Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 12

Efek Kuratif Perasan Daun Sembukan (Paederia foetida L.

) terhadap Gambaran Histologi Ulkus Lambung Tikus Putih (Rattus norvegicus) Terinduksi Etanol The Curative Effect of Paederia foetida L. Leaves Squeeze to Histological Description of White Rats Gastric Ulcer-Induced by Ethanol Ahmad Fikri Syadzali1, SN. Nurul Makiyah2
2

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Abstract Gastric ulcer is ulcerative disease that happened because of an imbalance between aggressive and defensive factors in gastric. A gastric ulcer is usually caused by an infection with a bacterium called Helicobacter pylori and using Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID). This research is done in order to prove curative effect of Paederia foetida L. leaves squeeze to gastric ulcer in the white rats which has been induced by ethanol. Research method which is used is laboratory experimental with post only control group research design. Thirty female Spraque Dawley white rats with 3 months in age is divided into 6 groups randomly (normal control, negative control, group with 2% squeeze, 4% squeeze, 8% squeeze and positive control). The rats must fasting for 24 hour and then give ulcer induction with 1.2 ml of 80% ethanol, after an hour, the rats given P. foetida L. leaves squeeze for 3 days. The evaluation of serious ulcer level and inflamed distribution are done with microscopic observation according to Hadi (2004) with modification. The result is analized statistically with One Way Anova. Result of this research are severe ulcer level and inflamed distribution in 2%, 4% and 8% P. foetida L. leaves squeeze groups showed that there are not significant (p>0.05) then negative control group (p>0,05). Two, four and eight percent of P. foetida L. leaves squeeze did not has curative effect to gastric ulcer in the white rats which has been induced by ethanol. Keywords : Curative, ethanol, gastric ulcer, Paederia foetida L. Abstrak Ulkus lambung adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif lambung. Ulkus lambung biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yaitu Helicobacter pylori dan penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan

adanya efek kuratif perasan daun Paederia foetida L. terhadap ulkus lambung tikus putih terinduksi etanol. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian post only control group. Sebanyak 30 ekor tikus putih betina Spraque Dawley 3 bulan, dibagi menjadi 6 kelompok (kontrol tanpa perlakuan, kontrol negatif, perlakuan perasan 2%, 4%, 8% dan kontrol positif). Pengelompokkan sampel dilakukan secara acak. Tikus dipuasakan selama 24 jam kemudian diinduksi ulkus menggunakan 1.2 ml etanol 80%, satu jam kemudian diberi perasan daun P. foetida L.. Perasan daun P. foetida L. diberikan selama 3 hari. Penilaian tingkat keparahan ulkus dan penyebaran radang dilakukan melalui pengamatan mikroskopik menurut Hadi (2002) yang dimodifikasi. Data penelitian dianalisis secara statistic menggunakan uji One Way Anova. Hasil penelitian tingkat keparahan ulkus dan penyebaran radang kelompok perasan daun P. foetida L. 2%, 4% dan 8% menunjukkan bahwa tidak ada perbaikan yang signifikan (p>0.05) daripada kelompok kontrol negatif (p<0,05). Perasan daun P. foetida L. 2%, 4% dan 8% tidak memiliki efek kuratif terhadap ulkus lambung tikus putih terinduksi etanol karena nilai p>0.05. Pada tingkat keparahan ulkus nilai p= 0.093 sedangkan untuk penyebaran sel radang nilai p= 378. Kata kunci : Etanol, kuratif, Paederia foetida L., ulkus lambung. Pendahuluan Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus.1 Secara fisiologis, lambung dapat dibagi dalam dua bagian utama, yaitu korpus atau badan, dan antrum.2 Ulkus peptikum ialah suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserativa saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal duodenum dan lambung, yang mempunyai patogenesis yang sama-sama melibatkan asam-pepsin.3 Ulkus peptikum dapat terjadi pada semua umur tetapi jarang ditemukan pada remaja dan sangat jarang pada anak-anak. Pada umumnya ulkus peptikum lebih banyak mengenai laki-laki daripada perempuan. Ulkus duodeni lebih banyak mengenai laki-laki dengan angka kesakitan serangan pertama kali mencapai

