You are on page 1of 6

Jurnal Kimia Indonesia

Vol. 2 (1), 2007, h. 1-6 Artikel Review

Modifikasi Asetilkolinesterase dengan Mutasi Kombinasi Secara In Silico Untuk Biosensor Organofosfat
Sudarko, Devit Suwardiyanto dan A.A Istri Ratnadewi Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Jember Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
Email: darko@unej.ac.id Abstrak. Pengawasan lingkungan dari insektisida yang mempengaruhi kesehatan manusia dan ekosistem, telah menjadi pusat perhatian karena penggunaan insektisida di dunia. Deteksi insektisida di lingkungan dapat dilakukan dengan biosensor yang menggunakan asetilkolinesterase. Dalam penelitian ini telah dilakukan modifikasi asetilkolinesterase Torpedo californica secara in silico (simulasi komputer). Modifikasi ini bertujuan untuk meningkatkan sensitifitas dan kespesifikan terhadap organofosfat. Modifikasi asetilkolinesterase dilakukan secara in silico dengan program Modeller 6.2 dan untuk mengetahui efek modifikasi terhadap sensitifitas dan kespesifikannya digunakan program AutoDock 3.0. Strategi yang digunakan untuk memperoleh mutan yaitu dengan kombinasi mutan tunggal yang diharapkan dapat meningkatkan sensitifitas enzim terhadap organofosfat. Dalam penelitian ini tidak dapat diperoleh asetilkolinesterase yang lebih sensitif dan spesifik terhadap organofosfat. Kesulitan prediksi efek mutasi terhadap inhibisi organofosfat terjadi karena adanya dua model pengikatan organofosfat yang dipengaruhi oleh konsentrasi. Namun dengan strategi ini diperoleh mutan yang lebih sensitif dan spesifik terhadap karbamat. Hasil terbaik untuk peningkatan sensitifitas dan kespesifikan karbamat terjadi pada mutan F330A dengan peningkatan ki sebesar 0,42 untuk karbaril dan 0,31 untuk karbofuran. Kata kunci: asetilkolinesterase, biosensor, insektisida, pemodelan homologi, docking.

Pendahuluan Pengawasan lingkungan dari insektisida yang mempengaruhi manusia dan ekosistem, telah menjadi pusat perhatian. Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan memiliki kemampuan untuk menggantikan organoklorin seperti DDT, aldrin, lindane, dan lain-lain. Insektisida ini memiliki persistansi lingkungan yang rendah dibanding organoklorin, tetapi memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi.1 Biosensor berdasar inhibisi pada aktifitas beberapa enzim telah digunakan untuk pengukuran polutan dalam lingkungan.2 Hal ini, karena sistem sensor tersebut telah mampu memberikan cara analisis suatu polutan secara cepat, mudah dan handal pada jumlah renik. Dalam pengembangan biosensor, penggunaan enzim sangat bermanfaat dan menjanjikan.3,4 Dari penelitian yang telah dilakukan Kovarik et al5 dapat diketahui bahwa subtitusi residu F338A dan Y337A (penomoran berdasarkan asetilkolinesterase tikus), menghasilkan peningkatan konstanta inhibisi organofosfat

sebesar dua kali lipat. Mutasi yang sama dapat dilakukan pada asetilkolinesterase Torpedo c., yaitu pada F331 dan Y334 (Barril et.al, 2001).6(??) Modifikasi asetilkolinesterase Drosophila m. untuk deteksi insektisida yang dilakukan oleh Boublik et al7, menunjukkan bahwa mutasi F330L, Y370A, dan F371I dapat meningkatkan sensitifitas enzim terhadap organofosfat. Subtitusi residu F371I menghasilkan sensitifitas yang lebih tinggi dibanding subtitusi residu F371A. Mutasi yang sama dapat dilakukan pada asetilkolinesterase Torpedo c., yaitu pada residu F290, Y330, dan F331. Salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja asetilkolinesterase untuk biosensor organofosfat adalah dengan meningkatkan kespesifikan dan sensitifitas enzim terhadap organofosfat. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi sisi aktif asetilkolinesterase secara in silico (simulasi komputer), selanjutnya untuk mengetahui kespesifikan dan sensitifitas enzim hasil modifikasi tersebut dilakukan uji interaksi antara enzim hasil modifikasi dengan substrat maupun beberapa jenis inhibitor (heptenofos, diklorfos, karbofuran, karbaril).

