Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 28

SKENARIO A BLOK 18 Mrs Lestaris baby

A male baby was born at Moh Hoesin Hospitak from a 16years old woman. Her mother, mrs.Lestari was hospitalized at hospital due to uterine contraction. It was her first pregnancy. She forgot when her first day of last periode, but she thought that her pregnancy was about 8 months. Six hours after admitted. She delivered her baby spontaneously. The labout process was 30 minutes, and ruptured of membrane was one hour before delivery.The babynot cried spontaneously after birth, but grunting and his whole body was cyanosis. APGAR score at 1 minute was 4 and 5minute was 8.

On Physical examination: Body weight was 1300gram, body length was 40cms, and head circumference was 30cm. The muscle tone was decreased, he was poorly flexed at the limbs, he has thin skin, more lango over the body and plantar creases 1/3 anterior. At the 10minutes of age, he still had grunting , chest indrawing and cyanosis of the whole body.

1. KLARIFIKASI ISTILAH Uterine contraction: kontraksi uterus Grunting: suara merintih saat ekzpirasi (mendengkur) Cyanosis: discolorasi kebiruan dari kulit dan membrane mukosa akibat konsentrasi Hb tereduksi yang berlebihan dalam darah APGAR score: apereance score yang digunakan untuk menilai bayi yang baru lahir dan membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi akibat asidosis hipoksia Lanugo: rambut halus pada tubuh fetus Plantar crease: garis-garis lipatan di telapak kaki Chest indrawing: retraksi dinding dada Thin skin: kulit yang tipis

II. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Bayi laki-laki (anak pertama) dilahirkan spontan dari seorang ibu yang berusia 16 tahun 2. Mrs. Lestari memperkirakan usia kehamilannya sekitar 8 bulan 3. Proses persalinan terjadi selama 30menit dengan pecahnya ketuban 1jam sebelum persalinan bayinya tidak menangi tetapi ada nya grunting, seluruh tubuh berwarna kebiruan APGAR score 1m 4 dan 5m 8. 4. Pemeriksaan fisik 1300gram (BBLR) Body length 40cm Head circumsence 30cm Muscle tone turun Flexed at the limbs Thin skin, languno Plantar crease 1/3Anterior Grunting chest drawing, cyanosis seluruh tubuh

III. ANALISIS MASALAH 1. Apakah resiko seorang wanita melahirkan pada usia 16 tahun? Kondisi rahim dan panggul belum berkembang sehingga dapat mengakibatkan beberapa risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas serta bayinya: diantaranya. Keguguran preeklamsia, eklamsia, bayi lahir sebelum waktu, BBLR 2. Apa hubungan status kehamilan dengan kondisi bayi yang dilahirkan? Pada ibu dengan usia ekstrim (di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun), terdapat resiko melahirkan bayi premature. Seperti pada kasus, Mr. Lestari usianya 16 tahun, ia melahirkan bayi premature ( usia gestasi 8 bulan )

3. Bagaimana interpretasi riwayat persalinan? Proses persalinan terjadi selama 30menit dengan pecahnya ketuban 1jam sebelum persalinan Persalinan normal Bayinya tidak menangis tetapi adanya grunting, seluruh tubuh berwarna kebiruan Kemungkinan terjadi gangguan pernafasan pada Neonatus

APGAR score : 1m adalah4 Ada kemungkinan membutuhkan tindakan yang sifatnya segera, seperti menyedot/mengeluarkan cairan dari saluran pernapasan atau pemberian oksigen untuk membantu pernapasan (namun harus dicek lagi setelah 5 menit)

5m adalah8 Vigorous baby. Skor Apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan belum memerlukan tindakan istimewa.

