekerasan sebesar 5,81 %. Penurunan angka kekerasan ini terlihat tidak terlalu
besar.
Proses tempering dengan temperatur 400°C menghasilkan kekuatan tarik sebesar 58,73
kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang yang didapatkan adalah sebesar 13,63%
pada gauge length 60. Kondisi ini apabila dibandingkan dengan logam induk maka terjadi
kenaikan kekuatan tarik sebesar 7,64% dan prosentase pertambahan panjang mengalami
penurunan sebesar 27,31%. Apabila dibandingkan dengan kondisi spesimen hasil proses
hardening maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 33,99% dan peningkatan
keuletan sebesar 924,81%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan spesimen hasil proses
tempering dengan temperatur 200°C maka terjadi penurunan kekuatan tarik sebesar 5,64%
dan terjadi peningkatan keuletan sebesar 89,57%.
Tempering dengan temperatur 400°C menyebabkan epsilon carbide bertransformasi
menjadi sementit, low-carbon martensit menjadi ferrit, sedangkan austenit sisa menjadi
bainit bawah. Sementit yang terbentuk pada proses ini terlihat masih sangat halus. Foto
struktur mikro ditunjukkan pada gambar 15.
Proses Tempering Dengan Temperatur 600°C
Angka kekerasan pada spesimen yang mengalami proses tempering dengan temperatur
600° C adalah sebesar 41,65 HRC. Angka kekerasan ini apabila dibandingkan dengan
angka kekerasan logam induk, terjadi kenaikan sebesar 43,67%. Kenaikan angka kekerasan
ini masih cukup besar. Apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses
hardening maka terjadi penurunan sebesar 34,5 %. Penurunan ini paling besar apabila
dibandingkan dengan proses tempering yang lain. Hal ini dikarenakan temperatur
tempering yang digunakan adalah yang paling tinggi. Angka kekerasan pada proses ini
apabila dibandingkan dengan angka kekerasan pada proses tempering dengan temperatur
200°C maka terjadi penurunan sebesar 23,55 %. Sedangkan apabila dibandingkan dengan
angka kekerasan pada proses tempering dengan temperatur 400° C maka terjadi penurunan
angka kekerasan sebesar 16,37 %. Angka kekerasan yang dimiliki baja paduan jenis ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kekerasan baja karbon.
Tempering dengan menggunakan temperatur 600°C menghasilkan kekuatan tarik sebesar
56,81 kgf/mm2 dan prosentase pertambahan panjang sebesar 15,28% pada gauge length
60. Hal ini apabila dibandingkan dengan kondisi awal logam induk maka kekuatan tarik
terjadi kenaikan sebesar 4,12 % dan prosentase pertambahan panjang mengalami
penurunan sebesar 18,5%. Jika dibandingkan dengan spesimen yang mengalami proses
hardening maka kekuatan tarik mengalami penurunan sebesar 36,15% dan keuletan
mengalami peningkatan sebesar 1048,87%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan
spesimen hasil tempering dengan temperatur 200°C maka kekuatan tarik mengalami
penurunan sebesar 8,72% dan keuletan mengalami peningkatan sebesar 112,52%. Apabila
dibandingkan dengan spesimen hasil proses tempering dengan temperatur 400°C maka
kekuatan tarik mengalami penurunan sebesar 3,27% dan keuletan mengalami peningkatan
sebesar 12,11%. Kekuatan tarik baja AISI 4140 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
AISI 4140, tetapi keuletan AISI 4140 lebih rendah jika dibandingkan AISI 4140.
Proses tempering dengan temperatur yang paling tinggi yaitu 600°C akan menyebabkan
partikel sementit tumbuh menjadi lebih besar dan ferrit mulai tampak lebih cerah. Struktur
yang demikian juga sering disebut dengan sorbite. Foto struktur mikro dapat dilihat pada
gambar 16.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diilakukan, proses tempering dapat mengubah
struktur mikro baja AISI 4140, dengan berubahnya struktur mikro maka sifat mekanisnya
juga akan mengalami perubahan. Proses tempering dapat menaikkan angka kekerasan AISI
4140. Setelah akhir proses penelitian kenaikan angka kekerasan baja AISI 4140 mengalami
kenaikan angka kekerasan 43,67% dari logam induk. Proses tempering dapat menaikkan
kekuatan tarik baja AISI 4140. Pada akhir proses penelitian kenaikan kekuatan tarik AISI
4140 sebesar 4,12% dari logam induk. Proses tempering dapat menurunkan keuletan baja
AISI 4140. Pada akhir proses penelitian penurunan keuletan baja AISI 4140 sebesar 18,5%
dari logam induk.
Proses perlakuan panas dengan optimasi proses Tempering dari bahan roller cyclo speed
reducer AISI 4140 terbukti dapat digunakan sebagai solusi dalam mengatasi masalah sifat
mekanik yang dihadapi dari roller cyclo speed reducer AISI 4140.

6. Daftar Pustaka
1. Callister, W.D, 1997, “Materials Science and Engineering An Introduction”, 4th,
Canada, John Wiley & Sons, Inc.
2. Cahyono, A.D, 2005, ”Analisa Pengaruh Temperatur Pada Proses Tempering
Terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro Baja AISI 1045 dan AISI 4140”, Tugas
Akhir Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra.
3. Kartikasari, R, “Studi Pengaruh Proses Flame Hardening Terhadap Sifat Mekanik dan
Ketahanan Korosi Baja S45C dalam media Asam Klorida”, Prosiding Seminar
Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan Proses ke 2
Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12, Gadjah Mada
University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
4. Keyser, C.A, 1986. “Materials Science in Engineering”, 4th, Ohio, Charles E. Merril
Publishing Co.
5. Masrukan, 2006, “Pengaruh Temperatur dan Waktu Pemanasan Bahan Baku
Kelongsong AlMgSil Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikronya”, Prosiding Seminar
Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Material dan Proses ke 2
Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri Ke 12, Gadjah Mada
University, Indonesia, 27 Juni 2006, Universitas Gadjah Mada, Indonesia.
6. Pollack, H.W, 1988 “Materials Science and Metallurgy”, 4th, New Jersey, Prentice
Hall.
7. Smith, W.F,1990, “Principles of Materials Science and Engineering”, 2nd, Singapore,
McGraw-Hill.
8. Shackelford., J.F, 1992, “Introduction to Materials Science for Engineers”, 3rd, USA,
Macmillan Publishing Company.
9. Van Vlack, L.H, 1982, “Material For Engineering”, USA, Addison-Wesley Publishing
Company, Inc.

You might also like