Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

KARAKTERISTIK ABORTUS INKOMPLITUS DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE JANUARI DESEMBER 2009

Jurnal Kesehatan Kedokteran Indonesia

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Oleh: Dewi Masithoh 07711094

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2011

KARAKTERISTIK ABORTUS INKOMPLITUS DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE JANUARI - DESEMBER 2009 Dewi Masithoh1, Saribin Hasibuan2, Yasmini Fitriyati3

ABSTRACT Maternal mortality rate (MMR) in Indonesia is the highest in Southeast Asia. According to WHO 15-50% of maternal deaths caused by abortion. One of the classifications of abortion is incomplete abortion which often cause bleeding complication and infections. The objective of this research is to investigate the characteristics of incomplete abortion based on patient age, gestational age, history of abortion, history of illness, maternal nutrition status, the history of drug usage and environmental factors in RSUD Panembahan Senopati Bantul period January December 2009. This is a descriptive study with cross sectional approach and applied retrospectively using medical records in RSUD Panembahan Senopati Bantul. The number of incomplete abortion cases in RSUD Panembahan Senopati Bantul Period January December 2009 is 102 cases. Incomplete abortion is most experienced at the age group 20-35 (66,67%), and gestational age 0-11 weeks (61,76%). 40,20% incomplete abortion most experienced in patient with parity 0 (nulliparous). And most experienced in patient who has no history of abortion (87,25%) and no history of illness (64,71%). About 48,04% patient did not experience chronic energy shortage, and 70,58% patient with no history of drug usage and environmental factors. Key words : Incomplete abortion, characteristics INTISARI Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara. Menurut WHO 1550 % kematian ibu disebabkan oleh abortus. Salah satu klasifikasi abortus adalah abortus inkomplitus, yang sering menimbulkan komplikasi perdarahan dan infeksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien abortus inkomplitus berdasarkan usia penderita, usia kehamilan, paritas, riwayat abortus, riwayat penyakit, status gizi, pemakaian obat dan faktor lingkungan di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari Desember 2009. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan secara retrospektif dengan melihat rekam medis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Jumlah kasus abortus inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 adalah 102 kasus. Abortus inkomplitus paling banyak terjadi pada kelompok usia 2035 tahun (66,67%), dan usia kehamilan 011 minggu (61,76%). 40,20% abortus inkomplitus terjadi pada pasien dengan paritas 0 (nulipara). Dan terbanyak dialami oleh pasien yang tidak memiliki riwayat abortus (87,25%) dan tidak memiliki riwayat penyakit( 64,71%). Sekitar 48,04% pasien tidak mengalami kekurangan energi kronik, dan yang tidak memiliki riwayat pemakaian obat dan faktor lingkungan sebanyak 70,58%. Kata kunci : Abortus inkomplitus, karakteristik 1 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 2 Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia 3 Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

PENDAHULUAN Kematian maternal dan perinatal merupakan masalah besar, khususnya di negara berkembang. Sekitar 9899% kematian maternal dan perinatal terjadi di negara berkembang, sedangkan di negara maju hanya 12% (Manuaba, 2007). Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih tinggi. Hal ini merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Menurut Suvei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 248 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah 34 per 1.000 kelahiran hidup. Ini merupakan angka tertinggi di Asia Tenggara. Untuk itu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah yang paling diprioritaskan dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.1 Dinas Kesehatan Propinsi DIY mencatat pada tahun 2009, angka kematian ibu mencapai 104 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebanyak 17 per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Siti Noor Zaenab, angka kematian ibu dan bayi di kabupaten Bantul masih tinggi. Tercatat sejak Januari hingga September 2009 ada 96 kasus. 96 kasus tersebut terdiri dari angka kematian ibu (AKI) 9 kasus dan angka kematian bayi (AKB) 87 kasus.1
Angka kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan (42%), eklamsia (13%), keguguran atau abortus (11%) dan infeksi (10%). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1550% kematian ibu disebabkan oleh abortus. Dan sebagian besar terjadi pada trimester pertama. 1-2% abortus terjadi setelah minggu ke-13.2 Komplikasi abortus berupa perdarahan atau infeksi dapat menyebabkan kematian. Sedangkan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab kematian ibu