APGAR SCORE

Tabel Skor Apgar (Hassan danAlatas, 1985)


Activity (aktivitas), Pulse (Nadi), Grimace (mimik), Appearance (Tampilankasatmata), danRespiration (pernapasan)

Tanda Frekuensijantung Usaha bernafas Tonus otot Refleks Warna

0 Tidakada Tidakada Lumpuh Tidakada Biru/pucat

1 <100/menit Lambat, tidakteratur Ekstremitasfleksisedikit Gerakansedikit Tubuhkemerahan, ekstremitasbiru

2 >100/menit Menangiskuat Gerakanaktif Menangis Tubuhdanekstremitaskemerahan

Hasil lain: 1. Mild-moderate asphyxia (Asfiksiasedang). Skor Apgar 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas tidak ada. 2. (a) Asfiksia berat. Skor Apgar 0-3. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada. (b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Henti jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung
3

bayi menghilang post-partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat. 4. Kenapa bayi lahir tapi tidak menangis? Karena terjadi gangguan pada paru-paru atau fungsi paru tidak bekerja baik 5. Apa etiologi dan mekanisme grunting? Pada pasien ini dia mengalami defisiensi surfaktan, seperti kita ketahui surfaktan berfungsi menjaga agar alveoli tidak colaps. Oleh karena itu kekurangan surfaktan ini harus di kompensasi dengan cara lain. Agar alveoli tidak colaps maka glottis melakukan kompensasi dengan cara menutup cepat. Saat ekspirasi dan inspirasi udara yang melewati iglotis ini akan menimbulkan suara seperti merintih karena sempitnya glottis.

6. Apa etiologi dan mekanisme terjadinya cyanosis ? Pada kasus ini terjadi gangguan pernafasan sehingga pertukaran oksigen terhambat. Kadar oksigen dalam darah rendah sehingga jaringan kekurangan oksigen dan mengalami warna kebiruan

7. Bagaimana interpretasi Pemeriksaan fisik? BW 1300 gram Beratbayilahirsangatrendah Sesuaidenganusiakehamilan (karenalahir premature)

(<

1500

gr),

Body length 40cm Sesuaidenganusiakehamilan (karenalahir premature) Head circumsence 30cm Sesuaidenganusiakehamilan (karenalahir premature) * Keterangan: SesuaiPersentile: - BB Usia 32 minggu = 1200 2200 gr - PB 30 minggu = 37,5 cm; 32 minggu = 40 cm; 34 minggu = 42,5 cm; 36 minggu = 45 cm; 40 minggu = 50 cm - LK aterm = 31-36 cm; 32 minggu = 27-32 cm; 34 minggu = 29-34 cm

Muscle tone turun Tandabayi premature (berkaitandengan RDS)


4

Poorly flexed at the limbs Tandabayi premature (Perkembangansaraf motoric belumsempurna) Thin skin, lanugo Tandabayi premature (karenalemaksubkutanmasih tipis, sehingga lanugo iniberperansebagaiThermoregulatorpadabayi premature) Plantar crease 1/3Anterior Tandabayi premature (hanyaada transverse crease)

Grunting,

chest

indrawing,

cyanosis

seluruhtubuh

Ada

kemungkinanterjadinyagangguanpernafasanpadaNeonatustersebut

8. Apa saja Diagnosis banding pada seknario ini Respiratory disease (nasal stenosis, tracheobracheal stenosis, dll) Cardiac disease (transposition of great artery, tricuspid atresia, dll) Neurological disorder (birth trauma, meningitis, dll) Other miscellaneous disease (sepsis, anemia, polycytemia, hypo/hypernatremia, dll)

9. Apa working diagnosis pada kasus ini Diagnosis kerja : Penyakit Membrane Hyaline (Respiratory Distress Syndrome) Penegakan diagnosis : - keluhan : bayi premature, sesak nafas segera setelah lahir - takipnea - nafas cuping hidung - grunting - retraksi sela iga - sianosis - gejala menetap dalam 48-96 setelah lahir - anamnesis tambahan mengenai riwayat kehamilan, status sosial ekonomi, prenatal care, asupan nutrisi, penyakit kronis ibu (DM), penyalahgunaan obat-obatan Pemeriksaan fisik : - APGAR score
5

