Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 18

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2006 sebanyak 24 % dari penyakit global disebabkan oleh segala jenis faktor lingkungan yang dapat dicegah serta lebih dari 13 juta kematian tiap tahun disebabkan faktor lingkungan yang dapat dicegah. Empat penyakit utama yang disebabkan oleh lingkungan yang buruk adalah diare, infeksi Saluran Pernapasan Bawah, berbagai jenis luka yang tidak intens, dan malaria. 1 Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang. Menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena access pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional. 2 Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih penyebab utama kematian di Indonesia. Kecenderungan ini juga semakin mendapatkan legitimasi seiring dengan munculnya flu burung dan flu babi, dua penyakit yang sangat berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Di Pekanbaru sendiri, data penyakit berbasis lingkungan pada tahun 2004, didapatkan data malaria sebanyak 236 kasus, tahun 2005 198 kasus, tahun 2006 195 kasus. TB paru pada tahun 2004 didapatkan 347 kasus, tahun 2005 633 kasus, tahun 2006 287 kasus. DBD tahun 2004 253 kasus, tahun 2005 839, tahun 2006 347 kasus. Diare tahun 2006 1.059 kasus, ISPA tahun 2006 231 kasus. Oleh karena itu, ke depan semakin dibutuhkan upaya yang intensif dan serius dari banyak pihak terkait untuk melakukan intervensi terahadap faktor lingkungan. Di puskesmas Muara Fajar, 3 urutan penyakit terbesar sepanjang bulan Januari 2009 sampai Maret 2010 di tempati oleh penyakit berbasis lingkungan yaitu ISPA sebanyak 4537 kasus, penyakit kulit sebanyak 1163 kasus, dan diare sebanyak 716 kasus. 1, 2, 3 Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan tekhnis dari petugas puskesmas. Kegiatan klinik sanitasi ini dibagi menjadi 2 yaitu dalam dan luar ruangan, di antara keduanya kegiatan dalam ruangan adalah kegiatan yang utama yang harus dilakukan sebelum kegiatan luar gedung. Kegiatan klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar sudah ada sejak bulan Mei 2009, namun sampai sekarang kegiatan ini belum berjalan optimal, baik
1

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

dalam maupun luar gedung, hal ini dibuktikan dengan masih sangat kurangnya kunjungan klien atau pasien, dari wawancara dari Mei 2009 sampai Maret 2010 hanya ada 4-5 kali kunjungan, sedangkan kunjungan pasien hanya sekitar 7-8 kali, buku register pasien maupun klien tidak tersedia. Selain itu, masih banyaknya jumlah sarana kesehatan lingkungan yang diimiliki masyarakat yang belum memenuhi syarat, masih tingginya angka penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA, diare, penyakit kulit, kecacingan, dan sebagianya adalah bukti bahwa belum opimalnya kegiatan klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar. Pada makalah ini hanya akan membahas tentang kegiatan dalam gedung klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar. 1.2. Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujauan Umum Teroptimalnya kegiatan dalam gedung klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar. 1.2.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus makalah ini adalah : 1. Teridentifikasinya masalah-masalah dalam program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Fajar. 2. Diketahuinya prioritas masalah program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Fajar. 3. Diperolehnya penyebab masalah belum optimalnya kegiatan dalam gedung klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar pada program Kesehatan Lingkungan. 4. Diperolehnya beberapa alternatif pemecahan masalah belum optimalnya kegiatan dalam gedung klinik sanitasi pada program Kesehatan Lingkungan. 5. Dilaksanakannya upaya pemecahan masalah dalam rangka mengoptimalkan kegiatan dalam gedung klinik sanitasi. 6. Terevaluasinya kegiatan pemecahan masalah dalam rangka mengoptimalkan kegiatan dalam gedung klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar.

