Selamatkan Sektor Riil Indonesia

You might also like

Download as rtf, pdf, or txt
Download as rtf, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Dinamika Keuangan dan Perbankan, Pebruari 2009, Hal: 39 - 46 ISSN :

Vol. 1 No. 1

SELAMATKAN SEKTOR RIIL INDONESIA

Oleh: Agung Nusantara Fakultas Ekonomi Unisbank Semarang

Abstract Because of speculative capitalism, there is no value added to real sector. Real sector doesnt have relation with financial sector, so that financial sector left real sector far away. That is main source of financial crisis in US. The crisis influence Indonesian economic with two ways i.e financial and trade investment. The crisis impact to real sector through two channels i.e domestic real sector directly related with international sector. Second, domestic real sector related with domestic and international financial sector. To save real sector so the government must reinforce microbusiness because microbusiness can absorb a lot of employment. The government must prevent illegal product go into in Indonesian; and then kepres (no. 6/2007) implementation; government give incentives to industry where that industry related with many people life; improve credit system to microbusines; bail out used to improve real sector and creat massive field of endeavor. The other side, the government must to push syariah banking growth because syariah banking capable to overcome crisis. The government can take a lesson from Rusia and Venesuella to improve their economic. But its all depend on the government political will, include to changes economic system. Key Words: capitalism, crisis, real sector, micro business, syariah banking.

Vol. 1 No. 1, Pebruari 2009

Dinamika Keuangan dan Perbankan

Pendahuluan Krisis ekonomi saat ini telah membuat para pemimpin dunia sibuk mencari jalan ke luar untuk mengatasi krisis. Paket penyelamatan krisis telah disiapkan dengan total dana yang luar biasa yaitu 3,4 trilyun dolar AS. Di Amerika sendiri sebesar 700 milyar dolar, Inggris 691 milyar dolar, Jerman 680 milyar dolar, Irlandia 544 milyar dolar, Perancis 492 milyar dolar, Rusia 200 milyar dolar dan negara-negara Asia 80 milyar dolar (Kompas 20/10/2008). Meskipun begitu, hingga saat ini kondisi ekonomi masih terus memburuk. Indeks harga saham di bursa dunia terus terpuruk. Nilai mata uamg terus bergejolak. Saluran kredit ke sektor industri, infrastuktur dan perdagangan mulai macet. Proses produksi mandek. Dua puluh juta pekerja di seluruh dunia terancam di PHK Sementara di Indonesia sendiri, ada persepsi yang kuat dikalangan pemerintah bahwa krisis keuangan global tidak akan terlalu berpengaruh pada perekonomian nasional. Hal ini terjadi karena menurut mereka, fundamental ekonomi Indonesia kuat dan sektor perbankan tidak serentan 10 tahun lalu. Padahal, fundamental ekonomi yang lebih kuat dari Indonesia-pun juga mengalami imbas bahkan lebih parah seperti Cina dan Korea. Di Samping itu dari beberapa gejala menunjukkan bahwa krisis di Indonesia akan lebih dahsyat. Menurut ekonom INDEF, Iman Sugema, indikasinya adalah laju penurunan saham di Bursa Efek Indonesia (47,1%) jauh lebih besar dari pada laju penurunan Dow Jones AS (30%). Indikasi lain, suspense yang dilakukan BEI selama tiga hari merupakan langkah yang tidak dilakukan AS. Oleh karena itu menurutnya adalah suatu kesalahan bila Indonesia mengatakan fundamental ekonomi Indonesia aman-aman saja dan tidak akan berpengaruh terhadap kemiskinan. Demikian juga menurut Hendri Saparini, ekonom ECONIT . Bahkan dia mengatakan bahwa selama ini pemerintah