- Downes score untuk mengetahui derajat RD

Pemeriksaan tambahan : - Rontgen gambaran khas ground glass appeareance, air bronchogram - analisis gas darah hipoksia, hiperkarbia, asidosis - CBC singkirkan infeksi - EKG singkirkan penyakit jantung

10. Apa saja pemeriksaan tambahan yang diperlukan Pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan gas darah 11. Apa etiologi + factor risiko Dijawab di sintesis 12. Bagaimana Epidemiologi penyakit ini Dijawab di sintesis 13. Bagaimana Manfestasi klinik pada penyakit ini Dijawab di sintesis 14. Jelskan Patogenesis + Patofis kasus ini Dijawab di sintesis 15. Bagaimana Tatalaksana pada pasien ini Dijawab di sintesis 16. Apa saja Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien ini Dijawab di sintesis 17. Bagaimana prognosis pasien ini Dubia 18. Berapa KDU pada kasus ini 3B

IV. HIPOTESIS Ms. Lestari (16tahun) melahirkan Bayi laki2 secara spontan dengan BBLR mengalami respiratory distress et causa Hyalin Membrane Disease (HMD)

V. KERANGKA KONSEP

Ibu 16 tahun

Melahirkan (spontan) Neonates premature (8bulan) Mengalami defisiensi surfaktan

BBLSR

Menderita Respiratory Distress Syndrome

Grunting

Chest indrawing

Cyanosis

VI. SINTESIS

PERKEMBANGAN PARU NORMAL Perkembangan paru normal dapat dibagi dalam beberapa tahap Selama tahap awal embryonik paru2 berkembang diluar dinding ventral dari primitive foregut endoderm. Sel epithel dari foregut endoderm bergerak di sekitar mesoderm yang merupakan struktur teratas dari saluran napas Selama tahap canalicular yang terjadi antara 16 dan 26 minggu di uterus, terjadi perkembangan lanjut dari saluran napas bagian bawah dan terjadi pembentukan acini primer. Struktur acinar terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan alveoli rudimenter. Perkembangan intracinar capillaries yang berada disekeliling mesenchyme, bergabung dengan perkembangan acinus. Lamellar bodies mengandung protein surfaktan dan fosfolipid dalam pneumocyte type II ,dapat ditemui dalam acinar tubulus pada stadium ini. Perbedaan antara pneumocyte tipe I terjadi bersama dengan barier alveolar-capillary. Fase saccular dimulai dengan ditandai adanya pelebaran jalan napas perifer yang merupakan dilatasi tubulus acinar dan penebalan dinding yang menghasilkan peningkatan pertukaran gas pada area permukaan. Lamellar bodies pada sel type II meningkat dan maturasi lebih lanjut terjadi dalam sel tipe I. Kapiler-kapiler sangat berhubungan dengan sel tipe I , sehingga akan terjadi penurunan jarak antara permukaan darah dan udara Selama tahap alveolar dibentuk septa alveolar sekunder yang terjadi dari gestasi 36 minggu sampai 24 bulan setelah lahir. Septa sekunder terdiri dari penonjolan jaringan penghubung dan double capillary loop.13,14,15 Terjadi perubahan bentuk dan maturasi alveoli yang ditandai dengan penebalan dinding alveoli dan dengan cara apoptosis mengubah bentuk dari double capillary loop menjadi single capillary loop . Selama fase ini terjadi proliferasi pada semua tipe sel . Sel-sel mesenchym berproliferasi dan menyimpan matrix ekstraseluler yang diperlukan. Sel sel epithel khususnya pneumocytes tipe I dan II, jumlahnya meningkat pada dinding alveoli dan sel-sel endothel tumbuh dengan cepat dalam septa sekunder dengan cara pembentukan berulang secara berkelanjutan dari double capillary loop menjadi single capillary loop. Perkiraan jumlah alveolus pada saat lahir dengan menggunakan rentang antara 20 juta 50 juta sudah mencukupi. Pada dewasa jumlahnya akan bertambah sampai sekitar 300 juta.

