Final Sea Report For 5 Location PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 149

ESP-Environmental Support Programme Danida

FINALSEAREPORTFOR5LOCATION (JAMBIPROVINCE)
(DeliverableUfive) Output:2.3SEAAppliedinLocalDevelopmentPlans Output Preparedby Contractno.

:2.3SEAAppliedinLocalDevelopmentPlans :PT.Sucofindo(Persero) GrahaSucofindo,SBUKKL,6thFloor JalanRayaPasarMingguKav.34Pancoran, JakartaSelatan12780 :CON104.Indo.1.MFS.41/123/085 15Desember2011

DateofSubmission:

DAFTAR ISTILAH

Adat Adat Istiadat AMDAL Badan Balai BANGDA BAPPENAS BAPPEDA BAPEDALDA Bupati DAS CEPP KEMENDAGRI DG Dinas Dit Ditjen Dirjen EA EIA FGD GIS GPS Kabupaten Kecamatan KLHS LSM NGO Pemerintah Kota Perda PP RPJM RPJP RTRWD RTRWN SEA Tim KLHS ToR Tupoksi

Customary Law Norms of customary law Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) Agency Institute Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah / Directorate General for Regional Development, Ministry of Home Affairs Badan Perencanaan Pembangunan Nasional / National Planning Agency Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Regional Planning Board) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Regional Agency for Environmental Management) Head of District Daerah Aliran Sungai / Watershed, river basin Critical Environmental Pressure Point(s) Kementrian Dalam Negeri (Ministry of Home Affairs, MOHA) Directorate General Public Service Delivery Institution Directorate Directorate General Direktur Jenderal / Director General Executing Agency Environmental Impact Assessment / AMDAL Focus Group Discussion / Wacana dengan Golongan Tertentu Geographic Information System / Sistem Informasi Geografis Global Positioning System / Sistem Penentu Posisi Global District Sub-District Kajian Lingkungan Hidup Strategis / Strategic Environmental Assessment Lembaga Swadaya Masyarakat / NGO Non-Government Organization Pemerintah Kota / Municipal Government Peraturan Daerah / Local Regulation Peraturan Pemerintah / Government Regulation Rencana Pembangunan Jangka Waktu Menengah / Medium Term Development Plan Rencana Pembangunan Jangka Waktu Panjang / Long-term Development Plan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah / Regional Spatial Plan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional / National Spatial Plan Strategic Environmental Assessment / Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS Tim dibentuk SK Wali Kota untuk pengelolaan KLHS PBC / Team formed by the Mayor to manage SEA for PBC Terms of Reference / Kerangka Acuan Tugos Pokok dan Fungsi / Main Duties and Functions of a government institution

ii

Abstrak Sebagaimana kegiatan fasilitasi teknis KLHS dimulai pada tahun 2011 di bawah Environmental Support Programme, sekitar 6 provinsi menerima fasilitasi teknis dari Bangda: Jambi, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat. Salah satu output utama dari kegiatan Output 2.3 adalah diselesaikannya laporan akhir KLHS dari semua pelaksanaan KLHS yang berjalan di enam provinsi di tahun 2011. Penerapan KLHS di Provinsi Jambi dilakukan terhadap proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. KLHS RTRW Provinsi Jambi dilakukan dengan pendekatan semi detil dengan rangkaian proses KLHS sebagai berikut: (1)Peningkatan kapasitas Tim KLHS Provinsi Jambi (2) Pelingkupan isu-isu strategis (3) Analisis baseline dan analisis tren (4) Pengkajian dampak pengaruh kebijakan, rencana dan program (5) Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi (6) Pengambilan Keputusan (7) Pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam rancangan akhir RTRW Provinsi Jambi. Berdasarkan hasil analisis baseline dan analisis tren terhadap isu-isu, maka isu-isu tersebut dirumuskan kembali bersama dengan pemangku kepentingan, sehingga disepakati bahwa isu-isu strategis KLHS adalah: (1) Alih fungsi lahan , (2) Jalur distribusi. Laporan Akhir KLHS Jambi ini mendokumentasikan rangkaian proses KLHS yang berjalan di Jambi dari proses pelingkupan, analisis data dasar, pengkajian, perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi sampai pada pengambilan keputusan. Keywords: KLHS, Laporan Akhir, Jambi

Abstract As the technical assistance of SEA is undertaken in 2011 under the Environmental Support Programme, six provinces are receiving the technical assistance from MoHA: Jambi, West Kalimantan, North Sulawesi, Central Sulawesi, Central java, West Nusa Tenggara. One of the key outputs of the activities under the output of 2.3 is the finalization of SEA final report from the SEA application in six selected provinces in 2011. The SEA application in Jambi Province is focused on the preparation for Regional Spatial Plan (RTRW) of Jambi Province. The Spatial Plan SEA of Jambi was undertaken using the semi detail approach with the series of SEA process as follow: (1) The capacity building of the local SEA team of Jambi Province (2) strategic issues scoping (3) Baseline data analysis (4) Assessment towards PPP impacts (5) Formulation of mitigation, alternatives and recommendation (6) decision making (7) Integration of the decision making result into the final draft of Jambi Spatial Plan. Based on the result of baseline data analysis and trend analysis towards the issues, the issues then being reformulated with the stakeholders and it was agreed that strategic issues of SEA are: (1) Land use issue (2) Distribution road issue Jambi SEA Final report documented the series of SEA process undertaken in Jambi starting from the scoping, baseline data analysis, assessment, formulation of mitigation/alternatives and recommendations until the decision making. Keywords: SEA, Final Report, Jambi

iii

DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH ABSTRAK DAFTAR ISI RINGKASAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Landasan Hukum 1.3. Tujuan KLHS 1.4. Pendekatan dan Metodologi 1.5. Persiapan 1.6. Profil Provinsi Jambi PELINGKUPAN 2.1. Proses Pelingkupan 2.2. Isu-Isu Strategis ANALISIS BASELINE 3.1. Proses Analisis Baseline 3.2. Analisis Baseline 3.2.1. Transportasi 3.2.2. Energi 3.2.3. Kemiskinan 3.2.4. Ketersediaan Pangan 3.2.5. Menurunnya Kearifan Lokal 3.2.6. Kerusakan Lahan dan Alih Fungsi Lahan 3.2.7. Konflik Lahan 3.2.8. Biodiversitas 3.2.9. Eksploitasi Sumberdaya Alam (Pertambangan Batubara) 3.2.10. Pencemaran PENGKAJIAN 4.1. Proses Pengkajian 4.2. Kajian Dampak Kebijakan, Rencana dan Program 4.2.1. Apresiasi Kebijakan, Rencana dan Program Terkait Provinsi Jambi 4.2.2. Telaah dampak program terhadap isu-isu strategis 4.2.3. Telaah dampak program terhadap Visi Jambi dalam Roadmap Ekosistem Sumatera PERUMUSAN MITIGASI/ALTERNATIF DAN REKOMENDASI 5.1. Proses Perumusan Mitigasi/Alternatif dan Rekomendasi 5.2. Mitigasi/alternatif dampak dan rekomendasi PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. Proses pengambilan keputusan 6.2. Pengambilan Keputusan ii iii iv v I-1 I-3 I-3 I-3 I-3 I-7 II-1 II-1 II-2 III-1 III-1 III-1 III-1 III-3 III-4 III-5 III-7 III-9 III-14 III-15 III-20 III-20 IV-1 IV-1 IV-3 IV-3 IV-9 IV-10 V-1 V-1 V-2 VI-1 VI-1 VI-2

BAB II

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

iv

Ringkasan

UUNo.32Tahun2009tentangPerlindungandanPengelolaanLingkunganHidup mengamanatkan pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS bertujuan untuk memastikan lingkungan hidup dan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadidasardanterintegrasidalampenyusunankebijakan,rencanadanatauprogram. Pemerintah Provinsi Jambi menyambut baik tawaran fasilitasi KLHS yang ditawarkan oleh Ditjen Bina Bangda KEMDAGRI kepada Gubernur Provinsi Jambi. Gubernur menunjuk BAPPEDA Provinsi Jambi sebagai penanggung jawab kegiatan KLHS di Provinsi Jambi dan didampingi oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jambi. Fasilitasi KLHS yang diberikan oleh Ditjen Bina Bangda KEMDAGRI kepada Provinsi Jambi merupakan salah satu upaya peningkatan kapasitas Pemerintah Provinsi JambidalammelaksanakanKLHS,danselanjutnyadiharapkanPemerintahProvinsiJambi dapatmeningkatkankapasitasPemerintahKabupatendanKotadiProvinsiJambi. Penerapan KLHS di Provinsi Jambi dilakukan terhadap proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. Proses penyusunan RTRW Provinsi Jambi telah dimulai sejak tahun 2006 dan hingga tahun 2010 masih dalam proses menunggu hasil Tim Terpadu Kementerian Kehutanan, sehingga masih memungkinkan didampingidenganKLHS. PROSESKLHS KLHS RTRW Provinsi Jambi diawali dengan pembentukan Tim KLHS oleh Gubernur Provinsi Jambi, yang terdiri dari unsur perwakilan SKPD Provinsi, perwakilan BappedadanBLHKabupaten/KotaseProvinsiJambidanLembagaSwadayaMasyarakat (LSM). Untuk mengoptimalkan kerja Tim KLHS, maka Bappeda Provinsi menunjuk KelompokKerjayangbertugasmelaksanakantekniskegiatanKLHS. KLHS dilakukan dengan pendekatan semi detil dengan rangkaian proses KLHS sebagaiberikut: 1. PeningkatankapasitasTimKLHSProvinsiJambi 2. Pelingkupanisuisustrategis 3. Analisisbaselinedananalisistren 4. Pengkajiandampakpengaruhkebijakan,rencanadanprogram 5. Perumusanmitigasi,alternatifdanperumusanrekomendasi 6. PengambilanKeputusan 7. Pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam rancangan akhir RTRWProvinsiJambi Proses KLHS melibatkan pemangku kepentingan yang diidentifikasi oleh Tim KLHSpadabagianpalingawaldariprosesKLHS.Pemangkukepentingandilibatkandalam 3 (tiga) lokakarya yaitu pada saat proses: (1) Pelingkupan isuisu strategis; (2) Pengkajian;(3)Perumusanmitigasi,alternatifdanperumusanrekomendasi. v