telah menggunakan paradigma yang salah dengan mengikuti Konsensus Washington, sehingga tidak ada kebijakan yang mampu diambil pemerintah. Penyebab Utama Krisis Sebab utama krisis ekonomi bisa dilihat dari sangat dominannya sektor moneter/keuangan dibandingkan dengan sektor riil. Sebelum krisis moneter di Asia tahun 1997/1998, misalnya, dalam satu hari, dana yang berputar dalam transaksi pasar uang maupun pasar modal dunia diperkirakan rata-rata sekitar 2 -3 trilyun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 trilyun dolar AS. Sebaliknya, arus perdagangan dunia dalam satu tahun hanya berkisar tujuh trilyun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dari pada arus barang (Republika, 18/8/2000). Menurut Agustianto (2007), jumlah transaksi yang terjadi di pasar uang dunia berjumlah 1,5 trilyun dolar AS dalam sehari. Sebaliknya, jumlah transaksi perdagangan dunia hanya 6 trilyun dolar AS dalam setahun. Jadi, perbandingan keduanya adalah 500 : 6. Dengan kata lain, transakasi di sektor riil hanya sekitar 1% dari sektor keuangan. Sedangkan menurut Kompas (September 2007), uang beredar dalam transaksi valuta asing mencapai 1,3 trilyun dolar AS dalam setahun. Data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan sektor keuangan semakin melejit meninggalkan sektor riil. Uang yang harusnya digunakan sebagai alat tukar telah berubah menjadi komoditas, sehingga sektor keuangan tidak mengikuti atau terkait dengan sektor riil. Dalam sisstem kapitalismeneoliberal, memang menganggap bahwa, tidak ada wilayah yang tidak bisa dijadikan komoditi barang jualan. Semangat neoliberalisme adalah melihat seluruh kehidupan sebagai sumber laba korporasi. Jadi faham ini tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum. Yang
39

Agung Nusantara

Dinamika Keuangan dan Perbankan

diajarkan adalah keserakahan individu. Keserakahan satu orang akan diimbangi dengan keserakahan orang lain sehingga akan timbul kompetisi yang sehat. Dengan kompetisi bebas (laissez-faire) maka seorang buruh yang ditindas majikan, akan pindah ke majikan lain yang tidak menindas. Akibatnya, karena kekurangan pekerja maka majikan akan berkompromi dengan buruh untuk mengurangi atau menghapus penindasan, jadi penindasan dapat dicegah oleh invisible hand (Heilbroner, 1972:4072). Keserakahan dan kepentingan pribadi akan menggerakkan mereka untuk melayani orang lain. Perlu diketahui bahwa, kapitalisme yang berlaku saat ini adalah kapitalisme spekulatif. Pada awalnya, kapitalisme masih bersifat produkif (productive capitalisme) yang mendasarkan pada sektor riil. Meski pada saat itu kesenjangan dan kemiskinan juga tetap muncul, tapi ada value added riil yang dihasilkan. Saat ini, ketika kapitalisme bergeser ke arah spekulatif, value added riil-nya sama sekali tidak ada lagi. Sebagaimana sifat dasar kapitalisme, ketika uang melimpah, akhirnya tidak hanya uang (baca: uang kertas) yang dispekulasikan, tetapi juga beras, minyak, dan semua komoditi. Akhirnya, supply dan demand, dari harga yang diciptakan itu bukan harga riil berdasarkan kebutuhan, sebagaimana nilai-nilai Islam. tapi semuanya berdasarkan keserakahan untuk melakukan keuntungan secara cepat. Ketika semuanya mengarah pada spekulatif capitalisme kondisinya jauh lebih buruk. Dampak Krisis Terhadap Sektor Riil Krisis di Amerika Serikat akan menyebabkan Indonesia terseret krisis melalui dua cara. Pertama, financial liquide (keterkaitan finansial). Bank Indonesia (BI) dan beberapa perusahaan swasta Indonesia juga membeli saham atau memperoleh investasi dari investment bank-nya Amerika dan Eropa yang sekarang collapse. Otomatis, ini akan berdampak bagi BI dan
40