Ringkasan tahap-tahapan Perkembangan paru normal: 1. Pseudoglandular (5-17 minggu) Terjadi perkembangan percabangan bronkus dan tubulus asiner 2. Kanalikuler (16-26 minggu) a. Terjadi proliferasi kapiler dan penipisan mesenkim b. Diferensiasi pneumosit alveolar tipe 2 sekitar 20 minggu 3. Sakuler (24-38 minggu) a. Terjadi perkembangan dan ekspansi rongga udara b. Awal pembentukan septum alveolar 4. Alveolar (36 minggu lebih 2 tahun setelah lahir) Penipisan septum alveolar dan pembentukan kapiler baru

PENYAKIT MEMBRANE HIALIN (PMH) kegawatan pernapasam (respiratory distress syndrome)

Insidens. Keadaan ini merupakan penyebab utama kematian bayi baru lahir. DIperkirakan 30% dari semua kematian neonates diakibatkan oleh penyakit membrane hialin atau komplikasinya. PMH terutama terjadi pad abayi premature; insiden nya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badan nya. PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umurnya kehamilanya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37minggu dan jarang pada byi cukup bulan, Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37minggu, kehamilan multijanin, persalinan seksio sesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, dan adanya riwayat bahwa bayi sebelum terkena. Insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih.

Etiologi Dan Patofisiologi. Kegagalan mengembangkan kapasitas residu fungsional (functional residual capcity) dan kecendrungan paru-paru terkena ateletaksis mempunyai korelasi dengan tengangan permukaan yang tingi dan tidak adanya surfaktan. Unsur utama surfaktan adalah dipalmitifosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, apoprotein (protein surfaktan = PS A, B, C, D) dan kolestrol. Dengan semakin bertambahnya unsru kehamilan, terjadi penambahan jumlah fosfolipid yang disintesis dan disimpan di dalam sel alveolar tipe II. Afen aktif ini dilepaskan ke dalam alveoli, untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolar dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi, namun karena adanya imaturitas, jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memnuhi kebutuhan pasca lahir. Kadar tertinggi surfaktan terdapat dalam paru janin yang dihomogenasi pada umur kehamilan 20 minggu, tetapi belum mencapai permukaan paru sampai tiba saatnya. Surfaktan tampak dalam cairan amnion antara 28-32 minggu. Kadar surfaktan paru matur biasanya muncul sesudah 35minggu. Sintesis surfaktans ebagian bergantung pada pH, suhu dan pefusi normal. Asfiksia, hiposekmiam dan iskemia paru, terutama dalam hubunganya dalam hipovolemia, hipotensi dan stress dingin, dapat juga terkena jejas akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh manajemen oleh operator respirasi, mengakibatkan pengurangan surfaktan lebih lanjut. Ateletaksis alveolar, formasi membrane hialin, dan edema interstitial membuat paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan alveolu kecil dan jalan nafas. Pada bayi ini, dada bawah tertatrik ke dalam ketika diafragma turun dan tekanan intratoraks menjadi negative, dengan demikian membatasi jumlah tekanan intratoraks yang dihasilkan; akibatnya adalah timbul kecendrungan ateletaksis. Dinding dada bayi preterm sangat
10

lemah memberikan sedikit tekanan daripada dinding dada bayi yang matur terhadap kecendrungan alamiah paru untuk kolaps. Dengan demikian pada akhir ekspirasi, volume toraks dan paru cenderung mendekati volume residu, sehingga menyebabkan ateletaksis. Defisiensi sintesis atau pelepasam surfaktan, bersama dengan unit-unit saluran pernapasan yang kecil dan dinding dada yang lemah, menghasilkan ateletaksis, mengakibatkan adanya perfusi pada alveolus tetapi tidak ada ventilasi, dan menyebabkan hipoksia. Pengurangan kelenturan paru, volume tidal yang kecik, kenaikan ruang mati fisiologis, kenaikan kerja pernapasan dan ventilasi alveolar tidak cukup akhirnya mengakibatkan hiperkarbia. Kombinasi hiperkarbia, hipoksia dan asidosis menghasilkan vasokontriksi arteri pulmonalis dengan kenaikan shunt dari kanan ke kiri melalui foramen ovale, duktus arteriosus, dan dalam paru-paru itu sendiri. Aliran darah paru berkurang dan jejas iskemik pada sel menghasilkan surfaktan dan terhadap bantalan vascular mengakibatkan efusi bahan proteinaseosa ke dalam ruang alveolar.

