Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

Pengkodean Dan Transmisi Citra Digital Yang Terkompresi Dengan Wavelet Encoding and Transmission of Compressed Digital Image with Wavelet
Ichsan Mahjud Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis Padang 25163 Telp. 0751-72590 Fax. 0751-72576 Email : ichsanmahjud@yahoo.com
ABSTRACT In this research, it was developed a method of compression using Discrete Wavelet Transform (DWT), which produces images with a combination of intensity values which are much simpler in a way only that a subband image decomposition is based subband frequency resolution scale. Approximation subband (LL). Is the output of Low Pass Filter (LPF), which represents the background image, while the details subband (LH, HL and HH) are output from the filter High Pass Filter (HPF), which represents the edge of the image. The process quantization or threshold to obtain uniformity in the value of neighboring pixels. This will generate more value compression ratio which does not significantly reduce image quality. Compression results can be stored or transmitted after going through the process of Huffman coding, and Huffman encoder in the form of the output bit stream data is fed to the QPSK modulator input (Quadrature Phase Shift Keying ). In transmit with QPSK. It can added gausian noise to see its effect on the image reconstruction, the image quality of the receive views of the value of PSNR (Peak Signal to Noise Ratio), MSE (Mean Square Error), and SNR(Signal to Noise Ratio) which was obtained from result simulation. This research is implemented using MATLAB 7.0 with criteria that measure performance test results in the form of a statement of PNSR , MSE and SNR from image reconstruction. In this research using Haar wavelet would provide greater compression of the Daubenchies wavelet orde 4 and Symlet wavelet orde 8, while at the transmission of compressed image will give a compression ratio of 83,333% Keywords: Image, Discrete Wavelet Transform, Huffman Code, and QPSK

PENDAHULUAN Suatu permasalahan yang timbul dalam proses pengiriman dan penyimpanan file-file dengan ukuran besar, seperti file gambar atau video , sehingga akan mempengaruhi bit rate dalam pengiriman dan penyimpanan, serta membutuhkan bandwidth yang besar. Untuk itu perlu suatu teknik kompresi yang baik yang dapat mereduksi ukuran file (memor)i tanpa mengurangi kualitas gambar secara signifikan. Teknik kompresi citra dengan metode Discrete Wavelet Transform (DWT) menghasilkan citra rekonstruksi berformat JPEG2000 (joint picture experts group two thousand), merupakan suatu pengembangan teknik kompresi dari metode Discrete Cosine Transform (DCT) yang menghasilkan citra rekonstruksi berformat JPEG ((joint picture experts group) yang merupakan strandar teknik

kompresi saat ini, namun kompresi menggunakan DCT masih mmpunyai kekurangan karena dapat menimbulkan efek bloking yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas citra rekonstruksi. Penelitian ini bertujuan: 1. Merancang sistem kompresor dan dekompresor berbasis wavelet yang kemudian disimulasikan dengan menggunakan program Matlab. 2. Merancang sistem simulasikan kanal transmisi QPSK ( Quadrature Phase Shift Keying) menggunakan program Matlab, serta memberikan pengaruh noise Gausian terhadap kualitas hasil citra rekonstruksi 3. Melihat performen unjuk kerja sistem kompresi melalui pengukuran Peak Signal to Noise Ratio (PSNR), Means Square Error (MSE).dan menghitung rasio kompresi

48

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

4. Melihat hasil citra rekonstruksi hasil kompresi dengan DWT terhadap citra berformat Bitmap dan citra berformat JPEG sebagai citra inputan. METODOLOGI Kompresi Citra Pada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar untuk merepresentasikannya. Semakin besar ukuran citra tentu semakin besar pula memori yang dibutuhkannya. Pada sisi lain, kebanyakan citra mengandung duplikasi data. Duplikasi data pada citra dapat berarti dua hal. Pertama, besar kemungkinan suatu pixel dengan pixel tetanggganya memiliki initensitas yang sama, sehingga penyimpanan setiap pixel memboroskan tempat. Kedua, citra banyak mengandung bagian (region) yang sama, sehingga bagian yang sama ini tidak perlu dikodekan berulang kali karena mubazir atau redundansi. Saat ini, kebanyakan aplikasi menginginkan representasi citra dengan kebutuhan memori yang sesedikit mungkin. Prinsip umum yang digunakan pada proses kompresi citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit dari pada representasi citra semula. Perbandingan antara ukuran file citra sebelum dan sesudah kompresi disebut Rasio Kompresi , yang dirumuskan sebagai: a CR (%) = x 100% (1) b