Dapat dibaca di www.kimiawan.org/journal/jki

Sudarko, Devit Suwardiyanto dan A.A Istri Ratnadewi

Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai Juni 2005 di Jurusan kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; komputer Intel Xeon 2,4 MHz dual prosessor dengan memori 512 MB dan system operasi Linux Debian Sarge Testing yang dilengkapi dengan program aplikasi AutoDockTools, Autodock 3.05 dan TRITON 3.0; serta komputer Intel Pentium 4 2,26 MHz dengan memori 128 MB dan sistem operasi Microsoft Windows XP Pro, Linux Debian Sarge Testing yang dilengkapi dengan program aplikasi AutoDockTools, AutoDock 3.05, Pymol dan ChemOffice 2000 Preparasi Ligand dan Protein. Ligand dibuat menggunakan ChemOffice 2000. Pertama, struktur 2D ligand digambar dengan ChemDraw Ultra (modul ChemOffice 2000). Kemudian, struktur 2D diekspor ke struktur 3D dengan Chem3D, struktur 3D diminimalisasi energinya dengan teori PM3 dalam MOPAC 7 (modul ChemOffice 2000). Struktur mutan dan wild type Torpedo c. dibuat dengan mutasi virtual dari pemodelan homologi. Pemodelan Homologi. Struktur X-ray tunggal digunakan sebagai template untuk pemodelan homologi. Struktur X-ray diperoleh dari protein data bank (E105). Data struktur dimanipulasi menggunakan MODELLER 6.2 yang terdapat pada TRITON 3.0. MODELLER mengimplementasikan pendekatan pemodelan menggunakan perbandingan struktur protein. (Sali et al., 1993).8 Pemodelan dimulai dengan penataan sequence yang akan dimodelkan (target) dengan struktur protein tiga dimensi yang telah diketahui (cetakan). Setelah itu dilakukan penghitungan batasan pada sequence target yang dihitung dari penataannya dengan struktur tiga dimensi template. Batasan tersebut diperoleh dari analisis statistik hubungan pasangan-pasangan protein homolog. Analisis ini berdasar pada database penataan 105 famili yang termasuk 416 protein yang telah diketahui strukrur tiga dimensinya.9 Dengan penelusuran database, akan diperoleh tabel mengenai berbagai korelasi, seperti korelasi antara jarak ekivalen C - C, atau sudut dihedral dari dua protein yang berhubungan. Selanjutnya, batasan hubungan dan term energi CHARM memperkirakan stereokimia yang cocok, dan mengombinasikannya ke dalam fungsi objektif. Terakhir, model diperoleh dengan mengoptimasi fungsi objektif dalam ruang kartesian.10