Patofisiologi Respiratory Distress Syndrome Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik 2,4 Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD). Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air bronchogram Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah : 1. Takipnea diatas 60x/menit 2. Grunting ekspiratoar 3. Subcostal dan interkostal retraksi
11

4. Cyanosis 5. Nasal flaring Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : 1. Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara 2. Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. 3. Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. 4. Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat 2,3,4

Patologi. Paru tampak berwarna merah keunguan dan berkonsistensi seperti hati. Secara mikroskopis ada ateletaksis yang luas dengan pelebaran kapiler kapiler dan saluran limfe intraalveolar. Sejumlah duktus alveolaris, alveolus dan bronkiolus pernapasa dilapisi membrane asidofilik, homogeny atau granular. Puing-puing amnion, perdarahan intraalveolar dan emfisema interstitial merupakan penemuan tambahan namun tidak konstan; emfisema interstitial dapat ditemukanbila bayi telah diventilasi dengan tekanan akhir ekspirasi posotof. Membrane hialin yangh khas jarang terlihat pada bayi yang hamper mati (sekarat) lebih awal dari 6-8 jam sesudah lahir.

12

Patogenesis
Prematuritas

Alveoli masih kecil

Dinding thorax masih lemah

Produksi surfaktan kurang sempurna

Paru sulit mengembang

Kolaps alveoli

Paru jadi kaku Compliance menurun 25% dari normal

Barotraumas/volutrauma dan toksisitas oksigen

Atelektasis pada bagian distal

Kerusakan endotel dan epitel sel jalan nafas bagian distal

Eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah

Membrane hialin terbentuk(RDS) (RDS Manifestasi klinik : - retraksi sela iga - grunting - sianosis - tidak menangis spontan

13

Manifestasi Klinik tanda tanda PMH biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran, walaupun tanda tanda ini tidak dapat dikenali setelah beberapa jam sampai pernapasam menjadi cepat, dangkal bertambah sampai dengan 60/menit Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Diagnosis Perjalanan klinis, rontgen dada, dan nilai gas darah serta asam basa membantu menegakan diagnosis klinis. Secara, rontgen, paru-paru dapat menyerupai kekhasan tetapi tidak patognomonis, meliputi granularitas parenkim reticular halus dan bronkogram udara sering lebih menonjol pada awal dilobus bawah kiri karena penumpangan bayangan jantung. Kadang-kadang rontgen awal normal hanya berkembang gambaran khas pada 6-12jam. Penemuan laboratorium pada mulanya ditandai dengan hipoksemia dan kemudian dengan hiposekmia progresif, hierkarbia dan berbagai asidosis metabolic.

Penatalaksanaan a. Tindakan Umum Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan larinyoskop untuk membantu penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam. Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan tanda achiles. Mempertahankan suhu tubuh. b. Tindakan khusus Asfiksia berat Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan

14

message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit. Asfiksia sedang/ringan Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit c. Memberikan lingkungan yang optimal Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o370)dengan meletakkan bayi di dalam incubator Humiditas atau kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%)

d. Pemberian oksigen Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan PaO2 antara 80-100mmHg. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menyebabkan fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasi retrolental). e. Jika kadar PaO2 masih kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg maka diindikasikan pemakaian CPAP (Continuous Possitive Airway Pressure) pada tekanan 6-10 cm H2O melalui lubang hidung. f. Ventilasi bantuan diberikan jika PaO2 dimasih dibawah 50 mmHg. Ventilasi konvensional 60-80 x/menit dengan intubasi endotrakea Ventilasi pancaran frekuensi tinggi (HFJV) 150-600 x/menit Osilator 300-1800x/menit

g. Pemberian cairan, glukosa, dan elektrolit Pada hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari). h. Pemberian surfaktan