Subsampling dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1.Mengambil piksel-piksel tertentu dari citra, misalnya piksel-piksel pada baris dan kolom saja. 2.Mengambil rata-rata dari kelompok piksel dan menggunakan nilai tersebut sebagai ganti nilai kelompok piksel ini. Cara ini lebih kompleks, tetapi menghasilkan kualitas yang lebih baik. - Transformation Coding Transformation coding merupakan transformasi data dari domain ruang ke domain frekuensi. Cara ini menghasilkan data yang lebih mudah diproses untuk kompresi lebih lanjut. Transformasi yang populer digunakan antara lain Discrete Cosine Transform (DCT) yang diadopsi dalam standar kompresi JPEG dan Discrete Wavelet Transform (DWT) yang digunakan dalam kompresi JPEG 2000 Wavelet Sebuah gelombang biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari waktu (space), misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan kemampuan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (timevarying). Karakterisktik dari pada wavelet antara lain adalah berosilasi singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Perhatikan gambar 1. 2. dan 3 dibawah ini

Dimana : CR = rasio kompresi (%) a = Ukuran file citra sesudah kompresi b = Ukuran file citra sebelum kompresi Metode kompresi citra berdasarkan redundansi spasial diantaranya adalah sebagai berikut - Subsampling Subsampling merupakan metode kompresi dengan mengurangi jumlah piksel yang diperlukan untuk merepresentasikan suatu citra.

Gambar 1. (a) Sinus

(b) Wavelet

Secara sederhana, translasi pada wavelet bermaksud untuk menggeser permulaan dari sebuah wavelet. Secara matematis, pergeseran sebuah fungsi f(t) dengan k direpresentasikan dengan f(t-k):

49

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

Gambar 2. (a) Fungsi Wavelet (t) (b) Fungsi Wavelet Yang Digeser (t-k)

Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi wavelet sangat bervariasi dan dikelompokkan berdasarkan fungsi dasar masing-masing
Transformasi Wavelet Diskrit (DWT). Wavelet merupakan sekumpulan fungsi basis tertentu dalam rentang waktu kontinyu. Fungsi basis dapat merepresentasikan semua fungsi yang dapat terbentuk di ruang fungsi tersebut. Wavelet merupakan fungsi basis yang dapat merepresentasikan sebuah fungsi sebagai kombinasi linear dari fungsi basis wavelet tersebut. Secara matematis dapat dirumuskan
f (t ) =

Skala dalam sebuah wavelet berarti pelebaran atau penyempitan wavelet. Seperti yang terlihat pada gambar 2.9 di bawah ini

Gambar.3. (a) Nilai Skala Kecil

(b) Nilai Skala Besar Sebuah faktor skala dapat dinyatakan sebagai . Apabila diperkecil maka wavelet akan menyempit dan terlihat gambaran mendetail namun tidak menyeluruh, kebalikannya apabila diperbesar maka wavelet akan melebar dan terlihat gambaran kasar, global namun menyeluruh. Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat korespondensi antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai skala yang kecil berkorespondensi dengan frekuensi tinggi (high frequency) sedangkan nilai skala yang besar berkorespondensi dengan frekuensi rendah. Untuk mempermudah pemahaman tentang ini, perhatikan gambar 4 berikut ini.

a (t) ...................................(2)
i i i

dimana i merupakan index, a i koefisien, i merupakan fungsi basis Basis wavelet berasal dari fungsi skala yang ditranslasikan dan didilatasikan. Berdasarkan fungsi skala tersebut wavelet memiliki nama yang berbeda-beda, seperti Daubechies, Coiflets, dan Symlet. Dari fungsi skala tersebut dapat dibentuk fungsi wavelet pertama atau sering disebut mother wavelet. Dengan mendilatasikan (meregangkan atau memampatkan) dan mother mentranslasikan (menggeser) wavelet akan dibentuk wavelet-wavelet berikutnya. Berikut kedua fungsi skala tersebut

