Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Validitas Konstruk Play-Based Assessment Dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, Untuk Mengukur Kemampuan Sensorimotor Anak Usia

Pra Sekolah
Danny Sanjaya Arfensia Woelan Handadari
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract.
This research aimed to determine the assessment tool Play-Based Assessment valid measure when compared with the Child Behavior Checklist, to measure sensorimotor skill of pre-school children. The study was conducted in pre-school children age who are at risk or have a tendency to be identified as a special needs child, with a number of research subjects as many as 30 people, made up of children from five different institutions in Early Childhood Education (Kindergarten). Assesment tool used as a unit of research, the Play-Based Assessment, which is a finding of Toni W. Linder, and Child Behavior Checklist, which is a finding of Thomas M. Achenbach, as the unit of comparison. Data collection tool that is used in the form of observation using the guidelines in the sensorimotor domain, a total of six indicators (PBA), and 120 checklist items (CBCL). Data analysis was performed with statistical techniques Pearson product moment correlation, with the help of statistical program SPSS version 16.0 for windows. From the analysis of the research data, obtained correlation score between sensorimotor domain with CBCL externalizing scores r=0.249, with CBCL internalizing score r=0.249, with the CBCL total score r=0.133. This indicates that there is discriminant validity between the two assesment tools, so that each measure has good different power and actually measure specific constructs. Keywords: play-based assessment, observation, child behavior checklist, pre-school children

Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa alat ukur Play-Based Assessment mengukur secara valid bila dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, dalam mengukur komponen sensorimotorik anak usia pra sekolah. Penelitian dilakukan pada anak-anak usia pra sekolah yang berisiko atau memiliki kecenderungan untuk teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 30 orang, yang terdiri atas anak-anak yang berasal dari lima institusi Pendidikan Anak Usia Dini (Taman Kanak-Kanak) yang berbeda. Alat ukur yang digunakan sebagai unit penelitian, yaitu Play-Based Assessment, yang merupakan temuan dari Toni W. Linder dan Child Behavior Checklist, yang merupakan temuan dari Thomas M. Achenbach, sebagai unit pembanding. Alat pengumpul data yang digunakan berupa obervasi yang menggunakan guideline pada domain sensorimotor, sebanyak 6 indikator (PBA), serta 120 aitem checklist (CBCL). Analisis data dilakukan dengan tehnik statistik korelasi Pearson product moment, dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 16.0 for windows. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh skor korelasi antara domain sensorimotor dengan skor eksternalisasi CBCL sebesar 0,249, dengan skor internalisasi CBCL sebesar 0,249, dan dengan skor total CBCL sebesar 0,133. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat validitas diskriminan di antara keduanya, sehingga masingmasing alat ukur memiliki daya beda yang baik dan benar-benar mengukur konstruk yang spesifik. Kata kunci: play-based assessment, observasi, child behavior checklist, anak usia pra sekolah
Korespondensi:Danny Sanjaya Arfensia, e-mail: arfensia@yahoo.com

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

101

Validitas Konstruk Play-Based Assessment Dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, Untuk Mengukur Kemampuan Sensorimotor Anak Usia Pra Sekolah

Pendidikan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia. Pemerintah telah mengatur tentang persamaan dan keadilan pendidikan bagi seluruh anak di Indonesia termasuk salah satu di antaranya adalah pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Peraturan tersebut tercantum dalam Undangundang No.20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Bab 3; Pasal 5; ayat 2, yang menyebutkan bahwa warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Secara umum, anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar atau dengan lingkungan sosial. Anak berkebutuhan khusus mulai banyak ditemukan di Indonesia, bahkan menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003, jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah itu sebesar 21,42% atau 317.016 anak di antaranya adalah anak cacat usia sekolah yang berusia 5-18 tahun (Yusro, 2009). Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal, menyatakan saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat serius mencapai 1,2 juta orang atau dua setengah persen dari populasi anak-anak usia sekolah. Sementara itu kemampuan pemerintah Indonesia untuk melayani pendidikan mereka di lembaga khusus baru mampu 48.000 orang (1,2 Juta Anak Indonesia, 2010, 11 Oktober). Pihak sekolah sendiri seharusnya lebih manusiawi lagi dalam mengetahui kemampuan anak-anak didiknya (Urip, 2011). Sekolah seharusnya memberlakukan sistem yang lebih tepat ketika mengadakan penerimaan siswa baru maupun ketika memberikan proses pembelajaran saat berada di kelas. Anak-anak berkebutuhan khusus akan dapat memperoleh pendidikan yang sesuai dengan yang mereka butuhkan, begitu juga dengan anak-anak yang secara mental ataupun fisik dikategorikan sebagai anak normal. Para orang tua yang setiap hari bertemu dengan anak-anaknya justru juga harus lebih tahu tentang kondisi dan kebutuhan anaknya dibandingkan orang lain (Putri, 2011). Orang tuaorang tua semacam itu memang terkesan malu