adalah terdapat istilah 3 terlambat (terlambat ambil keputusan, terlambat transportasi, terlambat mendapat pelayanan kesehatan) dan 4 terlalu dalam melahirkan (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu sering).3 Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan. Unsaf abortion menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) presentase kemungkinan kejadian abortus cukup tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia, abortus dapat terjadi pada 10-15% kehamilan.4 Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Hasil penelitian F Blohm et al. (2007) menyatakan di Swedia ditemukan bahwa abortus terjadi pada 12% kehamilan dan 1 dari 4 wanita yang hamil pernah

mengalami abortus. Resiko abortus dilaporkan lima kali lebih tinggi pada wanita berusia 3135 tahun. Peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan kejadian penyimpangan kromosom sesuai dengan peningkatan usia.5 Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus yaitu meningkatnya usia dan jumlah paritas ibu, riwayat abortus yang pernah dialami pada kehamilan sebelumnya, status gizi ibu, trauma psikis, mioma uteri, penyakit ibu (diabetes melitus, tiroid, dan infeksi TORCH) (Cunningham et al., 2006). Abortus lebih jarang terjadi antara wanita dibawah
usia 25 tahun, dimana kasusnya adalah 1 dalam 10 wanita, dan umumnya pada wanita yang berusia lebih tua. Setelah usia 35 tahun, 1 dalam 5 kehamilan berakhir dengan abortus.6

RSUD Panembahan Senopati Bantul adalah salah satu rumah sakit umum yang terdapat di ibukota kabupaten Bantul propinsi D.I. Yogyakarta, melaksanakan pelayanan kebidanan (antenatal) dan merupakan rumah sakit rujukan terdepan/tingkat primer dari berbagai puskesmas di wilayah kerjanya yang memberikan pelayanan obstetri essensial termasuk penanganan abortus dan berbagai komplikasinya. Dari laporan penyelenggaraan di RSUD Panembahan Senopati didapatkan data bahwa pada tahun 2004 terdapat 105 kasus abortus, pada tahun 2005 terdapat 115 kasus abortus, pada tahun 2006 terdapat 166 kasus abortus, pada tahun 2007 terdapat 232 kasus abortus dan pada tahun 2008 terdapat 236 kasus abortus.7 Salah satu klasifikasi abortus adalah abortus inkomplitus. Abortus inkomplitus adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari kavum uteri, tetapi masih ada yang tertinggal.8 Abortus inkomplitus sering sekali menimbulkan komplikasi berupa perdarahan. Pada kasus abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.9 Pada abortus inkomplitus kemungkinan besar terjadi infeksi, hal tersebut disebabkan oleh sisa jaringan yang ada dalam uterus menjadi sumber yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, adanya anemia berat akibat perdarahan akan mempermudah terjadinya infeksi.10

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang ditemukan dan hasil penelitian kemudian disajikan apa adanya.11 Dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan secara retrospektif dengan melihat

data sekunder yaitu data yang telah direkapitulasi oleh bagian rekam medis dari pencatatan medis (medical record) RSUD Panembahan Senopati Bantul. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis menderita abortus inkomplitus di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009. Kriteria inklusi adalah pasien yang telah terdiagnosis abortus inkomplitus, dan criteria eksklusi adalah pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap pada salah satu variabel yang diteliti. Variabel yang diteliti pada penelitian ini terdiri dari abortus inkomplitus sebagai variabel tergantung dan variabel bebasnya adalah usia ibu, usia kehamilan, paritas, riwayat abortus, riwayat penyakit, status gizi, pemakaian obat dan faktor lingkungan. Data yang diperoleh dari rekam medis akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan presentase yang dituangkan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian diperlihatkan dalam bentuk karakteristik pasien abortus inkomplitus berdasarkan umur, usia kehamilan, paritas, riwayat abortus, riwayat penyakit, status gizi, pemakaian obat dan faktor lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011. Dari rekam medis RSUD Panembahan Senopati tahun 2009, didapatkan pasien yang terdiagnosis menderita abortus inkomplitus sebanyak 102 kasus. Tabel 1. Jenis Kasus Ginekologi di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari Desember 2009 Kasus Ginekologi Abortus iminens Abortus inkomplitus Abortus insipient Lain lain Total Jumlah 177 102 3 355 637 Presentase (%) 27,79 16,01 0,47 55,73 100%