Docking. AutoDock merupakan program yang dikembangkan untuk memprediksi interaksi ligand dengan target biomakromolekul. Dalam AutoDock, ligand pada awalnya diacak diluar protein, kemudian melakukan translasi, orientasi, dan konformasi sampai sisi ideal ditemukan.11 Program AUTOTORS menentukan ikatan yang mungkin berotasi pada molekul ligand. Titik grid yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 80x80 dengan spasi grid 3,75 yang dipusatkan pada sisi aktif serin. Energi potensial setiap titik grid dihitung menggunakan program AUTOGRID. Kemudian program AutoDock menghitung energi interaksi antara konformasi ligand fleksibel dan setiap titik grid melalui kombinasi algoritma pencarian. Tahap translasi yang digunakan sebesar 0,2 dan tahap rotasi 5. Posisi awal dan sudut dihedral dipilih secara acak dan terakhir simulasi 150 docking dijalankan untuk memperoleh struktur kompleks dari ligand yang secara statistik diterima. AutoDock 3.0 dapat menggunakan algoritma genetik (AG) Lamarckian sebagai fungsi pencarian untuk simulasi docking. Konsep AG berdasar pada evolusi biologis. Dalam simulasi docking, penataan ligand didefinisikan dengan sebuah set variabel keadaan yang mendefinisikan translasi, orientasi, dan konformasi ligand. Dalam AG, setiap variabel sesuai dengan genotip dan koordinat atom sesuai dengan fenotip. Dari gen tersebut, fenotip ligand dapat dihitung energinya berdasar fungsi energi bebas. AutoDock menggunakan AG sebagai metode pencarian global dan sebuah pencarian lokal (PL) adaptive. Pencarian lokal diturunkan dari sebuah algoritma oleh Solis dan Wets, dimana langkahlangkahnya ditentukan, dan konformasi baru yang diperoleh dievaluasi dengan fungsi energi. Perubahan energi antara dua konformasi dihitung seperti pada algoritma Monte Carlo. Jika perubahannya lebih disukai, maka diterima dan sebalikknya jika tidak, maka algoritma akan mengambil langkah yang berlawanan.12 Hasil dan Pembahasan Proses Mutasi in Silico. Mutasi kombinasi mutan tunggal pada asetilkolinesterase, yang meliputi F288L, F290L, F330A, F331I, dan Y334A dilakukan dengan program MODELLER. Proses tersebut membutuhkan waktu kurang lebih 40 menit untuk tiap mutan. Kombinasi kelima macam mutan tunggal tersebut menghasilkan tiga puluh dua macam mutan termasuk asetilkolinesterase asli (wild type) hasil optimasi MODELLER.

Jurnal Kimia Indonesia Vol. 2(1), 2007

Modifikasi Asetilkolinesterase dengan Mutasi Kombinasi secara In Silico untuk Biosensor Organofosfat

Efek Mutasi Asetilkolinesterase pada Substrat Asetilkolin sebagai substrat didocking ke semua mutan dan dibandingkan hasilnya dengan asetilkolinesterase wild type. Proses perhitungan docking membutuhkan waktu rata-rata delapan jam tiap perhitungan. Dari hasil docking diketahui bahwa mutan tunggal dan kombinasinya meningkatkan k1 substrat (data hasil docking pada semua mutan tidak ditampilkan pada artikel ini). Kombinasi mutan tunggal yang dilakukan dalam penelitian ini menyebabkan bertambah besarnya ruang gorge asetilkolinesterase. Bertambahnya ukuran ruang menyebabkan energi internal ligand berkurang dan substrat lebih mudah ke sisi aktif, sehingga k1 substrat meningkat. Pada beberapa mutan, perbesaran ruang gorge menyebabkan perubahan orientasi substrat. Dari hasil docking, beberapa mutan memilki probabilitas pengikatan substrat pada sisi periperal. Ikatan asetilkolin seperti pada Gambar 1, distabilkan oleh kantung oksi anion yang terdiri dari residu G118, G119, dan A201. Gugus asetil asetilkolin terikat pada kantung oksi anion melalui ikatan hidrogen antara gugus karbonil asetilkolin dengan gugus NH peptida. Gugus ekor kuarterner trimetilamonium terikat pada sisi anionik yang terdiri dari residu W84, Y130 dan E199. W84 dan Y130 berikatan dengan bagian kation melalui interaksi kation- dan interaksi hidrofobik, sedangkan E199 melalui interaksi elektrostatik.

Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa mutan F290L/F330A memilki ki yang lebih tinggi dari wild type. Ki heptenofos pada mutan F290L/F330A mengalami peningkatan ki sebesar 0,105x10-5 terhadap ki wild type. Akan tetapi mutan tersebut tidak dapat digunakan karena terjadi peningkatan k1 substrat yang cukup besar, yaitu sebesar 4,44x10-5. Mutan F290L/F330A memiliki orientasi pengikatan heptenofos pada sisi periperal, seperti pada Gambar 4. Heptenofos membentuk ikatan hidrogen dengan residu S122 dan terjadi interaksi dipol-dipol induksi antara gugus C=O residu N85 dan Y70 dengan gugus CH3 organofosfat.
20.00 18.00 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00
Ty p F2 e 88 F3 L 30 A F2 F 88 33 L/ 1I F2 F 88 290 L F2 / F3 L 88 30 F2 L/ Y A 90 33 L 4A F2 / F3 90 30 F2 L/ F A 90 33 F3 L/ Y 1I 30 33 A 4A F2 F /Y 88 33 33 L/ 1I 4A F2 F3 / Y3 88 30 34 F2 L/ F A/Y A 90 33 33 4 1 L F2 / F3 I/Y3 A 3 90 30 L/ A/ 4A F3 Y3 31 3 4 I/Y A 33 4A

ki (10 )

-5

W ild

Mutan

Gambar 2. Grafik k1 Substrat dengan Probabilitas Lebih Besar dari 50%


1.200 1.000

ki (10 )

-5

0.800 0.600 0.400 0.200 0.000


Ty F2 pe 8 F3 8L 30 F2 A 8 F3 F2 8L/ F 31I 88 29 F2 L/ F 0 L 8 3 F2 8L/ Y 30 A 90 33 F2 L/ F 4 A 9 33 F2 0L 0 A 9 /F F3 0L/ 331 30 Y3 I F2 A 34 88 F3 /Y3 A L/ 31 34 F2 F I/ 8 33 Y A F2 8L/ 0 A 334 90 F3 /Y A 3 3 F2 L/ F 1 I/ 3 4 90 33 Y3 A L/ 0 A 3 4 F3 /Y A 31 33 I/Y 4A 33 4A

W i ld

Mutan

Gambar 1. Model Pengikatan Substrat pada Sisi Aktif Serin

Gambar 3. Grafik k1 Substrat dengan Probabilitas Lebih Besar dari 50%

Dari data probabilitas orientasi substrat dapat dikelompokkan substrat yang memiliki jumlah probabilitas orientasi substrat ke sisi aktif serin dengan nilai lebih besar dari 50% disajikan pada Gambar 2. Efek Mutasi Asetilkolinesterase pada Inhibisi Organofosfat Data hasil perhitungan docking heptenofos dapat dibuat grafik seperti pada Gambar 3 (grafik hanya menampilkan mutan yang orientasi substratnya ke sisi aktif serin).

Gambar 4. Ikatan Heptenofos pada Mutan F290L/ F330A

Sudarko, Devit Suwardiyanto dan A.A Istri Ratnadewi

Data hasil perhitungan docking diklorfos dapat dibuat grafik seperti pada Gambar 5. Dari Gambar tersebut dapat diketahui bahwa mutan F290L/F330A/Y334A memiliki ki yang lebih tinggi dari wild type. Konstanta inhibisi diklorfos mutan F290L/F330A/Y334A mengalami peningkatan sebesar 4,2x10-5 terhadap ki wild type. Akan tetapi pada mutan tersebut juga terjadi peningkatan k1 substrat yang cukup besar, yaitu 65,75 x 10-5. Model pengikatan diklorfos pada mutan F290L/F330A/Y334A seperti pada Gambar 6.
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Ty p F2 e 88 F3 L 30 A F2 88 F3 3 L/ 1I F2 F 88 29 F2 L/ F 0 L 88 33 F2 L/ Y 0 A 90 33 L 4 F2 / F3 A 3 9 F2 0L/ 0 A 90 F3 L/ 31 F3 Y I 30 33 A/ 4 A F2 88 F3 3 Y3 L/ 1I 34 F2 F3 / Y A 3 33 8 F2 8L/ 0 A/ 4A 90 F3 Y3 L/ 31 3 4 F2 F3 I/Y A 90 30 33 L/ A/ 4A F3 Y 31 33 I/Y 4A 33 4A