bila menempatkan anaknya di sekolah yang menyediakan pendidikan berkebutuhan khusus, dikarenakan mereka memiliki pikiran bahwa bila mereka melakukan hal tersebut justru akan menjadikan aib bagi keluarganya. Ada kemungkinan bahwa sekolah dan orang tua tidak mengetahui sebenarnya mengidentifikasi kebutuhan anak-anak itu dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat asesmen psikologi yang prosedur dan tekniknya sudah terstandar, sehingga mereka tidak harus melakukan dengan teknik-teknik yang mereka ciptakan sendiri dan cenderung tidak valid dan tidak reliabel. Alat-alat asesmen psikologi itu sendiri bahkan sudah banyak yang sudah diakui validitas dan reliabilitasnya secara internasional. Tujuan utama dari asesmen ini, yaitu menentukan kelayakan untuk pendidikan anak usia dini berkebutuhan khusus, mengidentifikasi potensi dan kelemahan tertentu sehingga intervensi yang tepat dapat dikembangkan, dan mengembangkan metode pemantauan kemajuan anak. Di Amerika Serikat, kebijakan publik berdampak besar terhadap layanan yang diberikan kepada anak-anak cacat. Hukum Publik 99-457 yang ada di Amerika Serikat, menjamin bahwa anak-anak biasa berusia 3-5 tahun akan menerima layanan khusus melalui program pendidikan publik. Satu domain perkembangan yang harus diukur, sesuai dengan kebutuhan akademis anak sebelum mereka masuk ke dalam jenjang pendidikan sekolah dasar adalah aspek kemampuan sensorimotor. Teknik asesmen yang baru dan inovatif telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir dikarenakan oleh meningkatnya kebutuhan akan pengukuran fungsi sensorimotor. Tes standar sering dipilih untuk mengukur fungsi sensorimotor pada anak-anak tersebut, karena kebutuhan dalam hal psikometri. Child Behavior Checklist adalah teknik asesmen standar yang biasa digunakan untuk mengetahui kompetensi anak-anak dari aspek perilaku atau motorik (Achenbach, 1993). CBCL memiliki tujuan ukur untuk mengetahui adanya masalah perilaku dan emosional. CBCL juga memberikan informasi tentang kegiatan sosial anak & fungsi d a n k i n e r j a a k a d e m i k d a r i a n a k ya n g bersangkutan.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