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2009, dari 637 kasus ginekologi, pasien yang terdiagnosis abortus inkomplitus berjumlah 102 orang (16,01%). Kasus lain sebanyak 355 kasus

(55,73%) terdiri dari mioma uteri, kanker serviks, kista bartolini, mola hidatidosa, kista ovarium, kehamilan ektopik terganggu, dan menometroragi. Tabel 2. Usia pasien abortus inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009. Variabel Usia Kategori < 20 Tahun 20 35 Tahun > 35 Tahun Total Jumlah 11 68 23 102 Presentasi (%) 10,78 66,67 22,55 100%

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Pada tabel 2 dapat dilihat usia pasien abortus inkomplitus. Menurut usia, mayoritas pasien abortus inkomplitus berusia antara 20 35 tahun sebanyak 68 pasien (66,67%) yang merupakan kelompok usia reproduksi sehat. Hal ini dapat menjadi sebuah peringatan bagi wanita usia reproduksi sehat bahwa walaupun tidak memiliki faktor risiko usia tatapi tetap harus berhatihati dalam menjaga kehamilanya dengan selalu memeriksakan diri ke sarana kesehatan agar terhindar dari abortus. Pada penelitian juga didapatkan bahwa kejadian abortus pada usia reproduksi tidak sehat lebih banyak didapatkan pada usia > 35 tahun (22,55%) dari pada usia usia < 20 tahun (10,78%). Risiko abortus meningkat seiring dengan usia ibu. Frekuensi abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita yang usianya lebih dari 40 tahun. Hal ini disebabkan karena fungsi uterus menurun oleh karena vaskularisasi uterus yang kurang adekuat.9 Tabel 3. Usia Kehamilan Pasien Abortus Inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Usia Kehamilan Kategori 010 Minggu 1120 Minggu Total Jumlah 63 39 102 Presentasi (%) 61,76 38,24 100%

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa usia kehamilan mayoritas pasien abortus inkomplitus antara 010 minggu sebanyak 63 pasien (61,76%). Ini menunjukkan bahwa abortus inkomplitus

lebih banyak terjadi pada 10 minggu pertama kehamilan. Sedangkan pada usia kehamilan 11-20 minggu jumlahnya hanya 38,24%. Hasil penelitian mengenai usia kehamilan pada tabel 4, didapatkan bahwa abortus inkomplitus lebih banyak terjadi pada usia kehamilan 0 10 minggu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Husain (1991) dimana kejadian abortus lebih banyak ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu. Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan. Dan kelainan kromosom merupakan penyebab separuh dari kasus abortus ini. Kelainan kromosom yang paling sering ditemui adalah trisomi, poliploidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.9 Tabel 4. Gambaran Paritas Pasien Abortus Inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Paritas Kategori 0 (nulipara) 1 25 >5 Total Jumlah 41 35 25 1 102 Presentasi (%) 40,20 34,31 24,51 0,98 100

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa paritas mayoritas memiliki paritas 0 (nulipara) sebanyak 41 orang (40,20%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2010) juga didapatkan bahwa kejadian abortus inkomplitus lebih banyak terjadi pada ibu dengan paritas 0 (nulipara). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian abortus inkomplitus dapat terjadi karena pengetahuan dan pengalaman ibu yang baru pertama kali hamil masih kurang.