( t ) = 2
( t ) =

h (2t k) ..................(3) 2 (1) g (2t k ) .........(4)


k k
k 1 k k

Gambar 4. Korespondensi antara skala dengan frekuensi pada wavelet

Dimana : ( t ) : fungsi skala, ( t ) : fungsi wavelet h k , g k : koefisien fungsi (2t k) : fungsi diskalakan 2 dan ditranslasi sebesar k

50

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

: menjaga normalisasi fungsi skala dari penskalaan faktor 2 Signal atau citra sebagai sebuah fungsi terhadap waktu atau space, dapat direpresentasikan sebagai kombinasi linear dari fungsi skala dan fungsi wavelet, secara matematis dirumuskan sebagai berikut
2
f (t ) =

k=

c(k)k (t) +

d( j, k)
j=0 k=

j,k (t )

.........(5)

dimana (t) adalah fungsi basis skala dan (t) fungsi basis wavelet. c(k) dan d(j,k) adalah koefisien. Dalam penerapannya kedua fungsi basis tersebut diwakilkan oleh koefisien fungsi basis yang sering disebut koefisien filter lowpass (hk) dan filter highpass (gk). Setiap jenis wavelet memiliki nilai koefisien filter yang berbeda Wavelet dapat menjadi alat bantu matematis untuk merepresentasikan letak suatu sinyal pada domain frekuensi dan domain waktu sekaligus. Dengan kemampuan tersebut, wavelet dapat digunakan untuk mendekomposisi suatu sinyal, seperti citra, ke dalam komponen frekuensi yang berbeda-beda Wavelet adalah fungsi matematika yang memotong-motong data menjadi kumpulan-kumpulan frekuensi yang berbeda, sehingga masing masing komponen tersebut dapat dipelajari dengan menggunakan skala resolusi yang berbeda. Wavelet merupakan sebuah fungsi variabel real t, diberi notasi t dalam ruang fungsi L(R). Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi (skala) dan translasi (pergeseran) yang dinyatakan dalam persamaan :
1/2 t b ; a 0 dan b R....(6) a,b (t) = a a
j,k ( t ) = 2 j/ 2 j 2 t k ; j , k Z.. .....(7)

k = parameter waktu atau lokasi ruang. Z = mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer Fungsi persamaan (6) dikenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet, sedangkan persamaan (7) dikenalkan oleh Daubechies. Transformasi wavelet menggunakan dua komponen penting dalam melakukan transformasi yakni fungsi skala (scaling function) dan fungsi wavelet (wavelet function). Fungsi skala (scaling function) disebut juga sebagai Lowpass Filter, sedangkan fungsi wavelet (wavelet function) disebut juga sebagai Highpass Filter, Kedua komponen diatas dapat disebut sebagai mother wavelet yang harus memenuhi kondisi

( x ) dx = 0 ........(8)

yang terjaminnya sifat ortogonalitas vektor. Kedua fungsi ini digunakan pada saat transformasi wavelet dan inverse transformasi wavelet
Transformasi Wavelet Diskrit Maju (FDWT). FDWT secara umum merupakan dekomposisi citra pada frekuensi subband citra tersebut, dimana komponennya dihasilkan dengan cara penurunan level dekomposisi. Implementasi transformasi wavelet diskrit maju dapat dilakukan dengan cara melewatkan sinyal frekuensi tinggi (highpass filter) dan frekuensi rendah (lowpass filter). Perhatikan gambar 5. yang cara kerjanya sebagai berikut : Citra masukan diinterpretasikan sebagai sinyal yang mengandung komponen DC ( frekuensi rendah ) dan komponen AC ( frekuensi tinggi ) didekomposisi menggunakan Lo_D (Low Pass Filter Decomposition) dan Hi_D (High Pass Filter Decomposition) terhadap baris, sehingga komponen frekuensi rendah dan komponen frekuensi tinggi terpisah, kemudian dilakukan downsampling dua

dimana : a = parameter dilatasi dan b = parameter translasi R = mengkondisikan nilai a dan b dalam nilai integer j 2 = parameter dilatasi (paramater frekuensi atau skala)

