Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 26

Kuliah Modul Reproduksi

MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI DI NTT

PENDAHULUAN Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-Undang Pokok Kesehatan Nomor 32, Tahun 1992 adalah meliputi kesehatan badan, rohaniah (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Reproductive health is a state of complete physical, mental, and social wellbeing in all matters relating to the reproductive system and to its function and processes. It impies that people have the capability to reproduce and the freedom to decide if, when and how often to do so. Implicit in this is the right moment of men and women to be informed and to have access to safe, effectrive, affordable, and acceptable methods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulation of fertility, which are not against the law, and the right of access to health-care services that will enable women to go safely trough pregnancy and childbirth. Reproductive health care also includes sexual health, the purpose of which is the enhancement of life and personal relations (ICPD, 1994). Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu : kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan berarti dapat berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan anak sehat yag tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepi, dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktivitas yang berbahaya.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Reproductive rights embrace certain human rights that are already recognized in national laws, international human rights documents and other relevant UN consensus documents. These rights rest on the recognition of the basic rights of all couples and individuals to decide freely and responsibly the number, spacing and timing of their children and to have the information and means to do so, and the right to attain the highest standard of sexual and reproductive health. They also include the right of all to make decisions concerning reproduction free of discrimination, coercion and violence. Full attention should be given to promoting mutually respectful and equitable gender relations and particularly to meeting the educational and service needs of adolescent to enable them to deal in a positive and responsible way their sexuality (ICPD, 1994). Jadi hak reproduksi merupakan hak setiap individu/pasangan untuk

mendapatkan: Kemampuan reproduksi Keberhasilan reproduksi Keamanan reproduksi Ada empat pilar utama kesehatan reproduksi: 1. Women Health 2. Infant and Child Health 3. Prevention and Treatment of STDs 4. Fertility Regulation Tulisan ini merupakan tinjauan kesehatan reproduksi di Indonesia.

WOMEN HEALTH 1. Kesuburan Remaja

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Seratus tahun yang lalu, seorang wanita akan mendapat haid pertama pada umur 17 tahun. Pada masa sekarang seorang remaja wanita akan mendapat haid pertama pada umur 12 atau kurang. Percepatan ini disebabkan oleh dua hal, yaitu: a. Keadaan gizi remaja masa kini, relatif lebih baik dibandingkan dengan keadaan seratus tahun yang lalu. b. Rangsangan audio-visuil, yang dapat mempercepat kematangan biologik, yang diterima remaja masa kini lebih banyak dibandingkan dangan seratus tahun yang lalu (misal : radio, majalah, film, dll).

30 Umur kawin 20 17 10 Umur haid pertama 1890 1920 1940 1960 1980

Gambar 1. Kesuburan Remaja Perubahan besar yang terjadi pada remaja adalah pertumbuhan fisik yang cepat serta timbulnya ciri-ciri khas wanita atau laki-laki, yang timbul karena meningkatnya pengeluaran hormon wanita dari indung telur atau hormon laki-laki dari testis. Selain itu, hormon ini juga menyebabkan remaja akan mulai menaruh perhatian terhadap lawan jenisnya. Perasaan yang alamiah inilah yang bila tidak dikendalikan denagan baik akan merupakan awal dari masalah yang dihadapi remaja.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

2. Maternal Care Masalah lain yang dihadapi dalam Women Health adalah masih tingginya angka kematian ibu (tabel 1).

Tabel 1 Profil Kesehatan Ibu Indonesia, 1997 Jumlah penduduk Wanita hamil Kelahiran per tahun Pemakaian ASI Pemeriksaan hamil Anemia kehamilan Kematian Ibu 200 juta 3.2% 4,9 juta cenderung turun 70% 60% 390/100.000

Masalah lain yang dihadapi adalah rendahnya tingkat pendidikan dan peranan wanita.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

STATUS WANITA

PERSALINAN : TENAGA TERLATIH AUDIT KEMATIAN IBU

GIZI

AKI

KB

JARINGAN PELAYANAN OBSTETRI

Gambar 2. Faktor yang menentukan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Pengalaman menunjukkan dalam jangka panjang kombinasi antara pendidikan, peningkatan status dan karir wanita serta Kelurga Berencana (dengan tersedianya kontrasepsi) mempunyai dampak yang palin besar dalam penurunan AKI. Namun dalam jangka pendek, upaya penurunan AKI harus berupa intervensi terhadap pelayanan obstetri: 1. pemeriksaan antenatal bagi semua wanita hamil, dengan memakai risk approach. 2. a. semua persalinan oleh tenaga terlatih b. peningkatan standar pelayanan persalinan 3. pendidikan dan pelatihan yang terus menerus bagi petugas untuk memberikan pelayanan gawat darurat serta esential obstetrics function untuk bidan di desa, dokter puskesmas, serta DSOG di RS Kabupaten. 4. Medical audit terhadap kematian ibu oleh Panitia Kematian Ibu.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

3. Menopause Setelah usia 40 tahun, seorang wanita memasuki fase klimakterium. Asal katanya climacter yang berarti tahun-tahun peralihan. Klimakterium atau usia mapan, berlangsung sari saat pramenopause (kira-kira umur 40 tahun), yaitu pada masa di mana ovarium berangsur-angsur menurun fungsinya, dan berakhir sekitar usia 55 tahun. Pada usia sekitar 49 tahun terjadi menopause (mati haid).