Tabel 5. Riwayat Abortus Pasien Abortus Inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Riwayat abortus Ada Tidak ada Total Kategori Jumlah 13 89 102 Presentasi (%) 12,75 87,25 100

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pasien abortus inkomplitus yang dirawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2009 sebagian besar tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya yaitu sebanyak 89 orang (87,25%). Dan yang memiliki riwayat abortus sebelumnya sebanyak 13 pasien (12,75%). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kejadian abortus inkomplitus lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak memiliki riwayat abortus sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (2010) juga didapatkan hasil kejadian abortus inkomplitus lebih banyak terjadi pada ibu yang tidak memiliki riwayat abortus. Hal ini mungkin disebabkan karena pada temuan sebelumnya yaitu paritas, didapatkan sebagian besar pada ibu dengan paritas 0 (nulipara) yang belum pernah melahirkan sehingga mungkin belum memiliki riwayat abortus. 12 Riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 35 %. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, termasuk abortus inkomplitus pasangan mempunyai risiko 15% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa setelah 3 kali abortus berurutan, risikonya meningkat 30 45%.13 Berbagai kondisi yang berperan dalam abortus yang berulang antara lain adanya respon antibodi ibu, yaitu lupus anticoagulant (LAC) dan anticardiolipin antibody (ACA). Antibodiantibodi ini menurunkan prostasiklin, yang mempermudah timbulnya lingkungan yang didominasi oleh tromboksan yang kemudian menyebabkan trombosis. Dan mengakibatkan terlepasnya buah kehamilan dari tempat implantasinya.9

Tabel 6. Gambaran riwayat penyakit pasien abortus inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Riwayat penyakit Ada Tidak Ada Total Kategori Jumlah 36 66 102 Presentasi (%) 35,29 64,71 100

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa mayoritas pasien tidak memiliki riwayat penyakit yaitu berjumlah 66 orang (64,71%). Riwayat penyakit terdiri dari penyakit hipertensi, penyakit pernapasan, anemia, dan lain lain. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar ibu tidak memiliki riwayat penyakit. Hal ini mungkin disebabkan karena pada penggalian data saat anamnesis hanya diperoleh data tentang penyakitpenyakit ibu yang berat saja, seperti penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes. Sedangkan penyakit lain seperti infeksi pada alat genital atau abnormalitas uterus tidak digali. Padahal kemungkinan penyebab terjadinya abortus adalah infeksi pada alat genital. Infeksi vagina pada kehamilan sangat berhubungan dengan terjadinya abortus atau partus tidak pada waktunya. Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan infeksi sistemik maternal. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus (kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, serviks inkompetensi).14 Tabel 7. Status Gizi Pasien Abortus Inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Status gizi Kategori Kekurangan Energi Kronis Tidak Kekurangan Energi Kronis Tidak diketahui Total Jumlah 43 49 10 102 Presentasi 42,16 48,04 9,80 100%

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Status gizi pasien abortus inkomplitus didapatkan dengan mengukur lingkar lengan atas. Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 49 pasien (48,04%) diketahui tidak mengalami kekurangan energi kronis, dan 43 pasien (42,16%) diketahui mengalami kekurangan energi

kronis. Sedangkan 10 orang pasien (9,80%) tidak diketahui status gizinya. Kehamilan meningkatkan metabolisme oleh karena kebutuhan untuk dapat menjamin tumbuh kembang janin dalam rahim secara optimal. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu, sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang dipetrlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Dampak nutrisi yang tidak adekuat dapat menimbulkan berbagai gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim termasuk abortus.15 Tabel 8. Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan Pasien Abortus Inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Januari Desember 2009 Variabel Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan Ada Tidak Ada Total Kategori Jumlah 31 71 102 Presentasi (%) 30,39 69.61 100

Sumber : Data Rekam Medis RSUD Panembahan Senopati Tahun 2009 Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa pasien abortus inkomplitus di RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tahun 2009 yang memiliki riwayat atau sedang memakai obat sebanyak 31 orang (30,39%), dan yang tidak memiliki riwayat atau tidak sedang memakai obat sebanyak 71 orang (69,61%). Riwayat pemakaian obat dan faktor lingkungan meliputi pemakaian kontrasepsi berupa pil KB atau KB suntik, dan konsumsi jamujamuan. Menurut Manuaba (2007) bentuk gangguan obat yang dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang janin adalah : a. Langsung membunuh (all or nothing) b. Mengganggu pertumbuhan c. Mengganggu diferensiasi sel sehingga menimbulkan deformitas organ d. Mengganggu fungsi sekalipun bentuk organ normal15