Selama proses, konsultan internasional juga terlibat aktif dalam pendampingan pelaksanaan KLHS di Jambi. Namun demikian, masukan dan rekomendasi terkait pelaksanaan proses KLHS di Jambi dari perspektif konsultan internasional akan disampaikanterpisahdarilaporanini. PENGAMBILANKEPUTUSAN DalampertemuandenganGubernurdisampaikanrekomendasisebagaiberikut: 1. Mengintegrasikan kesepakatan koridor Visi Sumatera di Wilayah Jambi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi serta mengimplementasikannya dalam program programRPJMDsesuaimitigasi. 2. Pengoptimalan kinerja prasarana transportasi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi sesuaimitigasi. 3. Mengintegrasikan prinsip prinsip pengelolaan perkebunan berkelanjutan dan sistem pertambangan yang berkelanjutan sesuai mitigasi dalam program pengembangan perkebunan dan program pengembangan kawasan pertambangan serta peninjauan ulang pola ruang RTRWP untuk menghindari tumpangtindihkawasanperkebunandanpertambangan. 4. Menghapus kegiatan pengembangan hutan tanaman dalam program pengembangan kawasan hutan dalam rencana perwujudan pengelolaan kawasan lindung karena bertentangan dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan memasukkannya dalam program lain/ baru dalam rencana perwujudanpemantapankawasanbudidaya. GubernurJambiMEMUTUSKAN: MenerimarekomendasiKLHSNo.1s/d4dengantindaklanjutkepadaBappeda: 1. MengintegrasikankoridorvisiSumateradiWilayahJambikedalamrancangan akhirRaperdaRTRWProvinsiJambidenganmenyusunindikasiprogram pendukungnyayangberkelanjutandalam20tahun 2. Mengintegrasikan programprogram perwujudan koridor visi Sumatera di WilayahJambiyangmemungkinkankedalamRPJMyangsedangberjalan 3. Menyusun indikasi program dalam rencana struktur ruang jaringan transportasi yang mempertimbangkan mitigasi dampak program dalam KLHS yang telah dilakukan 4. Menyusunindikasiprogramdalamrencanapolaruangkawasanbudidayaterkait perkebunan dan pertambangan yang mempertimbangkan mitigasi dampak programdalamKLHSyangtelahdilakukan 5. Menata kembali perizinan pemanfaatan ruang antara perkebunan dan pertambangan 6. Memindahkan pasal dalam rancangan akhir RTRW Jambi tentang pengembangan hutan tanaman dalam kawasan hutan lindung ke kawasan budidaya.

vi

Summary Law no. 32/2009 about protection and environmental management mandates the implementation of Strategic Environmental Assessment. SEA aims to ensure environmental and sustainable development principles have been the foundation and integratedinthepoliciesdevelopment,planandprogramme. The Government of Jambi Province received the facilitaton of SEA offered by Directorat General of Regional DevelopmentMoHA to the Governer of Jambi Province. Governors appoint BAPPEDA of Jambi Province as an institution in charge of SEA ActivitiesinJambiandaccompaniedbyBLHDofJambiProvince. SEA facilitation provided by Directorat General of Regional DevelopmentMoHA to the Jambi Province is one effort to increase the capacity of Government in implementing of SEA in Jambi Province, and the subsequent, government of Jambi ProvinceisexpectedtoincreasethecapacityofdistrictandcityinJambiProvince. SEA implementation in Jambi Province carried out int the preparation of Spatial Plan of Jambi Provnce. The drafting process of RTRW Jambi Province has started since 2006 and untul 2011 was still in the process of waiting for the results of the Ministry of ForestryIntegratedTeam,soitisstillpossible,accompaniedbySEA. SEAPROCESS SEAofRTRWJambiProvincebeginswithteambuldingofSEAteambytheJambi Governer,consistingofrepresentativeSKPDProvince,representativesBappedaandBLH District/City in Jambi Province and NGOs. To optimize the work of SEA team, Bappeda Province appointed Working Group which that in charge of carrying out technical activities Spatial KLHS Jambi begins with the formation of Team KLHS by the Governor of Jambi Province, consisting of representatives SKPD Province, representatives Bappeda and BLH District / City as Jambi and Non Governmental Organizations (NGOs). To optimize the work of Tim KLHS, then pointed Bappeda Working Group in charge of carryingoutSEAtechnicalactivities. SEAperformedwithsemidetailedapproachwithSEAseriesprocessasfollows: 1. IncreasedcapacityofSEATeamJambiProvince 2. Scopingstrategicissues 3. BaselineAnalysisandtrendanalysis 4. ImpactAssessmentofpolicies,plansandprograms 5. FormulationofMitigation,alternativesandformulatingrecommendations 6. DecisionMaking 7. IntegrationofresultsintofinaldecisionsdesignofRTRWJambiProvince. vii

SEA Process involving stakeholders iendtified by SEA team at the beginning of theSEAProcess.Stakeholdersinvolvedinthe3(three)workshopsatthetimeofprocess : (1) Strategis Issues scoping, (2) assessment, (3) Formulation of Mitigation, alternatives andformulatingrecommendations. During the process, International Consultant has been involved and assissted to SEA team during the preparation of SEA in Jambi. However, the inputs and recommendationregardingtotheSEAapplicationprocessinJambifromtheperspective ofInternationalConsultantwillbesubmittedseparatelyfromthisreport. DECISIONMAKING InameetingwiththeGovernerpresentedthefollowingrecommendations: 1. Integrating agreement of Sumatra Vision Corridor in Jambi area in RTRW Policies, Plans and Programs of Jambi Province and implement them in the RPJMDprogramsappropriatewithmitigation. 2. Optimizing the performance of transportation infrastructure in the RTRW Policies,PlansandProgramsofJambiProvinceappropriatewithmitigation. 3. Integrate the principles of sustainable plantation management and sustainable mining system appropriate with mitigation in plantation development programs and mining area development program also review of RTRWP spatial pattern to avoidoverlapingofplantationandminingarea. 4. Removing forest plantation development activities in the forest development program in the embodiment of the management plans of protected areas as opposed to the Regulation No. 41/1999 regarding Forestry and put it in another program/newprogramintherealizationplanofstabilitazionofcultivationarea. JambiGovernerDECIDED: AcceptingtheSEARecommendationnumber14withfollowuptoBappeda: 1. IntegratingSumatraVisionCorridorinJambiRegionintothefinaldesigndraftof Jambi Spatial by constructing a continous indication supporting program in 20 years. 2. Integrate programs embodiment Sumatera vision corridor in Jambi Region that allowstotheongoingRPJM. 3. Compiling the program indicated in the spatial structure plan which considers transportationnetworkinKLHSimpactmitigationprogramthathasbeendone 4. Compiling the program indicated in the plan area of cultivationrelated spatial pattern of plantation and mining considering with SEA mitigation of the impact ofprogramsthathavebeendone. 5. Restructurelicensingtheuseoftheareabetweentheplantationandmining 6. Moving the clauses in the Jambi RTRW final draft regarding to development of forestplantationsinprotectedforestareastothecultivatedarea. viii

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak Keputusan bersama di Rio de Janeiro pada Juni 1992 Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan pembangunan berkelanjutan dalam program pembangunan nasional. Sejak Tahun 1992, telah diuji coba implementasi pembangunan berkelanjutan pada program-program pembangunan mulai dari pusat sampai di daerah. Pemahaman makna pembangunan berkelanjutan sampai saat ini menunjukkan adanya perbedaan penekanan dalam pengertiannya. Bahkan belum dijumpai adanya perbedaan yang tegas antara makna yang dikemukakan oleh pakar-pakar ilmu pengetahuan baik dalam pengertian sehari-hari maupun dalam forum ilmiah. Pearce, et. al (1990: 42) berpendapat bahwa makna pembangunan berkelanjutan terletak pada isu tentang bagaimana seharusnya lingkungan alam diperlakukan agar berperan dalam sustainabilitas ekonomi sebagai suatu sumberdaya perbaikan standar hidup. Disisi lain, pembangunan berkelanjutan menurut Pearce, et al,. (1990: 24) berarti pemanfaatan sumberdaya terbarukan sebanding dengan laju ketersediaannya secara alami antar waktu. Perhitungan atau pertimbangan biaya dan kerusakan lingkungan juga merupakan instrumen penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep dasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkesinambungan. Terdapat tiga pengertian dalam memaknai pembangunan berkelanjutan sebagai berikut; Arti dalam Hari Depan Bersama (Our Commond Future) pembangunan berkelanjutan memberikan paradigma suatu kegiatan pembangunan yang diarahkan tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi saat ini, melainkan juga generasi yang akan datang. Bila pada saat ini kita bisa menikmati bahan migas untuk pembangunan kita. Berikanlah kesempatan yang sama bagi generasi yang akan datang dalam memanfaatkan energi dari bahan migas. Pemahaman dalam konsep ekologi; bahwa pembangunan berkelanjutan dalam frame ekologi, adalah kegiatan yang tidak melakukan perubahan terhadap fungsi sistem ekologi. Pembukaan lahan dan perubahan lahan dapat dilakukan asalkan fungsi ekosistemnya dapat dipertahankan. Bila setiap perubahan lahan akan menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan, maka perubahan tersebut harus memperhatikan fungsi ekosistem yang diemban. Pendekatan ekonomis; merupakan konsep pembangunan dengan memperhatikan pengelolaan lingkungan yang menekankan pada perhitungnan nasional dalam alokasi pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan. Eksternalitas negatif harus diakomodasi dalam biaya investasi, agar biaya pengelolaan lingkungan telah diperhitungkan dalam penetapan nilai jual produk. Konsep ini yang dikenal dengan internalisasi biaya eksternal (Rahardjo, 2007: 9). Bila dibandingkan dengan konsep pembangunan sektoral maka konsep pembangunan berkelanjutan memiliki perbedaan yang mendasar. Pada konsep pembangunan sektoral maka antara kepentingan ekonomi, lingkungan, politik, sosial

I1

dan budaya, berjalan sendiri-sendiri. Pada pembangunan berkelanjutan ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan saling memberikan pertimbangan. Salim, (2004: 16) menyatakan, Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Di dalamnya terkandung dua gagasan penting; a) gagasan kebutuhan yaitu kebutuhan essensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia, dan b) gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungnan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan. Gagasan pembangunan berkelanjutan, pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia adalah tujuan utama pembangunan. Pembangunan berkelanjutan mengharuskan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semuanya dan diberinya kesempatan kepada semua untuk mengejar cita-cita akan kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya World Summit on the Sustainable Development dalam Salim, 2004: 1) menyepakati pola pembangunan berkelanjutan yang memuat sekaligus tiga unsur pokok: 1. Pembangunan ekonomi berkelanjutan yang memuat kegiatan menaikkan pendapatan generasi masa kini tanpa mengurangi kesempatan generasi masa depan menaikkan pendapatannya, sehingga proses pembangunan berlangsung sustainable. 2. Pembangunan sosial berkelanjutan yang memuat pengembangan kualitas masyarakat secara sustainable ditopang oleh ketiadaan kemiskinan, kelaparan dan naiknya kadar pendidikan serta kesehatan dalam ruang lingkup kehidupan kohesi sosial. 3. Pembangunan lingkungan berkelanjutan yang memuat pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dengan melestarikan fungsi eko-sistem sebagai sistem penopang kehidupan. DPR memiliki inisiatif untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan menuangkannya dalam bentuk Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengisyaratkan pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan pembangunan. Undang-Undang ini juga memperkenalkan suatu instrumenuntuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan, yaitu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pasal 15 UU No. 32/2009, menyatakan bahwa instrumen ini menjadi wajib hukumnya bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuat KLHS untuk memastikan, bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan atau program. Kewajiban ini berlaku dalam penyusunan atau evaluasi: (a). Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan (b). Kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP) yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau /risiko lingkungan hidup.