perusahaan swasta yang bersangkutan. Kedua, Trade Investment (Keterkaitan Perdagangan), 45% ekspor Indonesia hanya ditujukan pada tiga negara besar yakni, Amerika, Eropa, dan Jepang. Artinya, ketika ketiga negara ini paling bergolak karena krisis, ekonomi mereka pun akan turun. Otomatis, dampaknya akan menyeret Indonesia, karena ekspor dari Indonesia bisa saja tiba-tiba dihentikan. Krisis kali ini kemungkinan akan jauh lebih kompleks bagi Indonesia dibanding 1998. Ada tiga hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, kue ekonomi yang sedang hancur saat ini adalah ekonomi terbesar di dunia yang disusul oleh negaranegara Eropa yang juga besar. Kedua, kondisi domestik dan struktur ekonomi kita jauh lebih rentan dibanding kondisi pada 1998. Misalnya, sisi industri dan sektor riil yang terus melemah, angka kemiskinan, dan pengangguran jauh lebih buruk dibanding 1998. Ketiga, saat ini, di Indonesia, juga memiliki Subprime Loan (Kredit ala Subprime). Jadi, model Subprime Mortgage seperti yang terjadi di Amerika juga ada di Indonesia. Yakni, kredit yang diberikan pada orang yang tak layak menerima kredit. Menyikapi krisis keuangan tersebut, maka yang penting diperhatikan sekarang bukan hanya sebatas kebijakan di sektor keuangan, tetapi sektor riil juga harus diamankan karena menyangkuat masalah kesejahteraan rakyat. Kalau terjadi goncangan pada sektor riil, apalagi produksi sampai macet, bank menahan diri dari meminjamkan kreditnya, maka akan timbul banyak PHK sehingga akan menambah daftar panjang pengangguran di Indonesia. Antisipasi dampak di sektor riil menjadi sangat penting karena sebagian besar negara maju betul-betul telah merasakan dampak negatif dari krisis terhadap sektor riil. Perusahaan-perusahaan besar di dunia telah banyak yang berencana untuk mem-PHK karyawannya secara besarbesaran. Dampak krisis terhadap sektor riil

Vol. 1 No. 1, Pebruari 2009

Dinamika Keuangan dan Perbankan

domestik dapat melalui dua saluran. Pertama, kenyataan menunjukkan bahwa sektor riil domestik terhubung secara langsung dengan sektor internasional. Kedua, sektor riil domestik juga terhubung dengan sektor finansial domestik dan internasional. Sektor riil domestik dan internasional terhubung melalui aktivitas ekspor impor. Karena sebagian besar negara maju (OECD) mengalami resesi, otomatis permintaan ekspor komoditas Indonesia akan berkurang. Pangsa pasar OECD sekitar 60% terhadap GDP dunia sehingga apa yang terjadi pada mereka akan berdampak pada Indonesia. Memang bisa saja dicari alternatif pasar, tetapi jelas tidak bisa menggantikan peran mereka. Mereka terlalu besar untuk digantikan. Bahkan semua negara akan melakukan hal yang sama yaitu semaksimal meungkin mengalihkan ekspor ke negara manapun yang mungkin. Maka persaingan akan semakin tajam di pasar nontradisionil. Dengan praktek liberalisasi yang nekat oleh pemerintah maka akan sulit sekali membendung barang impor yang masuk ke pasar domestik seperti barang impor dari Cina maupun Vietnam. Kenyataan juga menunjukkan, perusahaan eksportir telah merasakan sebagian dampak negatif krisis yaitu sebagian order ekspor mengalami pengurangan. Beberapa produsen tekstil belum menerima order untuk delivery tahun depan. Pembatalan order juga semakin sering terjadi. Saluran kedua, justru membawa implikasi yang jauh lebih serius. Bagi yang percaya teori real business cycle ,tentu tidak menganggap penting saluran ini, karena mereka hanya percaya doktrin Modigliani yaitu finance is a veil (yang paling penting adalah sektor riil dan kejadian apapun di sektor finansial tidak berdampak pada sektor riil). Sebaliknya aliran New-Keynesian justru percaya bahwa krisis di sektor riil bisa dipicu oleh situasi yang buruk di sektor finansial. Perkembangan yang terjadi