Menarche Pra Pubertas

Menopause

Ooforopause

Senium

Pubertas

Reproduksi

Pramenopaus Pasca Menopause Pra Senium e

11

12-13

40

49

52

65

Gambar 3. Kronologik Masa Kehidupan Wanita Menopause merupakan salah satu fase dari kehidupan normal seorang wanita. Pada masa menopause kapasitas reproduksi wanita berhenti. Ovarium tidak lagi berfunsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang. Sejumlah perubahan fisiologik terjadi. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan proses penuaan. Banyak wanita yang mengalami gejala dan keluhan akibat perubahan tersebut di atas. Gejala dan keluhan tersebut biasanya berangsur-angsur menghilang. Walaupun tidak menyebabkan kematian, namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan kadangkadang menyebabkan gangguan dalam pekerjaan sehari-hari. Perubahan lain yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan yang terjadi pada sistem skeletal (tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporosis dan penykit jantung serta pembuluh darah. Keadaan ini merupakan salah satu hal yang harus ditanggulangi dalam proses asuha kesehatan wanita.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Seperti terlihat pada tabel II kurang lebih sepertiga dari umur wanita di atas 50 tahun dilalui pada masa menopause. Misalnya, di Argentina, harapan hidup seorang wanita saat dilahirkan pada tahun 1975 1980, adalah 72 tahun. Setelah berusia 50 tahun, harapan hidupnya adalah 28 tahun. Dengan demikian, lebih dari sepertiga (28 tahun) usianya (72 tahun) dilaluinya pada masa menopause.

Pada tahun 1997 jumlah penduduk Indonesia 201,4 juta dengan 100,9 juta orang wanita. Termasuk 14,3 juta orang wanita berusia 50 tahun atau lebih. Pada tahun 2000 jumlah wanita berusia 50 tahun ke atas akan berjumlah 15,5 juta orang. WHO memperkirakan kenaikan jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia adalah 414% dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990 ( tabel III)

INFANT AND HEALTH Dalam bidang infant and children care, angka kematian bayi dan anak di Indonesia cenderung menurun tajam. Namun bila dibandingkan dengan Negara Asean lainnya masih merupakan angka yang tertinggi.

PENYAKIT HUBUNGAN SEKSUAL (PHS)

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Sexual Transmitted Diseases (STDs) atau Penyakit Hubungan Seksual (PHS) merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi, karena cenderung meningkat dan menyebabkan dampak negatif terhadap keluarga dan keturunannya.

- Keputihan - Tidak diobati - Resistensi

Abortus Kematian janin Prematuritas Kelainan bawaan

Vaginitis Cervicitis PHS Prostitusi Free Sex

PRP

Penurunan KB Sosial Ekonomi

-Urbanisasi -Perceraian

Mandul H. Ektopik Nyeri pelvik Reinfeksi

Gambar 4. Rangkaian sebab-akibat PHS Dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain: infertilitas, kanker serviks, bahkan dapat berakhir dengan kematian.

Tabel 4. Penyebab Infertilitas pada wanita di Jakarta, 1980 Faktor Uterus Tuba Peritoneum % 33 42 9

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Ovarium Tidak Diketahui


Sumapraja, 1980

52 9

Sumapraja menemukan 42% dari infertilitas pada wanita disebabkan faktor tuba. Sedangkan chlamydia). Beberapa jenis PHS dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kehamilan (Abortus, IUFD, BBLR), janin (kelainan bawaan) dan infeksi bayi baru lahir. Tabel V menggambarkan kuman penyabab PHS dan penyakit/keadaan yang dapat ditimbulkannya. Tabel 5. Major STD microbial agents and the conditions they produce
Pregnancy associated condition Prematurity Septic abortion Ophtalmia Postpartum endometritis Ophtalmia Pneumonia Postpartum endometritis Spontaneous abortion Stillbirth Congenital syphilis None known Prematurity Stillbirth Perinatal HIV Laryngeal papillomatosis Neonatal HSV Prematurity

sebagian

besar

faktor

tuba

disebabkan

PHS

(gonoreadan

Agent Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis Treponema pallidum Haemophilus ducreyi HIV HPV HSV-2

