Hubungan Residu Lambung Dengan Gangguan Fungsi Jantung Pada Neonatus Berisiko Sepsis

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Hubungan gangguan fungsi jantung dengan manifestasi residu lambung pada sepsis neonatus The relationship between heart

dysfunction and manifestation of gastric residual of neonatal sepsis


Maria Galuh Kamenyangan Sari Divisi Pediatri Kardiologi, Ilmu Kesehatan Anak, FK UNS-RSUD Dr. Moewardi Surakarta

ABSTRACT
Background: Neonatal sepsis with heart dysfunction lacking regarded as main pathology of sepsis. The death rate doubly in sepsis neonatal accompanied cardiovascular dysfunction. The myocardial dysfunction defined as diagnostic criteria for severe sepsis in adult. The occurrence of sphlancnic and mesenteric hypo-perfusion impact disorder of digestive system which manifest as gastric residue. Objective: to analyze the relationship between gastric residue and heart dysfunction among neonates at risk of sepsis Method: This cross-sectional study was conducted in January 2011 October 2011 to neonates suspected sepsis who were hospitalized at Neonatal-HCU Moewardi General Hospital Surakarta. Sample was selected by quota sampling. Sepsis was assessed by clinical major-minor criteria. Gastric residue was defined when the volume of gastric aspiration 4 hours after feeding reached 20% for 2 days. Heart dysfunction was measured using twodimensional Doppler echocardiography. Chi square test was performed to analyze this data using SPSS 17.0. Results: Among 48 septic risk neonates, we found 27(56.3%) manifested as gastric residue, 25(64.1%) having heart dysfunction which 17 (70.8%) is the systolic function disorders. Impaired heart function, especially disorders of systolic function, are at risk of undergoing gastric residue significantly (OR=6.25; CI95%:1.14 to 34.29 and OR=3.40; CI95%: 1.03 to 11.26, respectively). Neonates whose gastric residue as milk are at risk of heart dysfunction compared with no gastric residue insignificantly (OR=8.00; CI95%:0.87 to 73.27). Conclusion: There was a relationship between gastric residue and heart dysfunction among neonates at risk of sepsis. The presence of gastric residue can become a marker of heart dysfunction among septic risk neonates. Kew words: gastric residue, heart dysfunction, neonate, sepsis

PENDAHULUAN Adanya mekanisme gangguan fungsi jantung pada sepsis neonatus kurang dianggap sebagai patologi utama mengingat besarnya angka kematian dua kali lipat pada sepsis neonatus yang disertai disfungsi kardiovaskular. Telah dilaporkan angka kematian sebesar dua kali lipat pada pasien neonatus dengan sepsis yang disertai disfungsi kardiovaskular dan syok septik (Luce, 2007). Sepsis secara klinis ditandai oleh inflamasi sistemik, disfungsi jantung, terjadinya ketidakmampuan pengiriman oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan kegagalan multiorgan serta kematian (Rosentiel, 2001; Luce, 2007). Definisi sepsis telah ditinjau oleh sekelompok pakar, namun belum ada perubahan yang secara relevan ditetapkan berkaitan dengan fungsi jantung, terutama pada neonatus (Levy, 2003). Adanya gangguan fungsi jantung pada sepsis akan mempengaruhi peredaran darah sistemik, terjadi hipoperfusi sistem splanknikus dan mesenterika yang berdampak gangguan sistem pencernaan, termasuk hipoperistaltik, keterlambatan waktu pengosongan lambung dan bermanifestasi sebagai adanya residu lambung (Neu, 2007; Burns, 2009). Pentingnya infark miokard serta rendahnya indeks jantung (CI) ataupun bukti ekokardiografi adanya disfungsi jantung telah digunakan sebagai kriteria diagnostik sepsis berat pada dewasa. (Hunter, 2010).