I2

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri telah merintis KLHS sejak tahun 2007, 2 tahun sebelum UU No. 32/2009 dikeluarkan. KLHS dirintis oleh Kemdagri bersama-sama dengan KLH dan Bappenas dengan dukungan penuh Pemerintah Kerajaan Denmark melalui Danish Co-operation Assisstant (DANIDA). Kegiatan KLHS yang dilakukan oleh Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemdagri bertujuan untuk meingkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam melaksanakan KLHS dalam penataan ruang daerah dan perencanaan pembangunan daerah. Pada tahun 2010 Ditjen Bangda Kemdagri berkirim surat kepada seluruh Gubernur di Indonesia, untuk menawarkan fasilitasi KLHS bagi RTRW/RPJP/RPJM Provinsi. Provinsi Jambi menyambut baik tawaran fasilitasi tersebut, dan mengajukan proposal yaitu rencana pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi. RTRW Provinsi Jambi disusun sejak tahun 2006 dan hingga tahun 2010 belum selesai, karena masih menunggu hasil telaah Tim Terpadu Alih Fungsi Kawasan Hutan Kementerian kehutanan terhadap usulan Gubernur tentang perubahan kawasan hutan di Provinsi Jambi. Hal ini memberi ruang bagi pelaksanaan KLHS untuk meningkatkan kualitas RTRW yang sedang disusun. Setelah melalui proses seleksi, proposal KLHS Provinsi Jambi disetujui untuk mendapatkan fasilitasi dari Ditjen Bangda Kemdagri. Fasilitasi diberikan dalam bentuk pendampingan pelaksanaan tahapan KLHS oleh konsultan khusus dan sebagian pembiayaan tahapan KLHS. Dengan putusan ini maka KLHS RTRW Provinsi Jambi dimulai. 1.2 Landasan Hukum 1. Pasal 15, ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Undang-undang No. 26 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang 3. Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor: 660/5113/SJ dan Nomor: 04/MENLH/12/2010 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

1.3 Tujuan KLHS Provinsi Jambi Pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi bertujuan untuk: 1. Memastikan terintegrasinya RTR Pulau Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS 2. Memastikan terintegrasinya Visi Jambi dalam Road Map Penyelamatan Ekosistem Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS 3. Memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS 1.4. Pendekatan dan Metodologi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 1, UU

I3

No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Pemahaman ini menunjukkan bahwa KLHS merupakan sebuah kajian yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam tataran kebijakan, rencana, dan program. Prinsip pembangunan berkelanjutan yang dimaksud dalam KLHS terdiri dari 3 (tiga) prinsip, yaitu:

Selain dari tiga prinsip pembangunan keberlanjutan, KLHS juga memiliki beberapa prinsip utama. Prinsip-prinsip ini diperkenalkan oleh beberapa ahli KLHS internasional dari Eropa, yang diadaptasi oleh ahli KLHS Indonesia dengan beberapa penyesuaian. Prinsip KLHS tersebut antara lain adalah:

Prinsip menilai diri sendiri merupakan prinsip penting untuk mengintegrasikan KLHS ke dalam proses penyusunan suatu kebijakan, rencana dan atau program. Dengan prinsip ini KLHS akan dilakukan sendiri oleh penyusun rencana, kebijakan dan program, sehingga kualitas KRP untuk mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan akan terpenuhi dari sudut pandang perencana itu sendiri. KLHS RTRW Provinsi Jambi dilakukan dengan mengacu pada prinsip self assessment tersebut sehingga KLHS dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah Provinsi Jambi, bukan oleh konsultan perencana/lingkungan.

I4

Pelaksanaan KLHS dapat dilakukan dengan berbagai alternatif pendekatan proses, yang ditentukan oleh status proses penyusunan kebijakan, rencana atau program. KLHS secara ideal dilakukan menyatu dalam proses penyusunan RTRW. Menyatu memilki arti bahwa penyusun KRP sudah menggunakan prinsip-prinsip KLHS dalam merumuskan RTRW. Dengan kondisi pelaksanaan KLHS di Indonesia masih pada tahap awal, maka model seperti ini masih belum bisa dilakukan. Maka alternatif lainnya adalah menggunakan metode terintegrasi. Terintegrasi memiliki arti proses KLHS mengiringi proses penyusunan KRP (paralel). Proses ini model pelaksanaannya pun sangat tergantung pada status proses penyusunan RTRW. Idealnya dimulai bersamaan dengan proses penyusunan RTRW, namun jika tidak memungkinkan maka dapat dilakukan menyusul pada bagian proses yang memungkinkan.

Pendekatan proses KLHS RTRW Provinsi Jambi yang digunakan adalah pendekatan terpadu, terpisah dan ex-post, yaitu proses KLHS dilakukan secara terpisah dari proses penyusunan RTRW, namun merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Ex-post karena pelaksanaan KLHS dilakukan setelah RTRW telah menjadi rancangan Perda (bagian akhir proses).

Proses pelaksanaan KLHS RTRW Provinsi Jambi Metode pelaksanaan KLHS secara umum dapat dilakukan dengan tiga model tergantung pada situasi penyusunan kebijakan, rencana dan atau program. Metode yang digunakan dan latar belakang pemilihannya dapat dilihat pada tabel berikut:

I5

Hal yang menjadi pertimbangan utama adalah sumber daya manusia, biaya dan waktu pelaksanaan yang tersedia. Semakin banyak SDM, cukup pembiayaan dan waktu maka KLHS dapat dilakukan dengan semi detil atau detil. Untuk metode cepat hanya dapat dilakukan untuk KRP yang kondisinya sangat darurat seperti memerlukan pertimbangan yang sangat cepat dan sudah pada tahap paling akhir dari proses penyusunan KRP. Untuk KLHS Provinsi Jambi yang mendapat fasilitasi dari Ditjen Bina Bangda dengan dukungan DANIDA dan dukungan APBD Provinsi, maka memilih menggunakan metode semi detil dengan muatan kajian perkiraan dampak dan resiko lingkungan. Adapun tahapan KLHS yang dilakuakan adalah sebagai berikut: 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Peningkatan kapasitas Tim KLHS Provinsi Jambi Pelingkupan isu-isu strategis Analisis baseline dan analisis tren Pengkajian dampak pengaruh kebijakan, rencana dan program Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi Pengambilan Keputusan Pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam rancangan akhir RTRW Provinsi Jambi

Pelibatan pemangku kepentingan merupakan keharusan dalam proses KLHS, sehingga Pemerintah Provinsi Jambi melibatkan pemangku kepentingan dalam tahapan KLHS RTRW Provinsi Jambi. Pemangku kepentingan dilibatkan dalam 3 (tiga) lokakarya (workshop) yaitu pada saat tahapan: (1) Pelingkupan isu-isu strategis; (2) Pengkajian; (3) Perumusan mitigasi, alternatif dan perumusan rekomendasi

I6

1.5. Persiapan KLHS RTRW Provinsi Jambi diawali dengan pembentukan Tim KLHS oleh Gubernur Provinsi Jambi, yang terdiri dari unsur perwakilan SKPD Provinsi, perwakilan Bappeda dan BLH Kabupaten/Kota se- Provinsi Jambi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Untuk mengoptimalkan kerja Tim KLHS, maka Bappeda Provinsi menunjuk Kelompok Kerja yang bertugas melaksanakan teknis kegiatan KLHS. Dalam fasilitisasi dirasa perlu untuk meningkatkan kapasitas tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dalam melaksanakan KLHS dengan memberikan bimbingan teknis (BIMTEK) KLHS. Bimtek KLHS dilaksanakan pada tanggal 22-24 Juni 2011 diberikan kepada Tim KLHS dan unsur perguruan tinggi di Jambi untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mereka mengenai pengertian dan penerapan KLHS, pendekatan, metodologi dan tahapan-tahapan KLHS; serta membangun kapasitas dan konsolidasi tim. Selain itu, bimtek juga dimanfaatkan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan yang akan dilibatkan dalam proses KLHS dan mengidentifikasi isu-isu strategis hipotetis. Dari kegiatan bimtek KLHS diidentifikasi pemangku kepentingan yang akan diundang dalam kegiatan KLHS, diantaranya adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, Bappeda dan BLH Kabupaten/Kota, LSM lokal di Jambi, unsur Perguruan Tinggi, dan Lembaga Adat. Sedangkan isu-isu hipotetis yang berhasil diidentifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.1, Tabel 1.2, dan Tabel 1.3. Tabel 1.1 Isu-Isu Hipotetis Kelompok I NO ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL Alih fungsi kawasan hutan Perebutan kawasan Eksploitasi tambang menjadi perkebunan kelola antara investor, batubara yang sawit, HTI, tambang pemerintah dan berlebihan dan tidak masyarakat adanya jalur alternative batubara mengakibatkan mengakibatkan timbulnya konflik infrastruktur rusak Kurangnya lahan Kebijakan eskploitatif Tapal batas yang tidak pertanian pada sektor jelas mengakibatkan mengakibatkan pertambangan (batubara, konflik antara warga, kemiskinan masyarakat emas dll) mengakibatkan antar desa, warga petani kerusakan hutan secara perusahaan, warga luas pemerintah Kepentingan Politik Habitat spesies penting Akibat alih fungsi lahan lokal, global dan (Harimau dan Gajah) ke non pertanian, nasional berkurang akibat alih mengakibatkan fungsi hutan penurunan kesehatan, pengangguran dan krisis pangan Kurangnya akses jalan Penurunan biodiversitas Kurangnya sosialisasi UU produksi pada areal akibat perubahan RTRW No. 32 Tahun 2009 perkebunan rakyat mengakibatkan berkurangnya pemahaman masyarakat tentang KLHS

1.

2.

3.

4.

I7

NO

5. 6.

ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL Keterbatasan akses Pembangunan property Terancamnya nilai-nilai masyarakat terhadap yang tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat fasilitas umum peruntukan lahan akibat terjadinya perubahan fungsi lahan Meningkatnya wabah Ego sektoral penyakit menular akibat mengakibatkan tumpang menurunnya kualitas tindih kebijakan lingkungan

Tabel 1.2 Isu-Isu Hipotetis Kelompok II NO 1. ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL Kerusakan Lahan Ancaman ketahanan Konflik lahan karena kegiatan pangan pertambangan Tata kelola kawasan Izin pemanfaatan ruang Perencanaan kurang hutan kawasan perkotaan partisipatif Perijinan Tata batas Alih fungsi Pengelolaan Sepadan Kemiskinan di sekitar Kesetaraan gender Sungai dan Danau kawasan hutan Rencana pembangunan Jual beli aset produktif Asesibilitas warga difabel prasarana transportasi masyarakat di pedesaan Pengelolaan informal Terbatasnya industri Sanitasi rendah space dan RTH pengolahan Koridor satwa Minimnya serapan tenaga Jangkauan pelayanan kerja lokal kebutuhan dasar (kesehatan,pendidikan, pangan dan sarana prasarana lain) Pencemaran Menurunnya nilai adat lingkungan istiadat dan agama

2.