menunjukkan bahwa hipotesis NewKeynesian lebih mendekati kenyataan dan indikasinya adalah : Pertama, Anjloknya harga saham telah menurunkan akses Group Bakrie dan beberapa grup bisnis lainnya terhadap kredit dan pasar modal. Ketika harga saham turun, net worth mereka otomatis juga turun sehingga credit worthiness perusahaanperusahaan mereka juga melemah. Akhirnya mereka akan mengalami kesulitan untuk melakukan roll over dan refinancing untuk kredit yang telah jatuh tempo. Beberapa kreditor bahkan memutuskan untuk tidak melanjutkan pembiayaan berbagai proyek yang sudah berlangsung selama setahun terakhir ini karena kesulitan pembiayaan. Kedua, volatilitas di pasar keuangan juga akan meningkatkan persepsi resiko. Akibatnya perusahaan akan kesulitan mencari dana atau kalaupun ada, harganya akan lebih mahal. Bahkan JP Morgan Chase merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menghindari penerbitan obligasi. Penilaian ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah sekalipun akan mengalami kesulitan dalam pembiayaan defisit. Dunia usaha tentunya akan mengalami kesulitan yang lebih parah. Ketiga, kesulitan likuiditas perbankan dalam beberapa minggu terakhir mulai dirasakan sektor riil. Kredit menjadi lebih sulit diperoleh. Dunia Usaha mulai mengeluhkan bahwa kredit yang telah disetujui oleh bank, tiba-tiba dibatalkan secara sepihak. Hal ini lebih sering terjadi pada UKM yang memang bukan prime customer bagi bank. Dengan lebih seretnya kredit, ekspansi dunia usaha pada tahun 2009 mungkin akan terhambat. Pertumbuhan investasi akan mengalami koreksi besar-besaran. Penyelamatan Sektor Riil Dari tahun 20052007, telah terjadi percepatan deindustrialisasi. Pada periode itu, jelas terlihat bahwa pertumbuhan sektor riil justru melambat. Pada 2004,
41

Agung Nusantara

Dinamika Keuangan dan Perbankan

pertumbuhan sektor riil masih 7,2%, 2006 hanya 5,8% dan 2008 ini hanya 4,8%. Ini menunjukkan, adanya penurunan pertumbuhan sektor riil yang konsisten. Jadi, sektor riil sebenarnya sudah sangat memprihatinkan dan sudah dalam katagori lampu merah. Apalagi, pasar dalam negeri saat ini, sudah dikuasai produk-produk impor. Tak hanya produk berteknologi tinggi atau produk prestise seperti, mobil mewah, elektronik mewah, dan barang kebutuhan sekunder mewah lainnya, tapi juga produk pertanian, perkebunan, kerajinan, garmen, dan lainnya. Saat ini, 77% pasar garmen Indonesia sudah dikuasai impor, khususnya dari Cina dan Hongkong. Ada lagi data menunjukkan bahwa kapasitas terpakai di sektor riil jauh lebih rendah di banding 1998. Ini merupakan indikator bahwa kemampuan sektor riil sudah sangat menurun. Di sisi lain yaitu pasar ekspor, Amerika serikat merupakan salah satu pangsa pasar terbesar produk ekspor Indonesia. Dengan adanya krisis di AS maka akan berdampak terhadap ekspor Indonesia ke AS. Dikhawatirkan, pasar domestik akan kelebihan kapasitas produksi dan secara bersamaan produk impor negara-negara yang mengalihkan ekspornya dari AS membanjiri Indonesia. Hal ini akan mendorong konsumen untuk membeli produk impor yang relatif lebih murah. Sehingga bagi produsen, dari pada kelebihan produksi, lebih baik menunda investasi. Hal ini tentu saja akan berdampak pada para pekerja yaitu kemungkinan akan terjadi banyak PHK (pemutusan hubungan kerja). Kekhawatiran lainnya adalah melemahnya rupiah, suku bunga naik dan inflasi melonjak. Melemahnya rupiah dan naiknya suku bunga mengakibatkan perusahaan tak lagi mampu berproduksi akibat likuiditas mengering. Selanjutnya tidak ada investasi baru, produksi turun, berikutnya sebagian perusahaan akan gulung tikar dan gelombang PHK akan terjadi. Oleh
42