Mutan

Gambar 5. Grafik Konstanta Inhibisi Diklorfos

Gambar 6. Ikatan F290L/F330A/Y334A

diklorfos

pada

mutan

Dari hasil docking diperoleh probabilitas terbesar pengikatan organofosfat terjadi pada sisi periperal dan hanya beberapa run (ulangan) yang menghasilkan orientasi organofosfat ke sisi aktif. Pada asetilkolinesterase wild type yang diinhibisi diklorfos, diperoleh tiga belas run dari 150 run yang menunjukkan orientasi ligan ke sisi aktif. Sedangkan yang mengunakan inhibitor heptenofos diperoleh dua belas run dari 150 run. Probabilitas pada mutan lainnya juga menunjukkan kecenderungan pengikatan ke sisi periperal. Hal tersebut menunjukkan bahwa organofosfat juga dapat langsung memfosforilasi sisi katalitik tanpa

berikatan dengan sisi periperal terlebih dahulu walaupun dengan probabilitas yang kecil. Secara keseluruhan, pemodelan inhibisi organofosfat pada asetilkolinesterase dengan AutoDock tidak dapat memprediksi pengaruh mutasi. Hal tersebut disebabkan inhibisi organofosfat memiliki lebih dari satu tahap inhibisi dan dipengaruhi oleh konsentrasi. AutoDock memiliki keterbatasan tidak dapat memprediksi model inhibisi yang dipengaruhi oleh konsentrasi. AutoDock hanya dapat memprediksi probabilitas terbesar keadaan akhir model pengikatan suatu ligand pada makromolekul. Ada dua macam model inhibisi organofosfat, yaitu fosforilasi irreversibel pada sisi aktif dan interaksi reversibel pada sisi peripheral.13 Pengikatan organofosfat pada asetilkolinesterase juga dipengaruhi oleh konsentrasi organofosfat. Pada konsentrasi rendah organofosfat menyerang sisi periperal. Ketika sisi periperal telah jenuh, organofosfat akan menyerang sisi aktif serin.14 Model kinetika inhibisi organofosfat pada sisi periperal asetilkolinesterase dapat diilustrasikan pada Gambar 7. Konstanta kecepatan k+1 dan k-1 menjelaskan ikatan reversibel AB ke sisi periperal, dan dua titik sebelah kiri asetilkolinesterase menunjukkan ikatan reversibel AB ke sisi periperal. ki menunjukkan perubahan ki sebagai hasil adanya ikatan pada sisi periperal. Sedangkan k3 menunjukkan reaktifasi enzim.14 Dengan mendocking ulang kompleks ligand yang telah terikat pada sisi periperal asestilkolinesterase akan diperoleh kompleks organofosfat yang terikat di sisi periperal dan sisi aktif sekaligus. Organofosfat kedua memiliki probabilitas 100% masuk ke sisi aktif asetilkolinesterase dengan nilai ki sebesar 1,31x10-5 untuk heptenofos dan 4,14x10-5 untuk diklorfos. Hal tersebut sesuai dengan asumsi Kardos and Sulfatos14 bahwa organofosfat dapat membentuk kompleks AB--AChE-A.
AB + AChE k-1 k+1 ki' ki AChE-A + B k3 AChE + A

ki (10 )

-5

W i ld

k2 AB AChE AB AChE-A + B Gambar 7. Kinetika Inhibisi Organofosfat pada Asetilkolinesterase.14 AB + AB AChE