3. 4. 5. 6.

7.

Tabel 1.3 Isu-Isu Hipotetis Kelompok III NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. ASPEK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL Pasar Pencemaran dan Kerusakan Kesehatan Swasembada Pangan Alih Fungsi Lahan Pendidikan Penetapan harga Keanekaragaman hayati Lapangan Kerja Ekonomi Kerakyatan Ruang Terbuka Hijau Transportasi Energi Eksploitasi SDA Konflik Masyarakat Reward & Punishment

I8

1.6. Profil Provinsi Jambi Provinsi Jambi terletak pada Bagian Tengah Pulau Sumatera berhadapan dengan Selat Karimata dan Selat Berhala pada Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan lalu lintas internasional. Secara geografis Provinsi Jambi terletak diantara 0 74 20 46,16 Lintang Selatandan 1010 12 1040 44 Bujur Timur.Luas wilayah Provinsi Jambi tercatat 53.435,92 Km2 yang terbagi atas luas daratan 48.989,98 Km2 dan luas lautan 4.445,94 Km2. Batas-batas Wilayah Provinsi Jambi adalah sebagai berikut : Sebelah Utara dengan Provinsi Riau Sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan Sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu Sebelah Timur dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Bangka Belitung

Provinsi Jambi terbagi atas 9 kabupaten, 2 kota, 131 kecamatan, 1.124 desa dan 150 kelurahan. Secara rinci luas dan jumlah administrasi pemerintahan Provinsi Jambi Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Wilayah Administrasi Provinsi Jambi Tahun 2010

No

Kabupaten/Kota

Luas(KM2)

Ibukota

Jumlah Kecamatan 12 24 10 17 12 8 11 13 11 5 8 131

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kerinci Merangin Sarolangun Bungo Tebo Batanghari MuaroJambi TanjungJabungBarat TanjungJabungTimur KotaSungaiPenuh KotaJambi Darat Laut Darat Laut

3.334,99 7.508,23 5.948,73 4.673,16 6.205,81 5.536,86 5.321,67 4.990,95 384,21 4.943.36 4.061,73 353,76 172,26

Siulak Bangko Sarolangun MuaraBungo MuaraTebo MuaraBulian Sengeti KualaTungkal MuaraSabak SungaiPenuh Jambi

Jumlahdaratan Jumlahlautan Total

48.989,98 4.445,94 53.435,92

Sumber : Biro Pemerintahan & Otda Setda Prov. Jambi, 2010

I9

I10

I11

Provinsi Jambi berada di bagian tengah Pulau Sumatera memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari ketinggian 0 m dpl di bagian timur sampai pada ketingian di atas 1.000 m dpl, ke arah barat morfologi lahannya semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat yang merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Tabel 1.2 Klasifikasi Ketinggian di Provinsi Jambi

Luas Topografi/Ketinggian(m/dpl) DataranRendah(0100) Ha 3.282.315 % 67

Dataransedang(100500)

832.826,26

17

DataranTinggi(>500) JumlahLuasDaratan

783.836,48 4.898.978

16 100

Wilayah/ Kabupaten KotaJambi,TanjungJabungbarat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi,Merangin,BatangHari Sebagian Sarolangun, Tebo, sebagianBatangHari,Kota Sungai Penuh, Merangin,sebagian TanjungJabungBarat, Kerinci, Kota Sungai Penuh, sebagian Merangin, sebagian SarolangundansebagianBungo

Sumber : Hasil Analisis, 2010

I12

I13

I14

Pada dataran rendah didominasi oleh tanah-tanah yang penuh air dan rentan terhadap banjir pasang surut serta banyaknya sungai besar dan kecil yang melewati wilayah ini. Wilayah ini didominasi jenis tanah gley humus rendah dan orgosol yang bergambut. Daya dukung lahan terhadap pengembangan wilayah sangat rendah sehingga membutuhkan input teknologi dalam pengembangannya. Dibagian tengah didominasi jenis tanah podsolik merang kuning yang kesuburannya relatif rendah. Daya dukung lahan cukup baik terutama pada lahan kering dan sangat potensial untuk pengembangan tanaman keras dan perkebunan. Pada bagian barat didominasi dataran tinggi lahan kering yang berbukit-bukit. Wilayah ini didominasi oleh jenis tanah latosol dan andosol. Pada bagian tengah Kabupaten Kerinci banyak di temui jenis tanah alluvial yang subur yang dimanfaatkan sebagai lahan persawahan irigasi yang cukup luas. Beberapa jenis tanah yang secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.3 Luas Wilayah Menurut Jenis Tanah di Provinsi Jambi

No. 1 2 3 4 5

JenisTanah PodzolikMerahKuning

Jumlah 1,956,162 914,639 526,150 340,479 296,388 264,545 226,823 191,550 80,343 57,808 41,151 2,449 48,989.78

% 39.93 18.67 10.74 6.95 6.05 5.4 4.63 3.91 1.64 1.18 0.84 0.05 100

Latosol GleyHumusRendah Andosol Organosol Podzolik Coklat + Andosol + 6 Podzolik 7 PodzolikMerahKuning 8 Alluvial 9 HidomorfikKelabu 10 LatosolAndosol 11 RawaLaut 12 KomplekLatosol+Litosol Jumlah
Sumber: Hasil Analisis

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jenis tanah yang dominan di Provinsi Jambi adalah Podzolik Merah Kuning dengan luas 1.956.162 hektar atau 39,93% dari luas wilayah sedangkan jenis tanah yang terendah adalah komplek latosol dan litosol yaitu 2.449 hektar atau 0,05%.

I15

I16

Dilihat dari pola aliran sungai, dimana di daerah hulu pola aliran sungainya berbentuk radial terutama di Kabupaten Sarolangun, Merangin dan Kabupaten Kerinci, sedangkan di daerah pesisir berbentuk paralel. Sungai-sungai di Provinsi Jambi terutama Sungai Batanghari sangat berpengaruh pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan kecenderungan air sungai menjadi banjir, sebaliknya pada musim kemarau kecenderungan air sungai menjadi dangkal dan fluktuasinya dapat mencapai 7 (tujuh) meter. Dari kondisi ini sangat berpengaruh pula pada permukiman penduduk yang tinggal di sepanjang Wilayah Sungai Batang Hari baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai tempat usaha tani. Berdasarkan kondisi topografi, kelerengan dan kondisi hidrologi, dapat disimpulkan berbagai karakter lahan di Provinsi Jambi: ini adalah sebagai berikut : a) Pertanian lahan basah (LB), luasnya 684,060 hektar atau 13,96 % dari total luas daratan Provinsi Jambi, dengan kemiringan 0-3 % dan ketinggian 0-10 m dpl. Terdapat di wilayah timur bagian utara sepanjang pesisir pantai dan bagian wilayah tengah yang merupakan WS Batanghari dan sub WS nya. b) Pertanian lahan kering dataran rendah sampai sedang (LKDR) luasnya 2.747.105 hektar atau 56,08% dari luas total daratan Provinsi Jambi dengan kemiringan 3-12 % dan ketinggian 10-100 m dpl. Terdapat di wilayah timur bagian selatan (Tanjung Jabung Timur), sebagian besar wilayah tengah kecuali WS (Kota Jambi, Batanghari, Bungo, Tebo bagian tengah dan selatan) dan wilayah barat (Sarolangun, Merangin bagian selatan dan Kerinci bagian tengah). c) Pertanian lahan kering dataran tinggi (LKDT) luasnya 903.180 hektar atau 18,44 % dari total luas Provinsi Jambi dengan kemiringan 12-40 % dan ketinggian 100500 m dpl. Umumnya terdapat di wilayah barat (seluruh Kerinci kecuali bagian tengah, Sarolangun-Merangin bagian utara dan barat serta Bungo, Tebo bagian barat dan utara). Sedangkan sisanya 11,53 % merupakan dataran tinggi dengan ketinggian di atas 500 m dpl merupakan daerah pegunungan dari rangkaian pegunungan bukit barisan yang membujur di sebelah barat wilayah Provinsi Jambi.

Berdasarkan karakter komplek ekologinya, perkembangan kawasan budidaya khususnya untuk pertanian terbagi atas tiga daerah yaitu kelompok ekologi hulu, tengah dan hilir. Masing-masing memiliki karakter khusus, dimana pada komplek ekologi hulu merupakan daerah yang terdapat kawasan lindung, ekologi tengah merupakan kawasan budidaya dengan ragam kegiatan yang sangat bervariasi dan komplek ekologi hilir merupakan kawasan budidaya dengan penerapan teknologi tata air untuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap.

I17

Tabel 1.4 Karakter Lahan Pertanian di Provinsi Jambi

Uraian Proporsi luas Lahan Kemiringan Topografi Penggunaan lahan eksisting 18,41%

LB

Karakterlahanpertanian LKDR 53,87% 312% 10100mdpl Hutanprimer Ladangberpindah Karetrakyat Hultikultura Sawahirigasi Kelapasawit Permukiman Hutanlindung Ketersediaanunsurhara

LKDT 18,71% 1240% 100500mdpl Hutanprimer Ladangberpindah Perkebunan kayu manis Hultikultura Sawahirigasi Semakbelukar Permukiman Hutanlindung Keterbatasan lahan karena hutan lindung Kayu Manis (Casiavera) Sawahirigasi Holtikultura Kopi Perikanankolam

Upaya pemanfaatan lahan Komoditi potensial

03% 010mdpl Hutanrawa Hutanbakau,nipah Semakbelukar Sawahtandahujan Sawahpasangsurut Sawahirigasi Kebunkelapa Permukiman Hutanlindung Input teknologi menengah tinggi Sawahpasangsusut Sawahtandahhujan Sawahirigasi Palawija,hultikultura Kebunkelapa,kopikakao Perikananlaut&tambak

Cukupan wilayah

Sawahirigasi Palawija Hortikultura Peternakan Perkebunansawit Karet,kopi,kakao Perikanan kolam dan tambak Tanjung Jabung Barat dan TanjabTimur Timur KotaJambi WSBatangHari Batanghari Bungo, Tebo tengah & selatan Sarolangun

Kerinci kecuali bagiantengah Bungo, Tebo Barat danUtara Sarolangun utara danbarat

Keterangan : LB : Lahan Basah LKDR : Lahan Kering Dataran Rendah LKDT : Lahan Kering Dataran Tinggi Sumber: Hasil Analisis , 2010

Di luar hutan, penggunaan lahan Provinsi Jambi masih didominasi oleh perkebunan karet dengan kontribusi sebesar 26,20%. Diikuti oleh perkebunan sawit sebanyak 19,22%. Sisanya berturut-turut terlihat pada tabel 1.9 di bawah.