karena itu pemerintah harusnya bertindak lebih cepat dan tepat. Yang diselamatkan bukan hanya sektor keuangan tetapi juga sektor riil. Pemerintah harus memperkuat sektor usaha kecil dan menengah (UKM) karena sektor ini merupakan inti dari usaha domestik. Apapun kebijakannya, jangan mengurbankan UKM. UKM-lah yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Kalau banyak UKM ambruk, maka akan banyak orang yang menganggur yang pada akhirnya akan meningkatkan kemiskinan di Indonesia. Untuk kebijakan jangka pendek, pemerintah harus menekan membanjirnya impor dengan melakukan operasi pasar barang-barang selundupan (illegal). Ditjen Bea dan Cukai diminta kontinyu merazia tanpa menunggu perintah Menteri Perdagangan. Selain merazia, Departemen Perdagangan bisa membuat ketetapan bea masuk untuk produk yang sudah diproduksi di dalam negeri, meski prosesnya membutuhkan waktu satu-dua bulan. Sebenarnya Indonesia sudah mempunyai peraturan berupa Instruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) cuma belum diimplementasikan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, Inpres tersebut harus benarbenar diimplementasikan sehingga bisa menstimulus sektor riil. Dalam konteks implementasi Inpres No. 6/2007, pemerintah berupaya mempertahankan target ekspor sebesar 13-14 persen, meski krisis global sedang menghadang. Untuk itu diversifikasi atau terobosan ekspor nontradisional seperti ke Jepang Singapura, Uni Eropa, Korea Selatan dan Cina termasuk pasar Afrika dan Timur Tengah harus dimaksimalkan. Faktor regulasi terutama perijinan yang selama ini sering menghambat kegiatan ekspor, harus diperbaiki. Sudah saatnya diterapkan program-program terobosan untuk mengimplementasikan sistem pelayanan terpadu satu pintu dalam hal pendaftaran

Vol. 1 No. 1, Pebruari 2009

Dinamika Keuangan dan Perbankan

dan perijinan usaha, terutama di daerahdaerah. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekspor akan lebih lancar. Dunia usaha nasional dibuat kondusif dan penggunaan produk dalam negeri harus digalakkan. Membeli produk dalam negeri akan mengembangkan kemampuan produksi sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan. Cintai produk dalam negeri, bukan sekedar slogan tapi betul-betul dipraktekkan, maka dampaknya akan besar sekali terhadap sektor riil. Di samping itu pemerintah juga harus mempunyai keberpihakan terhadap industri yang berkaitan dengan hayat hidup orang banyak. Oleh karena itu, realisasi pemberian insentif untuk sektor industri manufaktur dan pertanian mendesak dilakukan, karena sektor tesebut memiliki keunggulan komparatif dengan kekayaan sumber daya alam dan ketersediaan tenaga kerja, dan perlu diketahui bahwa pelaku usaha, sebagian besar ada di sektor tersebut. Jika pemerintah mampu memperbaiki kedua sektor itu maka akan tercipta lapangan pekerjaan yang bisa menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan secara konkret. Pemberian insentif juga dapat mendorong perkembangan ekonomi. Insentif yang perlu diberikan pemerintah bisa berupa fiskal (perpajakan) maupun non fiskal seperti pembangunan infrastruktur, suku bunga kredit rendah, dan juga regulasi. Pemerintah juga perlu segera memperbaiki sistem kredit untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan mengadaptasi sistem-sistem yang sesuai dengan karakter sektor UMKM agar dapat meningkatkan jumlah dana yang dibutuhkan UMKM. Untuk mendorong peran yang lebih optimal dari perbankan, maka perlu dirancang divisi khusus kredit jenis UMKM di setiap bank. Dan tak kalah penting adalah pendirian jaringan subkontraktor antara usaha berskala besar dengan usaha berskala kecil. Dana Rp 25 triliun yang rencananya