Gambar 1. Mekanisme peningkatan cardiac troponin (cTn) dan B-type natriuretic peptide (BNP) pada pasien dengan sepsis berat dan syok septic. ALI = acute lung injury; IL = interleukin; LV = left ventricular; RV = right ventricular; RVEDP = right ventricular end-diastolic pressure; RVSWI = right ventricular stroke work index; TNF = tumor necrosis factor. (Sumber: Maeder, 2006)

Tidak banyak diketahui mengenai efek kardiovaskular pada sepsis neonatus, namun perkembangan kardiomiosit pada neonatus yang berbeda dari orang dewasa dapat menyebabkan perbedaan pula dalam efek sepsis terhadap jantung (Rudiger, 2007). Paparan lipopolisakarida (LPS) yang menginduksi produksi TNF telah dikaitkan dengan peningkatan apoptosis pada kardiomiosit orang dewasa (CV, 2005; Lancel, 2005)., namun pada

kardiomiosit neonatus tidak ada peningkatan apoptosis walaupun terjadi peningkatan produksi TNF setelah terpapar lipopolisakarida (Hickson, 2006). Penurunan curah jantung (cardiac output) merupakan asumsi umum dalam gangguan fungsi otot jantung ventrikel kiri. Kardiomiopati septik ditandai dengan gangguan kontraktilitas otot jantung intrinsik biventrikuler, dengan pengurangan fraksi ejeksi dan indeks kerja ventrikel kiri (Timothy, 2008; Hunter, 2010). Sepsis berkaitan dengan hipodinamik serta vasokonstriktor, sehingga lebih responsif terhadap terapi vasodilator dan inotropik (Rosentiel, 2001; Rivers, 2001).

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian potong-lintang (cross-sectional study) untuk menelaah hubungan antara residu lambung dengan adanya gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis. Pengambilan sampel dilakukan secara pencuplikan kuota di ruang perawatan neonats berisiko tinggi (high care unit/HCU-neonatus) RSUD Dr. Moewardi antara bulan Januari 2011 -Oktober 2011. Kriteria inklusi meliputi semua neonatus berisiko sepsis, sesuai kriteria sepsis mayor-minor, mendapatkan nutrisi enteral dan bermanifestasi klinis residu lambung pada selang nasogastrik, sedangkan subjek dengan kelainan kongenital saluran pencernaan, tidak bermanifestasi residu sama sekali, serta menolak mengikuti penelitian akan dieksklusi. Interpretasi residu lambung pada neonatus dianggap tidak normal apabila volume residu lambung mencapai lebih dari 30 % dari total formula yang diberikan 3 sampai 4 jam sebelum dilakukan aspirasi lambung (Dollberg, 2000). Aspirasi lambung yang normal pada neonatus adalah jika didapatkan kurang dari 20% dari volume formula yang diberikan 3-4 jam sebelum pengukuran, berupa formula tak tercerna berwarna susu, terutama banyak didapatkan pada neonatus kurang bulan (Gomella, 2004). Cara untuk mengevaluasi pemberian minum setiap 4 jam adalah dengan aspirasi lambung melalui selang orogastrik atau nasogastrik menggunakan spuit. Dilakukan oleh perawat dan dokter serta dicatat dalam

formulir pemantauan mengenai jenis dan volumenya dan diambil rata-ratanya selama pengamatan 2 x 24 jam. Jika jumlah volume lebih dari 20% dari total formula yang diberikan maka dinyatakan positif. Gangguan fungsi jantung yang dinilai adalah fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang mencerminkan aliran darah sistemik. Fungsi sistolik ventrikel kiri dapat dinilai dengan persentase pemendekan diameter ventrikel kiri selama sistolik (FS) dan fraksi ejeksi (EF). Nilai normal FS berkisar antara 28% - 44% dengan rata-rata 36%. Sedangkan nilai normal EF yakni antara 56% - 78% dengan rata-rata 66%. Fungsi sistolik dinyatakan