15

Survanta adalah surfaktan eksogen yang dipersiapkan dari paru sapi yang dicincang halus dengan ekstraksi lipid dan diperkaya fosfatidilkolin, asam palmitat, trigliserida Eksosurf adalah surfaktan sintesis yang mengandung dopalmitolfosfatidilkolin, heksadekanol, tiloksapol. Korosurf dan infrasurf i. Pemberian antibiotic Untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin (50.000 U- 100.000 U/kgbb/hari), ampisilin (100 mg/kgbb/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/kgbb/hari)

Komplikasi Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :4 1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap. 2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2 respirasi. 3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik. 4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi. 2. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

16

ASFIKSIA Asfiksia pada BBL menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian BBL setiap tahun. di Indonesia, angka kejadian asfiksia di rumah sakit propinsi Jawa Barat ialah 25,2% dan angka kematian karena asfiksia di rumah sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan bantuan untuk mulai bernapas, dari bantuan ringan (langkah awal dan stimulasi untuk bernapas) sampai resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut hanya kira-kira 1% saja yang membutuhkan resusitasi yang ekstensif. Penulis lain menyebutkan kira-kira 5% bayi pada saat lahir membutuhkan tindakan resusitasi yang ringan seperti stimulasi untuk bernapas. Antara 1% sampai 10% BBl di rumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan sekitar 90% tidak membutuhkan atau hanya sedikit memerlukan bantuan untuk memantapkan pernapasannya setelah lahir dan akan melalui masa transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin tanpa masalah. Definisi Resusitasi BBL ialah prosedur yang diaplikasikan pada BBL yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Istilah BBL digunakan untuk bayi yang baru lahir pada menit-menit pertama sampai beberapa jam selanjutnya. Periode neonatal ialah periode bayi dari lahir sampai umur 28 hari. Asfiksia pada BBL ditandai dengan keadaan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. Menurut AAP dan ACOG (2004), asfiksia perinatal pada seorang bayi menunjukkan karakteristik berikut : 1. Asidemia metabolik atau campuran (metabolik dan respiratorik) yang jelas, yaitu pH <7, pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilikal 2. Nilai APGAR 0-3 pada menit ke 5 3. Manifestasi neurologi pada periode BBL segera, termasuk kejang, hipotonia, koma, atau ensefalopatia hipoksik iskemik 4. Terjadi disfungsi sistem multi organ segera pada periode BBL Patofisiologi asfiksia BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru. Pada napas ke dua dan berikutnya, udara yang masuk alveoli bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan espansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya, menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada BBL (Persisten Pulmonary Hypertension of the Neonate), dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas. Penilaian asfiksia
17

Penilaian pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus menerus berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan, kemudian menilai kembali. Dugaan alur resusitasi BBL dapat dilihat pada Gambar 1

Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir Distress respirasi atau gangguan napas merupakan masalah yang sering dijumpai pada hari hari pertama kehidupan BBL, ditandai dengan takipnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal, sianosis dan apnu. Gangguan napas yang paling sering ialah TTN (Transient Tachypnea of the Newborn), RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau PMH (Penyakit membran hialin) dan displasia bronkopulmonar. Respiratory Distress Syndrome (RDS) atau sindrom gangguan napas dikenal juga sebagai penyakit membran hialin, hampir terjadi sebagian besar pada BKB. Insidens dan derajat penyakit ini berhubungan erat dengan umur kehamilan. Keluaran SGN ini beberapa tahun terakhir membaik dengan penggunaan steroid antenatal untuk meningkatkan kematangan paru, tetapi pasca natal dengan pemberian surfaktan secara dini untuk kasus defisiensi surfaktan dan teknik penggunaan ventilator mekanik yang baik dapat mengurangi kerusakan paru yang masih imatur.
18