akan digunakan untuk menyuntik sektor keuangan dan buy back saham BUMN, harusnya hanya untuk buy back BUMN, menggerakan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja yang masif di seluruh negeri. Dengan buy back BUMN maka keuntungan dari BUMN tersebut akan kembali ke kas negara sehingga nantinya bisa digunakan untuk menggerakkan sektor riil. Dari dana talangan tersebut bisa pula digunakan untuk memperbaiki irigasi, dam dan waduk, jalanjalan desa, prasarana para nelayan, dan infrastruktur lainnya yang sudah sepuluh tahun tidak diperbaiki. Jika masyarakat bawah memperoleh pekerjaan dari proyek ini, mereka akan mendapat tambahan pendapatan yang 100%-nya akan dibelanjakan. Efeknya, di dalam negeri akan ada penambahan permintaan untuk pangan, pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, dan lainnya. Tahap kedua, akan ada tambahan permintaan di sektor industri dari orang-orang yang mendapat tambahan penghasilan ini. Industri pun akan melakukan ekspansi. Korban PHK pun mulai terserap lagi. Jadi, dengan kebijakan ini, roda ekonomi, khususnya sektor riil akan bergerak dengan sendirinya. Selain itu, pemerintah juga bisa membuat pilot project. Misalnya, industri arang batok kelapa untuk ekspor. Kalau pun uang pemerintah habis untuk membiayai proyek ini, akan ada bekasnya di masyarakat. Artinya, akan ada sebagian masyarakat yang melanjutkan proyek ini meski pemerintah sudah tak terlibat lagi. Seandainya, sama sekali tak ada bekasnya, artinya tak ada sama sekali masyarakat yang melanjutkan, paling tidak, uang ini sudah memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat yang pasti akan dibelanjakan. Efeknya, akan menggerakkan roda ekonomi. Jika perbankan syariah mampu meningkatkan pembiayaan dengan skema mudaharabah dan musyarakah maka akan bisa menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat sehingga bisa membuka lapangan kerja baru. Akibatnya
43

Agung Nusantara

Dinamika Keuangan dan Perbankan

pengangguran akan berkurang dan pendapatan masyarakat akan bertambah. Hanya sayangnya pangsa pasar perbankan syariah masih kecil belum mencapai dua persen. Oleh karena itu perbankan syariah harus lebih perhatian terhadap sektor riil, lebih banyak menggunakan skema mudharabah dan musyarakah dalam pembiayaannya. Pemerintah sendiri harus membuat kebijakan yang mendorong perkembangan perbankan syariah agar pangsa pasarnya bisa meningkat sehingga mampu mendorong sektor riil secara signifikan. Di samping itu, perbankan syariah dapat mengurangi peluang terjadinya resesi ekonomi dan krisis keuangan. Hal ini dikarenakan, bank syariah adalah institusi keuangan yang berbasis aset (asset-based). Artinya, bank syariah adalah institusi yang berbasis produksi (production-based). Bank syariah bertransaksi berdasarkan aset riil dan bukan mengandalkan pada kertas kerja semata. Sementara di sisi lain, bank konvensional hanya bertransaksi berdasarkan paper work dan dokumen semata, kemudian membebankan bunga dengan prosentase tertentu kepada calon investor. Pola pembiayaan mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan yang berbasis pada produksi. Krisis keuangan pun dapat diminamilisir karena balance sheet perusahaan relatif stabil. Hal ini dikarenakan posisinya sebagai mudarib, dimana perusahaan tidak menanggung kerugian yang ada, apabila kerugian tersebut disebabkan oleh kondisi luar biasa yang tidak diprediksikan sebelumnya, misalnya diakibatkan oleh bencana alam. Maksudnya, keadaan tersebut terjadi secara tidak sengaja dan diluar batas kemampuan. Dengan demikian, semua beban kerugian akan ditanggung oleh bank syariah sebagai shahibul maal. Selanjutnya, pola mudharabah dan musyarakah dapat menjadi solusi alternatif atas problem overlikuiditas yang terjadi saat ini. Kondisi overlikuiditas harus disiasati dengan menyalurkannya pada