terganggu bila diperoleh FS sebesar 30% dan peningkatan EF sebesar 80%. Fungsi diastolik ventrikel dinyatakan terganggu apabila didapatkan hasil rasio E/A 1 (Myung, 2008). Sedangkan gangguan fungsi jantung dinyatakan positif, apabila didapatkan salah satu atau kedua fungsi, baik diastolik maupun sistolik terganggu. Pengukuran menggunakan alat ekokardiografi Doppler dua dimensi yang dilakukan oleh dokter spesialis anak konsultan kardiologi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Neonatus dengan risiko sepsis awitan dini ataupun lambat dinilai berdasarkan adanya 2 faktor risiko minor dan 1 faktor risiko mayor berdasarkan tabel dibawah ini :
Risiko mayor 1. 2. 3. 4. 5. Ketuban pecah > 24 jam Ibu demam; saat intrapartum > 38.0 C Korioamnionitis Denyut jantung janin yang menetap>160x/menit Ketuban berbau Risiko minor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Ketuban pecah > 12jam Ibu demam; saat intrapartum suhu >37.5 C Nilai APGAR rendah (menit ke1<5, menit ke 5<7) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR),<1500 gram Usia kehamilan < 37 minggu Kehamilan ganda Keputihan pada ibu Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK)/ tersngka ISK yang tidak diobati.

Sumber: Aminullah, 2009

Klinis sepsis yang dipakai pada penelitian ini adalah bila didapatkan tanda-tanda sebagai berikut : FIRS (Fetal Inflammatory Respons Syndrome) / SIRS (Systemic Inflammatory Respons Syndrome) ditegakkan apabila terdapat 2 atau lebih keadaan sebagai berikut : laju nafas > 60x/m dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (<36 C atau >37.5 C), capillary refill time > 3 detik, laju nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit , letargi, intoleransi minum, muntah coklat, diare, oligouri, kejang, pucat, kuning, sianosis, apnea, tanda dehidrasi, tanda pertumbuhan janin terhambat (PJT/IUGR), sklerema, omfalitis, hepatosplenomegali dan distensi abdomen. Klinis sepsis ditegakkan apabila

didapatkan satu atau lebih kriteria FIRS disertai dengan gambaran klinis infeksi tersebut (Hague, 2006). Karakteristik dasar sampel berskal kategorikal, yaitu jenis kelamin, prematur (<37 minggu, berat badan lahir rendah (<2500g), volume residu lambung (20%), jenis residu lambung, gangguan fungsi jantung dan penyakit jantung bawaan (PJB). Data diolah dengan SPSS 17.0, adanya kekuatan hubungan dianalisis dengan metode uji silang (chi square) dan disajikan dalam Odds Ratio (OR) dengan confidence interval 95%.

HASIL-HASIL Penelitian dilakukan sejak bulan Januari 2011 hingga Oktober 2011 terhadap semua pasien neonatus berisiko sepsis yang dirawat di ruang HCU-neonatus RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan diperoleh sebanyak 48 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta setuju untuk ikut dalam penelitian. Karakteristik dasar subjek penelitian disajikan pada tabel 2. Dari distribusi didapatkan usia gestasi subyek penelitian < 37 minggu (prematur) adalah 18 subyek (37.50%), berat badan lahir rendah (< 2500 gram) sebanyak 16 (33.30%) dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan, sebesar 26 subyek (54.20%). Dari hasil pemeriksaan residu lambung didapatkan 27 subyek (56.30%) yang mengalami residu positif 20%, dengan jenis residu terbanyak adalah susu (68.80%), kemudian billious

(14.60%) dan bloody residu sebanyak 16.70%. Dari seluruh subyek penelitian sebagian besar (81.30%) mengalami gangguan fungsi jantung, di mana terdiri dari 8 subyek (16.67%) dengan gangguan fungsi sistolik saja, 15 subyek (31.25%) mengalami gangguan fungsi diastolik saja dan 16 subyek (33.3%) mengalami gangguan fungsi keduanya, baik sistolik maupun diastolik. Sedangkan dari semua subyek, didapatkan 15 subyek (31.3%) menderita penyakit jantung bawaan (PJB).