102

Danny Sanjaya Arfensia, Woelan Handadari

CBCL yang merupakan salah satu tes yang telah terstandar, juga menyediakan beberapa keuntungan seperti menyediakan data normatif dan memiliki relibilitas yang tinggi serta validitas yang memadai. Beberapa kritik yang disampaikan oleh para peneliti (Greenspan & Meisels, 1996; Linder, 1993; McCormick, 1996; Neisworth & Bagnato, 1992) adalah bahwa tes ini memerlukan penggunaan prosedur standar yang asing bagi kebanyakan anak, Anak-anak dengan gangguan komunikasi atau fisik lainnya mungkin tidak sesuai bila diberikan asesmen untuk mengetahui potensi lain yang mereka miliki, sampel perilaku yang tidak tepat atau bahkan tidak representatif dapat diperoleh dari anak-anak yang sedang diberikan asesmen tersebut (Linder, 1993; McCormick, 1996). Konteks bermain telah diusulkan sebagai setting yang layak untuk pengumpulan data asesmen, karena keterbatasan yang telah ditunjukkan oleh tes standar. Bermain merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, emosi, intelektual, dan spiritual anak-anak sekolah dasar (Simon, dkk., 2007). Dengan bermain anak dapat mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain, tetapi mereka akan memperoleh kesenangan, kenikmatan, informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi. Dengan bermain, anak-anak dapat mengembangkan fisik, motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta (kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman pengindraan, melepaskan ketegangan, dan terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan perkembangan lainnya (Simon, dkk., 2007). Banyak peneliti telah melakukan studi yang mendukung validitas ekologis asesmen bermain dan mereka menyatakan bahwa asesmen dalam konteks bermain dapat menyebabkan intervensi spesifik dan mekanisme untuk memantau kemajuan (Bailey & Bricker, 1986; Barnett, dkk., 1992; Bricker, dkk., 1990; Fewell & Kaminski, 1988; Fewell & Rich, 1987; Lidz, 1986; Lidz, 1992; Linder, 1993; Lowenthal, 1997; Wolery & Dyk, 1984). Secara khusus, penggunaan permainan bebas dalam lingkungan yang sesungguhnya sebagai cara yang tepat untuk menilai fungsi sensorimotor telah diakui oleh banyak peneliti (Fewell & Kaminski,

1988; Linder, 1993; Lowenthal, 1997; dan Wolery & Dyk, 1984). Salah satu metode inovatif adalah yang menggunakan metode asesmen bermain, karena bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak sehari-hari sebagai aktifitas rutin tanpa mengenal batas waktu dan kesempatan. Schwartzman (1978) mengemukakan bahwa bermain bukan bekerja, bermain adalah purapura, bukan sesuatu yang sungguh-sungguh, dan bukan sesuatu yang produktif. Metode asesmen bermain yang telah menerima banyak perhatian dan digunakan oleh praktisi adalah Transdisciplinary Play-Based Assessment (Linder, 1993). Fokus dari teknik ini adalah pada kekuatan (strength) anak dan wilayah kebutuhan untuk intervensi. Tidak seperti tes standar, fleksibilitas diperbolehkan dalam proses asesmen dan oleh karena itu, anak-anak berkebutuhan khusus mungkin lebih adil bila dievaluasi menggunakan jenis asesmen ini untuk menentukan kekuatan (strength) dan kebutuhan khususnya. Little mempublikasikan penelitiannya yang m e n g a n a l i s i s p e n g g u n a a n T PBA d a l a m mengetahui perkembangan sensorimotor (Malone, dkk., 1994). Hal ini menjadi perhatian utama mengingat bahwa banyak praktisi secara rutin menggunakan TPBA dalam usaha mereka untuk mengevaluasi level fungsional anak-anak di usia yang masih muda. Penelitian ini dilakukan oleh karena sebelumnya tidak ada penelitian yang mencoba untuk menjelaskan hubungan ataupun validitas dari kedua alat ukur ini pada anak-anak yang b e r i s i ko a t a u m e m i l i k i ke ce n d e r u n g a n berkebutuhan khusus, khususnya di wilayah kota Surabaya. Peneliti lebih memilih untuk mengukur aspek perkembangan sensorimotor dari anakanak usia pra sekolah dalam menjelaskan hubungan ataupun validitas dari kedua alat ukur ini, sebagai langkah pertama yang penting untuk menyediakan informasi yang relevan bagi para praktisi. Kemampuan tulis menulis merupakan salah satu contoh kegiatan yang didominasi oleh indera vestibuler (indera yang memberikan informasi tentang posisi tubuh manusia dalam ruangan, serta memberikan arah dan kecepatan pada saat tubuh bergerak, sehingga memungkinkan manusia untuk mengkoordinasi