Jurnal Kimia Indonesia Vol. 2(1), 2007

Modifikasi Asetilkolinesterase dengan Mutasi Kombinasi secara In Silico untuk Biosensor Organofosfat

Efek Mutasi Asetilkolinesterase pada Inhibisi Karbamat. Dari hasil docking karbaril dan karbofuran pada semua asetilkolinesterase mutan dan wild type dapat dibuat grafik seperti pada Gambar 8. Untuk memperoleh mutan yang spesifik untuk karbamat, perlu dibandingkan konstanta inhibisi karbaril dengan karbofuran. Mutan yang memiliki peningkatan konstanta inhibisi yang hampir sama bersifat spesifik untuk karbamat. Jika dibandingkan dengan k1 substrat maka mutan yang paling bagus adalah F330A dan F331I. Pada mutan F331I k1 karbaril meningkat dari 1,42x10-5 ke 1,78 x10-5 dan k1 karbofuran meningkat dari 1,02x10-5 ke 1,45x10-5. Model pengikatan karbaril pada mutan F331I ditunjukkan pada Gambar 9. Atom oksigen karbonil karbaril berikatan hidrogen dengan residu S200 dan gugus benzil mengarah pada sisi anionik. Inhibisi karbofuran mengalami perubahan orientasi ligan. Orientasi ligan berubah dari sisi esterase ke sisi periperal, seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Perubahan tersebut disebabkan perbesaran ruang kantung asil dan perubahan kepolaran residu 331. Subtitusi F331I menyebabkan berkurangnya kepolaran residu tersebut. Subtitusi residu F330A menghasilkan k1 yang hampir sama dengan mutan F331I. Peningkatan k1 ini sesuai dengan eksperimen secara in vitro yang dilakukan oleh Boublik et al7 pada Drosophila m. Konstanta inhibisi karbaril meningkat dari 1,42x10-5 ke 1,84x10-5 dan konstanta inhibisi karbofuran meningkat dari 1,02x10-5 ke 1,33x10-5. Mutan F330A bersifat lebih spesifik untuk karbamat dibandingkan dengan mutan F331I.
3 2.5 2

Gambar 9. Inhibisi Karbaril pada Mutan F331I

Gambar 10. Inhibisi Karbofuran pada Mutan F331I

Seperti pada Gambar 11 dan 12, orientasi karbamat tetap pada sisi aktif serin dan tidak menyebabkan perubahan yang besar pada aktifitas asetilkolinesterase terhadap substrat. Subtitusi F330A tidak mempengaruhi ruang kantung asil. Gugus CH3 karbofuran berinteraksi dengan gugus A330 melalui interaksi hidrofobik. Gugus benzil karbaril dan karbofuran mengarah pada sisi anionik.

ki (10 )

-5

1.5 1 0.5 0
Ty p F2 e 88 F3 L 30 A F2 88 F33 F2 L/F 1I 88 29 0 F2 L/F L 88 33 0 F2 L/Y A 90 33 L 4 F2 /F 3 A 90 30 F2 L/F A 90 33 F3 L/Y 1I 30 33 A/ 4A F2 88 F33 Y3 L/ 1 34 F2 F 3 I /Y A 88 30 33 F2 L/F A/Y 4A 90 33 33 L 4 1 F2 /F 3 I/Y A 90 30 33 L/ A/ 4A F 3 Y3 31 34 I/Y A 33 4A