Acute disease Urethritis Cervicitis Salpingitis Urethritis Cervicitis Salpingitis Primary and secondary syphilis Genital ulcer Mononucleosis syndrome Genital warts Genital ulcer

Chronic conditions Infertility Ectopic pregnancy Infertility Ectopic pregnancy Neurosyphilis Cardiovascular syphilis ? Impotence AIDS Genital cancer ? Genital cancer

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

HBV

Acute hepatitis

Perinatal HBV

Chronic hepatitis Cirrhosis Hepatoma Vasculitis

Wasserheit, 1988

FERTILITY REGULATION Sekitar 70% pasangan usia subur (PUS) di Indonesia pada Maret 1997 telah memakai kontrasepsi (tabel VI) Tabel 6. Akseptor Kontrasepsi di Indonesia Maret 1997 Kontrasepsi Suntik Pil IUD Implant Sterilisasi Lain-lain Total
BKKBN, 1997

Akseptor 8.634.474 7.255.335 5.433.766 2.422.508 1.405.470 355.284 22.506.837

% 33,9 28,4 21,3 9,5 5,5 1,4 100,0

Sampai saat ini tidak ada satupun cara KB (kontrasepsi) tanpa kegagalan, efek samping, atau komplikasi. Memang kontrasepsi yang ideal seperti itu belum ditemukan. Di lain pihak bila petugas kesehatan dituntut untuk dapat menanggulangi setiap kegagalan, efek samping, atau komplikasi itu.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Tabel 7. Kegagalan Kontrasepsi Kegagalan per 100 Kontrasepsi Tubektomi Vasektomi Pil Suntikan Susuk Minipil IUD Kondom Spermatisid Coitus interruptus Kalender Laktasi Tanpa kontrasepsi
Affandi, 1994

wanita Teoritis 0,04 0,15 0,34 0,25 0,3 1-1,5 1-3 3 3 9 13 15 90

Praktis 0,1-0,5 0,2-0,6 4-10 3-5 1-3 5-12 5-6 10-20 20-30 20-40 20-40 40-50 -90

Dengan patokan jumlah peserta KB pada tahun 1996-1997 adalah 25.506.837, maka perkiraan jumlah kegagalan kontrasepsi pada tahun 1996-1997, dilukiskan pada tabel 8.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Tabel 8. Perkiraan Kegagalan Kontrasepsi 1996-1997 Kontrasepsi Pil IUD Suntikan Implant Kontap Lain-lain Jumlah
Affandi, 1997

Kegagalan 290,200-725,533 271,688-326,025 259,034-431,723 24,255-72,675 1,405-8,430 35,528-177,640 822,080-1,742,026

Di pihak lain diperkirakan sekitar 10% dari 33 juta pasangan usia subur merupakan pasangan infertilitas.

PENELITIAN YANG DIPERLUKAN Dilihat dari jenisnya, ada 4 macam penelitian yang diperlukan, yaitu: penelitian dasar penelitian klinik penelitian epidemiologic penelitian operasional (Operational Research) Dari semua komponen kesehatan reproduksi, keempat penelitian tersebut dapat dilakukan. Komponen Kesehatan Reproduksi yang perlu diprioritaskan untuk diteliti, antara lain :

1.

Kesehatan Perinatal 1.1. Tujuan: Menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

1.2. Penelitian yang diperlukan 2. Pencegahan prematuritas Cara mendapatkan pertumbuhan fetus yang optimal Memotong morbiditas dan mortilitas

Kesehatan Remaja 2.1. Tujuan: memantapkan pengetahuan dan meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap kesehatan 2.2. Penelitian yang diperlukan Masalah utama Kesuburan Remaja: PMS, aborsi unwanted pregnancy, perkawinan remaja Indikator kesehatan remaja Intervensi yang diperlukan Pelayanan Kesehatan Remaja

3.

Kehamilan 3.1. Tujuan: Menurunkan kematian dan kesakitan ibu 3.2. Penelitian yang diperlukan Standard pelayanan maternal Peningkatan kualitas pelayanan Penelitian dasar tentang kelainan obstetri seperti: eklampsia mola hydatidosa anemia

4.

Unsafe Abortion

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

4.1. Tujuan: Mencegah unsafe abortion serta menanggulangi komplikasi abortus inkompletus 4.2. Penelitian yang diperlukan 5. Upaya pencegahan unsafe abortus Perawatan pascaabortus

Infertilitas 5.1. Tujuan: mencegah infertilitas serta mempromosikan penatalaksanaan infertilitas yang rasionaldan efektif 5.2. Penelitan yang diperlukan Mendokumentasikan masalah infertilitas dilihat dari segi social, demografi, dll Mengembangkan standard pemeriksaan dan pengobatan Penelitian terhadap pengaruh ekologi

6.