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

103

Validitas Konstruk Play-Based Assessment Dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, Untuk Mengukur Kemampuan Sensorimotor Anak Usia Pra Sekolah

keseimbangan tubuhnya). METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatory research), yakni untuk menjelaskan antara variabel penelitian dan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989:5). Atau dengan kata lain tipe penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan antarvariabel yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan satu atau lebih pada variabel yang lain berdasarkan koefisien korelasi sehingga dapat dikategorikan sebagai penelitian korelasional (Azwar, 2001:8). Subjek Penelitian Subjek pada penelitian ini ada dua macam kelompok, yaitu kelompok yang pertama adalah anak-anak usia pra sekolah, yaitu anak-anak berusia 4-5 tahun yang bersekolah di lima Taman Kanak-Kanak yang berbeda yang berada di Surabaya, yang nantinya akan digunakan dalam pengambilan data menggunakan data observasi PBA. Kelompok subjek yang kedua adalah orang tua (ibu) dari anak usia pra sekolah tersebut. Orang tua yang dipilih adalah ibu dari anak-anak usia pra sekolah yang terdapat pada kelompok subjek yang pertama. Pengumpulan Data Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Play-Based Assessment dan Child Behavior Checklist. Alat pengukurannya ini dapat digunakan pada semua anak yang memiliki fungsi perkembangan (tidak secara kronologis) antara masa kanak-kanak hingga 6 tahun. Sesi bermain direkam menggunakan video untuk dianalisa lebih lanjut setelah penilaian awal. PBA didukung dengan baik dalam hal reliabilitas dengan menggunakan metode interrater. Dalam penelitian ini, hanya domain sensorimotor dari Play-Based Assessment yang digunakan, dan menghilangkan komponen transdisipliner. Domain sensorimotor dari PBA sendiri terbagi lagi ke dalam 6 subdomain, dimana pada lembar pedoman pengomatan dijelaskan pula dari masing-masing subdomain itu terkait kekuatan

(strengths), contoh perilaku yang menjadi perhatian, dan informasi mengenai kesiapan anak ketika menguasai subdomain tertentu. Lembar rekapitulasi pengamatan itu lembar yang digunakan masing-masing observer untuk mengamati anak-anak usia pra sekolah saat proses bermain di Taman Kanak-Kanak masing-masing, dimana lembar tersebut terdiri dari tingkat kemampuan anak seperti yang diamati dalam kegiatan fungsional dengan variasi nilai 1 hingga 9 yang terdefinisikan sebagai sangat tidak mampu/mahir hingga sangat mampu/mahir. Child Behavior Checklist merupakan sebuah a l a t p e n g u k u ra n y a n g d i te m u k a n d a n dikembangkan oleh Achenbach ini merupakan serangkaian pengukuran multiaksial berbasis empiris untuk menilai anak-anak dari orang tua. CBCL terdiri dari dua macam lembar, yaitu lembar biodata yang tersambung dengan lembar pertanyaan kualitatif, sedangkan lembar yang kedua adalah lembar checklist behavior yang terdiri dari 120 aitem yang dapat diskor dengan menggunakan variasi nilai sebagai berikut: 1. Sangat benar atau sering kali benar = 2 2. Terkadang atau beberapa kali benar =1 3 . T i d a k b e n a r =0 CBCL juga dilengkapi dengan lembar tabel norma skor standar untuk skor total maupun untuk skor komposit (dimensi penyusun utama), yaitu skor internalisasi dan eksternalisasi. Di dalam lembar tersebut dijelaskan pula tentang proses penghitungan skor standar dan grafik profil skala problem dari masing-masing anak. Analisis Data Metode analisis yang dipergunakan untuk menganalisis data adalah teknik analisa menggunakan uji asumsi (normalitas, linieritas, homogenitas) , uji reliabilitas antar rater (intraclass coefficient correlation), dan korelasi product moment Pearson. Ketiga macam bentuk analisis tersebut diharapkan dapat mengetahui apakah kedua bentuk alat ukur tersebut dapat mengukur secara valid variabel atau konstruk yang diukur. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 16.0 for windows.