Terapi ini juga meningkatkan tingkat survival BKB. Meskipun sudah menurun, insidens dan derajat beratnya komplikasi masih menunjukkan morbiditas yang signifikan. Gangguan napas dapat mengakibatkan gagal napas akut yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memelihara pertukaran gas agar dapat memnuhi kebutuhan tubuh dan akan mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkarbia. Mekanisme terjadinya kedua hal ini mungkin berbeda. Hipoksemia sering terjadi akibat gangguan ventilasi perfusi, pirau intrapulmonal, gangguan difusi atau hipoventilasi. Gangguan napas hiperkapnik karena penyebab multifaktor, tapi sering disebabkan depresi pernapasan sentral atau pemompaan otot pernapasan yang tidak adekuat.Hiperkapnea dapat terjadi akibat obstruksi saluran napas atas atau bawah, kelemahan otot pernapasan atau biasanya akibat produksi CO2 yang berlebihan, luka bakar dan pemberian gula berlebihan. Definisi gangguan napas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai dengan : 1. Takipnea : frekuensi napas > 60-80 kali/menit 2. Retraksi : cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi. 3. Napas cuping hidung : kembang kempis lubang hidung selama inspirasi 4. Merintih atau grunting : terdengar merintih atau menangis saat inspirasi 5. Sianosis : sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan biru lebam atau warna membran mukosa.) Sianosis sentral tidak pernah normal, selalu memerlukan perhatian dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung, hematologik atau pernapasan yang harus dilakukan tindakan segera. 6. Apnu atau henti napas (harus selalu dinilai dan dilakukan tindakan segera). 7. Dalam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi ( takipnea, retraksi, napas cuping hidung dan grunting) kadang juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik akibat reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal. 8. Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas atau distres respirasi yang harus dilakukan tindakan segera. Masalah 1. Bayi dengan gangguan napas mempunyai resiko atau komplikasi terjadinya a. Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan pada organ vital seperti otak, paru , jantung dan ginjal b. Asidosis metabolik (hipoglikemik, hipotermia) c. Problem hematologik misalnya : anemia, polisitemia 2. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis yang mirip atau sama a. Pneumonia sering terjadi sekunder akibat infeksi Streptokoki group beta hemolitikus (GBBS) b. TTN = Transient Tachypnea of the newborn, biasanya terjadi pada BCB atau mendekati cukup bulan c. Sindroma aspirasi mekonium yang dapat terjadi akibat aspirasi air ketuban atau mekonium
19

d. Kebocoran udara pada paru (pneumotoraks, emfisema interstitial, pneumomediastinum, pneumoperikardium). Pada BKB hal ini dapat terjadi akibat pemberian ventilasi tekanan positif yang berlebihan atau dapat terjadi spontan e. Kelainan paru kongenital (misalnya hernia diafragmatika, silotoraks, pembentukan kista adenomatoid paru kongenital, emfisema lobaris, kista bronkogenik, sekuestrasi paru_ f. Kelainan jantung kongenital g. Gejala sisa atau sekuel SGN, termasuk pendarahan intrakranial dan atau lekomalasia periventrikuler sering dihubungkan dengan keterlambatan perkembangan neurologis, septikemia, displasia bronkopulmone, PDA dan perdarahan paru. Surfaktan paru Surfaktan dibentuk pada pneumosit alveolar tipe 2 dan disekresi ke dalam rongga udara kecil sekitar usia kehamilan 22 minggu. Komponen utama surfaktan ini adalah fosfolipid, sebagian besar terdiri dari dipalmitylphosphatidylcholine (DPPC). Surfaktan disekresi oleh eksositosis dari lamellar bodies pneumosit alveolar tipe 2 dan mielin tubuler. Pembentukan mielin tubuler tergantung pada ion kalsium dan protein surfaktan SP-A dan SP-B. Surfaktan lapisan tunggal berasal dari mielin tubuler dan sebagian besar terdiri dari DPPC. Fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan dan menstabilkan saluran napas kecil selama ekspirasiyang memungkinkan stabilisasi dan pemeliharaan sisa volume paru. Terjadi proses reuptake dan recycling secara aktif dari fosfolipid surfaktan (baik endogenus maupun dari pemberian surfaktan) oleh pneumosit tipe 2. Protein surfaktan yang lain Ada 3 jenis protein utama lain yang dibentuk dalam pneumosit tipe 2 dan disekresi bersamaan dengan komponen fosfolipid surfaktan SP-A mempunyai fungsi imunoregulator bersama dengan SP-B diperlukan untuk pembentukan mielin tubuler. SP-A, bersama dengan SPB dan SP-C mempertahankan mielin tubuler dan surfaktan lapis tunggal terhadap pingikisan akibat kontaminasi dengan protein plasma. Klasifikasi gangguan napas Gangguan napas dapat diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme patofisiologi yang mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkarbia. Gangguan napas akut dapat terjadi akibat salah satu dari keadaan abnormal berikut ini 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rasio ventilasi alveolar dan perfusi pulmoner menjadi terbalik Pirau intrapulmonal Hipoventilasi Difusi gas abnormal pada pertemuan alveolar dan kapiler Berkurangnya konsentrasi O2 yang dihirup (FiO2) Meningkatnya desaturasi vena dengan gangguan fungsi jantung ditambah satu atau lebih faktor tersebut di atas.