Fertility Regulation 6.1. Tujuan: membantu masyarakat merencanakan kehamilan dan

mencegah kehamilan yang tidak diinginkan 6.2. Penelitian yang diperlukan Unmet Needs Safety and Efficacy New Methods

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

7.

Penyakit Menular Seksual (PMS) 7.1. Tujuan: mencegah dan mengobati PMS 7.2. Penelitian yang diperlukan Prevalensi PMS Pengaruhnya terhadap Kesehatan Reproduksi Pengobatan PMS Social Behavior

KESIMPULAN DAN SARAN Telah dikemukakan tinjauan kesehatan reproduksi di Indonesia. menghayati hak reproduksinya. Hanya dengan cara itu ia dapat diharapkan dapat melakukan pencegahan terhadap risiko yang membahayakan kesehatan pada umumnya dan kesehatan reproduksi pada khususnya. Untuk

meningkatkan status kesehatan reproduksi setiap individu dituntut untuk

Penyebab Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita


Berikut adalah penyebab-penyebab permasalahan kesehatan reproduksi wanita saat ini : Pendidikan yang rendah Tingginya tingkat kemiskinan juga sangat mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Semua tergantung dari tingkat kemampuan masalah biaya. Dari kebanyakan orang menilai bahwa laki-laki lebih perlu mendapatkan pendidikan daripada wanita, itu disebabkan karena faktor kemiskinan. Sehingga mereka menilai bahwa seorang wanita itu tidak perlu dengan pendidikan yang tinggi. Padahal seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi mempunyai daya tangkap atau mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap semua masalah, terutama masalah kesehatan dan bisa ikut serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan
Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

masyarakat. Dengan pendidikan yang memadai, wanita pun dapat mengetahui dengan bijaksana pentingnya merawat daerah kewanitaan serta menghindari banyak masalah yang berkaitan dengan hal tersebut. Kemiskinan Masalah ini juga bisa mengakibatkan antara lain:

makanan yang tidak cukup asupan gizinya juga bisa mempengaruhi tingkat pemikiran persedian air bersih yang sangat kurang, kurangnya sanitasi air dan daerah pemukiman yang buruk juga bisa mempengaruhi daya pemikiran yang kurang baik kurangnya pelayanan yang baik secara dari medis umum ataupun layanan masyarakat, bisa juga dikatakan jauh dari perhatian sehingga bisa mengakibatkan lambatnya cara berfikir.

Pernikahan Dini Seperti yang selalu kita lihat, di era saat ini sudah terlalu banyak kita lihat banyaknya wanita yang melakukan kawin terlalu muda (dibawah usia 18 tahun). Hal ini sudah sering terjadi, faktor-faktor ini juga sangat mempengaruhi pola pemikiran. Wanita yang menikah sangat muda, berarti resiko terbesar pun bisa terjadi. Wanita muda hamil mempunyai resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang menikah usia diatas 20 tahun dan dapat merusak reproduksi wanita. Dampak lain juga, akibat mereka putus sekolah, pada akhirnya mereka selalu bergantung kepada suami dalam perekonomian keluarga dan dalam mengambil keputusan. Kekurangan gizi dan kesehatan yang buruk Saat ini di negara kita sangat banyak penduduk tumbuh tidak sempurna karena kurangnya gizi dalam makanan pada masa anak-anak akibat besarnya tingkat kemiskinan. Kekurangan gizi berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi wanita karena sebenarnya wanita yang sudah mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi banyak bahkan sampai 3 kali lebih besar dari pada pria untuk menggantikan darah yang keluar. Kurangnya gizi juga bisa membahayakan perkembangan otak janin dan fisik janin. Wanita juga sangat rentan terhadap bakteri karena kebanyakan dari wanita bekerja berhubungan dengan air, misalnya mencuci, memasak, dan sebaginya. Seperti yang kita ketahui bahwa air adalah media yang sangat cepat dan sangat berbahaya dalam penularan bakteri yang bisa menimbulkan penyakit. Beban kerja yang berat Pada umumnya waktu wanita bekerja lebih banyak dari pada waktu kerja pria. Akibatnya wanita hanya mempunyai waktu yang sangat sedikit untuk istirahat dan bisa mengakibatkan stres, kronis dan sebagainya. Kesehatan reproduksi wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu saja tetapi wanita juga harus tetap menjaga kesehatannya dengan menjalankan pola hidup yang baik.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Jadi betapa pentingnya kesehatan bagi seorang wanita terutama menjaga kesehatan reproduksi wanita. maka sejak dini kita sudah harus menjaga pola hidup sehat untuk diri, karena kesehatan wanita secara langsung sangat berpengaruh untuk kesehatan anak baik yang didalam kandungan atau anak yang telah lahir. kesehatan wanita sangat sering dilupakan. oleh sebab itu wanita selalu menghadapi masalah kesehatan khusus yang tidak dihapadi oleh seorang pria berkaitan dengan fungsi reproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan social secara lengkap dan bukan hanya adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi-fungsi serta prosesnya. Sedangkan kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi yang sehat yang menyangkut system, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Kaum remaja Indonesia saat ini mengalami lingkungan sosial yang sangat berbeda daripada orangtuanya. Dewasa ini, kaum remaja lebih bebas mengekspresikan dirinya, dan telah mengembangkan kebudayaan dan bahasa khusus antara grupnya. Sikap-sikap kaum remaja atas seksualitas dan soal seks ternyata lebih liberal daripada orangtuanya, dengan jauh lebih banyak kesempatan mengembangkan hubungan lawan jenis, berpacaran, sampai melakukan hubungan seks. Menurut PKBI, akibat derasnya informasi yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja melakukan praktek seksual yang tak sehat, perilaku seks pra-nikah, dengan satu atau berganti pasangan. Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuatkan kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum beresiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya. Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu : 1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb). 3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb). 4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, dsb).