104

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

Danny Sanjaya Arfensia, Woelan Handadari

Gambaran Subjek Penelitian Pada penelitian kali ini subjek yang digunakan sebanyak 30 orang dengan spesifikasi bahwa jumlah anak laki-laki adalah 16 orang (56,3%), sedangkan anak perempuan 14 orang (46,7%). Subjek merupakan anak-anak yang duduk di bangku institusi pendidikan pra sekolah, yaitu Taman Kanak-Kanak dengan usia dari 4 tahun 10 bulan hingga 5 tahun 7 bulan. Hasil perhitungan proporsi terhadap lokasi Taman Kanak-Kanak yang dijadikan tempat pengambilan data juga telah dihitung dengan proporsi TK A 1 subjek (3,3%), TK B 4 subjek (13,3%), TK C (10%), TK D (36,7%), dan sisanya, yakni 2 subjek adalah siswa TK E (36,7%). Lokasi penelitian merupakan lima institusi pendidikan anak usia dini, yaitu Taman Kanak-Kanak yang terletak di daerah Surabaya Pusat dan Surabaya Selatan. Hasil Analisis Data Korelasi yang pertama menunjukkan bahwa domain sensorimotor Play-Based Assessment dan skor standar total Child Behavior Checklist memiliki koefisien korelasi product moment yang sangat rendah, yaitu 0,133. Oleh karena nilai signifikansi 0,484 > 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara domain sensorimotor Play-Based Assessment dengan skor standar total Child Behavior Checklist. Korelasi yang kedua menunjukkan bahwa domain sensorimotor PBA dan skor standar internalisasi CBCL memiliki koefisien korelasi product moment yang sangat rendah, yaitu 0,249. Oleh karena nilai signifikansi 0,185 > 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara domain sensorimotor PBA dengan skor standar total CBCL. Korelasi yang ketiga menunjukkan bahwa domain sensorimotor PBA dan skor standar eksternalisasi CBCL memiliki koefisien korelasi product moment yang sangat rendah, yaitu 0,249. Oleh karena nilai signifikansi 0,184 > 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara domain sensorimotor PBA dengan skor standar total CBCL. Diskusi Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan secara signifikan antara Play-Based

Assessment dan Child Behavior Checklist. Koef isien korelasi yang dihasilkan dari mengkorelasikan domain sensorimotor dari PBA dengan tiga skor yang dihasilkan oleh alat ukur CBCL, menunjukkan besaran yang tidak memenuhi standar untuk bisa dikatakan memiliki hubungan yang baik secara dimensional. Koefisien tersebut merupakan hasil korelasi antara salah satu dimensi utama dari TPBA dengan skor total dari CBCL serta dua dimensi penyusun utama alat ukur CBCL, yaitu dimensi internalisasi dan eksternalisasi. Hasil korelasi yang tidak signifikan antara keempatnya tersebut semakin mengukuhkan bahwa memang tidak ada dimensi yang tumpang tindih antara kedua alat ukur itu. Perbedaan-perbedaan dari aspek di luar dimensi alat ukur, memungkinkan untuk memberikan kontribusi positif terkait tidak adanya hubungan yang signifikan dari alat ukur PBA dengan alat ukur CBCL. Dari aspek tujuan pengukuran, CBCL dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan perilaku bermasalah dan gangguan emosional. CBCL juga dapat digunakan untuk melengkapi informasi tentang aktivitas dan fungsi sosial anak, serta kinerja akademis. CBCL memiliki jenjang subjek pengukuran yang lebar yaitu dari usia 4 tahun hingga 18 tahun. Di sisi lain PBA yang memiliki tujuan untuk mengukur potensi dan gangguan yang dimiliki oleh anak-anak berdasarkan perkembangan domain sensorimotor, kognitif, komunikasi, serta sosial dan emosional. PBA memiliki jenjang subjek pengukuran yang cukup lebar yaitu dari usia 1 bulan hingga 6 tahun. Perbedaan tujuan pengukuran ini juga diduga ikut berpartisipasi dalam tidak signifikannya hubungan antara kedua alat asesmen, dikarenakan tujuan pengukuran juga terkait dengan dimensi ukur dari alat asesmen. Perbedaan lainnya yang memungkinkan tidak adanya hubungan yang signifikan dari kedua alat ukur tersebut adalah bila melihatnya dari aspek metode pengukuran. CBCL merupakan alat ukur yang mengandalkan checklist sebagai komponen utama saat proses pengambilan data. Keberadaan checklist yang berupa 120 aitem dengan skoring 0, 1, dan 2 tersebut didukung juga dengan aitem-aitem yang berbentuk pertanyaan kualitatif yang mewajibkan orang tua untuk menyampaikan setiap jawaban atas pertanyaan