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) mendefinisikan kesehatan lingkungan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.4 Terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut World Health Organization (WHO), yaitu : penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian vektor, pencegahan/pengendalian, pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene makanan, termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian radiasi, kesehatan kerja, pengendalian kebisingan, perumahan dan pemukiman, aspek kesling dan transportasi udara, perencanaan daerah dan perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakantindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk, serta tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. 5 Berdasarkan undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan pasal 22 ayat 3, bahwa kesehatan lingkungan meliputi kegiatan/program penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyakit berbasis lingkungan, dan penyehatan atau pengamanan lainnya. 6 Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu derajat kesehatan, disamping beberapa variabel lainnya seperti perilaku, keberadaan pelayanan kesehatan dan herediter. Penyakit dengan jumlah terbesar setiap tahun, dalam konteks kesehatan, kesakitan, dan kecacatan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan antara lain : 1 1. Diare sebagian besar disebabkan air yang tidak bersih, sanitasi dan hygiene yang buruk. 2. Infeksi Saluran pernapasan bawah, sebagian besar disebabkan oleh polusi udara, di dalam dan luar ruangan.

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

3. Luka yang tidak intens selain luka akibat kecelakaan, sebagian besar disebabkan oleh tata kota yang buruk atau tata rancang lingkungan yang buruk dari sistem transportasi. 4. Malaria, sebagian besar akibat sumber air yang buruk, pengelolaan penggunaan lahan dan rumah yang memungkinkan keberadaan vektor berkembang biak. 5. Kerusakan paru obstruksi kronis atau Chronic Obstructive Pulmonary Diseases, sebagian besar disebabkan paparan debu dan partikulat di tempat kerja serta bentuk lain dari polusi udara di dalam dan luar ruangan. 6. Kondisi perinatal Laporan WHO menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh secara signifikan terhadap lebih dari 80 % penyakit-penyakit tersebut. Lebih jauh lagi, secara kuantitatif hanya risiko faktor lingkungan tersebut yang dapat berubah. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi penyakit akibat lingkungan ini antara lain : peningkatan persediaan air bersih pada rumah tangga, higiene lingkungan yang lebih baik, penggunaan bahan bakar dan pembersih yang lebih aman, peningkatan keamanan lingkungan sehat, penggunaan dan pengelolaan materi beracun di rumah dan tempat kerja, pengelolaan sumber air bersih yang lebih baik. 1 Dengan mengoptimalkan langkah terhadap faktor lingkungan, jutaan kematian dapat dicegah tiap tahun, yang juga patut diperhatikan adalah perlunya kerjasama dengan sektor yang memilki keterkaitan erat dengan faktor lingkungan, seperti energi, transportasi, pertanian, dan industri. 1 2.2 Klinik Sanitasi Puskesmas sebagai salah satu unit yang berada di bawah struktur organisasi departemen kesehatan, dalam klinik sanitasi mempunyai tugas dan fungsi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Adapun peran tersebut antara lain : 7 1. Diagnosa komunitas : kebutuhan, (need), masalah (problem) kesehatan lingkungan, faktor yang ada di lingkungan, treatmen, dan sebagainya. 2. Melaukan treatment pada kasus-kasus bermasalah dengan bantuan teknologi. 3. Mengumpulkan laporan masyarakat. 4. Mengadakan pelatihan bagi petugas dan tokoh masyarakat, kader, dsb. 5. Mencari mitra kerjasama di wilayahnya, 6. Menyiapkan ruang klinik sanitasi/bengkel sanitasi dan peralatannya.
4