puncaknya pada usia 30-50 tahun, sedangkan ulkus lambung lebih banyak pada wanita dengan angka kesakitan untuk pertama kali terserang mencapai puncaknya di atas 50 tahun. Angka kesakitan menurun pada laki-laki tetapi pada perempuan tidak terlihat penurunan angka kesakitan, hingga rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan dari 4:1, berubah menjadi 1:1 di Amerika Serikat.4 Timbulnya ulkus atau resistensi terhadap ulserasi bergantung pada keseimbangan antara faktor agresif (terutama asam lambung dan pepsin yang disekresikan) dan faktor yang terdiri dari pertahanan mukosa atau resistensi mukosa terhadap ulserasi. Ulkus peptikum terjadi jika efek agresif asam-pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa lambung atau duodenum. 3 Salah satu penyebab ulkus peptikum adalah karena adanya infeksi bakteri Helicobakter pylori (H. pylori). Pemakaian obat nonsteroidal anti inflammatory agents (NSAIDs) dalam jangka panjang juga dapat menyebabkan ulkus peptikum.5 Etanol diketahui sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko erosi mukosa lambung dan pembentukan ulkus. Etanol merupakan agen ulserogenik yang bila diberikan ke tikus secara intragastrik akan menyebabkan erosi perdarahan lambung yang berat. Obat-obat yang biasa digunakan untuk terapi ulkus lambung adalah antasida, koloid bismuth, sukralfat, prostaglandin, antagonis reseptor H2, dan proton pump inhibitor (PPI). Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan.6 Di antara sekian banyak tanaman obat tradisional, daun sembukan ( Paederia foetida L.) dikenal masyarakat sebagai obat sakit perut, perut kembung, disentri, nyeri usus dan lambung, masuk angin, dan herpes. Daun sembukan juga bisa di manfaatkan sebagai makanan. Paederia foetida L. banyak tumbuh di Jawa dan Madura, pada ketinggian 1-1.500 m di atas permukaan laut.7 Pemanfaatan daun P. foetida L. diatas masih berupa data empiris, belum terbukti kebenarannya secara ilmiah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ilmiah untuk membuktikan efek farmakologis daun P. foetida L. Salah satunya adalah penelitian mengenai efek kuratif daun P. foetida L. terhadap ulkus lambung.

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya efek kuratif perasan daun sembukan (Paederia foetida L.) terhadap gambaran histologi ulkus lambung tikus putih terinduksi etanol. Bahan dan Cara Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian post test only control group design. Variabel bebas pada penelitian ini adalah perasan daun P. foetida L., variabel tergantungnya adalah gambaran histologi ulkus lambung. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih betina galur Spraque Dawley berumur 3 bulan dengan berat 145-250 gram. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: alat-alat gelas, kandang tikus, mortir, stamper, kain saring, sonde oral tikus, seperangkat alat bedah tikus, alat pembuat preparat histologi dan mikroskop. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun Paederia foetida L., etanol 80%, sukralfat farmasetis (sirup), formalin 10%, NaCl fisiologis (0,9%), pikrat, bahan pembuat preparat histologi dan aquades. Identifikasi dilakukan sebelum membuat perasan. Identifikasi penting dilakukan untuk mengetahui bahwa bahan utama yang digunakan benar-benar daun P. foetida L. serta menghindari kesalahan dalam pengumpulan bahan. Daun P. foetida L. yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari desa Bibis, Poncosari, Srandakan, Bantul. Pengambilan daun dilakukan pada bulan Agustus dan September. Subyek penelitian dibagi dalam 6 kelompok secara acak dengan jumlah tiap kelompok adalah sama, yaitu 5 ekor tikus. Kelompok I merupakan kelompok kontrol tanpa perlakuan. Hewan uji diperlakukan normal seperti biasa, tanpa induksi ulkus lambung. Tujuannya agar terbentuk lambung normal tanpa ulkus. Kelompok II merupakan kelompok kontrol negatif. Hewan uji diberi perlakuan berupa induksi ulkus lambung dengan etanol 80% sebanyak 1,2 ml pada hari kedua setelah dipuasakan selama 24 jam.