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

105

Validitas Konstruk Play-Based Assessment Dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, Untuk Mengukur Kemampuan Sensorimotor Anak Usia Pra Sekolah

yang tersedia dengan seluas-luasnya tanpa dibatasi oleh skoring angka yang cenderung mengikat. PBA yang pada dasarnya merupakan metode transdisciplinary itu menggunakan observation guideline yang telah disediakan. Proses observasi itu digunakan dengan harapan bahwa tidak perlu ada interaksi secara langsung dengan anak-anak yang merupakan subjek penelitian. Interaksi langsung dengan subjek penelitian memberikan kecenderungan untuk memberikan ketidaknyamanan dari subjek yang berujung pada hasil pengukuran yang kurang optimal dan valid. Perbedaan metode ini jelas berpengaruh tidak signifikannya hubungan keduanya karena metode observasi memungkinkan untuk menghasilkan data yang kurang lengkap bila kondisi fisiologis, khususnya kemampuan visual obser ver, terganggu. Hasil reliabilitas antar obser ver menampilkan koefisien reliabilitas yang cukup baik untuk masing-masing subdomain pada dimensi sensorimotorik. Koefisien yang berbeda muncul dari koefisien reliabilitas dari subdomain ketiga yaitu penggunaan lengan dan tangan. Koefisien reliabilitas subdomain itu paling tinggi di antara 6 subdomain di dimensi sensorimotorik PBA. Tingginya koefisien ini bisa jadi disebabkan oleh kemudahan yang dialami oleh para observer dalam mengamati setiap perilaku atau gerakan dari anak-anak usai pra sekolah. Mayoritas aktivitas yang terjadi pada saat proses observasi memang lebih banyak menggunakan bagian lengan dan tangan, sehingga frekeunsi munculnya perilaku hampir sering terjadi, dan memberikan kemudahan bagi observer untuk menyimpulkan dengan baik level perilaku anak tersebut. Hal sebaliknya terjadi pada kelima subdomain lainnya yang memungkinkan reliabilitas yang diperoleh tidak setinggi reliabilitas subdomain ketiga. Faktor lainnya yang juga bisa dipertimbangkan terkait perbedaan koefisien reliabilitas tersebut adalah bagi sebagian besar subjek penelitian penggunaan lengan dan tangan telah benar-benar memperoleh pelatihan yang signifikan baik di Taman Kanak-Kanak maupun di luar TK. Kondisi ini menyebabkan level perilaku yang ditunjukkan anak pun menjadi tinggi. PBA yang belum teradaptasi ke dalam Bahasa Indonesia, pada akhirnya memerlukan proses