Tabel 2. Karakteristik dasar subyek penelitian (n = 48)


Karakteristik dasar Subyek n (48) Usia gestasi < 37 minggu 37 minggu Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 18 30 % 37.50 62.50

26 22

54.20 45.80

Berat badan lahir (BBL) < 2500 gram 2500 gram Volume residu lambung 20 % < 20 % Jenis residu lambung Susu Billious Bloody Gangguan fungsi jantung Ada Gangguan fungsi sistolik saja Gangguan fungsi diastolic saja Gabungan gangguan fungsi sistolik dan diastolik Tidak ada Penyakit jantung bawaan (PJB) Ada Tidak

16 32

33.30 66.70

27 21

56.30 43.80

33 7 8

68.80 14.60 16.70

39 8 15 16 9

81.30 16.67 31.25 33.33 18.80

15 33

31.30 68.80

Adanya kejadian residu lambung pada subyek penelitian berdasarkan usia gestasi, jenis kelamin, berat badan lahir, ada tidaknya gangguan fungsi jantung serta PJB ditunjukkan pada tabel 3. Dari tabel tersebut, dinyatakan bahwa adanya residu lambung memiliki kemungkinan sebesar 6.25 kali untuk terjadinya gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis secara signifikan (OR=6.25;CI95%:1.14 sd 34.29), demikian juga kemungkinan terhadap gangguan fungsi sistolik sebesar 3.4 kali (OR=3.40; CI95%:1.03 sd 11.26). Sedangkan untuk prematuritas, BBLR dan penyakit jantung bawaan merupakan faktor risiko untuk terjadinya residu lambung, namun tidak signifikan secara statistik.

Tabel 3. Kejadian residu lambung menurut berbagai kategori variabel pada neonatus berisiko sepsis
Residu lambung N (%) Variabel positif 20% Usia gestasi < 37 minggu 37 minggu Jenis kelamin laki-laki perempuan Berat badan lahir (BBL) 12 (66.7) 15 (50) 17 (65.4) 10 (45.5) negatif < 20% 6 (33.3) 15 (50) 9 (34.6) 12 (54.5) Total (48) n (%)

OR

CI 95%

18 (100.0) 30 (100.0) 26 (100.0) 22 (100.0)

2.00

0.260

0.59 sd 6.73

2.27

0.165

0.71 sd 7.27

< 2500 gram 2500 gram Gangguan fungsi jantung Ada Tidak Gangguan fungsi sistolik Ada Tidak Gangguan fungsi diastolik Ada Tidak Penyakit jantung bawaan (PJB) Ada Tidak

11 (68.8) 16 (50)

5 (31.3) 16 (50)

16 (100.0) 32 (100.0)

2.20

0.217

0.62 sd 7.79

25 (64.1) 2 (22.2)

14 (35.9) 7 (77.8)

39 (100.0) 9 (100.0)

6.25

0.022

1.14 sd 34.29

17 (70.8) 10 (41.7)

7 (29.2) 14 (58.3)

24 (100.0) 24 (100.0)

3.40

0.042

1.03 sd 11.26

20 (64.5) 7 (41.2)

11 (35.5) 10 (58.8)

31 (100.0) 17 (100.0)

2.60

0.119

0.77 sd 8.75

10 (66.7) 17 (51.5)

5 (33.3) 16 (48.5)

15 (100.0) 33 (100.0)

1.88

0.327

0.53 sd 6.72

Tabel 4 menunjukkan hubungan antara kejadian residu lambung, baik volume maupun jenisnya, terhadap risiko adanya gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis, yaitu bahwa kelompok neonatus dengan residu lambung jenis susu memiliki risiko untuk mengalami gangguan fungsi jantung delapan kali lebih besar daripada tanpa residu lambung (OR=8.00; CI95% :0.87 sd 73.27). Sedangkan untuk residu jenis bilious maupun bloody memiliki kemungkinan untuk mengalami gangguan fungsi jantung sebesar 1.5 kalinya dan 6.72 kalinya (OR=1.50; CI95%:0.13 sd 17.18 dan OR=6.72; CI95%:0.33 sd 136.20).