I18

Tabel 1.5. Penggunaan Lahan Tahun 2009

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

JenisPenggunaan LahanPermukiman SawahTadahHujan Tegalan/Ladang KebunCampuran KebunKaret KebunSawit KebunKulitManis Kebunteh Semakdanalangalang HutanLebat HutanBelukar HutanSejenis Lainlain Jumlah
Sumber: Hasil Analisis, 2010

Luas(Ha) 49,631 126,662 117,516 112,787 1,284,003 941,565 93,609 4,691 87,177 1,433,470 413,406 187,704 47,757 4,899,978

Persentase 1.01% 2.58% 2.40% 2.30% 26.20% 19.22% 1.91% 0.10% 1.78% 29.25% 8.44% 3.83% 0.97% 100.00%

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh BPS, jumlah penduduk Provinsi Jambi tahun 2010 sebanyak 3.092.265 jiwa, meningkat 28,11% dibandingkan satu dasawarsa sebelumnya yang berjumlah 2.413.846 jiwa, dan telah berubah sebesar 207,36% sejak Sensus Penduduk pertama kali diadakan pada tahun 1971, seperti tertera pada tabel 1.2. Tabel 1.6. Perubahan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 2010

Tahun 1971 1980 1990 2000 2010

Penduduk 1,006,084 1,445,994 2,020,568 2,413,846 3,092,265

%Perubahan 43.73% 39.74% 19.46% 28.11%

Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 Sedangkan laju pertumbuhan tiap dasawarsa menunjukkan kondisi fluktuatif dengan tren cenderung menurun seperti pada tabel 1.3, dan pada tahun 2030 diperkirakan laju pertumbuhan di Provinsi Jambi tidak akan melebihi angka 1,5% per tahun sebagaimana terlihat pada gambar I.1.

I19

Tabel 1.7. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 2010

Tahun 19711980 19801990 19902000 20002010

LajuPertumbuhanPendudukperTahun 4.07 3.40 1.84 2.55

Sumber:SensusPenduduk1971,1980,1990,2000,dan2010

Gambar 1.1. Trend dan Perkiraan Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 2010.(Sumber BPS Provinsi Jambi. Diolah) Sementara itu, melihat data perubahan penduduk dalam Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi dalam satu dasawarsa, hingga tahun 2010 Kota Jambi memiliki jumlah penduduk terbesar di Provinsi Jambi yakni 531.857 jiwa atau 17,20%, sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Kota Sungai Penuh dengan jumlah 82.293 jiwa atau 2,66%. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar I.2.

I20

Gambar 1.2 Perubahan Penduduk Provinsi Jambi dirinci per Kabupaten/Kota Tahun 2000 2010. (Sumber BPS. Diolah) Berdasarkan hasil analisis tren, diperkirakan jumlah penduduk di Provinsi Jambi pada tahun 2030 mencapai lebih dari 4,5 juta jiwa. Angka proyeksi penduduk dari tahun 2000 hingga tahun 2030 dapat dilihat pada gambar 1.3.

Gambar I.3 Tren dan Proyeksi Jumlah Penduduk Provinsi Jambi Tahun 2030. (Sumber : BPS Provinsi Jambi. Diolah).

I21

Kepadatan penduduk menggambarkan jumlah penduduk dibandingkan dengan luas wilayah. Berdasarkan luas daratan Provinsi Jambi rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Jambi pada tahun 2010 adalah 63 jiwa/km2. Pada tahun 2030 diproyeksi memiliki kepadatan rata-rata sebesar 99 jiwa/km2. Perkembangan kepadatan penduduk ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidak merata. Ada kecenderungan kepadatan penduduk yang besar terdapat di daerah perkotaan. Kota Jambi yang sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Jambi merupakan daerah terpadat penduduknya yaitu 3.570 jiwa/km2, sedangkan daerah yang relatif jarang penduduknya adalah Kabupaten Merangin yaitu 53 jiwa/km2. Perincian dan penyebaran kepadatan penduduk pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel 1.5.

Tabel 1.8. Luas Wilayah dan Proyeksi Kepadatan Penduduk di Provinsi Jambi Tahun 2030

No

Kabupaten/Kota

Luas Daratan (Km) 3,334.99 7,508.23 5,948.73 4,673.16 6,205.81 5,536.86 5,321.67 4,990.95 4,943.36 353.76 172.26 48,989.78

Jumlah Kec. 2010 12 24 10 17 12 8 11 13 11 5 8 131 229,495 333,206 246,245 303,135 297,735 241,334 342,952 278,741 205,272 82,293 3,092,265

Kepadatan 2030* 69 44 41 65 48 44 64 56 42 233 370,000 400,000 365,000 455,000 375,000 345,000 705,000 460,000 285,000 125,000 615,000 111 53 61 97 60 62 132 92 58 353 3,570 99

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kerinci Merangin Sarolangun Bungo Tebo Batanghari MuaroJambi TanjungJabungBarat TanjungJabungTimur KotaSungaiPenuh KotaJambi

531,857 3,088

Jumlah

63 4,500,000

*Proyeksi Sumber : BPS Provinsi Jambi 2000 2010. Diolah.

I22

I23

Di Provinsi Jambi terdapat beberapa daerah yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana yaitu : Bencana geologi di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai penuh dan Kabupaten Merangin yang berupa amblasan, longsoran, gempa tektonik dan ancaman letusan gunung berapi (vulkanik). Berdasarkan data yang sangat terbatas dari penelitian penelitian batas-batas daerah bahaya sementara pada Gunung Kerinci, yaitu : A. Daerah Bahaya Daerah bahaya Gunung Kerinci adalah suatu daerah disekitar lereng gunung ini, bilamana kegiatannya meningkat (terjadi letusan) akan tertimpa awan panas letusan, bahaya vulkanik yang mematikan. Jika kegiatan gunung ini meningkat, seluruh wilayah daerah bahaya harus dikosongkan. B. Daerah Waspada Daerah waspada Gunung Kerinci adalah suatu daerah disekitar lereng gunung ini bilamana kegiatan gunung meningkat (terjadi letusan) akan tertimpa lapili (kerikil vulkanik) dan abu, ataupun jika di puncak gunung terjadi hujan setelah adanya kegiatan (letusan) daerah ini akan terserang lahar hujan. Bencana banjir yaitu di Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Sarolangun dan beberapa kabupaten lainnya yang merupakan kejadian rutin di setiap musim hujan. Bencana Kebakaran, terjadi di Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Merangin.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi yang digambarkan oleh PDRB atas dasar harga konstan dari tahun 2000 hingga tahun 2010 rata-rata pertumbuhannya 6,20 persen per tahun. Secara runtun pertumbuhan PDRB Provinsi Jambi pada tahun 2001 sebesar 6,65 persen, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2002 sebesar 5,86 persen; pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 5 persen dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 5,38 persen serta pada tahun 2005 sebesar 5,57 persen. Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebesar 5,89 persen; pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar 6,82 persen; dan pada tahun 2008 sebesar 7,16 persen. Pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali menjadi 6,37 persen dan tahun 2010 kembali meningkat menjadi 7,30 persen. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Gambar I.4.

I24

Gambar I.4 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2001 2010

Melihat data pertumbuhan ekonomi di atas, dapat diproyeksikan bahwa angka pertumbuhan ini masih relatif stabil untuk 20 tahun ke depan. Mencermati data perkembangan perekonomian di Provinsi Jambi, hingga tahun 2009, sektor pertanian masih mendominasi sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jambi. Meskipun pada tahun 2008 sektor Pertambangan dan Penggalian sempat unggul, menggeser peran sektor Pertanian. Pada tahun 2009, kontribusi sektor Pertanian mencapai 26,51 persen. Sub sektor Tanaman Perkebunan memberi sumbangan tertinggi terhadap sektor ini setiap tahunnya, dari tahun 2006 hingga tahun 2009 sumbangannya berturut-turut : 13,16 persen (tahun 2006), 12,24 persen (tahun 2007), 11,27 persen (tahun 2008) dan 12,21 persen pada tahun 2009 . Sektor penyumbang terbesar kedua dalam perekonomian Jambi adalah Pertambangan dan Penggalian dengan peranannya sebesar 18,15 persen di tahun 2009 dan sub sektor Minyak dan Gas Bumi memberi sumbangan tertinggi yaitu 15,42 persen terhadap sektor ini. Sektor-sektor lain juga tak kalah pentingnya dalam menyumbang PDRB provinsi Jambi dan peranannya pun cukup signifikan. Seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 2009 berperan sebesar 15,19 persen sebagai penyumbang terbesar ketiga dalam pembentukan PDRB. Peranan sektor Industri Pengolahan pada tahun 2009 menduduki tempat ke empat setelah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Peranan sektor Industri Pengolahan tahun 2009 sebesar 11,85 persen. Sektor Jasa-jasa berperan sebesar 10,30 persen; sektor Pengangkutan dan komunikasi sebesar 7,08 persen. Sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang pada tahun 2009 pertumbuhannya sangat tinggi (17,85 persen), peranannya hanya sebesar 5,24 persen terhadap PDRB. Selanjutnya peranan Sektor Bangunan sebesar 4,82 persen. Sektor Listrik dan air bersih memberi kontribusi terkecil dalam PDRB Provinsi Jambi, yakni 0,86 persen, meski demikian sub sektor ini merupakan penunjang sektorsektor lainnya. Sumbangan sektor ekonomi tanpa migas terhadap PDRB provinsi Jambi tahun 2009, ternyata diatas 80% walaupun sempat dibawah 80% pada tahun 2008. Pada tahun 2006 sebesar 84,72 persen, kemudian terus menurun pada tahun 2007 menjadi

I25

sebesar 81,66 persen, tahun 2008 turun sebesar 76,17 persen dan pada tahun 2009 menjadi 83,50 persen. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dapat digambarkan kondisi struktur ekonomi Provinsi Jambi, untuk sektor primer cenderung meningkat trennya, sementara sektor sekunder dan tersier cenderung menurun seperti pada tabel 1.10. Tabel I.9. Tren Perubahan Struktur Ekonomi Provinsi Jambi 1999 2009 (dalam persen) Sekto r Prime r Sekun der Tersie r Juml ah 9 35.7 5 20.8 5 43.4 0 100. 00 199 4 38.2 0 19.4 6 42.3 4 100. 00 200 9 44.6 6 16.0 5 39.2 9 100. 00 200 en Tr

Sumber: RPJP Prov. Jambi 2005 2025; BPS. Diolah

Dengan struktur ekonomi yang didukung oleh kegiatan primer dan sekunder yang berimbang serta ditunjang kegiatan tersier yang berkembang cepat di Kota Jambi dan beberapa kota lainnya, maka pertumbuhan perekonomian di Provinsi Jambi memiliki prospek yang lebih baik di masa datang. Kawasan yang berkembang cepat dengan ciri perekonomian perkotaan terutama berkembang di kawasan Kota Jambi, Kota Sungai Penuh dan sekitarnya, Muara Bungo dan sekitarnya, serta Kuala Tungkal dan sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut secara ekonomi berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa perkotaan bagi daerah belakang di Provinsi Jambi dan juga di daerah perbatasan dengan provinsi lain. Disektor pertanian, subsektor perkebunan baik rakyat maupun besar menjadi sektor andalan Provinsi Jambi terutama wilayah potensial di setiap kabupaten. Sub sektor ini akan mempengaruhi pembentukan basis ekonomi Provinsi Jambi, baik dari segi ekspor maupun arah pengembangan industri, serta orientasi penyediaan jasa perdagangan, maupun perbankan. Subsektor perikanan yang memiliki prospek di Provinsi Jambi perlu dikelola secara optimal, baik dari segi penangkapan maupun pemasaran. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk memberdayakan subsektor perikanan sebagai bagian dari pemanfaatan sumberdaya kelautan, maka dukungan terhadap pengembangan subsektor perikanan akan lebih besar. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi Jambi tahun 2008 tercatat 7,48% dan meningkat menjadi 8,57% pada tahun 2009.