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan remaja serius karena timbuhnya dorongan motivasi seksual yang menjadikan remaja rawan terhadap penyakit dan masalah kesehatan reproduksi, kehamilan remaja dengan segala konsekuensinya yaitu: hubungan seks pranikah, aborsi, PMS & RIV-AIDS serta narkotika. Permasalahan remaja seringkali berakar dari kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri mengalami perubahan fisik yang cepat. Akses untuk mendapatkan informasi bagi remaja banyak yang tertutup. Dengan memperluas akses informasi tentang kesehatan reproduksi remaja yang benar dan jujur bagi remaja akan membuat remaja makin sadar terhadap tanggung jawab perilaku reproduksinya. Dengan makin banyaknya persoalan kesehatan reproduksi remaja, maka pemberian informasi, layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja menjadi sangat penting. Melihat kondisi seperti diatas penulis ingin meneliti tentang apa saja masalah kesehatan reproduksi remaja dan bagaimana solusi dalam mengatasinya. 1. B. Rumusan Masalah 2. Apakah masalah yang terjadi terkait kesehatan reproduksi remaja? 3. Solusi apa yang dapat ditawarkan untuk mengetasi masalah tersebut? BAB II PEMBAHASAN 1. A. Kesehatan Reproduksi Remaja 1. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja 1. Masalah Kehamilan Remaja

Kehamilan usia dini memuat risiko yang tidak kalah berat. Pasalnya, emosional ibu belum stabil dan ibu mudah tegang. Sementara kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat dalam kandungan, adanya rasa penolakan secara emosional ketika si ibu mengandung bayinya. 1. Masalah Aborsi Aborsi memiliki resiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa jika seseorang melakukan aborsi tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang. Ini adalah informasi yang sangat menyesatkan bagi setiap wanita, terutama mereka yang sedang kebingungan karena tidak menginginkan kehamilan yang sudah terjadi 1. Infeksi Menular Seksual (IMS) Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang menyerang organ kelamin seseorang dan sebagian besar ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

1. HIV dan AIDS 1) HIV

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai infeksi oportunistik karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah. 2) AIDS

AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. 1. Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah, khususnya dalam hal cara-cara melindungi diri terhadap risiko kesehatan reproduksi, seperti pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh BPS memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun tentang ciri-ciri pubertas sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, risiko kehamilan, dan anemia relatif masih rendah. Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun tentang beberapa isu Kesehatan Reproduksi, Indonesia, 2002-2003 Tabel 2.1 Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun tentang beberapa isu Kesehatan Reproduksi, Indonesia, 2002-03

karakteristik

Persentase Penduduk yang mengetahui dengan benar tentang:

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Ciri-ciri pubertas pada lakilaki Laki-laki perempuan 80.2 80.8

Ciri-ciri pubertas pada perempuan 70.2 90.1

Masa subur

Risiko hamil jika sekali Perempuan berhubungan seks 20.4 30.7 46.1 43.1

Anemia

65.7 44.9

Demikian pula pengetahuan remaja tentang IMS dan HIV dan AIDS masih sangat rendah. Gencarnya informasi tentang HIV dan AIDS selama ini nampaknya belum mampu meningkatkan pengetahuan remaja secara signifikan tentang penyakit tersebut, apalagi sampai dengan perubahan perilaku. Apa yang telah banyak dilakukan selama ini nampaknya baru kesadaran di kalangan remaja bahwa fenomena HIV dan AIDS ada di sekitar mereka. Masih sangat sedikit remaja yang memiliki pengetahuan yang benar tentang seluk beluk HIV dan AIDS. Kondisi yang sama juga berlaku untuk IMS. Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun tentang beberapa isu HIV dan AIDS dan IMS, Indonesia, 2002-2003 Tabel 2.2 Tingkat pengetahuan penduduk usia 15-24 tahun tentang beberapa isu HIV dan AIDS dan IMS, Indonesia, 2002-2003