Induksi ulkus dilakukan setelah tikus dipuasakan selama 24 jam. Tujuan dari dipuasakannya tikus sebelum induksi ulkus ialah memberikan kesempatan pada lambung untuk melakukan pengosongan limennya dari sisa-sisa makanan yang ada, sehingga tidak akan timbul reaksi antara sisa makanan dengan obat yang diberikan. Disamping itu, dengan kosongnya lambung maka konsentrasi asam lambung akan meningkat, sehingga mempermudah terjadinya ulkus dan pendarahan. Kelompok III, IV, V merupakan kelompok perlakuan. Ketiga kelompok ini masing-masing diberi perasan daun P. foetida L. dengan konsentrasi 2%, 4% dan 8% selama 3 hari. Hari pertama, tikus dipuasakan selama 24 jam. Hari kedua, tikus diinduksi dengan etanol, satu jam kemudian diberikan perasan daun P. foetida L. sesuai dosis pada masing-masing kelompok dan diberi makan seperti biasa. Hari ketiga dan keempat, tikus hanya di berikan perasan daun P. foetida L. dan diberi makan. Kelompok VI adalah kelompok control positif. Hewan uji diberi sukralfat 0,36 ml/200 grBB selama 3 hari. Pada kelompok ini diperlakukan sama seperti kelompok perlakuan (kelompok III, IV dan V), tetapi perasan daun P. foetida L. diganti dengan sukralfat sesuai dengan dosis masing-masing hewan uji. Pembedahan dilakukan pada hari kelima. Sebelum dibedah, tikus dianeatesi dahulu dengan eter hingga mati. Caranya dengan memasukkan tikus ke dalam toples yang telah diberi cairan eter. Pembedahan dilakukan dengan membuka perut tikus dan diambil organ lambungnya. Lambung dibuka dengan menggunting sepanjang kurvatura minor. Lambung dibersihkan dengan NaCl fisiologis untuk menghilangkan debris, kotoran dan mencegah kerusakan sel-sel serta jaringan. Lambung kemudian diamati secara makroskopis. Lambung difiksasi dalam formalin 10%, lambung dipotong dari arah esofagus kearah usus dengan lebar 0,5 cm untuk kemudian dibuat preparat histologis. Lambung yang digunakan untuk membuat preparat histologi dipilih tiga dari masing-masing kelompok. Pada masing-masing preparat histologi lambung, diamati derajat keparahan ulkus dan derajat penyebaran sel radang dalam 10 lapang pandang. Derajat keparahan

ulkus terbagi kedalam 6 tingkatan, yaitu: kedalaman ulkus sampai mukosa, kedalaman ulkus sampai mukosa, kedalaman ulkus sampai mukosa, kedalaman ulkus mencakup seluruh mukosa, kedalaman ulkus mencapai muskularis dan kedalaman ulkus mencapai serosa. Sedangkan derajat penyebaran sel radang terbagi kedalam 3 tingkatan, yaitu: jumlah sel radang 0-20, normal; jumlah sel radang 21100, ringan; dan jumlah sel radang lebih dari 101, berat. Seperti yang terdapat pada Tabel 1 dan Tabel 2.8
Tabel 1. Tingkat keparahan ulkus menurut Hadi (2002) dengan modifikasi.

Tingkat keparahan ulkus Normal Kedalaman ulkus sampai 1/4 mukosa Kedalaman ulkus sampai 1/2 mukosa Kedalaman ulkus sampai 3/4 mukosa Kedalaman ulkus mencakup seluruh mukosa Kedalaman ulkus mencapai muskularis Kedalaman ulkus mencapai serosa

Nilai 0 1 2 3 4 5 6

Tabel 2. Penyebaran sel radang menurut Hadi (2002) dengan modifikasi.