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam klinik sanitasi yaitu : 7 1. Klinik sanitasi, merupakan suatu wahana masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui upaya terintegrasi kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan tekhnis dari petugas puskesmas. 2. Pasien, yaitu penderita penyakit yang diduga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk oleh petugas medis ke ruang klinik sanitasi. 3. Klien adalah masyarakat umum bukan penderita penyakit yang datang ke puskesmas untuk berkonsultasi tentang masalah kesehatan lingkungan. 4. Bengkel sanitasi adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk menyimpan peralatan pemantauan dan perbaikan kualitas lingkungan. 5. Ruang klinik sanitasi adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan oleh sanitarian/tenaga kesling/ tenaga pelaksana untuk melaksanakan fungsi penyuluhan, konsultasi, konseling, pelatihan perbaikan sarana sanitasi, dan sebagainya. 6. Konseling yaitu kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk mengenali masalah lebih rinci kemudian diupayakan pemecahannya yang dilakukan oleh tanaga sanitarian/tenaga pelaksana, sehubungan dengan konsultasi penderita/klien yang datang ke puskesmas. 7. Kunjungan rumah yaitu kegiatan sanitarian/tenaga pelaksana/tenaga kesling untuk melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat keadaan lingkungan rumah sebagai tindak lanjut dari kunjungan pederita/klien ke ruang klinik sanitasi. 8. Kegiatan dalam gedung adalah kegiatan upaya pelayanan kesehatan lingkungan yang dilakukan di dalam gedung/lingkungan puskesmas. 9. Kegiatan luar gedung yaitu kegiatan upaya kesehatan lingkungan yang dilakukan diluar lingkungan gedung puskesmas. 10. Keluarga binaan adalah keluarga, tetangga penderita atau klien yang perlu difasilitasi untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan.

Kegiatan klinik sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas : 8 1. Dalam gedung puskesmas
5

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

Di dalam gedung puskesmas, petugas klinik sanitasi melakukan langkah-langkah kegiatan terhadap penderita/klien. a. Penderita Terhadap penderita, petugas klnik sanitasi diharuskan melakukan langkah-langkah senagai berikut : 1) Menerima kartu rujukan status dari petugas poliklinik. 2) Mempelajari kartu status/rujukan tentang diagnosis oleh petugas poliklinik. 3) Menyalin dan mencatat nama penderita atau keluarganya, karakteristik penderita yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat, serta diagnosis penyakitnya ke dalan buku register. 4) Melakukan wawancara atau konseling dengan penderita/keluarga penderita tentang keadaan penyakit, keadaan lingkungan, dan perilaku yang diduga berkaitan dengan keadaan penyakit dengan mengacu pada Pedoman Teknis Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas dan Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas. 5) Membantu menyimpulkan permasalahan lingkungan atau perilaku yang berkaitan dengan kejadian penyakit yang diderita. 6) Memberikan saran tindak lanjut sesuai permasalahan. 7) Bila diperlukan membuat kesepakatan dengan penderita atau keluarganya tentang jadwal kunjungan lapangan. b. Klien Terhadap klien, petugas klinik sanitasi diharuskan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Menanyakan permasalan yang dihadapi klien dab mencatat nama, karakteristik klien seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan mencatatnya ke dalam buku register. 2) Melakukan wawancara atau konseling denganklien sesuai permasalahan yang dihadapi dengan mengacu pada Pedoman Teknis Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas dan Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas.

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

3) Membantu menyimpulkan permasalahan lingkungan atau perilaku yang diduga berkaitan dengan permasalahan yang ada. 4) Memberikan saran pemecahan masalah yang sederhana, murah dan mudah untuk dilaksanakan klien. 5) Bila diperlukan dapat membuat kesepakatan dengan penderita atau keluarganya tentang jadwal kunjungan lapangan. 2. Luar gedung puskesmas Sesuai dengan jadwal yang telah disepakati antara penderita/klien atau keluarganya dengan petugas klinik sanitasi, akan dilakukan kinjungan lapangan/rumah dan diharuskan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 8 a. Mempelajari hasil wawancara atau konseling di dalam gedung (puskesmas). b. Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan lapangan yang diperlukan seperti formulir kunjungan lapangan, media penyuluhan, dab alat sesuai jenis penyakitnya. c. Memberitahu atau menginformasikan kedatangan kepada perangkat desa/kelurahan dan petugas kesehatan/bidan desa. d. Melakukan pemeriksaan dan pengamatan lingkungan dan perilaku dengan mengacu pada Pedoman Teknis penyakit/masalah yang ada. e. Membantu menyimpulkan hasil kunjungan lapangan. f. Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga penderita dan keluarga sekitar). g. Apabila permasalahan yang ditemukan menyangkut sekelompok keluarga atau kampung, informasikan hasilnya kepada petugas kesehatan di desa/kelurahan, perangkat desa/kelurahan, kader kesehatan lingkungan serta lintas sektor terkait di tingkat kecamatan untuk dapat ditindaklanjuti secara bersama. Adapun sumber daya yang diperlukan dalam mendukung kegiatan klinik sanitasi adalah : 7 1. Tenaga pelaksana Untuk melaksanakan klinik sanitasi diperlukan tenaga sebagai berikut :
7