KESIMPULAN Jumlah pasien yang terdiagnosis abortus inkomplitus pada tahun 2009 sebanyak 102 pasien. Menurut usia pasien, kejadian abortus inkomplitus terbanyak pada usia 20 35 tahun sebanyak 68 pasien (66,67%). Menurut usia kehamilan, usia kehamilan terbanyak 0 10 minggu sebanyak

63 pasien (61,76%). Menurut paritas, abortus inkomplitus lebih banyak ditemukan pada ibu dengan paritas 0 (nulipara) sebanyak 41 pasien (40,20%). Menurut riwayat abortus, abortus inkomplitus paling banyak ditemukan pada pasien yang tidak memiliki riwayat abortus sebanyak 89 pasien (87,25%). Menurut riwayat penyakit, abortus inkomplitus paling banyak ditemukan pada pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit 66 pasien (64,67%). Menurut status gizi, abortus inkomplitus paling banyak ditemukan pada pasien yang tidak mengalami kekurangan energi kronis sebanyak 49 pasien (48,06%). Menurut pemakaian obat dan faktor lingkungan, didapatkan bahwa abortus inkomplitus lebih banyak ditemukan pada pasien yang tidak memiliki riwayat pemakaian obat dan faktor lingkungan sebanyak 71 pasien (69,61%).

SARAN 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara faktor resiko abortus inkomplitus dengan kejadian abortus inkomplitus melalui metode case control atau cohort agar didapat data lebih akurat. 2. Kepada pihak RSUD Panembahan Senopati Bantul agar dapat meningkatkan promosi, penyuluhan dan konseling kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan terutama pada awal kehamilan sebagai deteksi dini ibu hamil resiko tinggi dan tanda bahaya kehamilan dalam usaha menurunkan angka kejadian abortus inkomplitus. 3. Kepada Dinas Kesehatan agar lebih menekankan kepada petugas kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care (pemeriksaan kehamilan) untuk mendeteksi faktor resiko yang berpengaruh pada kesehatan ibu dan janin sedini mungkin sehingga dapat menurunkan kejadian abortus inkomplitus dan mengembangkan sarana informasi bagi masyarakat tentang abortus inkomplitus sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang bahaya abortus inkomplitus.

DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Kader dan Toma Panduan Praktek Lapangan, Jakarta

2. Myles. 2009, Buku Ajar Bidan (Myles Textbook For Midwife) Edisi 14, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 3. Ambarwati dan Rismintari, 2009, Asuhan Kebidanan Komunitas, Muha Medika, Yogyakarta 4. Azhari, 2002, Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. http://www.scribd.com/doc/22357037/Masalah-Abortus-Dan-Kesehatan. Diakses pada tanggal 11 Januari 2011 5. F, Blohm. B, Fride. I, Milsom., 2007, A prospective longitudinal population-based study of clinical miscarriage in an urban Swedish population. www.blackwellpublishing.com/bjog. Diakses pada tanggal 11 Januari 2011 6. Llwellyn-Jones, D., 2005, Fundamentals of Obstetric and Gynaecology Edisi ke-6 Edisi Bahasa Indonesia, Hipokrates, Jakarta 7. Dinas Kesehatan, 2010, Laporan Penyelenggaraan RSUD Panembahan Senopati Bantul. http://rsudps.bantulkab.go.id/documents/20100614104024-dok_rsudps_101.pdf. Diakses pada 11 Januari 2011 8. Kusmiati, Y, Wahyuningsih, H.P, Sujiyatini., 2009, Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil), Fitramaya, Yogyakarta 9. Cunningham, G et al., 2006, Obstetri William Volume 2 Edisi 21, EGC, Jakarta 10. Saifuddin, A.B., 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 11. Arikunto, S., 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta 12. Panggabean, Marito., 2010, Hubungan Karakteristik Ibu Dengan Kejadian Abortus Inkompletus di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2008 April 2010, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara 13. Prawirohardjo, S., 2009, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 14. Mochtar, Rustam, 2002, Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 15. Manuaba, et al., 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Yogyakarta

You might also like