Tabel 4. Hubungan antara jenis residu lambung terhadap risiko terjadinya gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis
Residu lambung Variabel Susu Gangguan fungsi jantung Ada Tidak Total OR p CI 95% Positif ( 20%) Jenis residu lambung N (%) billous bloody Negatif (< 20%)

16 (94.12) 1 (5.88) 17 (100.0) 8.00 0.066 0.87 sd 73.27

3 (75.0) 1 (25.0) 4 (100.0) 1.50 0.744 0.13 sd 17.18

6 (100.0) 0 (0.00) 6 (100.0) 6.72 0.165 0.33 sd 136.20

14 (66.67) 7 (33.33) 21 (100.0)

PEMBAHASAN

Data pada penelitian ini berasal dari data primer berdasarkan anamnesis untuk mengetahui faktor risiko sepsis dari ibu selama kehamilan maupun persalinan, adanya penyulit maupun kelainan kongenital. Selain itu, sumber data primer lain adalah hasil pemeriksaan residu lambung dengan aspirasi lambung serta hasil ekokardiografi. Dari seluruh subyek penelitian yang meliputi semua neonatus berisiko sepsis, tampak bahwa lebih dari setengah kasus memberikan manifestasi adanya residu lambung. Sebagian besar subyek yang bermanifestasi residu lambung tersebut ternyata mengalami gangguan fungsi jantung (64.10%) karena sepsis. Dari penelitian ini didapatkan kejadian residu lambung sebesar 56.30% di mana terdiri dari jenis residu susu sebanyak 33 subyek (68.80%), kemudian billious sebesar 7 subyek (14.60%) dan bloody residu sebanyak 8 subyek (16.70%), dan sebagian besar

mengalami gangguan fungsi jantung 81.30% dibanding kelompok tanpa residu lambung, hal ini menunjukkan kejadian residu lambung dengan gangguan fungsi jantung secara bersamaan. Hasil analisis dengan uji x2 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kejadian residu lambung positif dengan gangguan fungsi jantung (OR=6.25; p=0.022). Selain itu kelompok dengan residu lambung positif dan mengalami gangguan fungsi sistolik sebanyak 17 subyek (70.8%) dengan hasil analisis statistik dengan uji x2 menunjukkan hubungan yang signifikan (OR=3.4; p=0.042). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Hunter pada tahun 2009 dimana pada kejadian sepsis berat dapat memicu sitokin inflamasi yang menyebabkan adanya gangguan fungsi miokardium yang dapat dilihat dengan pemeriksaan ekokardiografi dengan mengukur fungsi sistolik dan diastolic, namun penelitian tersebut dilakukan pada penderita sepsis dewasa (Anane, 2005; Maeder et al., 2006; Hunter, 2010). Selain itu, hasil penelitian ini mendukung pernyataan bahwa sepsis yang terjadi pada neonatus menyebabkan gangguan fungsi sistolik dan diastolik jantung melalui mekanisme kerusakan DNA, nekrosis, apoptosis serta peningkatan permeabilitas membran miosit yang mengakibatkan gangguan kinerja ventrikel kiri (Rudiger, 2007). Prematuritas merupakan salah satu faktor risiko sepsis pada neonatus, selain itu imaturitas dari organ saluran cerna termasuk lambung serta sistem kardiovaskuler juga dapat menyebabkan timbulnya manifestasi residu lambung. Maka pada penelitian ini prematuritas, berdasarkan usia gestasi < 37 minggu, diperhitungkan sebagai faktor perancu terhadap