I26

Sektor industri berkembang di Kawasan Kota Jambi, dan disusul dua kawasan lainnya yakni Muaro Jambi dan Kuala Tungkal serta di beberapa kabupaten lainnya seperti Kabupaten Bungo dan Merangin. Sektor industri semula di dominasi oleh industri sedang dan menengah, akan segera disusul dengan perkembangan industri kecil di perdesaan. Pengembangan industri dimasa datang lebih di fokuskan pada agroindustri yang dapat memanfaatkan hasil produksi pertanian namun dalam jangka panjang, pengembangan industri besar dipacu untuk peningkatan pendapatan daerah dengan nilai tambah yang lebih besar. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tercatat tumbuh dengan pesat namun kontribusinya terhadap PDRB relatif kecil. Kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDRB Provinsi Jambi tahun 2008 tercatat 3,99% dan meningkat menjadi 7,56% pada tahun 2009. Dengan kedudukan Provinsi Jambi baik secara internal maupun regional, terutama berpeluang sebagai pusat pelayanan untuk kawasan Sumatera bagian tengah, sektor perdagangan, hotel dan restoran ini diharapkan berkembang cukup pesat. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama ini belum memberikan sumbangan yang berarti bagi pembentukan PRDB Provinsi Jambi. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada tahun 2009 tumbuh sebesar 5,81 persen, naik dibanding pertumbuhan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 3,37 persen. Subsektor angkutan udara laju pertumbuhannya terbesar di sektor Pengangkutan dan Komunikasi yaitu sebesar 17,95 persen. Sub sektor angkutan jalan raya tumbuh sebesar 4,85 persen lebih tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,40 persen. Sub sektor angkutan laut dan angkutan sungai, masing-masing tumbuh sebesar 4,33 persen dan 1,52 persen. Disisi lain pesatnya bisnis telekomunikasi yang ditandai dengan banyaknya pengguna telepon seluler di Provinsi Jambi, mengakibatkan sub sektor komunikasi mengalami laju pertumbuhan sebesar 6,96 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2008 yang sebesar 4,23 persen. Basis perekonomian yang semakin kuat akan berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan sektor pengangkutan dan komunikasi dalam menunjang kegiatan perekonomian di Provinsi Jambi. Peran sektor ini diperkirakan akan segera meningkat sejalan dengan akan dioperasionalkannya pelabuhan Muara Sabak. Berdasarkan perkembangan ekonomi yang terjadi hingga tahun 2009, wilayah potensial untuk kegiatan pertanian dan industri adalah sebagai berikut:

I27

Tabel. 1.9 Wilayah Potensial Untuk Pertanian dan Industri di Provinsi Jambi

SubSektor JenisKegiatan Pertanian Tanaman Persawahan/Padi Pangan

Perkebunan

Wilayah Kabupaten Kerinci, Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat, Merangin,Tebo,Bungo,danSarolangun Hortikultura/Palawija Kabupaten Kerinci, Sungai Penuh. Merangin, Sarolangun dan Muara Jambi Perkebunan Karet: besar/swasta dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tebo, perkebunanRakyat Bungo, Sarolangun , Muara Jambi, MerangindanBatanghari KelapaSawit: Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Tebo, Bungo, Muara Jambi dan Batanghari, Sarolangun,danMerangin Kopi: Kabupaten Merangin, Sarolangun dan Kerinci Casiavera: Kabupaten Kerinci, Merangin dan Sarolangun KelapaDalam: Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan TanjungJabungTimur

Peternakan Perikanan Industri

TernakBesar/Kecil PerikananTangkap

Semuawilayahkabupaten Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan TanjungJabungTimur PerikananBudidaya SemuaKabupaten Industri besar, Kota Jambi, Muara Jambi, Tanjung menengah Jabung Timur, Merangin dan Tanjung JabungBarat Industrikecil SemuaKabupaten/Kota

Sumber : Hasil Analisis, 2010

I28

2 BAB II PELINGKUPAN 2.1. Proses Pelingkupan

Pelingkupan dilakukan dengan menggunakan metode workshop, dengan tujuan menetapkan Tujuan dan Mengidentifikasi IsuIsu Strategis KLHS RTRW Provinsi Jambi. Workshop Pelingkupan digunakan juga sebagai momentum awal pelaksanaan KLHS dengan mengumumkan pelaksanaan KLHS kepada pemangku kepentingan. Workshop pelingkupan dilaksanakan pada tanggal 2628 Juli 2011 yang dihadiri oleh para pemangku kepentingan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di ProvinsiJambidandibukaolehWakilGubernurJambi. Workshop diisi dengan kegiatan pemaparan kebijakan, rencana dan program (KRP) terkait Provinsi Jambi, yaitu Raperpres RTR Pulau Sumatera oleh KemPU, Visi Jambi dalam Roadmap Ekosistem Sumatera oleh WWF Indonesia, Hasil kerja Tim Terpadu Kemenhut dan Rancangan Akhir RTRW Provinsi Jambi serta RPJM Provinsi Jambi. Dengan paparan ini diharapkan para pemangku kepentingan bisa mendapatkan informasiyangutuhmengenaiKRPyangterkaitdiProvinsiJambi. Berikutnya identifikasi isuisu strategis dilakukan oleh para pemangku kepentingan, dengan menggunakan metode metaplan memberikan kesempatan seluasluasnyauntukmenyampaikanberbagaiisudiProvinsiJambi.Dalamprosesterjadi interaksi yang baik diantara pemangku kepentingan hingga didapatkan isuisu strategis hipotetis. Disebut hipotetis, karena dirasa perlu untuk menunggu tahapan analisis baselinedatauntukmemastikanbahwaisuisutersebutsifatnyabenarbenarstrategis.
PraPelingkupan TimKLHSProvinsiJambiIsu Strategis

MenetapkanTujuan KLHS

IsuStrategis Hipotetik

IdentifikasiPemangku Kegiatan

WorkshopPelingkupan

DiskusiPemangku Kepentingan PemantapanTujuan KLHS

DaftarPanjangIsuIsu Hipotetis

Gambar 2-1 Diagram Proses Pelingkupan

II1

2.2.

Hasil Pelingkupan

Usulan tujuan KLHS RTRW Provinsi Jambi yang dirumuskan oleh Tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dapat diterima oleh para pemangku kepentingan, sehingga memutuskan bahwa tujuan KLHS RTRW Provinsi Jambi adalah:
Memastikan terintegrasinya RTR Pulau Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS Memastikan terintegrasinya Visi Jambi dalam Road Map Penyelamatan Ekosistem Sumatera ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS Memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi ke dalam RTRW Prov. Jambi melalui proses KLHS

Dengan berdasarkan pada tujuan tersebut maka diidentifikasi isu-isu yang disebut sebagai isu-isu hipotetis terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar, yaitu: Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, Kemiskinan, dan Degradasi Lahan dan Sumber daya Hutan. Untuk mengidentifikasi isu-isu strategis dari isu-isu hipotetis hasil workshop pelingkupan, maka pada tahapan selanjutnya dilakukan analisis baseline data. Hasil baseline data dan isu-isu hipotetis dikonfirmasikan kembali kepada pemangku kepentingan pada workshop pengkajian sehingga diperoleh 5 (lima) isu strategis (box kuning), dengan berbagai pertimbangan dan diskusi para pemangku kepentingan akhirnya disepakati bahwa isu strategis KLHS RTRW Provinsi Jambi Tahun 2011 adalah (1) Jalur Distribusi dan (2) Alih Fungsi Lahan. Dengan adanya kespakatan isu-isu strategis ini maka proses pelingkupan sudah selesai dan dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya.

Isu-Isu Hipotetis KetersediaandanKualitasInfrastruktur 1.1.Transportasi 1.2.Energi 1.3.Pasar 1.4.Telekomunikasi Kemiskinan 2.1.KemiskinanMasyarakatPetani 2.2.PelayananKebutuhanDasar 2.3.KetersediaanPangan 2.4.KesetaraanGender 2.5.PenurunanKearifanLokal DegradasiLahandanSumberdaya Hutan 3.1.KerusakanLahan 3.2.AlihFungsiKawasanHutan 3.3.EksploitasiSDAberlebihan 3.4.Biodiversitas 3.5.Habitatdankoridorsatwa 3.6.TerancamnyaSpesieslangka 3.7.KonflikLahan 3.8.Pencemaran KESEPAKATAN ISU STRATEGIS 1. 2. Jalur distribusi Alih fungsi lahan 1. 2. 3. 4. 5. Isu-Isu strategis Ketersediaan dan kualitas infrastruktur Aksesibilitas Energi Kemiskinan Degradasi lahan dan hutan

