Professional Documents
Culture Documents
Kontroversi Di Sekitar Soekarno
Kontroversi Di Sekitar Soekarno
Kalau kita menelusuri sepanjang sejarah Indonesia yang berkaitan dengan nama mantan
presiden Republik Indonesia yang pertama, maka tidak jarang ditemukan polemik yang
berkepanjangan dan sepertinya tidak akan pernah selesai. Misalnya, sekitar peranan politik
Presiden Soekarno pada tahun-tahun sebelum kejatuhannya akibat Persitiwa Gerakan 30
September. Surat-surat dari Sukamiskin (surat-surat pengampunan Soekarno kepada pemerintah
Hindia Belanda), Soekarno bukan satu-satunya pembicara tentang Pancasila sebagai dasar negara
dan ada tuduhan bahwa Soekarno menerima komisi dari pemerintah Jepang sebagai hasil
rampasan perang. Dan ada kemungkinan polemik tentang diri Soekarno berkelanjutan, entah
tentang apalaginya Soekarno.
Tokoh sejarah yang paling kontroversial adalah Soekarno, pemimpin gerakan nasionalis
yang paling terkemuka dan presiden Republik Indonesia yang pertama (1945-1967). Menjelang
akhir hayatnya. lima tahun sebelumnya, Republik Indonesia dan rakyatnya telah mengalami
malapetaka dengan pecahnya Gerakan 30 September, yang melibatkan Partai Komunis
Indonesia, Angkatan Bersenjata, Presiden RI dan rakyat biasa, yang pada umumnya tidak
menyadari benar apa yang sedang terjadi. Bahwa dalam periode setelah Gerakan 30 September
tokoh Soekarno lebih banyak dilukiskan dengan warna hitam mudah diduga dan dapat dipahami.
Namun bersamaan dengan itu justru publikasi luar negeri itu dengan tinjauan yang lebih kritis,
sehingga di dalam lukisannya terdapat warna-warna yang tidak sepenuhnya hitam.
Ada beberapa fakta yang mengenai Gerakan 30 September yang tidak dapat disangkal
oleh siapapun. Pada malam hari tanggal 30 September aktivis-aktivis dari komplotan kudeta itu
berkumpul di pangkalan Angkatan Udara di Halim. Mereka, antara lain terdiri dari para perwira
tentara seperti Letkol Untung, Brigjen Soepardjo, panglima tempur di Kalimantan, dan Kolonel
Latief, komandan Brigade Infanteri yang ditempatkan di Jakarta. Dan dari Angkatan Udara, ada
Letkol Heru Atmodjo, seorang perwira intel, Mayor Sujono, komandan pertahanan udara Halim,
dan Mayor Gatot Sukrisno yang secara rahasia sedang melatih kelompok–kelompok pemuda di
Halim untuk Angkatan Kelima. Aidit dan Sjam, seorang kepercayaannya yang dekat, serta Omar
Dhani, panglima Angkatan Udara, juga berada di Halim. Sampai sejauh mana mereka
berhubungan dengan para aktivis kudeta, masih merupakan pokok perdebatan. Di bawah Untung
dan kawan-kawannya tersedia sebuah kompi Cakrabirawa yang merupakan kesatuan lama
Untung, Batalyon Raider 454 Diponogoro, Batalyon Raider 530 Brawijaya, kedua-keduanya
didatangkan ke Jakarta untuk diikut sertakan dalam Parade Hari Angkatan Bersenjata pada
tanggal 5 Oktober, dua peleton dari Brigade Latief, pasukan darat Angkatan Udara, dan unsur-
unsur dari Pemuda Rakyat serta Gerwani yang telah dilatih Gatot Sukriano. Begitu kata Ulf
Sundhaussen, yang ahli militer itu.
Pagi-pagi sekali tujuh regu yang terutama terdiri dari prajurit-prajurit Cakrabirawa
dengan sejumlah kecil sukarelawan dari Pemuda Rakyat mendatangi rumah Nasution, Yani dan
perwira-perwira staf Angkatan Darat, Mayjen Suprapto ( Deputi II), Mayjen Harjono Deputi
III), Mayjen Parman ( kepala intel AD), Brigjen Pandjaitan (Logistik), dan Brigjen Sutojo
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Siswomihardjo, Oditur Jendral AD. Pasukan itu diperintahkan untuk menangkap jendral-jendral
tersebut dan membawa mereka ke Halim; tidak ada seorang pun dari jendral dibiarkan lolos, dan
perintah ini oleh regu-regu tersebut diartikan bahwa mereka harus membawa mereka hidup atau
mati. Yani, Haryono, dan Pandjaitan dibunuh ketika mereka melawan dan mayat mereka dibawa
pergi. Suprapto, Parman dan Sutoyo di bawa. Nasution nyaris tertangkap dan dapat meloloskan
diri dari sergapan prajurit-prajurit itu yang melukai secara fatal puterinya yang berusia lima
tahun, membunuh seorang polisi di dekat tempat itu, dan menculik seorang ajudan Nasution,
Letnan Pierre Tendean, yang dibawa ke Halim dan dibunuh di sana bersama-sama dengan ketiga
jendral tadi. Mayat keenam jendral dan Tendean dibuang ke dalam sebuah sumur yang sudah
tidak bisa dipakai di suatu daerah yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Dalam waktu yang
bersamaan kedua batalyon raider menduduki Lapangan Monas dan menguasai istana Presiden,
gedung RRI, dan Pusat Telekomunikasi.