kejadian residu lambung dan dianalisis tersendiri. Dari tabel 3 dapat diketahui jumlah subyek prematur yang mengalami residu lambung positif sebanyak 12 subyek (66.7%) dan hasil analisis uji chi square menunjukkkan prematuritas memiliki risiko 2 kali untuk terjadinya residu lambung namun tidak signifikan (OR=2.00; p=0.260). Adanya berat badan lahir yang rendah (< 2500 gram) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya residu lambung, maka BBLR juga diperhitungkan sebagai faktor perancu. Subyek yang mengalami residu lambung positif dan memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram relatif cukup banyak yakni sebesar 11 subyek (68.8%), dan memiliki kemungkinan 2.2 kali untuk terjadinya residu lambung meskipun tidak terdapat kemaknaan secara statistik (OR=2.20; p=0.217). Residu lambung dalam definisi operasional telah disebutkan hanya mencakup sisa volume minum neonatus yang diberikan sebelumnya, tanpa memperhatikan bagaimanakan jenis residu tersebut. Namun, dalam penelitian ini, sebagai outcome sekunder kami mencoba menganalisis mengenai hubungan jenis residu terhadap kemungkinan adanya gangguan fungsi jantung. Dari tabel 4, analisis dengan uji chi square menunjukkan bahwa seorang neonatus berisiko sepsis yang mengalami jenis residu susu memiliki kemungkinan untuk mengalami gangguan fungsi jantung secara umum sebesar 8 kali lebih besar, dibandingkan dengan neonatus tanpa residu lambung (OR:8,00 ;CI95% 0,87 sd 73.27). Sedangkan untuk jenis bilious dan bloody memiliki kemungkinan lebih kecil, hal ini dimungkinkan oleh karena residu berwarna billious lebih mencerminkan adanya kelainan saluran cerna lokal pada saluran empedu dan duodenum, dapat berupa malformasi, malfungsi ataupun proses inflamasi. Gejala klinis sepsis, seperti adanya demam, akan menyebabkan takikardi dan hipertrofi otot ventrikel kiri yang berakibat gangguan fungsi sistolik. Kesemuanya berdampak menjadi sindroma penurunan curah jantung yang akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke sistemik, termasuk aorta abdominalis beserta percabangannya, secara khusus terjadi penurunan aliran darah pada sistem splanknikus dan mesenterika yang berakibat iskemia organ saluran pencernaan dan berdampak terjadinya gangguan motilitas usus, penurunan fungsi peristaltik, gangguan metabolisme enzim pencernaan serta keterlambatan waktu pengosongan lambung yang bermanifestasi sebagai adanya peningkatan residu lambung (Corpeleijn, 2008). Traktus gastrointestinal merupakan organ yang rentan terkena efek sistemik. Pemenuhan aliran darah dan tekanan perfusi yang adekuat merupakan langkah penting untuk memperbaiki kekurangan ini. Obat-obatan inotropik dengan efek dilatasi telah diketahui dapat meningkatkan perfusi splanknik dan oksigenasi. (Setiati, 2009).

Selain itu, pada studi yang dilakukan oleh Shimada dkk menyatakan bahwa pada Patent Ductus Arteriosus (PDA) meskipun terjadi peningkatan output dari ventrikel kiri namun berdampak penurunan aliran darah yang menuju ke aorta abdominalis, arteri coeliaca, mesenterika dan renalis (Shimada, 1994; Myung, 2008). Analisis terhadap prematuritas dan berat badan lahir rendah sebagai perancu terjadinya manifestasi residu lambung pada neonatus berisiko sepsis menunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan sebagai faktor risiko dengan terjadinya residu lambung, meskipun tidak bermakna secara statistik, namun tetap sangat penting untuk dijadikan pertimbangan. Pada sebagian besar subyek yang mengalami residu lambung didapatkan PJB, yang diketahui juga dapat menyebabkan manifestasi residu lambung, namun hubungan keduanya tidak bermakna secara statistik. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain jumlah sampel yang sedikit menyebabkan cakupan interval kepercayaan (confidence interval) terlalu lebar sehingga menurunkan presisi. Adanya penyakit jantung bawaan (PJB) pada subyek penelitian pada awalnya hendak kami eksklusikan untuk memperoleh sampel yang representatif untuk