51

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

terhadap kolom dengan low pass filter dan high pass filter, tentunya filter yang digunakan disini mempunyai frekuensi cut off yang berbeda dari filter sebelumnya. Keluarannya berupa sinyal frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Kedua proses tersebut dilakukan sebanyak dua kali, terhadap baris dan terhadap kolom sehingga diperoleh empat subband keluaran yang terdiri dari Satu subband yang berisi koefisien aproksimasi yang mengandung informasi background dan Tiga subband yang berisi koefisien detail, yaitu : detail horizontal, detail vertikal, dan detail diagonal yang mengandung informasi tepian.

4. Subband HH, atau disebut juga Koefisien Detail Diagonal (CD(d) j+1) Transformasi wavelet di atas merupakan transformasi wavelet level 1, transformasi wavelet dengan level yang lebih tinggi didapatkan dengan membagi kembali subband residu pelolos rendah (koefisien aproksimasi) menjadi subbandsubband yang lebih kecil. Berikut ini gambar ilustrasi proses dekomposisi citra : Dan dari hasil menggunakan program matlab 7.0 diperoleh dekomposisi level 1 dan dekomposisi level 2. seperti ditunjukkan pada gambar 7 berikut ini.

Gambar 7. (a).Transformasi Wavelet Citra Dekomposisi level 1. (b).Transformasi Wavelet Citra Dekomposisi level 2 Gambar 5. Proses Dekomposisi DWT maju level 1

Dimana :
LL2 LL HL HL2 HL

LH2 HH2

LH

HH

Bila citra asli f dengan M x N pixel didekomposisi manjadi empat subband sesuai frekuensinya yakni LL, LH, HL, dan HH dengan menggunakan transformasi wavelet dengan filter Haar (Daubechies orde 1), secara matematis dihasilkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
ll ( x , y )
lh(x,y) =

LH1

HH1

1 = 4
1

f (2x + i,2y) + j) ...................(9)


1 i= 0

(a)

(b)

1 4

i=0 1

f (2x + i,2y)

1 4

f(2x +i,2y +1) .......(10)


1 i=0 1

Gambar 6. Subband hasil DWT maju. a).Dekomposisi level 1 b),Dekomposisi level 2

hl(x,y) =

1 4

f (2x +1,2y + i) ........(11) f(2x,2y +i) 1 4


i=0 i=0

Dimana : 1. Subband LL atau disebut juga Koefisien Approksimasi (CA j+1) 2. Subband LH, atau disebut juga Koefisien Detail Horisontal (CD(h) j+1) 3. Subband HL, atau disebut juga Koefisien Detail Vertikal (CD(v) j+1)

hh (x,y) =

1 4

{f(2 x,2y)+f(2 x+1 ,2y+1 )f(2 x,2y+i)}....(12)


1 i=0

dimana : 0 x < M/2, 0 y < N/2 dan f(x,y) merupakan nilai piksel pada koordinat (x,y) pada citra f.

52

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

ll(x,y), lh(x,y), hl(x,y), dan hh(x,y) secara berturut-turut adalah komponen pada koordinat (x,y) dari LL, LH, HL,dan HH. LL merupakan setengah dari resolusi citra asli, LH merupakan subband detail horisontal, HL merupakan subband detail vertikal, dan HH merupakan subband detail diagonal. Inverse DWT (IDWT) Proses kerja dari IDWT merupakan kebalikan dari proses kerja FDWT. Pada tahap ini dilakukan proses rekonstruksi dengan arah yang berlawanan dari proses sebelumnya. Yaitu dengan proses upsampling dan pem-filter-an dengan koefisien-koefisien filter balik. Proses upsampling dilakukan dengan mengembalikan dan menggabungkan sinyal seperti semula. Proses ini dilakukan dengan menyisipkan sebuah kolom berharga nol di antara setiap kolom dan melakukan konvolusi pada setiap baris dengan filter satu dimensi. Hal yang sama dilakukan dengan menyisipkan sebuah baris nol diantara setiap baris dan melakukan konvolusi pada setiap kolom dengan filter yang lainnya. Filter yang digunakan pada transformasi balik (rekonstruksi) ini adalah filter yang mempunyai hubungan khusus terhadap filter pada sisi dekomposisi yaitu filter Lo_R (Low Pass Filter reconstruction) dan Hi_R (High Pass Filter reconstruction). Proses kerja dari Inverse DWT seperti yang terlihat pada gambar 8 dibawah ini.