sektor usaha riil. Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa bank syariah perlu menggarap sektor riil secara lebih serius melalui pembiayaan berdasarkan skema mudharabah dan musyarakah. Dengan demikian, insya Allah, perbankan syariah dapat berperan lebih signifikan didalam upaya pengembangan perekonomian nasional yang makin terpuruk ini. Pemerintah sebenarnya bisa mengambil hikmah atau pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh Vladimir Putin yang telah sukses menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing untuk kesejahteraan rakyatnya. Bukan malah melakukan privatisasi seperti yang dilakukan pemerintah selama ini. Padahal tugas pemerintah adalah mensejahterkana rakyatnya seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 33, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang menguasai hayat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara demi untuk mensejahterakan rakyat. Keuntungan yang didapat dari perusahaanperusahaan yang dinasionalisasi tersebut bisa digunakan untuk mendorong sektor riil sehingga pengangguran bisa berkurang demikian juga dengan kemiskinan. Memang perlu keberanian yang besar dari pemerintah untuk melakukan itu semua, termasuk melakukan negosiasi ulang atas kontrak karya-kontrak karya yang ada yang cenderung merugikan negara, seperti yang dilakukan oleh presiden Venezuela, Hugo Chaves. Dengan demikian pemerintah akan mempunyai dana yang besar untuk memberdayakan rakyat. Hanya sayangnya pemerintah sekarang sulit diharapkan berani bersikap seperti Chaves. Mereka lebih tunduk pada pemodal asing dari pada memperjuangkan kepentingan rakyat, lebih suka dikuasai asing dari pada mempertahankan kedaulatan bangsa. Lebih suka rakyatnya menjadi kuli dan pemodal asing menjadi majikan di negaranya sendiri. Jadi sebenarnya menyelamatkan sektor riil itu bukan pekerjaan yang terlalu sulit jika memang pemerintah betul-betul mempunyai

44

Vol. 1 No. 1, Pebruari 2009

Dinamika Keuangan dan Perbankan

political will. Penutup Kebijakan untuk lebih menyelamatkan sektor keuangan dibanding sektor riil, berarti pemerintah SBYJK sedang menyelamatkan pemain asing bukan menyelamatkan rakyat, karena pemain asing di sektor keuangan sebanyak 65% dari sebanyak 385 ribu pemain. Semua ini ditentukan oleh paradigma berpikir pemerintah khususnya presiden, wapres, dan tim ekonominya yang memang penganut ekonomi neo-liberal dalam memandang krisis ini. Pemerintah menganggap, krisis ini merupakan konsekuensi logis dalam perekonomian. Pemerintah mengatakan, ekonomi memang begitu, naik dan turun, nanti akan mendapatkan keseimbangan baru, suatu saat akan ada krisis lagi, begitu seterusnya. Persoalannya, selama sistemnya masih kapitalis, ketika terjadi keseimbangan ekonomi baru, kesenjangan dan kemiskinan justru semakin membesar. Ini semua karena pemerintah SBYJK tidak mau mengutakatik sistem lain. Dalam benak mereka, seolah-olah hanya sistem ekonomi seperti ini yang ada di dunia ini, tidak ada sistem lain. Padahal, di luar sistem ini ada sistem yang bisa menawarkan perbaikan secara menyeluruh. Sistem ekonomi Islam misalnya, telah terbukti lebih baik dari pada sistem kapitalis yang tidak peduli dengan kulitas kehidupan rakyat. Mereka hanya peduli dengan keuntungan pribadi, karena kapitalis-neoliberal memang mensahkan kerakusan. Dalam ekonomi Islam ada keseimbangan antara sektor keuangan dengan sektor riil. Sektor riil mencerminkan sektor keuangan karena dalan konsep profit and loss sharing, yang dibagi itu adalah yang betul-betul diperoleh oleh dunia usaha. Dalam sistem ekonomi syariah tidak boleh ada transaksi yang bersifar riba, transaksi spekulatif atau maysir dan tidak boleh melakukan transaksi yang bersifat gharar

