Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 12

: .

: .


Pertama-tama kami sampaikan ucapan selamat :


Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua







Semoga Allah menjadikan kita





sekalian orang-orang yang kembali ke fithrah, yang memperoleh
keberuntungan dan yang diterima amal ibadahnya. Amien.
Untuk
kesekian
kalinya,
malam
ini
kita
berkesempatan
melaksanakana halal bi halal ` halal bi halal yang akan selalu berulang
setiap tahun, karenanya mesti ada hikmah atau ajaran yang dapat
ditangkap dari situ. Ajaran yang segera tertangkap dari halal bi halal
adalah ajaran agar kita kembali ke fithrah sebagai manusia, kembali ke
asal kejadian manusia, siapa dia dan untuk apa dia ada.
Halal bi Halal adalah suatu bentuk ungkapan khusus pada waktu dan
tempat tertentu sebagai pengganti dari kata Silatur-Rahmi pada kedua
hari raya islam yang telah membudaya di beberapa Negara di Asia
Tenggara khusnya Indonesia. Jika kita kembali pada sejarah Islam, sejak
zaman Rasulullah SAW, sahabat, para tabi dan tabi tabiin bahkan hingga
saat ini, maka kita tidak akan mendapatkan istilah Halal bi Halal kecuali
Silatu Rahim. Meskipun Istilah Halal bi Halal ini berasal dari bahasa Arab
yang berarti Halal dengan yang halal atau sama-sama saling
menghalalkan atau kadang pula diartikan dengan saling maaf
memaafkan/saling menghalalkan dosa masing-masing namun terdapat
pg. 1

kerancuan pemahaman di kalangan orang Arab itu sendiri (ashab allughah)


terhadap
penggunaan
dan
maksud
dari
istilah
ini.
Tidak mengherankan jika orang Arab akan terheran-heran di saat mereka
bertanya tentang acara Halal bi Halal yang sedang dirayakan oleh
masyarakat Indonesia yang berada di Arab. Mereka pun akan
memahaminya setelah mendapatkan penjelasan tentang sebab dan
maksud dari perayaan itu dan kadang mendapat sorotan tentang
kesalahan penempatan bahasa yang dimaklumi sebagai bahasa atau
ungkapan orang yang baru belajar bahasa Arab namun kadang pula
mendapat pujian tentang dalamnya hikmah yang terkandung dari
ungkapan tersebut.
Pada ayat ini, telah mengisyaratkan akan adanya sifat pemaaf, yang
kemudian pada ayat 237 surah Al-Baqarah disebutkan bahwa :




..Dan jika kamu memaafkan, maka hal itu lebih dekat kepada takwa
Memaafkan orang lain sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh baginda
Rasulullah SAW di awal dakwahnya, bahkan beliau mendoakan mereka
yang ingkar dan telah melukainya di saat Jibril as meminta kepadanya
untuk memohon balasan atau azab Allah bagi mereka, merupakan suatu
kesabaran dan keteguhan hati dalam meningkatkan ketakwaan kepada
Allah SWT. Hal senada pun akan dijumpai dalam berpuasa pada bulan
Ramadhan, dimana dengan berpuasa akan melatih kesabaran dan
membentuk keperibadian dalam meraih tujuan utama dari puasa yaitu:
Agar kamu bertakwa (QS.Al-Baqarah:183)
Sehingga para ulama yang menyebarkan islam di Indonesia, di saat
menjawab pertanyaan-pertanyaan orang awam tentang perbedaan Silatur
Rahmi pada hari-hari biasa dan pada hari Ied, mereka lebih
menyederhanakan perbedaan tersebut dengan Istilah baru yaitu Halal bi
Halal, yang dapat berarti bahwa bersilatur rahmi di hari biasa boleh jadi
Haram bi Halal atau orang yang menjalin hubungan telah berbuat salah
dan dalam keadaan biasa-biasa saja terlebih lagi di Indonesia, ungkapan
silatur rahmi lebih diterjemahkan dengan sekedar berziarah. Sedangkan
bersilatur rahmi setelah Ied merupakan refleksi dari pembentukkan
keperibadian di saat berpuasa sehingga orang yang menjalin dan dijalin
silatur rahmi dalam keadaan suci, sadar dan ikhlas untuk memaafkan dan
dimaafkan serta memperbaiki hubungan yang telah kusut.
Makna dari Halal bi Halal ini akan lebih bermakna jika puasa yang
dilakukan benar-benar sempurna dan mampu meraih tujuan utama dari
pg. 2

puasa itu sendiri yaitu meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah


SWT. Karena Rasulullah SAW bersabda :








Banyak sekali orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apaapa dari puasanya kecuali rasa lapar (HR.Nasai, Ibnu Majah dan AlHakim). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan
kesadaran akan niat dan tujuan dalam berpuasa.
Jika kita ingin melakukan perjalanan ke suatu tempat, mislanya dari
Ambon menuju Jakarta, maka niat kita bukan sekedar berangkat ke
Jakarta dan tujuan kita bukan semata-mata karena ingin sampai atau tiba
di bandara maupun pelabuhan yang ada di Jakarta, melainkan masih
banyak tujuan-tujuan utama lainnya yaitu ingin mengagumi kemegahan
kota metropolitan, bersilatur rahmi dengan sanak saudara, berbelanja
ataupun berekreasi dan bertamasya. Begitu pula halnya dengan
berpuasa, dimana niat berpuasa bukan sekedar melaksanakan kewajiban
sebagai seorang muslim, malu dengan tetangga atau takut dihina. Dan
tujuan berpuasa bukan karena ingin sampai dan tiba di pelabuhan idul fitri
saja melainkan masih banyak tujuan utama lainnya yang akan menjadikan
kita
sebagai
orang
yang
bertakwa.
Kesadaran akan niat dan tujuan inilah yang akan mendukung pelaksanaan
puasa guna membentuk keperibadian yang sebelumnya mati rasa
menjadi sensitive dalam merasa dan memperoleh banyak bekal lahir
maupun batin sebagai tabungan di tempat tujuan. Di saat tiba di
pelabuhan Idul Fitri, begitu kaget dan tercengan akan kebesaran,
kemegahan dan kemuliaan Allah SWT seraya bertakbir :



Maha besar Allah, Maha besar Allah, Maha besar Allah bagi-Mu
segala
puji
Pujian yang bukan sekedar lantuman nada melainkan pujian hakiki yang
muncul dari dalam diri yang senantiasa akan membuat orang semakin
betah dan bergegas mencari sanak saudara untuk bersilatu rahmi.
Kalimat Silatu Rahmi tersusun dari dua kata yaitu Shilah yang berarti
Hubungan dan Rahmi yang berarti Kerabat, Rahim dimana janin
berada atau Kasih sayang. Secara harfiah, Silatu Rahmi berarti
menjalin hubungan tali kekerabatan atau menjalin hubungan kasih
sayang. Secara istilah, oleh Al-Maraghi mendefinisikannya dengan
menyambungkan kebaikan dan menolak sesuatu yang merugikan secara
sungguh-sungguh karena Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam
Surah
Ar-Rad:21
:
pg. 3















Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan
supaya dihubungkan dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut
kepada
hisab
yang
buruk.
As-Shiddiqi dalam Al-Islam, membagi Silatu Rahmi kepada dua bagian,
Silatu
Rahmi
umum
dan
Silatu
Rahmi
khusus.
Silatu Rahmi umum yaitu silatu rahmi kepada siapa saja, seagama
maupun tidak seagama, kerabat dan bukan kerabat. Di sini kewajiban
yang harus dilakukan adalah: menghubungi, mengasihi, berlaku tulus,
adil, jujur, berbuat baik dan hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Silatu
rahmi ini di sebut juga dengan silatu rahmi kemanusiaan.
Silatu Rahmi khusus yaitu silatu rahmi kepada kerabat dan kepada yang
seagama yaitu dengan cara membantunya dengan harta, tenaga,
menolong dan menyelesaikan hajatnya, berusaha menolak kemudharatan
yang
menimpa
serta
berdoa
dan
membimbing
agamanya.
Dengan bersilatur rahmi, maka akan timbul rasa kasih sayang diantara
sesama, dan kasih sayang ini akan menyempurnakan keimanan.
Sebagaimana
sabda
Nabi
SAW
:















Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar-benar beriman, dan
kalian tidak akan sampai meraih keimanan dengan benar sampai kalian
saling mencintai dan mengasihi diantara sesama, maukah aku tunjukkan
suatu perkara apabila kalian laksanakan maka kalian akan saling
mencintai dan mengasihi sebarkanlah salam diantara kalian
(HR.Muslim).
Hadis ini menunjukkan akan pentingnya Silatu Rahmi meskipun dimulai
dengan hal yang dianggap remeh dan mudah yaitu dengan mengucapkan
salam dan tegur sapa yang akan melahirkan keakraban dan kepedulian
terhadap sesama. Meskipun mudah namun kadang sulit untuk diterapkan,
padahal
Rasulullah
SAW
bersabda
:






Kebaikan yang paling cepat balasannya adalah berbuat kebaikan dan
silatu
rahmi
Sungguh agung dan mulia ajaran Islam yang menyeru ummat islam untuk
saling kenal mengenal dan menjalin hubungan persaudaraan dan
menggalakkan sikap peduli terhadap sesama. Dan islam pun mengunci
kuat
pintu-pintu
konflik
dan
menutup
rapat
potensi
permusuhan.sebagaimana dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW
mengancam orang-orang yang memutuskan tali silatu rahmi :





Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silatu rahmi
(HR.Muslim).
Dan
:,
















pg. 4

Barang siapa yang bertengkar dengan saudaranya melebihi tiga hari


maka tidak akan diterima amal keduanya hingga keduanya rujuk kembali
dan
yang
pertama
rujuk
adalah
yang
paling
baik
Kesemua itu menunjukkan bahwa amal dan peribadatan seorang hamba
tidak akan sempurna tanpa memperbaiki hubungan silatu rahmi. Dengan
kata lain, hubungan antara Allah dan seorang hamba (hablun minallah)
akan sempurna jika hamba itu menjaga dan menjalin hubungan antar
sesama
(hablun
minannas).
Dengan bersilatur rahmi akan menyempurnakan keimanan kepada Allah
SWT, terutama jika silatu rahmi yang dijalin benar-benar atas dasar saling
menghalalkan dosa-dosa/memaafkan masing-masing dengan ikhlas. Maka
bekal atau modal yang telah kita peroleh selama bulan ramadhan tidak
berkurang, bahkan telah mendapatkan bantuan teman/kerabat yang akan
mengantar berbelanja bukan sebatas pada kebutuhan primer seperti
shalat wajib dan puasa wajib saja, melainkan mampu memborong barangbarang kebutuhan sekunder dan lux seperti shalat sunnah dan
sebagainya. Dan akan menjadi orang yang benar-benar menikmati
tamasya
dan
rekreasi
di
akherat
kelak.
Adanya perbedaan penyebutan antara Silatu Rahmi pada hari biasa dan
Ied yang lebih dikenal di Indonesia dengan Halal bi Halal disebabkan pula
oleh kemuliaan bulan Ramadhan sebagai penghormatan terhadap
keutamaan dan kelebihan, serta bulan Syawal sebagai bulan bertambah
dan meningkatnya amal dan bonus atau discount untuk menutupi
kekurangan yang ada pada bulan Ramadhan dengan berpuasa selama 6
(enam) hari di bulan syawal. Sebagaimana sabda Nabi SAW :











Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan kemudian diikuti
dengan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal, maka ia telah
berpuasa
selama
satu
tahun
penuh.
(HR.Muslim).
Semoga segala kekurangan amal perbuatan pada bulan Ramadhan dapat
tertutupi dan ditingkatkan di bulan Syawal ini dengan Silatu Rahmi
ataupun Halal bi Halal serta meningkatkan amal ibadah lainnya demi
menyempurnakan keimanan menjadi insan kamil yang benar-benar
bertakwa kepada Allah SWT.

Yang pertama, fithrah manusia adalah makhluk yang


diciptakan. Bukan karena kehendak kita, kita manusia ada. Bukan pula
karena kehendak ibu bapa. Nyatanya, tidak sejak awal kita tahu bahwa
kita adalah manausia. Tunggu sampai minimal tujuh tahun kita baru tahu
bahwa kita adalah manusia. Nyatanya, banyak anak manusia yang tidak
dikehendaki kehadirannya oleh orang tuanya, begitu lahir segera saja ia
ditinggalkan begitu saja, atau, bahkan, sejak dalam kandungan orang
tuanya berusaha sebisa- bisa mungkin menghilangkannya. Sebaliknya,
banyak orang tua yang begitu keras usahanya untuk menghadirkan anak ,
pg. 5

yang akan menjadi manusia, namun tak berhasil. Jadi sekali lagi, yang
pertama harus disadari, manusia, ya kita-kita ini manusia, adalah
makhluk, yang diciptakan.
Ada yang diiciptakaan mesti ada Yang Menciptakan, ada makhluk
mesti ada Al-Khaaliq. Al-Khaliq menciptakan manusia pasti bukan iseng
semata, atau main-main tanpa hikmah tanpa tujuan. Al-Khaaliq berfirman
dalam Al-Mu`minun 116 :

Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu untuk


main-main saja? Dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?
Tentu tidak, bukan?
Dan tujuan diciptakannya manausia jelas-jelas dinyatakan Al-Khaaliq
dalam Adz-Dzaariyaat 56 :

Dan Kami tidak meciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka
menghambakan diri ke padaKu.
Jadi, setelah kita, manusia, mengakui sebagai makhluk, kita tidak
boleh mengabaikan tujuan diciptakannya oleh Al-Khaliq, yaitu
mmenghambakan diri kepadaNya. Manusia yang tidak menghambakan
diri kepada Al-Khaliq yang menciptakannya berarti ia adalah manusia
yang tidak tahu atau tidak menyadari fithrahnya. Karena banyak
manausia macam ini, Al-Khaaliq yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang secara berkala dan terus menerus memberikan peringatan
agar manusia tidak kebablasan dalam ketidaktahuannya dan
ketidaksadarannya. Dan peringatan itu adalah `Iedul Fithri (kembali
ke fitrah).
Arti dasar dari menghambakan diri adalah menjadikan diri kita
hamba dari Tuan (majikan) kepada siapa kita menghambakan diri. Tuan
yang hakiki bagi manusia adalah Allah, Al-Khaliq itu. Menghambakaan diri
kepada Allah tidak hanya sekedar mengakui kita sebagai hambaNya.
Menghambakan diri mestilah bertekad akan selalu patuh kepadaNya.
Dengan kata lain, menghambakan diri kepada Allah adalah selalu
patuh akan perintah dan menjauhi laranganNya. Orang macam ini
sering disebut muttaqien yang bertakwa, dan itulah tujuan kita
diperintahkan berpuasa oleh Allah Ta`ala, sebagaimana yang baru kita
selesaikan.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa. (2:183)
pg. 6

Tujuan ini, Insya Allah, tidak mustahil dapat dicapai oleh siapa saja
asal dalam berpuasa seseorang berbuka dan bersahur dengan makanan
dan minuman yang halal dan tidak berkata kotor atau berbuat jahat.
Selain dengan berpuasa, di bulan Ramadhan kita juga digembleng secara
fisik, mental, jasmani dan ruhani, melalui tarawih, dzikir, tadarus,
shodaqoh, pengajian dan serangkaian ibadah-ibadah lainnya yang kita
kerjakan dengan penuh keimanan dan hanya mengharap Ridho dari Allah
SWT.
Dengan gemblengan selama sebulan penuh itulah hari ini, hari Idul
Fitri ini, kita diwisuda menyandang gelar TAQWA.


Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia.
TAQWA ini merupakan sesuatu yang paling PENTING bagi kehidupan
kita. Di dalam Al Quran, Allah menyebutkan ada DUA fungsi taqwa dalam
kehidupan kita.
PERTAMA: TAQWA MERUPAKAN BEKAL
Allah berfirman

..

. Dan berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa.
(2:197)
Manusia pertama yang Allah ciptakan, yang merupakan nenek
moyang kita adalah nabi Adam AS. Nabi Adam Allah ciptakan di surga,
sehingga surga merupakan kampung halaman kita. Sedang kehidupan
kita sekarang di dunia ini hanyalah seperti merantau, musafir. Dunia ini
bukanlah kampung halaman kita. Kita hanya sementara di dunia. Sedang
kampung halaman kita adalah negeri akhirat, tempat dimana surga
berada. Dan agar kita bisa sampai kembali pulang ke kampung halaman
di surga maka satu-satunya BEKAL yang bisa mengantarkan kita ke surga
adalah TAQWA.
Nabi SAW bersabda:




: :

:

Mayit diikuti oleh tiga hal, keluarga, harta dan amalnya. Yang dua
kembali dan yang satu menetap. Keluarga dan hartanya akan kembali
sedangkan amalnya menetap. (HR Muslim)
pg. 7