menjadi salah satu metode kompresi data yang paling handal saat ini
Perancangan Dan Implementasi Sistem Pada penelitan ini menggunakan citra grayscale (skala keabuan) yaitu citra 8 bit (28= 256 warna), dari warna hitam yang bernilai 0 hingga warna putih.yang bernilai 255, yang artinya setiap nilai piksel akan dikodekan menjad 8 bit yakni : 00000000 = 0 (hitam) hingga 11111111 = 255(hitam) Contoh. Suatu citra grayscale 4 bit (24=16 warna) dengan size 5x5 piksel Penelitian ini akan meneliti tentang unjuk kerja dari proses pengkompresian citra digital dengan menggunakan transformasi wavelet diskrit (DWT) untuk menghasilkan subbandsubband dekomposisi pada level dua, kemudian citra rekontruksi didapat dari proses transformasi balik (IDWT). Citra rekontruksi dapat disimpan atau dapat ditransmisikan. Parameter yang banyak digunakan dalam penelitian ini adalah ditinjau dari rasio kompresi (CR), PSNR (Peak Signal to Noise Ratio), dan MSE (Mean Square Error) pada citra digital.dari hasil program Matlab 7.0 Adapun blok diagram yang dirancang dalam penelitian ini seperti pada gambar 9 dibawah ini

Gambar 8. Inverse DWT

Berkat operasi sub-sampling yang menghilangkan informasi sinyal yang berlebihan, maka transformasi wavelet telah

53

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

Data Bit steam Citra input


Forward DWT Kuantizer Encoder Huffman Modulator QPSK Kanal +

Citra output

Inverse DWT

DeKuantizer

Decoder Huffman

DeModulator QPSK

Noise

Gambar 9. Blok Diagram Sistem Transmisi Citra Terkompresi Dengan Wavelet

Skenario Pengujian Untuk pengujian kerja dari perancangan sistem yang disimulasikan dengan menggunakan program Matlab 7.0, perlu mengambil citra uji yaitu citra 8 bit (28=256) grayscale berformat bmp atau jpeg yaitu citra Lena sebagai citra input sistem untuk diproses. Citra rekonstruksi (output) yang diperoleh dari transformasi wavelet dapat kita bandingkan. Kemudian membandingkan terhadap jenis wavelet yang digunakan (Haar, Daubenchies, Symlet). Transformasi wavelet difungsikan untuk menghasilkan dekomposisi subbandsubband pada level 2. Kemudian citra terkompresi dengan wavelet diteruskan ke Huffman Encoder untuk dilakukan proses pengkodean sehingga menghasilkan data bitstream yang merupakan inputab modulator QPSK untuk di transmisikan. Peformansi dari citra rekonstruksi diukur berdasarkan nilai PSNR , MSE, dan SNR, akibat noise gaussian, Eb/No (dB) yang merupakan perbandingan enersi simbol terhadap kerapatan daya spektral noise .(ratio of simbol energy to noise power spektral density). Teknik umum digunakan untuk citra hasil kompresi dalam beberapa degradasi citra rekonstruksi, yang digunakan mengukur secara luas mengukur kesetian citra rekonstruksi untuk ukuran gambar N x M adalah Mean Square Error (MSE) diberikan oleh
1 MSE= N.M