Tafsiran
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Dari keterangan ini, Antonie C Dake berkesimpulan bahwa bukan PKI, bukan pula
“perwira-perwira progresif“ tetapi Soekarno-lah pemrakarsa percobaan kudeta itu. Menurut
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Menurut, Harlod Crouch dalam Militer dan Politik, uraian Antonie C Dake ini dapat
dipersoalkan karena bersandar pada kesaksian yang sebagian besar tidak seorangpun
menguatkannya, dari seorang saksi yang mau tak mau harus bekerja sama dengan para pemeriksa
dan kesaksiannya di pengadilan tidak mendukung pernyatan-pernyataan sebelumnya. Selain itu
ada detail yang kurang dalam mata rantai antara Soekarno dengan Gerakan 30 September.
Bahwa Soekarno makin tidak menyukai sikap Yani sesudah bulan Mei 1965 adalah jelas dan
bukan tidak mungkin ia sering menyebut tentang : “melemparkan” Yani daripadanya. Namun
tidak terbukti bahwa pada tanggal 4 Agustus Soekarno memikirkan gerakan yang dipimpin oleh
Untung pada tanggal 30 September. Juga Dake tidak secara pasti menjelaskan “tindakan “ apa
yang harus dilakukan Sabur setelah pertemuan tanggal 23 September.
Hampir mustahil menarik kesimpulan yang pasti tentang siapa di balik peritiwa berdarah
Gerakan 30 September. Berbagai posisi yang kabur dan kurangnya sumber-sumber tertulis serta
saksi-saksi memunculkan berbagai spekulasi tentang dalang Gerakan 30 September. Menurut
versi sejarah resmi, yang dibangun berdasarkan alasan-alasan yang mudah dilihat, PKI-lah dalam
Gerakan 30 September, dan menjadi menjadi satu-satunya pihak yang patut dipersalahkan. Versi
kedua, yang sangat berlawanan dengan versi pertama, menginterprestasikan bahwa kudeta dan
aksi pembalasannya merupakan masalah internal AD. Versi ketiga percaya Soehartolah yang
sesungguhnya berada di balik rencana kudeta. Spekulasi mengenai peran Soeharto dalam rencana
dan pelaksanan Gerakan 30 September muncul ketika ia membuat keterangan yang tidak
konsisten mengenai perjumpaannya dengan Latief (yang bermaksud melaporkan aksi tersebut).
Versi keempat menyatakan, jaringan inteljen AD sendirilah yang memprakarsai Gerakan 30
September, baik atas usaha sendiri maupun atas bantuan agen-agen inteljen asing, khususnya
Amerika Serikat dan Cina. Versi yang kelima telah dikemukakan oleh Antonie C Dake diatas.
Periode 1965-1966 merupakan tahun-tahun yang terlupakan dalam sejarah Indonesia. Hal
ini bisa dimengerti karena studi atas periode itu dihalangi oleh berbagai faktor, mulai dari
langkanya sumber-sumber yang berkaitan dengan berbagai peristiwa yang terjadi pada tahun-
tahun tersebut hingga alasan politik. Setidak-tidaknya, ada tiga buku serius yang sedang
dikerjakan Hermawan Sulistyo menulis The Forgotten Years : The Missing History of
Indonesia”s Mass Slaughter (Jombang-Kediri 1965-1966) di Arizona State University, Iwan
Gardono menulis The Destruction of the Indonesian Communist Party (PKI) a comparative
analysis of East Java dan Bali di Harvard University dan Geoffrey Robinson menulis The Dark
Side of Paradise Political Violence in Bali di Cornell University.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Mempelajari komunisme dan atau praksis politiknya merupakan kegiatan illegal. Hanya
ada satu pusat studi yang berhubungan dengan komunisme dan partai komunis secara umum,
yaitu Dinas Penelitian dan Pengembangan Masalah-masalah Komunis, yang berada dibawah
Pusat Sejarah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Tanpa ijin dari kantor itu, tak seorang pun
bisa meneliti topik tersebut. Di samping kendala hukum dan politik, iklim sosial yang tidak
mendukung. Demikian kata Hermawan Sulistiyo yang menulis Peristiwa Gerakan 30 September
sekaligus pembataian massal pascakudeta.