Buku pedoman manajemen masalah BBL untuk dokter, perawat dan bidan di rumah sakit membagi klasifikasi gangguan napas menjadi
20

1. Gangguan napas ringan 2. Gangguan napas sedang 3. Gangguan napas berat

BERAT BAYI LAHIR RENDAH Definisi Berat bayi lahir rendah (BBLR) adalah kondisi dimana berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram. Berdasarkan kategori, BBLR dibagi kedalam tiga kategori, yaitu : Low birth weight : < 2500 gram Very Low birth weight : < 1500 gram Extremely low birth weight : < 1000 gram

Menurut penyebabnya BBLR dikategorikan menjadi dua yaitu: Small Gestational Age (SGA)/ kecil untuk masa kehamilan (KMK). Akibat lahir premature BBLR kelahiran karena premature dibagi menjadi dua: 1. Prematur murni : adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut dengan neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (SMK) 2. Prematur dengan KMK : adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya tidak sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut dengan neonatus kurang bulan kecil untuk masa kehamilan (KMK)

Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio21

ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.

Diagnosis Untuk mengukur gestational age kita dapat menggunakan lubchenco chart :

22

AGA/SMK : 10-90 percentile SGA/KMK : < 10 percentile LGA : > 90 percentile

Tatalaksana 1. Pemberian vitamin K1 : Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)

2. Diatetik i. Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama : Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

23

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut : Berat lahir 1750 2500 gram 1. Bayi Sehat Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu. Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum 2. Bayi Sakit A. Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat. B. Apabila bayi memerlukan cairan intravena: a) b) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu. c) Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung : d) e) Berikan cairan IV dan ASI menurut umur Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

24

Berat lahir 1500-1749 gram 1. Bayi Sehat A. Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/ sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu) B. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. C. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung

2. Bayi Sakit A. Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama B. Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan. C. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. D. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak E. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung

25

Berat lahir 1250-1499 gram 1. Bayi Sehat A. Beri ASI peras melalui pipa lambung B. Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum C. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. D. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung

2. Bayi Sakit A. Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama. B. Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. C. Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum D. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. E. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

Suportif Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal : A. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk. B. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin C. Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah : A. Jaga dan pantau patensi jalan nafas
26

B. Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit C. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia) D. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya E. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring) 1. Pemantauan saat dirawat A. Terapi Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu B. Tumbuh kembang Pantau berat badan bayi secara periodik Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500) Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari : a) Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari b) Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari c) Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari d) Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu 2. Pemantauan setelah pulang Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut :
27

Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan. Hitung umur koreksi Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala. Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST) Awasi adanya kelainan bawaan/

28

You might also like