Dimana f (i, j) adalah data gambar asli dan nilai citra terkompresi. Signal-to-Noise Ratio (SNR) yang banyak digunakan dalam literatur pengolahan sinyal, karena hal itu berkaitan dengan kekuatan sinyal dan daya kebisingan. SNR lebih sering digunakan dalam bidang gambar-coding. Jadi, SNR yang digunakan sesuai dengan kesalahan di atas diberikan dengan persamaan berikut.
N1 M1 f (i, j)2 ....(14) i=o j=0 SNR= 10log N1 M1 2 ' f (i, j) f (i, j) i = 0 j = 0 Ukuran kuantitatif lain adalah Peak Signal-to-Noise Rasio (PSNR), berdasarkan Root Mean Square Error (RMSE) dari gambar direkonstruksi. Rumus untuk PSNR dan RMSE diberikan oleh

(255 ) 2 PSNR = 10 log ....................(15) MSE

Dan

RMSE = MSE ....(16)

Nilai kuantitatif tersebut diatas diperoleh dengan menggunakan program Matlab versi 7.0 yang telah tersedia
HASIL Kompresi Citra Dengan Wavelet Dengan memberikan citra input berformat bitmap (bmp) dan kemudian didekomposisikan pada level 2 menggunakan wavelet Haar, maka
54

f (i, j) f (i, j)
' i=0 j=0

N1 M1

........(13)

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

diperoleh citra sebagai berikut


Citra Input Size Memory Wavelet Level Threshold CR

rekonstruksi

(output)

Lena.BMP 256x256 65 KByte Haar 2 10 74.4934%

Terlihat bahwa rasio kompresi dengan citra input berformat BMP lebih besar dari rasio kompresi dengan citra input berformat J.PEG, hal ini dikarenakan citra berformat JPEG adalah citra hasil kompresi sehingga keseragaman pikel yang terdapat pada citra JPEG sudah berkurang Adapun pengaruh pada penggunaan tipe wavelet terhadap rasio kompresi seperti yang ditunjukkaan pada tabel 1 berikut:

(a)

(b)

Gambar 10. Kompresi citra Lena bmp dengan Wavelet (a). Citra Input (b). Citra Output (PNSR =14,9)

Sedangkan untuk citra input berformat JPEG akan memberikan hasil citra rekonstruksi (output) sebagai berikut:
Citra Input Size Memory Wavelet Level Threshold CR Lena, JPEG 256x256 11,1 KByte Haar 2 10 74.2859%

(a)

(b) Output (PNSR =14,49)

Gambar 11.Kompresi citra Lena jpeg dengan Wavelet (a)Citra Input (b).Citra

Tabel 1. Rasio Kompresi terhadap tipe wavelet

Citra Input

Wavelet Threshold

Lena256 BMP Size 256x256 65 KB

Haar db4

10 20 50 10 20 50

Dwt Ratio Compression (%) 74,4934 84,1400 91,1896 79,3186 86,5640 91,7464

DWT Score Compression 3,9206 6,3052 11,3502 4,8353 7,4427 12,1160


55

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

Citra Input

Wavelet Threshold

Sym8 Haar Lena_256.JPEG Size256x256 11,1 KB dB4 Sym8

10 20 50 10 20 50 10 20 50 10 20 50

Dwt Ratio Compression (%) 79,7668 86,5928 91,2886 74,2859 84,2361 91,2445 78,8081 86,1670 91,7365 78,8921 86,1056 91,2601

DWT Score Compression 4,9424 7,4587 11,4793 3,8889 6,3436 11,4214 4,7188 7,2291 12,1014 4,7376 7,1971 11,4418

Dimana : Ratio Compression (CR). CR(%)=(ukuran file citra output/ukuran file citra intput)x100% Score Compression (A). A = (1/(100% - CR))x100%
Transmisi Citra Terkompresi Dengan Wavelet Citra yang terkompresi dengan wavelet diatas kemudian ditransmikan dengan menggunakan modulator QPSK ( Quadratur Phase Shitf Keying), namun sebelumnya data terkompresi wavelet harus melalui proses pengkodean Huffman (Entrophy Coding) sehingga diperoleh data terkompresi berupa deretan data (bitstream). Dan dalam pentransmisiannya kita dapat memberikan noise Gaussian berupa Eb/No untuk melihat efek dari citra rekonstruksi dengan melihat dari nilai pengukuran PNSR, MSE dan SNR pada penerima. Dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 2 dan tabel 3 beserta grafiknya yang diperlihatkan pada gambar 12 dan gambar 13 dibawah ini.
Tabel 2. Hasil Transmisi Citra Lena.bmp terkompresi wavelet
Eb/No (dB) 0 2 4 6 8 10 PNSR (dB) 22.1927 22.4307 25.1278 25.2701 36.4417 37.5496 MSE (dB) 392.4728 371.5439 199.6665 193.2278 14.7539 11.4320 SNR (dB) 6,021 8,021 10,021 12,021 14,021 16,021 CR (%)