Mengundang Polemik
Sejarah atau ilmu sejarah memang, bagaimanapun juga, tidak boleh dan malah tak bisa
menjadi sekelumit manusia yang memperkenalkan diri sebagai ahli sejarah saja. Sejarah harus
milik masyarakat. Sebab hanya masyarakat yang memiliki kesadaran sejarah yang akan
dimudahkan untuk menghadapi dan merintis masa depan. Karena itulah diperlukan popularisasi
dari sejarah yang kritis, analistis, serta dibimbing oleh etika ilmu pengethuan. Begitu kata Taufik
Abdullah.
Alasan Soegiarso Soerojo menulis buku itu, karena Soegiarso Soerojo melihat massa
pendukung Partai Demokrasi Indonesia dalam pemilu yang lalu, mengidolakan Soekarno, dan
dia menginginkan agar Soekarno tidak perlu diidolakan. Tetapi keinginanya itu tidak
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Buku yang diakui bukan merupakan karya sejarah, namun sebagai karya jurnalistik dari
seorang warttawan, mendapat kupasan kritis dari mingguan Simponi secara bersambung. Dan
setahun kemudian terbit satu buku Menelusuri Peran Bung Karno dalam G 30 S/PKI, yang
ditulis oleh P Bambang Siswoyo, berdasarkan tulisan-tulisan yang beredar di koran akibat
terbitnya buku Soegiarso Soerojo. Tulisan di Simponi dan buku tersebut mencoba membantah
asumsi dari Soegiarso Soerojo yang menyatakan justru Soekarnolah yang menggerakkan
Gerakan 30 September.
Kemudian muncul buku yang ditulis oleh Manai Sophian, bekas tokoh Partai Nasional
Indonesia. Buku Kehormatan Bagi Yang Berhak: Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI (1994)
mengulas gejolak politik di sekitar tragedi nasional 29 tahun silam itu, Manai Sophian secara
lugas berpendapat, Presiden Soekarno tidak terlibat dalam manuver jahat PKI itu Untuk
memperkuat pendapatnya, Manai Sophian memberi argumen tambahan terhadap pidato
pelengkap Nawaksara yang ditolak pada 1967.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
Selain melontarkan intrik Dewan Jendral. Manai Sophian juga menuding agen Barat itu
mempunyai hubungan khusus dengan sejumlah tokoh elite militer – kelompok yang oleh
Presiden Soekarno disebut ”oknum yang tidak benar.” Karena khawatir keduluan, Aidit dan
komplotannya, melancarkan kudeta dan membunuh para jendral. Di situlah, menurut Manai
Sophian, keblingerannya pemimpin PKI. Jadi, kata Manai Sophian, Presiden Soekarno tidak
terlibat G-30-S.
Buku Manai Sophian itu sekaligus juga ingin membersihkan nama Presiden Soekarno
dari tuduhan bahwa ia sejalan dengan PKI dan mengetahui rencana jahat G-30-S, sebagaimana
ditulis oleh bekas intel Kolonel (Purn) Soegiarso Soerojo dalam bukunya yang juga
kontroversial, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai G30s-PKI. Peran Bung Karno (1988).
Diakui Manai Sophian, buku itu berusaha mengungkapkan bagian dari sejarah Indonesia yang
“kontroversial”
Sebenarnya buku yang ditulis oleh Manai Sophian terbilang sebuah usaha untuk
menggunakan sejumlah kaidah-kaidah ilmiah dalam merekontruksi Gerakan 30 September
ketimbang buku Soegiarso Soerojo. Misalnya, Manai Sophian mengumpulkan berbagai bahan
dokumen dari dalam dan luar negeri, di antaranya dokumen Presiden Amerika Serikat Johnson –
untuk menyusun buku itu Manai juga mewawancarai 10 mantan tahanan PKI. Oleh karena itu
bisa dimengerti apabila kalangan intelektual dalam menilai buku Siapa Menabur Angin Akan
Menuai Badai 30S-PKI dan Peran Bung Karno bersifat delegitimate. Dalam arti bahwa proses
delegitimasi terhadap Soegiarso Soerojo ini mereka lakukan dengan mendestribusikan retotika-
retorika scientific yang mengandung tendensi untuk menggugat sisi metodologis penyusunan
buku itu.