pengalihan bahasa dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Proses translasi yang singkat memiliki kecenderungan untuk ditemukan kesalahan interpretasi makna dari masing-masing kalimat yang tersaji baik itu di lembar pedoman pengamatan maupun lembar rekapitulasi pengamatan. Proporsi jumlah subjek yang dikenakan masing-masing alat ukur tidak terdistribusi secara seimbang, dimana jumlah subjek laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, sehingga untuk kepentingan generalisasi hasil penelitian akan menjadi kurang baik. Jumlah subjek yang hanya berjumlah 30 orang juga dirasakan kurang bila penelitian yang dilakukan menggunakan paradigma psikometri, dimana bertujuan untuk memperkuat validitas ataupun reliabilitas suatu alat ukur. Jumlah institusi pendidikan anak usia dini, yaitu Taman Kanak yang belum mewakili keseluruhan TK yang ada di wilayah kota Surabaya, bahkan belum mencakup keseluruhan populasi dari TK yang ada di wilayah Surabaya Pusat dan Surabaya Selatan. banyak dilakukan penelitian yang menyinggung aspek validitas dan reliabilitas Play-Based Assesment sebagai alat ukur yang baru. Penelitian yang dapat memperkuat aspek psikometri dari PBA sehingga nantinya bisa diakui sebagai tes standar dalam proses asesmen klinis. Proses adaptasi ke depannya akan lebih baik dilakukan dengan bersama-sama, terutama melibatkan profesional di bidang alih bahasa dan psikometri, sehingga diperoleh indikatorindikator yang lebih mudah dipahami. Hasil perolehan data yang menggunakan alat asesmen CBCL menunjukkan bahwa jumlah frekeunsi subjek penelitian yang memilih jawaban angka 0 untuk menjawab aitem-aitem yang diberikan oleh tester mencapai 30 subjek. Di antara 30 subjek tersebut hampir sebagian besar mengisi angka 0 hingga mencapai 75 persen dari keseluruhan jumlah aitem yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian pada pengukuran menggunakan CBCL ini memiliki social desirability yang tinggi. Fakta ini bisa menjadi bukti bahwa subjek penelitian yang merupakan orang tua dari anak-anak usia pra sekolah tersebut cenderung untuk melaporkan tidak terdapat perilaku bermasalah pada diri anak-

106

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

Danny Sanjaya Arfensia, Woelan Handadari

anak mereka. Salah satu alasan mengapa mereka melakukannya adalah untuk menjaga reputasi atau harga diri anak dan keluarga besar mereka. Selain itu, mereka melakukannya dengan harapan agar anak mereka tidak memperoleh penilaian sebagai anak abnormal dari lingkungan sekitarnya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Play-Based Assessment mengukur komponen sensorimotorik anak usia pra sekolah secara berbeda bila dibandingkan dengan Child Behavior Checklist. Dengan kata lain hal ini menunjukkan bahwa terdapat validitas diskriminan di antara keduanya, sehingga masingmasing alat ukur memiliki daya beda yang baik dan benar-benar mengukur konstruk yang spesifik. Validitas konstruk jenis ini diperlihatkan oleh korelasi-korelasi yang rendah atau bahkan tidak ada hubungan di antara skor tes yang mengukur trait yang berbeda.

Saran Dalam proses pengambilan data tersebut, peneliti tetap saja membuat para siswa tertarik dan mengalihkan perhatiannya ke arah peneliti. Dalam penelitian ke depan, kesulitan ini dapat dimimalisir dengan menggunakan kamera handycam yang terintegrasi dengan baik dalam ruangan kelas, sehingga peneliti dapat mengamati dari ruangan yang berbeda dan tidak mengganggu proses bermain. Peneliti mengajukan saran dimana lebih banyak dilakukan penelitian yang menyinggung aspek validitas dan reliabilitas Play-Based Assesment sebagai alat ukur yang baru. Penelitian yang dapat memperkuat aspek psikometri dari PBA sehingga nantinya bisa diakui sebagai tes standar dalam proses asesmen klinis. Proses adaptasi ke depannya akan lebih baik dilakukan dengan bersama-sama, terutama melibatkan profesional di bidang alih bahasa dan psikometri, sehingga diperoleh indikator-indikator yang lebih mudah dipahami.

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

107

Validitas Konstruk Play-Based Assessment Dibandingkan dengan Child Behavior Checklist, Untuk Mengukur Kemampuan Sensorimotor Anak Usia Pra Sekolah