Klinik

Sanitasi Untuk Puskesmas, sesuai dengan

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

1) Tenaga inti di bidang kesehatan lingkungan adalah sanitarian atau D3 kesehatan lingkungan. 2) Tenaga pendukung adalah tenaga kesehatan lainnya seperti, bidan, perawat, petugas gizi, dan petugas lainnya. 3) Tenaga yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam melaksanakan program. Tenaga-tenanga tersebut di atas perlu mendapat pengetahuan/orientasi tentang klinik sanitasi. 2. Prasarana dan sarana 1) Ruangan 2) Peralatan seperti pengukur kualitas lingkungan dan alat perbaikan sarana ABPL. 3) Transportasi untuk mendukung kegiatan luar gedung. 4) Alat peraga dan media penyuluhan. 5) Formulir pencatatan dan pelaporan seperti kartu status kesehatan lingkungan, dan register harian kegiatan klinik sanitasi, kartu rumah, laporan bulanan. 3. Sumber dana yang berasal dari dana operasional puskesmas, APBD, APBN, BLN, kemitraan dan swadaya masyarakat. 2.3. Kerangka Teori Proyek Peningkatan Mutu Metode yang digunakan dalam upaya peningkatan mutu ini adalah metode Plan, Do, Check, and Action (PDCA cycle) yang didasari atas masalah yang dihadapi ( problem-faced) ke arah penyelesaian masalah (problem solving). Konsep PDCA cycle pertama kali diperkenalkan oleh Walter Shewhart pada tahun 1930 yang disebut dengan Shewhart cycle. Selanjutnya konsep ini dikembangkan oleh Dr. Walter Edwards Deming yang kemudian dikenal dengan The Deming Wheel. PDCA cycle berguna sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam PDCA cycle, yaitu: a. Plan 1. Mengidentifikasi output pelayanan, siapa pengguna jasa pelayanan, dan harapan pengguna jasa pelayanan tersebut melalui analisis suatu proses tertentu. 2. Mendeskripsikan proses yang dianalisis saat ini
8

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

Pelajari proses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja yang terlibat dalam prose tersebut. Teknik yang dapat digunakan : brainstorming

3. Mengukur dan menganalisis situasi tersebut Menemukan data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut Bagaimana mengolah data tersebut agar membantu memahami kinerja dan dinamika proses Teknik yang digunakan : observasi Mengunakan alat ukur seperti wawancara

4. Fokus pada peluang peningkatan mutu Pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan Kriteria masalah : menyatakan efek atas ketidakpuasan, adanya gap antara kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik, dapat diukur. 5. Mengidentifikasi akar penyebab masalah b. Do 1. Merencanakan suatu proyek uji coba Merencanakan sumber daya manusia, sumber dana, dan sebagainya. Merencanakan rencana kegiatan (plan of action) Menyimpulkan penyebab Teknik yang dapat digunakan : brainstorming Alat yang digunakan : fish bone analysis Ishikawa

6. Menemukan dan memilih penyelesaian Mencari berbagai alternatif pemecahan masalah Teknik yang dapat digunakan : brainstorming