Buku Putih yang melewati masa persiapan selama empat tahun, dalam kata pengantarnya,
menyatakan bahwa buku itu disusun untuk menarik pelajaran yang berharga dari pengalaman
masa lampau. Dokumen ini disusun untuk membekali bangsa Indonesia mengenai ancaman
terencana dari paham gerakan komunisme di Indonesia. Ada dugaan bahwa Buku Putih itu
disusun lantaran pemerintah Soeharto gerah melihat Soekarno dielu-elukan anak muda dalam
kampanye Partai Demokrasi Indonesia 1987. Karena itu perlu ada penerangan tentang siapa
sesungguhnya Presiden Soekarno itu. Harlod Crouch menganggap bahwa Buku Putih itu dipakai
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
untuk menangkal kegandrungan anak muda kepada tokoh karismatis seperti Presiden Soekarno,
sehingga mereka kemudian tergiring mendukung PDI. Dengan kata lain, pemerintah Orde Baru
mencoba menggembosi PDI.
Dalam Buku Putih tidak menyimpulkan bahwa Presiden Soekarno terlibat dalam
perencanaan G-30-S. Masalahnya, kesaksian Kolonel (Mar) Bambang Widjanarko dan Brigjen
TNI HR Sugandhi di Mahkahmah Militer Luar Biasa (Mahmilub) tidak dibahas dalam di buku
ini. Padahal kesaksian kedua orang dekat Presiden Soekarno ini bisa menggiring ke arah
penafsiran bahwa Presiden Soekarno mengetahui rencana dan pelaksanaan G-30-S .
Sejarah versi pemerintah Orde Baru tidak pula melihat kehadiran Presiden Soekarno di
Pangkalan Udara Halim pada 1 Oktober 1965 dengan mata curiga. Padahal, fakta itu selama ini
menjadi sumber spekulasi masalah kedekatan Presiden Soekarno dengan G-30-S. Sebab, ketika
itu, salah satu sentral komando (Cenko) G-30-S ada di Kompleks Halim. Lantas, di sana pula
Presiden Soekarno bertemu dengan Brigjen Soepardjo, yang merupakan penggerak dari aksi
tersebut.
Dijelaskan pula mengenai sikap Presiden Soekarno di Halim yang tidak serta merta
merestui aksi pembunuhan jendral-jendral Angkatan Darat. Buktinya, Presiden Soekarno
menginstruksikan agar gerakan-gerakan itu dihentikan dan siaran lewat RRI mengenai kelahiran
Dewan Revolusi dihentikan. Pengungkapan fakta itu seperti mermberi kesempatan munculnya
penafsiran bahwa Presiden Soekarno tak paham dengan skenario yang sedang dimainkan Biro
Khusus PKI yang dipimpin Sjam Kamaruzzaman.
Tetapi Buku Putih itu menampilkan fakta-fakta bahwa Presiden Soekarno cenderung
melindungi PKI kendati partai itu telah terbukti sebagai dalang G-30-S. Buktinya tulis Buku
Putih, Presiden Soekarno tidak mengambil tindakan hukum terhadap Brigjen Soepardjo, DN
Aidit dan kawan-kawannya, yang telah diketahuinya melakukan manuver berdarah Bahkan,
Presiden Soekarno memenuhi permintaan DN Aidit lewat surat yang dikirim dari
persembunyiannya di Jawa Tengah, yang memberi kesempatan kepada Nyoto, seorang tokoh
PKI, untuk membuat manuver lanjutan di rapat kabinet 6 Oktober 1965 di Istana Bogor. Di situ,
Nyoto melansir pernyataan bahwa G-30-S adalah urusan intern Angkatan Darat, dan PKI
mendukung pembersihan di tubuh Angkatan Darat.
Namun demikian, kata Agus Sudibyo yang menulis buku mengenai Soekarno, Meskipun
tidak secara eksplisit menyatakan keterlibatan Presiden Soekarno dalam G-30-S, eksplanasi dan
interprestasi yang ada di dalamnya cenderung mengarah pada kesimpulan bahwa Presiden
Soekarno “terlibat “ dalam G-30-S. Kesimpulan semacam ini bisa dipahami, kalau dilihat dari
De-Soekarnoisasi pada dataran simbolik yang dilakukan melalui wacana-wacana resmi negara,
serta keterlibatan unsur-unsur negara pada berbagai polemik mengenai Presiden Soekarno.
Timbulnya kontroversi yang ada ini menyadarkan kita semuanya betapa peka masalah
Soekarno untuk dibicarakan. Membicarakan tokoh semacam Soekarno dalam penulis sejarah
Indonesia perlu hati-hati. Karena berbicara mengenai dia seringkali menimbulkan guncangan-
guncangan yang tentu saja menarik perhatian khalayak ramai. Selama ini arwah Soekarno yang
sedang beristirahat dengan damai nun jauh di sana, Blitar, terusik ketenangannya dengan
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda
sejumlah tulisan yang membicarakan dirinya dan dia tidak mempunyai kemampuan menjawab
karena keberadaannya. Seandainya Soekarno tidak meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970
dan masih hidup sampai ssat ini, niscata ia akan menjawab kesemuanya itu dan masalahnya
menjadi jernih seperti air di pegunungan.
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com