Tabel 3. Hasil Transmisi terkompresi wavelet


Eb/No (dB) 0 2 4 6 8 10 PNSR (dB) 21.5821 24.2898 29.7448 40.5931 42.4831 49.0326 MSE (dB) 451.7188 242.1563 68.9609 5.6725 3.6709 0.8125 SNR (dB) 6,026 8,0206 10,021 12,021 14,021 16,021

Lena.jpeg
CR (%)

83,3333

Gambar 12. Grafik PSNR, SNR dan MSE dari data tabel 2
83,3333

56

POLI REKAYASA Volume 6, Nomor 1, Oktober 2010

ISSN : 1858-3709

rekonstruksi, hal ini terlihat makin besarnya nilai PNSR dan SNR.
DAFTAR PUSTAKA. Antim Maida and Shrikant Vaishnav.Image Compression & Transmission Through Digital Communacation System, Rourkela 2009

Gambar 13. Grafik PSNR, SNR dan MSE dari data tabel 3.

Pada gambar 12 dan gambar 13 menunjukkan bahwa penambahan Eb/No akan meningkatkan kualitas citra rekonstruksi, hal ini terlihat makin besarnya nilai PNSR dan SNR. Sedangkan perbedaan input citra.bmp terkompresi dengan input citra .jpeg yang ditransmisikan tidak mempunyai pengaruh terhadap rasio kompresi.
SIMPULAN Dari hasil penelitian berupa simulasi menggunakan program Matlab versi 7.0, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kompresi dengan DWT pada level 2 yang menggunakan citra berformat Bitmap (bmp) sebagai citra inputan akan menghasilkan rasio kompresi, CR = 74.4934% dan PNSR =14,9, sedangkan untuk citra input berformat JPEG menghasilkan rasio kompresi, CR = 74.2859% dan PNSR = 14,49. 2. Penggunaan tipe wavelet Haar memberikan hasil rasio kompresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan tipe wavelet Daubechies4 (dB4) ataupun Symlet8 (sym8),. 3. Pada transmisi citra.bmp yang terkompresi wavelet maupun citra.jpeg yang terkompresi dengan wavelet sebagai input ke modulator QPSK akan memberikan rasio kompresi CR = 83,333%, 4. Penambahan Enersi bit per noise (Eb/.No) pada transmisi citra akan memberikan peningkatan kualitas citra

Bryan E.Usevitch, A Tutorial Modern Lossy Wavelet Image Compression : Foundation of JPEG 2000, IEEE Signal Processing Magazine, 10535888/01/S10.00@2001IEEE D.S. Taubman and W.M. Marcellin, JPEG2000: Image compression fundamentals, standards and practices, Norwell, MA: Kluwer, 2002. Riyad, M. A., Pemampatan Data Citra dengan Menggunakan Alihragam Gelombang-Singkat (Wavelet Transform), Program Pascasarjana Teknik Elektro, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.,2003 Sianipar, R.H, Sabar Nababan., Dekomposisi Standard Menuju Pengkodean Citra Diam Berbasis Wavelet: Kajian Terhadap JPEG-2000, Proceeding Seminar IES 2002 ITS Surabaya.

S.S.Gornale, R.R.Manza2, Vikas Humbe and K.V.Kale, Performance Analysis of Biorthogonal Wavelet Filters for Lossy Fingerprint Image Compression Jurnal Internasional IJISE,GA,USA,ISSN:1934-9955, Vol 1, No.1, Januari 2007

57

You might also like