2. Melaksanakan Pilot Project Pilot Project dilaksanakan dalam skala kecil dengan waktu relatif singkat ( 2 minggu)
9

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

c. Check 1. Evaluasi hasil proyek Bertujuan untuk efektivitas proyek tersebut Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek (data yang dikumpulkan dan teknik pengumpulan data harus sama) Target yang ingin dicapai 80% Teknik yang digunakan: observasi dan survei Alat yang digunakan: kamera dan kuisioner

2. Membuat kesimpulan proyek Hasil menjanjikan namun perlu perubahan Jika proyek gagal, cari penyelesaian lain Jika proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas

d. Action 1. Standarisasi perubahan Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan Revisi proses yang sudah diperbaiki Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada Komunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan. Lakukan pelatihan bila perlu Mengembangkan rencana yang jelas Dokumentasikan proyek

2. Memonitor perubahan Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur Alat yang digunakan untuk dokumentasi

10

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

BAB III PROYEK PENINGKATAN MUTU KEGIATAN DALAM GEDUNG KLINIK SANITASI

11

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

MATERIAL
Belum tersedianya kartu kesehatan lingkungan, dan register harian Kurangnya pengetahuan petugas medis dan paramedis tentang klinik sanitasi .tentanklinik sanitasi.

MAN

kegiatan

Belum optimalnya kegiatan dalam ruangan klinik sanitasi. Belum adanya pedoman rujukan pasien belum ada pedoman wawancara belum ada jadwal lokakarya mini.

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi

MARKET

METHODE

12

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

13

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

14

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

BAB IV PEMBAHASAN Dalam melaksanakan suatau kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan perencanaan sera sumber daya yang baik pula. Kegiatan dalam ruangan klinik sanitasi, yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas yang dikeluarkan oleh Ditjen PPMPL dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas yang diterbitkan Dinkes Propinsi Riau. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan penanggung jawab progran Kesling, serta data sekunder Kegiatan klinik sanitasi puskesmas Muara Fajar sudah ada sejak bulan Mei 2009, namun sampai sekarang kegiatan ini belum berjalan optimal, baik dalam maupun luar gedung, hal ini dibuktikan dengan masih sangat kurangnya kunjungan klien atau pasien, dari wawancara dari Mei 2009 sampai Maret 2010 hanya ada 4-5 kali kunjungan, sedangkan kunjungan pasien hanya sekitar 7-8 kali, buku register pasien maupun klien tidak tersedia. Selain itu, masih banyaknya jumlah sarana kesehatan lingkungan yang diimiliki masyarakat yang belum memenuhi syarat, masih tingginya angka penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA, diare, penyakit kulit, kecacingan, dan sebagianya. Untuk lebih lengkapnya hasil analisis belum optimalnya kegiatan dalam ruangan klinik sanitasi adalah sebagai berikut : 1. Kurangnya pengetahuan petugas medis dan paramedis tentang klinik sanitasi. Menurut pedoman pelaksanaan Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas, dalam melaksanakan kegiatan diperlukan. tenaga sanitarian atau D3 kesehatan lingkungan, tenaga pendukung seperti bidan, perawat, petugas gizi, dan petugas lainnya, dan tenaga lain yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam melaksanakan program. Tenaga-tenanga tersebut di atas perlu mendapat pengetahuan/orientasi tentang klinik sanitasi. Dari wawancara kurangnya pengetahuan petugas pendukung tentang klinik sanitasi, untuk itu sebagai pemecahan masalah direkomendasikan agar diadakan penyuluhan atau orientasi tentang klinik sanitasi oleh petugas sanitarian kepada petugas pendukung kegiatan. 2. Tidak tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan, serta pedoman rujukan. Dari observasi, formulir pencatatan dan pelaporan seperti kartu status kesehatan lingkungan, dan register harian kegiatan klinik sanitasi, kartu rumah, laporan bulanan belum tersedia, formulir ini digunakan untuk mencatat data pasien, kegiatan harian,
15