atau mengandung ketidakpastian. Jadi sistem ekonomi syariah, akan lebih aman dan lebih mensejahterakan dari pada sistem ekonomi kapitalis. Oleh karena itu, untuk menyelamatkan sektor riil, perlu dipikirkan kembali oleh pemerintah apakah sistem ekonomi yang telah dianut selama ini telah betul-betul pantas untuk dipertahankan dengan segala konsekuensinya termasuk kemungkinan terjadinya krisis kembali, seperti yang digambarkan oleh Roy Davies dan Glyn Davies dalam bukunya, The History of Money from Ancient Time to Present Day (1996), atau perlu mengubahnya ke sistem ekonomi syariah. Daftar Pustaka Agustianto, 2008, Telaah Terhadap Akar Krisis Keuangan Global : Momentum Ekonomi Syariah Sebagai Solusi, agustianto.niriah.com. Ahmad Erani Yustika, Imbas Krisis Keuangan-Realisasi Insentif Dunia Usaha Harus Segera, Suara Karya 4/11/2008 --------, Dampak Krisis Ke Sektor Riil Dua Tahun Lagi, Antaranews 27/11/2008. Arief Budiman, 1990, Sistem Perekonomian Pancasila dan Ideologi Ilmu Sosial Di Indonesia, Gramedia Asteria, Jeritan UMKM Bakal Kian Nyaring, Inilah.Com. Hal Hill, 200, Ekonomi Indonesia, Murai Kencana. Hendri Saparini, Seharusnya Pemerintah Mengutamakan Sektor Riil, Tempo Interaktif.com :mengamankan sektorr riil, kamis 16 oktober 2008 Iman Sugema, Dampak Krisis Terhadap Sektor Riil, Republika 12/10/2008. Irfan Syauqi Beik, Bank Syariah Dan Pengembangan Sektor Riil, website Resmi STEI SEBI. M. Ikhsan Modjo, Mitigasi Dampak Krisis
45

Agung Nusantara

Dinamika Keuangan dan Perbankan

Pada Sektor Riil, mikhsan. Modjo @qmail.Com, 20/10/2008. --------, Dampak Krisis Global Implementasi Inpres Sektor Riil Diefektifkan, Suara Karya 22/10/2008. --------, Antisipasi Dampak KrisisPemerintah Perlu Perbaiki Sistem Kredit UMKM, Suara Karya 30/10/2008. --------, Krisis Keuangan Belajar Dari

Syariah, Blog Fajri 13/10/2008 --------, Antisipasi Krisis Keuangan Global, Indef 8/10/2008. Tulus T.H. Tambunan, 2003, Perekonomian Indonesia-Beberapa Masalah Penting, Ghalia Indonesia Warta Ekonomi, Pemerintah Setengah Hati Memberdayakan Sektor Riil, 19/11/2008. Zaky Al Hamzah, Selamatkan Sektor Riil, Republika 17/10/2008

46

Vol. 1 No. 1, Pebruari 2009

Dinamika Keuangan dan Perbankan

39

You might also like