Inilah pentingnya TAQWA atau amal sholih. Karena dialah satusatunya yg akan menjadi bekal kita menuju kampung halaman kita.
Kehidupan yang abadi. Kampung akhirat. Setiap kita akan menempuh
perjalanan ke akhirat sendiri-sendiri. Tak ada teman, tak ada keluarga.
Sendiri-sendiri. Namun nantinya kalau sudah sampai di surga, mudahmudahan, Allah kumpulkan kembali kita dengan keluarga kita.
Sebagaimana yang Allah firmankan:




-






Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami hubungkan kembali -Kami kumpulkan
kembali- anak cucu mereka dengan mereka di surga. (QS AthThur:21)


Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia.
FUNGSI TAQWA YANG KEDUA, TAQWA MERUPAKAN PAKAIAN
sebagaimana yang Allah firmankan.
Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan
pakaian takwa Itulah yang paling baik. (7:26)
TAQWA merupakan pakaian bagi kita. Karena dengan TAQWA Allah
menutup aurat-aurat kita. Sebagaimana fungsi pakaian adalah untuk
menutup aurat. Aurat kita adalah dosa-dosa yang kita lakukan. Dan dosadosa yg kita lakukan hanya bisa ditutup dan dihapus dengan TAQWA,
dengan amal sholih.
Allah SWT berfirman:
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatanperbuatan yang buruk. (11:114)


Jama`ah shalat `Ied yang berbahagia.
TAQWA juga merupakan pakaian karena hanya TAQWA-lah yang
membuat diri kita indah di mata Allah. Sebagaimana fungsi pakaian juga
sebagai perhiasan yang memperindah tampilan manusia. Allah
memandang derajat manusia bukan karena embel-embel dunia, harta,
pg. 8

pangkat, jabatan. Tapi di mata Allah, manusia yang paling istimewa, yang
punya kedudukan tinggi adalah mereka yang BERTAQWA. Sebagaimana
firman Allah:



-






Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. (49:13)


Jamaah sholat ied yang berbahagia,
Hari ini, di hari IDUL FITRI ini kita diingatkan Allah akan fitrah kita.
Asal-usul penciptaan kita, tujuan kita hidup di dunia, dan kampung
halaman negeri akhirat tempat kita kembali.
Hari ini, di hari IDUL FITRI, kita bagaikan bayi yang baru lahir, bersih
dari dosa-dosa. Sgmn sabda junjungan kita Nabu Muhammad saw:

Maka barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dan menghidupkan


malam harinya dengan ibadah-ibadah, maka keluarlah darinya dosadosanya seperti bayi yang baru dilahirkan ibunya. (HR Ahmad)
Mudah-mudahan fitrah ini tetap kita jaga, dengan bekal TAQWA,
sehingga tatkala sudah tiba waktunya kita dipanggil menghadap Allah,
Allah akan memanggil kita dengan suara merdu:



--




--
--






-
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang puas lagi diridhai-Nya. Masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, dan Masuklah ke dalam syurga-Ku. (89:27-30)
Maasyiral Muslimin yang dimuliakan Allah
Merayakan Idul fitri, kembali kepada fitrah manusia, adalah penyegaran
kesadaran akan fitrah kemanusiaan, fitrah kelahiran, nilai kemuliaan,
pg. 9

peran dan fungsi keberadaan manusia di dunia, mengemban amanah dan


masuliyah (tanggung jawab) ini, serta kesadaran akan keanekaragaman
dan perbedaan manusia untuk menjalin sinergi dalam memakmurkan
bumi, menghadirkan kebahagiaan dan kemajuan alam semesta.
Semoga syukur kita dalam perayaan Idul fitri kali ini diterima Allah
subhanahu wa taala dan menempatkan kita dalam himpunan min
ibadihi-syakuur di antara hamba-hamba-Nya yang bersyukur.
Dan dengan landasan dan semangat syukur ini kita dapat bekerja lebih
baik lagi, beramal dengan kualitas ahsanu amala. Sehingga semakin
banyak kebaikan yang kita dapatkan, yang dengan demikian kita dapat
terus menerus merasakan tambahan nikmat dari Allah sepanjang masa

pg. 10

(
8
)

pg. 11

pg. 12

You might also like