II2

3 BAB III ANALISIS BASE LINE 3.1. Proses Analisis Baseline Analisis baseline dilakukan untuk mendapatkan gambaran saat ini dari setiap isu-isu hipotetis yang telah diidentifikasi. Analisis baseline tidak memerlukan data primer, namun menggunakan data dan informasi yang sudah ada sebelumnya baik data dari instansi pemerintah maupun dari lembaga non pemerintah yang melakukan penelitian-penelitian. Optimalisasi data sekunder menjadi sangat penting dalam proses analisis. Baseline harus dapat menggambarkan pola/tren dari sebuah isu dari masa lalu, ke masa sekarang dan prediksi 20 tahun ke depan (untuk KLHS RTRW), sehingga memerlukan data/informasi yang bersifat time series. KLHS Provinsi Jambi mengandalkan data tabuler dari Bappeda, BLHD dan beberapa SKPD lainnya. Sedangkan data spasial mengandalkan informasi dari Bappeda, narasumber dari Universitas Jambi, LSM lokal Jambi dan secara khusus WWF Indonesia. Hasil analisis baseline dikonfirmasikan kepada pemangku kepentingan pada saat workshop pengkajian, untuk memeriksa validitas data. Pada saat workshop pengkajian ada beberapa data dan informasi yang ditambahkan oleh pemangku kepentingan, diantaranya adalah lokasi-lokasi konflik lahan yang ditambahkan oleh Walhi. 3.2. Analisis Baseline 3.2.1. Transportasi Sebagian jalan di Provinsi Jambi merupakan jalur lintas tengah Sumatera yang menghubungkan kota dan kabupaten di Pulau Sumatera. Berdasarkan data dari Dinas PU Provinsi Jambi Tahun 2007, ruas panjang jalan yang berstatus jalan nasional dan jalan provinsi adalah sepanjang 2.387,08 km. Panjang jalan yang berstatus jalan provinsi sepanjang 1566,68 km, dimana prosentase jalan dalam kondisi baik sebesar 31,62 %, sedang 36,55%, rusak ringan 19,12%, rusak berat 12,71%. Adapun jalan yang berstatus jalan nasional adalah sepanjang 820,40 km, dimana yang berada dalam kondisi baik adalah sebesar 55,69 %, sedang 23,59%, rusak ringan 16,14 %, rusak berat 4,58 %. Pada Tahun 2010, menurut data dari Dinas PU Provinsi Jambi, panjang ruas jalan yang berstatus jalan nasional dan jalan provinsi adalah sepanjang 2.416,99 km. Panjang jalan provinsi adalah sepanjang 1.480,51 km, dimana yang berada dalam kondisi baik adalah sebesar 27,27 %, sedang 30,38%, rusak ringan 23,49%, rusak berat 18,86%. Adapun ruas jalan nasional, dari 936,480 km yang ada di Provinsi Jambi hanya 33,42 % yang berada dalam kondisi baik. Sisanya 49,36% dalam kondisi sedang, 11,96 %, rusak ringan dan 5,26 % rusak berat .

III1

Gambar 3-1 Kondisi jalan Provinsi Jambi Tahun 2007 dan 2010

Gambar 3-2 Peta kondisi jalan di Provinsi Jambi Memperhatikan trend prosentase kerusakan jalan terlihat, bahwa prosentase jalan yang berada dalam kondisi baik terus menurun, hal ini berimplikasi pada terhambatnya distribusi produk-produk Provinsi Jambi ke pasar wilayah maupun regional. Kondisi di atas disebabkan oleh moda transportasi darat merupakan moda utama atau satu-satunya yang digunakan di Provinsi Jambi. Selanjutnya meningkatnya prosentase jalan dalam kondisi rusak salah satunya adalah karena seimbangnya kemampuan pemerintah dan pemerintah daerah dalam menangani kerusakan jalan dengan laju kerusakan jalan. Sebagaimana diketahui, penanganan jalan dan jembatan merupakan komponen termahal dalam penanganan infrastruktur wilayah di Provinsi Jambi dan membutuhkan anggaran yang sangat besar.

III2

Selain keterbatasan anggaran, permasalahan utama lainnya adalah kurangnya sarana prasarana, kondisi lapangan (topografi), keadaan iklim, usia dan kapasitas konstruksi, serta kurang efisiennya penanganan kerusakan jalan pada ruas-ruas jalan fungsional milik provinsi akibat laju tingkat kerusakan yang disebabkan oleh overload nya kapasitas konstruksi dibanding muatan dan Laju Harian Rerata (LHR) pada hampir seluruh ruas jalan di Provinsi Jambi. 3.2.2. Energi Cakupan layanan listrik di Provinsi Jambi pada Tahun 2006 telah mencapai 80,40%. Kondisi ini meningkat menjadi 84,39% pada Tahun 2009. Sedangkan untuk persentase pengguna listrik serta Ratio Elektrisitas Provinsi Jambi juga secara bertahap setiap tahunnya mengalami peningkatan hingga pada Tahun 2009 tercapai 76,43%. Konsumsi energi di Provinsi Jambi s.d. Agustus Tahun 2010 adalah sebesar 491,23 GWh dengan rata-rata konsumsi per bulan sebesar 61,90 GWh diprediksi konsumsi pada Tahun 2010 mencapai 740 GWh. Dengan demikian beban puncak sistem pada bulan Mei adalah sebesar 107 MW, pasokan energy disajikan pada Tabel 3-2. Tabel 3-1 Potensi Energi No 1 2 3 4 5 6 7 Potensi GI Aur Duri, Kapasitas GI Aur Duri, Kapasitas GI Payo Selincah, kapasitas GI Muara Bulian, Kapasitas GI Aur Duri, Kapasitas GI Payo Selincah, kapasitas GI Payo Selincah, kapasitas GI Muara Bulian, Kapasitas Jumlah 2 x 30 MVA 2 x 30 MVA 2 x 30 MVA 2 x 30 MVA 2 x 30 MVA 2 x 60 MVA 2 x 30 MVA

Sumber : ESDM, 2010. Daya mampu pembangkit yang ada di Sistem Jambi sebesar 76,7 MW, dengan demikian maka terdapat deficit daya sebesar 30,3 MW Masih rendahnya tingkat elektrifikasi dan defisit daya di Provinsi Jambi memerlukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya. Pemprov jambi menargetkan pada tahun 2015 tingkat elektrifikasi mencapai 82%. Sumberdaya yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi target ini antara lain adalah PLTU dengan bahan baku Batu Bara seperti di Kabupaten Sarolangun dan Bungo Selain itu, juga telah tersedia Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar yang sudah beroperasi di Merangin dan Bungo yang secara keseluruhan berjumlah 8 unit dengan kapasitas mencapai 390 KV, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sarolangun. Sedangkan kedepan, Provinsi Jambi memiliki potensi PLTMH yang belum dikembangkan dengan kapasitas sebesar 4.461,6 KW berada di 21 titik lokasi.

III3

Tabel 3-2 Lokasi dan Kapasitas Energi No Kabupaten Lokasi 1. 2. 3. 1 MERANGIN 4. 5. 6. 7. 2 BUNGO 8. TOTAL Desa Dusun Tua, Kec. Lembah Masurai, Desa Baru, Kec. Jangkat, Desa Gedang, Kec. Jangkat DesaTalang Jangkat Tembago, Kec, Kapasitas (KVA) 60 20 50 50 50 60 50 50 390 Beroperasi Beroperasi Beroperasi Beroperasi Keterangan Beroperasi Beroperasi Beroperasi

Desa Rantau Suli, Kec. Jangkat Desa Koto Rami Kec. Lembah Masurai Desa Renah Sungai Besar, Kec. Lembur Lubuk Mingkuang, Desa Renah Sungai Ipuh, Kec. Lembur Lubuk Mingkuang,

3.2.3. Kemiskinan Kemiskinan masyarakat petani dapat dilihat dari beberapa data antara lain adalah: tingkat kemiskinan di daerah pedesaan karena sebagian besar dari penduduk di wilayah pedesaan menggantungkan hidupmya dari sektor pertanian. Data dua tahun terakhir menunjukkan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan justru mengalami peningkatan dari 6,67% meningkat menjadi 7,53%, sehingga memberikan kontribusi terhadap peningkatan total tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi dari 8,34 pada Tahun 2010 menjadi 8,65%. Tabel 3-3Tingkat kemiskinan di Provinsi Jambi (2010-2011) Data Kemiskinan Urban Rural Urban+Rural GarisKemiskinan Urban Rural Urban+Rural Sumber: BPS Jambi, 2011 262.826 193.834 216.187 294.522 219.144 242.272 Maret 2010 11,80 6,67 8,34 Maret 2011 11,19 7,53 8,65

Meningkatnya tingkat kemiskinan di daerah pedesaan erat kaitan dengan pola kemilikan lahan yang terjadi di daerah pedesaan. Dewasa ini dengan menggunakan kekuatan uang (money power) penduduk kota berduyun-duyun membeli lahan di pedesaan untuk dijadikan lahan perkebunan dalam skala yang lebih luas, sebaliknya penduduk pedesaan yang nota bene adalah petani kecil semakin berkurang aset mereka yang paling berharga yakni lahan pertanian. Hal inil memberikan andil yang besar bagi kemiskinan di daerah pedesaan yang nota bene adalah masyarakat petani.

III4

Kemiskinan pada masyarakat petani juga dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang mengalami penurunan dari 96,41% pada Tahun 2010 turun menjadi 96,22% pada tahun 2011. Masih rendahnya NTP jambi mencerminkan masih rendahnya tingkat kesejahtera para petani dimana biaya yang dikeluarkan petani lebih besar dari hasil usahatani mereka. Kondisi ini semakin diperparah oleh tingkat inflasi Provinsi jambi yang relatif tinggi yakni sebesar 10,52%.

Gambar 3-3 Nilai Tukar petani (NTP) Provinsi Jambi November-Desember Tahun 2010 Dari penjelasan di atas dapat ditarik intisari, bahwa kemiskinan di pedesaan di Provinsi Jambi semakin meningkat disebabkan oleh semakin berkurangnya kepemilikan lahan pertanian serta semakin masih rendahnya NTP 3.2.4. Ketersediaan Pangan Ketersediaan pangan diartikan sebagai ketersediaan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber baik itu produksi pangan domestik, perdagangan pangan dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan ditentukan oleh produksi pangan, perdagangan pangan, mekanisme pasar, stok yang dimiliki pedagang, cadangan pemerintah dan bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya di wilayah tersebut. Dari sembilan wilayah kabupaten di Provinsi Jambi masih terkategori deficit rendah ketersediaan bahan pangan, sementara sisa nya telah menunjukkan surplus bervariasi dari surplus rendah satu kabupaten, mengalami sedang 4 (empat) kabupaten serta surplus tinggi 2 (dua) kabupaten. Dua kabupaten yang tergolong surplus tinggi adalah Kabupaten kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang merupakan dua kabupaten yang menjadi lumbung pangan Provinsi Jambi. Seperti yang tergambar pada table berikut ini:

III5

Tabel 3-4 Ketersediaan Bahan Pangan (Beras, Jagung dan Umbi-umbian) JAMBI Tahun 2007 S.D 2009 KETERNO Kabupaten POPULASI IAV SEDIAAN 1. Kerinci 136.550 1.451,07 0,21 2. Merangin 44.759 523,72 0,57 3. Sarolangun 31.529 554,47 0,54 4. Batang Hari 23.738 290,32 1,03 5. Muaro Jambi 35.483 382,97 0,78 6. Tanjung Jabung Timur 70705 871.19 0,34 7. Tanjung Jabung Barat 42143 502.13 0,60 8. Tebo 20883 294.69 1,02 9. Bungo 24262 447.25 0,67 Sumber: Jambi Dalam Angka, BPS, analisis data, 2010.