Persen penduduk Karakteristik Pernah Percaya Mengetahui Mengetahui Pernah Dapat HIV/AIDS 1 cara 2 cara dengar dengar menyebutkan dapat menghindari menghindari HIV/AIDS IMS gejala IMS dihindari HIV/AIDS HIV/AIDS Laki-laki perempuan 82.1 87.7 65.6 70.1 36.3 32.8 10.7 9.9 40.0 30.0 30.0 20.0

Survei yang pernah dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1999 dan 2003 membuktikan bahwa pemberian informasi seksualitas tidak terbukti mendorong remaja mencoba atau menjadi aktif untuk melakukan hubungan seks. Pemberian informasi atau pelatihan yang benar tidak

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

mengajarkan remaja melakukan hubungan seks atau berperilaku seksual aktif. Penelitian ini mempunyai temuan yang sama dengan beberapa survei di berbagai negara. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang teknologi informasi, permasalah remaja yang terkait dengan kesehatan reproduksinya semakin kompleks. Hal ini tentu akan mempengaruhi status kesehatan reproduksi para remaja yang pada gilirannya akan berdampak terhadap kualitas generasi dimasa mendatang. World Health Organization (WHO) memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman (unsafe abortion) di dunia, 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13 % dari total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian. Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1 berbanding 3700 dibanding dengan aborsi. Diwilayah Asia Tenggara, WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan kematian. Angka aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan oleh remaja. (Medical-Journal, Soetjiningsih, 2004) Menurut Parawansa (2000), menyatakan bahwa jumlah aborsi di Indonesia dilakukan oleh 2 juta orang tiap tahun, dari jumlah itu, 70.000 dilakukan oleh remaja putri yang belum menikah. Menurut Azwar,A (2000) menyatakan bahwa jumlah aborsi pertahun di Indonesia sekitar 2,3 juta. Setahun kemudian terjadi kenaikan terjadi kenaikan cukup besar. Menurut Nugraha,B,D, bahwa tiap tahun jumlah wanita yang melakukan aborsi sebanyak 2,5 juta. Menurut seminar yang diadakan tanggal 6 Agustus 2001 di Jakarta Utomo,B, melaporkan hasil penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia tahun 2000, menyimpulkan bahwa di Indonesia terjadi 43 aborsi per 100 kelahiran hidup. Ia juga menyampaikan bahwa sebagian besar aborsi adalah aborsi yang disengaja, ada 78 % wanita diperkotaan dan 40 % di pedesaan yang melakukan aborsi dengan sengaja. (Kusmaryanto, 2002). Laporan yang disinyalir melalui Kapanlagi (25/08/2005) Tingkat aborsi (pengguguran kandungan) di kalangan remaja di tanah air hingga tidak berbeda dengan angka-angka yang disebutkan diatas, dimana diperkirakan dari hasil suvey dan penelitian pada tahun 2005 masih cukup tinggi hingga mencapai 30%. Atau mencapai dua juta orang/tahun, dan 30% diantaranya atau 600 ribu orang dari kalangan remaja. Tingginya tingkat aborsi yang dilakukan kalangan remaja terjadi akibat perilaku hubungan seksual sebelum menikah, bahkan banyak juga remaja yang terjangkit berbagai jenis penyakit menular seksual (PSM). Perkiraan yang sama ternyata tidak berbeda dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) 2004 tentang aborsi atau pengguguran kandungan, tingkat aborsi di Indonesia sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, 30% dari aborsi tersebut dilakukan oleh mereka di usia 15-24 tahun. Apabila disimpulkan dengan kenaikan 100,000 kasus aborsi pertahun saja, maka denga menggunakan data WHO ada tahun 2004 dimana kasus aborsi telah mencapai 2,5 juta kasus. Maka di tahun 2010 kasus aborsi dapat diperkirakan telah mencapai 3,1 Juta kasus.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Ini angka fantastis. Dan apabila 30% dari pelaku aborsi adalah terjadi dikalangan remaja maka kasusnya dapat mencapai 930.000 kasus pertahun. Dan mungkin saja akan berkembang terus apabila tidak segera dicegah. Apalagi dampak kematian dari aborsi tidak aman) tersebut akan turut meningkat. 1. B. Kebijakan dan Solusi Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