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

jadwal kunjungan, dan sebagainya, sebagai pemecahan masalah adalah Menyediakan kartu kesehatan lingkungan, Menyediakan register harian kegiatan, dan pedoman rujukan pasien diharapkan dapat menunjang kegiatan. 3. Belum ada jadwal tetap untuk lokakarya mini Menurut pedoman pelaksanaan Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas, lokakarya mini dilakukan untuk membahas segala permasalahan, cara pemecahan masalah, hasil monitoring/evaluasi, serta perencanaan kegiatan klinik sanitasi. Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali. Di puskesmas muara fajar, jadwal rutin lokakarya mini ini belum ada untuk itu direkomendasikan agar dibuat jadwal tetap untuk lokakarya mini untuk klinik sanitasi. 4. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi. Dari hasil wawancara dengan pengunjung puskesmas, tidak ada satupun dari pengunjung yang diwawancara mengetahui tentang klinik sanitasi, sebagai jalan keluar direkomendasikan diadakannya penyuluhan berkala 1 x 1 bulan oleh pihak puskesmas. Diharapkan dengan adanya penyuluhan ini masyarakat menjadi tahu tentang klinik sanitasi.

16

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

BAB V SIMPULAN DAN SARAN I. SIMPULAN 1. Beberapa masalah yang ditemukan pada program Kesling antara lain, belum optimalnya kegiatan dalam ruangan klinik sanitasi, belum optimalnya pemeriksaan rumah tangga sehat, serta belum berjalannya kegiatan pengawasan sanitasi TPM. 2. Prioritas masalah yang didapatkan pada program Kesling PKM Muara Fajar adalah belum optimalnya kegiatan dalam ruangan klinik sanitasi. 3. Penyebab masalah belum optimalnya kegiatan tersebut antara lain Kurangnya pengetahuan petugas medis dan paramedis tentang klinik sanitasi, Tidak tersedianya formulir pencatatan dan pelaporan, tidak tersedianya pedoman rujukan pasien, Belum ada jadwal tetap untuk lokakarya mini, dan Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang klinik sanitasi. 4. Alternatif pemecahan masalah yang disarankan antara lain memberikan surat rekomendasi serta menyediakan pedoman rujukan pasien, formulir pencatatan dan pelaporan. 5. Upaya pemecahan masalah yang telah terlaksana adalah pemberian surat rekomendasi. 6. Evaluasi terhadap pelaksanaan rekomendasi tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. II. SARAN 1. Kepada petugas medis dan paramedis agar memperhatikan pedoman rujukan pasien ke klinik sanitasi agar kegiatan klinik berjalan optimal. 2. Kepada Dokter Muda IKM-IKK periode selanjutnya agar dapat melanjutkan kegiatan proyek peningkatan mutu pada kegiatan lain program kesling, karena dari identifikasi masalah masih banyak kegiatan yang belum optimal.

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

17

Febry Fahmi, Medical Student Of Riau University 2003

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2006. Intervensi Faktor Lingkungan Cegah 13 Juta Kematian.

http://www.depkes.go.id [Diakses 7 Desember 2009]. 2. Arifin, Munif. 2009. Beberapa Pengertian Tentang Sanitasi Lingkungan. http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/07/sanitasi-lingkungan. [Diakses 7 Desember 2009]. 3. Seksi Penyehatan Lingkungan. Laporan rekapitulasi penyakit berbasis lingkungan Puskesmas kota Pekanbaru. Pekanbaru: Dinkes kota Pekanbaru, 2006. 4. Setiyabudi R. 2007. Dasar Kesehatan Lingkungan. Disitasi dari : http://www.ajago.blogspot.htm. [Diakses : 20 November 2009].
5. World Health Organization (WHO). 2008. Environmental Health. http://www.WHO.int.

[Diakses 20 November 2009].


6. Depkes RI. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 1992.

7. Depkes RI. Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas. Ditjen PPMPL : Jakarta 1999. 8. Dinkes Propinsi Riau. Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi Untuk Puskesmas. Pekanbaru : 2005.

18

You might also like