sepsis, namun karena sulitnya perolehan sampel, maka PJB tetap kami sertakan sebagai subyek penelitian, namun dianalisis tersendiri, tanpa memandang apakah jenis PJB tersebut, sianotik ataukah asianotik. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak bisa memastikan hubungan sebab akibat / causal antara kejadian residu lambung dengan gangguan fungsi jantung oleh karena penelitian ini dilakukan secara potong lintang/crosss sectional. Maka dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian residu lanbung dengan gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis. Residu lambung dapat digunakan sebagai penanda awal untuk kemungkinan adanya gangguan fungsi jantung pada neonatus berisiko sepsis, maka disarankan untuk melakukan pemeriksaan residu lambung pada neonatus berisiko sepsis yang dirawat di ruang intensif khusus untuk menilai toleransi minum dan kapasitas lambung neonatus dalam keadaan sepsis serta pelacakan gangguan fungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi dalam upaya diagnosis dan penatalaksanaan dini sepsis neonatus secara cermat dan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah A (2009). Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim S, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta : IDAI. h: 178-87. Annane D, Bellissant E, Cavaillon JM (2005). Septic shock. Lancet, 365: 6378 Burns A, Roberts R, Bornstein J, dkk.( 2009). Development of the enteric nervous system and its role in intestinal motility during fetal and early postnatal stages. Seminars in Pediatric Surgery, 18 (4): 196-205. Corpeleijn WE, van Vliet I, de Gast-Bakker DA, van der Schoor SR, Alles MS, Hoijer M, Tibboel D, dkk. (2008). Effect of enteral IGF-1 supplementation on feeding tolerance, growth, and gut permeability in enterally fed premature neonates. J Pediatr Gastroenterol Nutr, 46 (2): 184-90. CV, Xu X, Parrillo JE (2005). Human serum from patients with septic shock activates transcription factors STAT1, IRF1, and NFkappaB and induces apoptosis in human cardiac myocytes. J Biol Chem, 280: 42619-26. Dollberg S, Kuint J, Mazkereth R, dkk. (2000). Feeding tolerance in preterm infants: randomized trial of bolus and continuous feeding. J Am Coll Nutr, 19: 797800. Gomella TL (2004). Gastric aspirate (residuals). Dalam Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, editor. Neonatology; management, procedures, on call problem, diseases, and progres. Edisi 15. Lange medical books.h. 237-40. Haque K (2006). Management of bacterial infection in newborn. J Arab Neonatal Forum, 3: 41-5. Hunter JD, Doddi M (2010). Sepsis and the heart. British Journal of Anaesthesia; 104: 311. Hickson-Bick DL, Jones C, Buja LM, dkk. (2006). The response of neonatal rat ventricular myocytes to lipopolysaccharide-induced stress. Shock, 25: 546-52. Lancel S, Petillot P, Favory R, dkk. (2005). Expression of apoptosis regulatory factors during myocardial dysfunction in endotoxemic rats. Crit Care Med, 33: 492-6. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, dkk. (2003). International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med, 31: 12506. Luce WA, Hoffman TM, Bauer JA (2007). Bench-to-bedside review: Developmental influences on the mechanisms, treatment and outcomes of cardiovascular dysfunction in neonatal versus adult sepsis. Maeder M, Fehr T, Rickli H, dkk. (2006). Sepsis-Associated MyocardialDysfunction : Diagnostic and Prognostic Impact of Cardiac Troponins and Natriuretic Peptides. Chest, 129: 1349-66.

Myung K (2008). Noninvasive techniques. Dalam: Myung K, penyunting. Pediatric Cardiology for Practitioner. Edisi ke-5. Texas: Mosby Elsevier. h. 81-107. Neu J (2007). Gastrointestinal development and meeting the nutritional needs of premature infants. Am J Clin Nutr, 85 (2): 629-34.

Rivers E, Nguyen B, Havstad S, dkk. (2001). Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. N Engl J Med, 345: 1368-77. Rosenstiel N, von Rosenstiel I, Adam D (2001). Management of sepsis and septic shock in infants and children. Paediatr Drugs, 3: 9-27. Rudiger A, Singer M (2007). Mechanisms of sepsis-induced cardiac dysfunction. Crit Care Med, 35 (6): 1599-1608. Setiati TE, Soemantri A (2009). Sepsis dan disfungsi organ multiple pada anak. Patofisiologi dan Pentalaksanaan. h. 103-19, 185-7. Shimada S, Kasai T, Konishi M, dkk. (1994). Effect of patent ductus arteriosus on left ventricular output and organ blood flows in preterm infants with respiratory distress syndrome treated surfactant. J Pediatr, 125: 270-7. Timothy M, Hoffman, Welty SE (2008). Physiology of the preterm and term infant. h. 44044.

You might also like