Jumlah sel radang 0-20 21-100 >100

Nilai Ringan Sedang Berat

Data perbandingan kedalaman ulkus dan penyebaran sel radang tiap kelompok tersebut dianalisis dengan analisis parametrik One Way Anova. Tingkat kepercayaan pada analisis adalah 95% atau tingkat kemaknaan 5% ( P < 0,05). Analisis hasil menggunakan One Way Anova karena data yang dihasilkan memiliki distribusi normal dan varian data yang sama.

Hasil Hasil rata-rata perhitungan tingkat keparahan ulkus dan penyebaran sel radang tiap kelompok dapat diamati pada Tabel 3, Tabel 4, Gambar 1 dan Gambar 2.

Tabel 3. Hasil perhitungan tingkat keparahan ulkus menurut Hadi (2002) dengan modifikasi.

NO. 1 2 3 4 5 6

KELOMPOK Kontrol tanpa perlakuan Kontrol negatif Perasan 2% Perasan 4% Perasan 8% Kontrol positif

KEDALAMAN ULKUS 0.400.46a 1.830.78b 1.530.38b 1.400.62b 1.430.42b 1.670.59b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p<0.05)

Tabel 4. Hasil perhitungan sel radang menurut Hadi (2002) dengan modifikasi.

NO. 1 2 3 4 5 6

KELOMPOK Kontrol tanpa perlakuan Kontrol negatif Perasan 2% Perasan 4% Perasan 8% Kontrol positif

SEL RADANG 1.330.12a 1.330.42a 1.800.62a 1.370.25a 1.600.17a 1.200.27a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p<0.05)

Gambar 1. Histogram perbandingan kedalaman ulkus lambung

Gambar 2. Histogram perbandingan sel radang pada ulkus lambung

DISKUSI Lambung pada kelompok kontrol tanpa perlakuan didapatkan adanya ulkus dan sel radang. Hal ini dapat disebabkan karena imunitas pada lambung tikus menurun, sehingga dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan sel radang. Tikus yang sedang sakit juga dapat mempengaruhi adanya ulkus dan sel radang. Pada kelompok kontrol negatif; perasan 2%; perasan 4%; perasan 8%; dan kontrol positif didapatkan hasil yaitu terbentuknya ulkus dan sel radang. Tingkat keparahan ulkus (kedalaman ulkus) dan sel radang ini dihitung sesuai dengan parameter yang digunakan seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2. Pemeriksaan sel radang ini dilihat dengan adanya leukosit (sel netrofil), karena ulkus yang terjadi bersifat akut. Sedangkan untuk ulkus yang bersifat kronik, dilihat dengan adanya sel limfosit. Ulkus dan sel radang yang terjadi karena induksi etanol yang dilakukan dalam percobaan. Etanol diketahui sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko erosi mukosa lambung dan pembentukan ulkus. Etanol merupakan agen ulserogenik