Karbaril Karbofuran

W ild

Mutan

Gambar 8. Grafik Perbandingan Konstanta Inhibisi Karbaril dengan Karbofuran

Gambar 11. Inhibisi Karbaril pada Mutan F330A

Sudarko, Devit Suwardiyanto dan A.A Istri Ratnadewi 4. Wolfbies, O.S.; Li, H. Flourescence Optical Urea Biosensor with an Ammonium Optrode as Transducer. Biosensors&Bioelectronics, 1993, 8, 161-166. 5. Kovarik, Z.; Radic, Z.; Berman, H.A.; Simeonrudolf, V.; Reiner, E.; Taylor, P. Acetylcholinesterase Active Center and Gorge Conformation Analised by Combinatorial mutations and Enantiomeric Phosphonates. Biochem.J., 2003, 373, 33-40. 6. Barril, X.; Kalko, S. G.; Orozco, M.; Luque, F. J. Rational Design of Reversible Acetylcholinesterase Inhibitors. Mini Rev Med Chem., 2002, 2(1), 27-36. 7. Boublik, Y.; Aguet, P. S.; Lougarre, A.; Arnaud, M.; Villatte, F.; Mondacca, S. E.; Fournier, D. Acetylcholinesterase engineering for detection of insecticide residues. Protein Eng., 2002, 15, 43-50. 8. 9. Sali, A.; Overington, J. P. Derivation of rules for comparative protein modeling from a database of protein structure alignments. Protein Sci., 1994, 3, 1582-1596. 10. Sali, A.; Webb, B.; Madhusudhan, M.S.; Shen, M.Y.; Renom, M.A.M.; Eswar, N.; Alber, F.; Oliva, B.; Fiser, A.; Sanchez, R.; Yerkovich, B.; Badretdinov, A.; Melo, F.; Overington, J.P.; Feyfant, E. Manual : MODELLER (A Program for Protein Structure Modeling), 2004, Release 7v7. 11. Morris, G. M.; Goodsell, D. S.; Halliday, R. S.; Huey, R.; Hart, W. E.; Belew, R. K.; Olson, A. J. Automated Docking Using a Lamarkian Genetic Algorithm and an Empirical Binding Free Energy Function. J. Comp. Chem, 1998, 19, 1639-1662. 12. Morris, G. M.; Goodsell, D. S.; Huey, R.; Hart, W. E.; Halliday, S.; Belew, R.; Olson, A. J. Users Guide : AutoDock Version 3.0.5. 2001. 13. Friboulet, A.; Rieger, F.; Goudou, D.; Amitai, G.; Taylor, P. Interaction of an organophosphate with peripheral site on acetylcholinesterase. Biochemistry, 1990, 29, 914-920. 14. Kardos, S.A.; Sultatos, L.G. Interactions of the Organophosphates Paraoxon and Methyl Paraoxon with Mouse Brain Acetylcholinesterase. Toxicological Sciences, 2000, 58, 118-126.

Gambar 12. Inhibisi Karbofuran pada Mutan F330A

Kesimpulan Pengaruh modifikasi asetilkolinesterase terhadap inhibisi organofosfat tidak dapat diprediksi menggunakan AutoDock 3.0 karena organofosfat memiliki dua model pengikatan, yaitu pengikatan ligand pada sisi periperal dan sisi aktif serin. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari mekanisme inhibisi organofosfat. Mutan yang spesifik untuk karbamat yaitu mutan F330A. Mutan F330A memiliki konstanta inhibisi satu setengah kali lebih besar dibanding dengan asetilkolinesterase wild type. Dari hasil penelitian ini perlu dilakukan eksperimen lebih lanjut untuk memperoleh asetilkolinesterase yang lebih spesifik dan sensitif untuk karbamat, yaiutu dengan subtitusi residu F330A. Pustaka
1. Kok, F.N; Bozoglu, F.; Hasirci, V. Constustion of an Acethylcholinesterase-Choline oxidase biosensor for aldicarb detection. Biosensors and Bioelectronics, 2002, 17, 531-539 2. Kuswandi, B.; Mascini, M. Enzyme Inhibition Based Biosensor for Environmental Monitoring. Current Enzyme Inhibition, 2005, 1, 11-20. 3. Kuswandi, B.; Narayanaswamy. R. A Simple Optical Flow Injection Ammonia sensors. Anal.Lett, 1998, 31, 395-410.

Jurnal Kimia Indonesia Vol. 2(1), 2007

You might also like