Adapun kebijakan dan solusi tentang masalah kesehatan reproduksi remaja, yaitu sebagai berikut: 1. Kebijakan dan Peraturan Perundang-Undangan yang telah dikeluarkan baik berdasarkan kesepakatan Internasional maupun oleh Pemerintah Nasional terkait Kesehatan Reproduksi Remaja. 2. Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. 3. Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) tahun 1994 mengartikan pendekatan untuk memperoleh hak-hak akan kesehatan reproduksi remaja secara luas. Hasil-hasil ICPD secara khusus menunjukkan perlunya para orang tua dan orang dewasa lainnya untuk, sesuai dengan kapasitasnya, melakukan bimbingan mengenai hal ini kepada remaja untuk mengetahui hak-hak mereka terhadap informasi dan pelayanan KRR. 4. Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan reproduksi serta diadopsi oleh banyak negara di dunia di antaranya adalah Tujuan Pembangunan Milenium /Milenium Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga (goal 3) adalah kesepakatan untuk mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang peningkatan kesehatan reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan bahwa salah satu kesepakatan indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia 15 24 tahun. Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita menikah pada usia 15 49 tahun juga merupakan salah satu indikatornya. 5. UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang Kesehatan Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71 ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang (termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 72). Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana (pasal 73). Setiap pelayanan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76). Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 77) 6. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini BKKBN melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 menyatakan bahwa salah satu arah RPJM adalah meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja. 7. Pertemuan ke 20 parlemen se-Asia Pasifik di Almaty, Kazakhstan pada tanggal 28-29 September 2004 yang membahas isu kependudukan dan pembangunan telah menghasilkan sebuah deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Almaty. Isu-isu terkait didalam deklarasi ke 20 Almaty antara lain mengangkat soal isu kesehatan reproduksi dan STI/HIV/AIDS. Yang beberapa komitmennya adalah

Mendukung pengingkatan dan mengawasi persamaan akses dalam memenuhi kualitas pelayanan kesehatan reproduksi untuk semua kalangan termasuk kepada remaja. Menghimbau kepada semua mitra pelaksanaan pembangunan, untuk segera bertindak dan melakukan kerjasama dan upaya konkrit untuk mencegah penyebaran lebih luas dari penyakit STI/HIV/IADS, memberikan perhatian khusus kepada remaja dan anak muda.

1. Adapun solusi dan strategi yang ditawarkan dan kedepannya bisa diterapkan untuk permasalahan kesehatan reproduksi remaja adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan kebijakan yang melibatkan remaja baik sebagai partisipan aktif maupun pasif. Tahap awal penentuan kebijakan dalam penanggulangan kesehatan reproduksi remaja adalah mengerti dunia remaja itu sendiri. Pemerintah seharusnya mengadakan survei dan penelitian tentang kondisi kesehatan reproduksi remaja di Indonesia. Penelitian sebaiknya dilakukan menyeluruh di semua wilayah Indonesia dan tidak boleh hanya memilih beberapa daerah sebagai cluster sampling. Setiap daerah memiliki pola hidup dan kebudayaan yang berbeda serta tingkat perkembangan yang berbeda sehingga secara tidak langsung pengaruh globalisasi dan arus informasi terhadap kesehatan reproduksi berbeda pula. Sebagai contoh kota Jakarta mungkin masih lebih baik dibandingkan kota Malang karena informasi yang diterima berbeda. 2. Menyusun suatu Undang-undang dan peraturan pemerintah yang didalamnya membahas kesehatan reproduksi. Isi kebijakan sebaiknya tidak hanya hukuman atau denda bagi pelanggar kesehatan reproduksi tetapi akan lebih baik bila didalamnya ditekankan pada strategi promotif dan preventif terhadap masalah kesehatan reproduksi yang ada. 3. Pelayanan-pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya tidak hanya mengenai aspek medis kesehatan reproduksi, tetapi hendaknya juga menyangkut hubungan personal dan menyangkut nilai-nilai moral melalui Pendidik sebaya (Peer Educator).

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

4. Menggalang kerja sama dengan semua stakeholder baik pemerintah, swasta, LSM, organisasi profesi serta organisasi kemasyarakatan berdasarkan prinsip kemitraan dalam penyelenggaraan program dan pembinaan remaja. 5. Sebaiknya pemerintah tidak fokus pada pemberian pendidikan seks saja namun lebih kepada pemberian pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luas. Pendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks. 6. Melakukan kampanye Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Film Film/Video Komunitas. Strategi ini kedepannya perlu ditingkatkan mengingat hasil yang didapatkan cukup efektif karena remaja cenderung akan lebih merespon dan tertarik untuk belajar tentang kesehatan reproduksi nya melalui media film dan video. 7. Pemberian pengetahuan dasar kesehatan reproduksi kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik. Pengetahuan yang diberikan antara lain terkait:

Tumbuh kembang remaja: perubahan fisik/psikis pada remaja, masa subur, anemi dan kesehatan reproduksi Kehamilan dan melahirkan: usia ideal untuk hamil, bahaya hamil pada usia muda, berbagai aspek kehamilan tak diinginkan (KTD) dan abortus Pendidikan seks bagi remaja: pengertian seks, perilaku seksual, akibat pendidikan seks dan keragaman seks Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual Kemampuan berkomunikasi: memperkuat kepercayaan diri dan bagaimana bersifat asertif Hak-hak reproduksi dan jender.