yang bila diberikan ke tikus secara intragastrik akan menyebabkan erosi perdarahan lambung yang berat. Radikal bebas mungkin terlibat dalam patogenesis pembentukan ulkus lambung terinduksi etanol, terpisah dari mekanisme yang lain seperti pelepasan leukotrien mukosa dan vasokonstriksi pembuluh darah submukosa. Ulkus lambung terinduksi etanol berkaitan dengan produksi signifikan radikal bebas yang memacu peningkatan peroksidasi lipid sehingga menyebabkan kerusakan pada sel dan membran sel. Akumulasi dari netrofil yang teraktivasi pada mukosa lambung mungkin menjadi sumber dari radikal bebas.9 Kontrol positif pada penelitian ini menggunakan sukralfat. Sukralfat adalah suatu kompleks garam polialuminium hidroksida dari sukrosa sulfat. Sukralfat menjadi sangat poler pada pH asam dan mengikat pada dasar ulkus selama sampai 12 jam, sedangkan relatif sedikit mengikatkan diri pada mukosa lambung atau duodenum yang utuh. Dipercaya bahwa melekatnya sukralfat pada jaringan granulasi menghalangi difusi H+ ke dasar ulkus.3 Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan pepsin.6 Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa tingkat keparahan ulkus yang paling tinggi terdapat pada kontrol negatif dan yang paling rendah adalah kontrol tanpa perlakuan. Dari kelompok perlakuan, perasan 2% mempunyai tingkat keparahan yang paling tinggi dan perasan 4% mempunyai tingkat keparahan yang paling rendah. Berdasarkan Tabel 3, tidak ada perubahan yang signifikan pada kelompok perlakuan. Pada Gambar 2, dari keseluruhan kelompok didapatkan hasil bahwa sel radang terbanyak terdapat pada kelompok dengan perasan 2% dan yang paling sedikit adalah kontrol positif dengan menggunakan sukralfat. Dari kelompok perlakuan didapat hasil bahwa sel radang terbanyak terdapat pada kelompok dengan perasan 2% dan yang paling sedikit pada perasan 4%. Berdasarkan Tabel 4, tidak ada perubahan yang signifikan pada kelompok perlakuan.

Dari Tabel 3 dan Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan dari hasil yang didapat. Dengan menggunakan analisis parametrik One Way Anova didapatkan hasil yang tidak signifikan karena nilai yang signifikan adalah p<0.05. Pada tingkat keparahan ulkus didapatkan nilai p adalah 0.093 sedangkan pada penyebaran sel radang nilai p adalah 0.378. Nilai yang tidak signifikan ini bisa disebabkan karena dosis yang diberikan terlalu kecil. Selain itu, imunitas dari tikus juga berpengaruh dalam penyembuhan dari ulkus yang diinduksi karena sebelum penelitian tidak dilakukan penelitian untuk mengetahui imunitas dari tikus yang diujikan sehingga tidak diketahui secara pasti keadaan tikus saat dilakukan penelitian. Setelah tikus diinduksi dengan etanol, kemungkinan terjadi penyembuhan sendiri selama penelitian berlangsung sehingga sulit untuk mendapatkan hasil yang signifikan. KESIMPULAN Perasan 2%; 4%; dan 8% daun P. foetida L. tidak memiliki efek kuratif terhadap gambaran histologi ulkus lambung tikus putih terinduksi etanol. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji kembali keefektifan P. foetida L., dengan meningkatkan dosis dan menggunakan sediaan yang berbeda. Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih kepada SN. Nurul Makiyah, S.Si., M.Kes. bagian histologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu penelitian ini.

Daftar Pustaka 1. Lindseth, G.L. (2006). Gangguan Lambung dan Duodenum. Dalam Price, S.A.&Wilson, L.M. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.,volume1. Edisi VI. Jakarta: EGC. 417-435. 2. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (edisi 10).Jakarta : EGC. 3. McGuigan, J.E. (2000). Ulkus Peptikum dan Gastritis. Dalam Isselbacher, K.J., Braunwald, E., Wilson, J.D., Marin, J.B., Fauci, A.S., Kasper, D.L., Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam (Asdie, A. H., penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 1995). 4. Kurniati, S. (2004, September). Faktor-Faktor Yang Berperan Pada Terjadinya Tukak Peptik. Majalah Kedokteran Atma Jaya Volume 3 No. 3, 193-197. 5. National Institute of Health. (2004). What I Need To Know About Peptic Ulcer [Brosur]. 6. Tarigan, P. (2006). Tukak Gaster. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 340346. 7. Sudarsono, P.N., Gunawan, D. dkk. (2002). Tumbuhan Obat II: Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. Yogyakarta : Pusat Studi Obat Tradisional UGM. 8. Hadi, S. (2002). Gastroenterologi. Bandung: Alumni. 204-247. 9. Shetty R., Kumar V., Naidu M.U.R., Ratnakar K.S. (2000). Effect of Ginko biloba Extract on Ethanol-induced Gastric Mucosal lesions in Rats. Indian Journal of Pharmacology 32: 313-317

You might also like