PUSTAKA ACUAN
1,2 Juta Anak Indonesia Berkebutuhan Khusus. Harian Umum Pelita [on-line]. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=510. Achenbach, T. M. (1993). Empirically Based Taxonomy: How to Use Syndromes and Profile Types Derived from The CBCL/4-18, TRF, and YSR. Burlington, VT: University of Vermont, Department of Psychiatry. Azwar, S. (2001). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset Bailey, E. J., & Bricker, D. (1986). A Psychometric Study of A Criterion-referenced Assessment Instrument Designed for Infants And Young Children. Journal for the Division of Early Childhood, 10, 124-134. Barnett, D. W., Macmann, G. M., & Carey, K. T. (1992). Early Intervention and The Assessment of Developmental Skills: Challenges and Directions. Topics in Early Childhood Special Education, 12, 2143. Bricker, D. D., Bailey, E. J., & Slentz, K. (1990). Reliability, Validity, and Utility of The Evaluation and Programming System: For Infants and Young Children (EPS-1). Journal of Early Intervention, 14, 147158. Fewell, R. R., & Kaminski, R. (1988). Play Skills Development and Instruction for Young Children with Handicaps. In S. L. Odom & M. B. Karnes (Eds.), Early Intervention for Infants and Children with Handicaps (pp. 145-158). Baltimore: Paul H. Brookes. Fewell, R. R., & Rich, J. S. (1987). Play Assessment as A Procedure for Examining Cognitive, Communication, and Social Skills in Multihandicapped Children. Journal of Psychoeducational Assessment, 2, 107-118. Greenspan, S. I., & Meisels, S. J. (1996). Toward A New Vision for The Developmental Assessment of Infants and Young Children. In S. J. Meisels & E. Fenichel (Eds.), New Visions for The Developmental Assessment of Infants and Young Children (pp. 11-26). Washington, DC: Zero To Three National Center for Infants, Toddlers, and Families. Lidz, C. S. (1986). Preschool Assessment: Where Have We Been and Where are We Going? Special Services in The Schools, 2, 325-331. Lidz, C. S. (1992). The Extent of Incorporation of Dynamic Assessment into Cognitive Assessment Courses: A National Survey of School Psychology Trainers. The Journal of Special Education, 26, 325331. Linder, T. W. (1993). Transdisciplinary Play-Based Assessment. Baltimore: Paul H. Brookes. Lowenthal, B. (1997). Useful Early Childhood Assessment: Play-Based, Interview and Multiple Intelligences. Early Child Development and Care, 129, 43-49. Malone, D. M., Stoneman, A., & Langone, J. (1994). Contextual Variation of Correspondences among Measures of Play and Developmental Level of Preschool Children. Journal of Early Intervention, 18, 199-215.

108

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

Danny Sanjaya Arfensia, Woelan Handadari

McCormick, K. (1996). Assessing Cognitive Development. In M. McLean, D. B. Bailey, Jr., & Wolery (Eds.), Assessing Infants and Preschoolers with Special Needs. (pp. 268-304). Englewood Cliffs, New Jersey: Merrill, an imprint of Prentice Hall. Neisworth, J. T., & Bagnato, S. J. (1992). The Case Against Intelligence Testing in Early Intervention. Topics in Early Childhood Special Education, 12, 1-20. Putri, L. (2011, 21 Oktober). Peran Orangtua Sangat Berpengaruh Pada Perkembangan Sifat Anak [online]. Diakses pada tanggal 12 November 2011 dari http://livia.kotangawi.com/?p=40. Schwartzman, H. B. (1978). Transformations: The Anthropology of Children's Play. New York: Plenum Press. Simon, R., Hartati T., & Arsilah (2007). Model Permainan Di Sekolah Dasar Berdasarkan Pendekatan DAP (Developmentally Appropriate Practice). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, Program Studi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan. Urip. (2011, 1 Juni). Beranikah Sekolah Menerima Siswa Tanpa Penyaringan? [on-line]. Diakses pada tanggal 12 November 2011 dari http://urip.wordpress.com/2011/06/01/beranikah-sekolahmenerima-siswa-tanpa-penyaringan/. Wolery, M., & Dyk, L. (1984). Arena Assessment: Description and Preliminary Social Validity Data. Journal of The Association for The Severely Handicapped, 3, 231-235. Yusro, M. F. N. (2009, 7 Agustus). Konser Peduli Anak Berkebutuhan Khusus. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan [on-line]. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2010 dari http://hudayusro.wordpress.com/2009/08/07/konser-peduli-anak-berkebutuhan-khusus-2/.

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol. 1 No. 02, Juni 2012

109

You might also like