1. Memperbaiki komunikasi antar orangtua dan anak. Empowering keluarga untuk meningkatkan ketahanan non fisik menghadapi arus globalisasi dengan cara memperkuat sistem agama, nilai dan norma di dalam keluarga merupakan alternatif utama. Keluarga bertugas mempertebal iman remaja dan pemuda dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai agama, norma, budi pekerti dan sopan santun 2. Dari pihak pemerintah juga diharapkan adanya kegiatan berwawasan nasional misalnya memperketat sensor arus informasi dan budaya asing, menunjang pembentukan sarana bagi pengembangan remaja dan lain-lain.

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

Kesimpulannya, peran pemerintah, orangtua, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), institusi pendidikan serta masyarakat sangat diperlukan dalam memahami, mencegah serta cara mengatasi masalah seksualitas dan seputar kasus reproduksi remaja. Karena kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, sangatlah urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak. Sehingga harapannya, permasalahan kesehatan reproduksi remaja tidak berlarut-larut dan segera terpenuhi sehingga tercipta generasi penerus bangsa yang unggul baik dari segi fisik maupun mental. BAB III PENUTUP 1. A. Kesimpulan

Masalah kesehatan remaja mencakup aspek fisik biologis dan mental, sosial. Perubahan fisik yang pesat dan perubahan endokrin/ hormonal yang sangat dramatik merupakan pemicu masalah kesehatan. Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah, khususnya dalam hal cara-cara melindungi diri terhadap risiko kesehatan reproduksi, seperti pencegahan KTD, IMS, dan HIV dan AIDS. Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh BPS memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun tentang ciri-ciri pubertas sudah cukup baik, namun dalam hal pengetahuan tentang masa subur, risiko kehamilan, dan anemia relatif masih rendah. Permasalahan remaja seringkali berakar dari kurangnya informasi dan pemahaman serta kesadaran untuk mencapai sehat secara reproduksi. Di sisi lain, remaja sendiri mengalami perubahan fisik yang cepat. Harus ada keyakinan bersama bahwa membangun generasi penerus yang berkualitas perlu dimulai sejak anak, bahkan sejak dalam kandungan. Selain itu, kebijakan dan solusi agar masalah masalah yang ada terkait kesehatan reproduksi remaja juga telah dibuat dan ditawarkan. Hal ini demi meminimalisir masalah yang ada terkait hal tersebut. Dengan kebijakan lama yang mungkin masih gagal dan diganti kebijakan baru yang telah berpandang pada evaluasi kebijakan sebelumnya, pastilah dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi remaja akan lebih mudah. Peran pemerintah, orangtua, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), institusi pendidikan serta masyarakat sangat diperlukan dalam memahami, mencegah serta cara mengatasi masalah seksualitas dan seputar kasus reproduksi remaja. Karena kompleksnya permasalahan kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, sangatlah urgen bagi pemerintah untuk segera bertindak. Maka dari itu dengan solusi yang telah ditawarkan dalam pembahasan diharapkan masalah yang terjadi akan segera dapat diatasi. 1. B. Saran 1. Bagi Remaja

Kamis, 5 November 2009

Kuliah Modul Reproduksi

1. Setiap remaja di Indonesia harus mengetahui tentang seluk beluk kesehatan reproduksi remaja agar pemerintah juga lebih mudah dalam mengatasi permasalahan yang ada. b. Mungkin sebagai mahasiswa perlu membantu pemerintah dalam melakukan sosialisasi mengenai kesehatan reproduksi remaja, mungkin lebih mudahnya melalui HMJ atau ketika para mahasiswa KKN 1. Bagi Pemerintah 1. Pemerintah sebagai implementor kebijakan harus segera mengevaluasi kebijakan yang sekiranya kurang tepat dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi remaja agar dapat segera dibuat kebijakan baru yang sesuai. b. Pengawasan dari pemerintah juga perlu ditingkatkan 1. Adanya sosialisasi yang terkonsep berbeda agar para remaja lebih tertarik untuk mendengarkan penjelasan yang dalam hal ini mengenai kesehatan mereka.

Kamis, 5 November 2009

You might also like