PROVINSI RAV Surplus tinggi Surplus sedang Surplus sedang Defisit rendah Surplus rendah Surplus tinggi Surplus sedang Defisit rendah Surplus sedang

Rendahnya kualitas ketersediaan bahan pangan secara tolal pada dua kabupaten yang tergolong defisit lebih disebabkan oleh daya dukung sumberdaya lahan pangan di kabupaten tersebut relative terbatas jika dibandingkan dengan wilayah kabupaten lain di Provinsi Jambi, Ancaman bagi peningkatan produktifitas tanaman penghasil bahan pangan di tingkat petani menunjukkan indikasi relatif stagnan karena terbatasnya kemampuan produksi, penurunan kapasitas petani, serta kualitas penyuluhan pertanian yang masih kurang. Semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan disebabkan oleh: a. b. c. d. e. berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan semakin terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air untuk ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan rusaknya sejumlah prasarana pengairan karena termakan usia dan salah konstruksi persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan pemukiman

III6

f. g.

h. i.

kerusakan yang disebabkan oleh kekeringan maupun banjir semakin tinggi karena fungsi perlindungan alamiah sudah sangat berkurang masih tingginya proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, penanganan hasil panen dan pengolahan pasca panen, masih menjadi kendala yang menyebabkan penurunan kemampuan penyediaan pangan dengan proporsi yang cukup tinggi perubahan iklim persaingan antara pangan untuk konsumsi dan produksi biofuel.

Oleh sebab itu dalam upaya menjaga laju produksi dan produktifitas bahan pangan perlu disikapi dengan baik dengan kebijakan yang mengarah pada: 1. 2. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan Mengembangkan infrastruktur pertaniaan pedesaan.

3.2.5. Menurunnya Kearifan Lokal Masyarakat adat melihat sumberdaya hutan bukan sekedar tegakan kayu, bagi mereka hutan merupakan salah satu hal terpenting yang mampu menyediakan bahanbahan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, obat-obatan, pendapatan keluarga, hubungan religi, ketentraman dan lainnya. Sehingga masyarakat mengupayakan pengelolaan agar dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya. Berdasarkan endapan pengalaman, konsep hutan bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian dari sistem hidup dan kehidupan. Pemanfaatannya tidak didasari hanya pada kegiatan eksploitatif, tetapi dilandasi pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutannya. Salah satu hal yang sangat menggembirakan adalah kearifan, kepedulian dan komitmen masyarakat yang tinggi terhadap upaya pelestarian sumberdaya alam dan hutan. Ini terlihat dengan adanya kawasan hutan adat, hutan lindung desa , lubuk larangan dan tempat-tempat yang dikelola dengan prinsip konservasi seperti pohon sialang tempat madu bersarang serta kawasan salak alam. Kondisi itulah yang menjadi dasar kuatnya militansi masyarakat adat seperti masyarakat yang berada di Batu Kerbau, Guguk, Batang kibul, Lubuk Bedorong, Napal Melintang, Rantau Kermas, Baru Pangkalan Jambu, Keluru, Lempur, Hiang dan lainnya didalam menjaga kawasan mereka. Upaya yang dilakukan bertujuan untuk : a) menjaga keberlanjutan fungsi ekologis sumberdaya hutan (sebagai sumber benih dan bibit tanaman budidaya dan obat, penyedia protein nabati dan hewani, bahan bangunan dan kerajinan serta pelindung sumbermata air dan menjaga terjadinya bencana longsor dan banjir), b) mempertahankan dan mengangkat kembali eksistensi lembaga adat didalam melaksanakan fungsinya akses dan kontrol terhadap pengelolaan sumberdaya alam, c) pemerataan kesempatan bagi masyarakat didalam pemanfaatan hutan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup secara serasi, seimbang, terkendali, terorganisasi dan berlanjut untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Pola kearifan lokal yang dikembangkan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan diantaranya : 1) Agroforestry 1. 2. Talang, yang banyak dilakukan oleh masyarakat Jambi dengan tanaman utama karet, kebun buah-buahan seperti durian, duku dan beberapa tanaman buah lainnya. Hompongan, yang dilakukan oleh Orang Rimba dengan tanaman utama karet, kebun buah-buahan dan beberapa tanaman lainnya.

III7

2) Hutan Alam 1. Hutan Adat, dengan pemanfaatan kayu untuk internal desa dan bukan bersifat komersiil 2. Hutan Lindung Dusun, Hutan Hulu Air, yang berfungsi sebagai fungsi lindung, biasanya untuk sumber air dan keselamatan 3. Rimbo/Imbo Pusako, Rimbo/Imbo Prabukalo, Puasa, yang semuanya berfungsi lindung dalam konsep yang lebih luas. 3) Sungai dan Rawa 1. Lubuk Larangan 2. Lebak dan Lebung Larangan Dari gambaran di atas timbul kekawatiran, akan lenyapnya kerifan lokal masyarakat, hal tersebut sudah saatnya untuk dipertahankan, oleh sebab itu muncul beberapa pertanyaan; 1. Semua hutan adat berada dalam Hutan Produksi (HP), dan sampai dengan hari ini secara nasional Hutan Adat belum ada landasan hukumnya. Ancaman utamanya adalah konversi lahan, dimana Pemerintah Pusat memberikan ijin kawasan hutan yang didalamnya ada Hutan Adat menjadi Hutan Tamana Industri (HTI) atau peruntukan lainnya. Semakin tingginya laju migrasi penduduk dari luar Propinsi Jambi yang lapar lahan dan pada akhirnya migran merambah sampai pada kawasan Hutan Adat dan kawasan lindung lainnya.

2.

Ada beberapa contoh inisiatif kebijakan Pemerintah Daerah terkait pengelolaan sumber daya hutan oleh masyarakat yang dikeluarkan oleh Bupati akan tetapi belum mendapatkan pengakuan. Untuk itu didalam Tata Ruang, lokasi Hutan Adat yang sudah mendapatkan SK perlu diakomodir didalam RTRW. Beberapa Keputusan Bupati yang sudah diterbitkan terkait dengan pengukuhan Hutan Adat yang telah dilakukan dapat dilihat sebagai berikut : Keputusan Bupati Merangin Nomor 95 Tahun 2002 Tentang Pengukuhan Hutan Adat Rimbo Penghulu Depati Gento Rajo Desa Pulau Tengah Kecamatan Jangkat. Surat Keputusan Bupati Nomor 287 Tahun 2003 tentang Pengukuhan Kawasan Bukit Tapanggang seluas 690 Ha sebagai Hutan Adat Masyarakat Hukum Adat desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Surat Keputusan Bupati Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pengukuhan Hutan Adat Imbo Pusako dan Imbo Prabukalo Desa Batang Kibul Kecamatan Tabir Ulu Kabupaten Merangin Surat Keputusan (SK) Bupati Bungo Nomor. 1249 Tahun 2002 tentang Pengukuhan Hutan adat Desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo seluas 2.455 Hektar Perda Kabupaten Bungo No.3 Tahun 2006 tentang Pengakuan Masyarakat Adat Datuk Senaro Putih yang terdiri atas desa Batu Kerbau dan Baru Pelepat

Penurunan kearifan lokal saat ini terjadi pada dataran rendah Provinsi Jambi dan kawasan gambut di wilayah hilir Propinsi Jambi.Jadi secara umum, penurunan kearifan lokal terjadi mulai dari tengah, hingga kearah Timur Provinsi Jambi.Sementara di daerah hulu, kearifan masih dipertahankan dengan upaya untuk memelihara keseimbangan dan keberlanjutannya.Oleh karena itu perlu segera diakui pengelolaan hutan lestari yang berbasiskan masyarakat.Dan selanjutnya perlu dikuatkan dengan adanya dukungan dan keseriusan pemerintah untuk mengakomodir kearifan masyarakat didalam RTRW.

III8

3.2.6. Kerusakan Lahan dan Alih Fungsi Lahan Propinsi Jambi pada Tahun 1990-an masih memiliki tutupan lahan (vegetasi) berupa hutan yang masih dominan. Tutupan lahan sendiri diartikan sebagai kondisi permukaan bumi yang menggambarkan penutupan lahan atau vegetasi. Berdasarkan analisis citra landsat pada tahun 1990-an (tanpa melakukan verifikasi lapangan) tutupan hutan di Jambi hampir 50 % dari luas total kawasan di Provinsi Jambi. Secara keseluruhan pada tahun 1990 masih terdapat 2.4 juta Ha hutan atau sekitar 49.97% dari seluruh luas Provinsi Jambi. Hutan seluas itu terdiri dari berbagai tipe baik hutan dataran rendah, hutan sub alpin (pegunungan) ataupun hutan rawa. Sisanya adalah tutupan lahan non-hutan seperti perkebunan, pertanian, lahan kering tidak roduktif, lahan basah tidak produktif, pemukiman dan lahan terbuka serta tidak ada data (awan, bayangan awan dan tubuh air). Secara nasional, rata-rata Indonesia kehilangan 1 (satu) juta hektar hutan tiap tahun pada tahun 1980-an, dan sekitar 1,7 juta hektar per tahun pada tahun 1990-an. Bahkan sejak 1996, deforestasi tampaknya malah meningkat lagi sampai sekitar 2 juta hektar per tahun. Untuk Jambi, dengan menggunakan metode analisa yang sama untuk Tahun 1990, diketahui tutupan lahan hutan Jambi Tahun 2000. Terlihat nyata perubahan tutupan lahan hutan pada periode sepuluh tahun dari jangka waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2000 dimana tutupan lahan hutan hanya tinggal sebesar 1,4 juta hektar atau sekitar 29,66 % dari luas Jambi seluruhnya.

Perubahan Tutupan Hutan Propinsi Jambi periode 1990-2000


1137473 2289845 1445090 465780 1972072 2434556 Tidak ada data Non Hutan Hutan

Luas (Ha)

Tahun 2000

Tahun 1990

Sumber : Hasil Pengolahan citra landsat TM oleh Lab. GIS KKI WARSI Tahun 2004 Gambar 3-4 Grafik perubahan tutupan lahan Jambi dari Tahun 1990 sampai dengan Tahun 2000 Telah terjadi pengurangan luas tutupan lahan hutan hampir 1 juta hektar, tepatnya sebesar 989.466 hektar atau sekitar 20,31 % tutupan lahan hutan di Jambi hilang dalam jangka waktu sepuluh tahun. Tahun 2000 tutupan lahan hutan dataran rendah dan pegunungan mengalami pengurangan sebesar 435.610 hektar atau 8,94 % dari tutupan hutan tahun 1990. Sedangkan untuk hutan rawa mengalami pengurangan tutupan hutan sampai tahun yang sama adalah sebesar 553.856 hektar atau 11,37 % dari tutupan hutan yang dibandingkan.

III9

Tabel 3-5 Perubahan tutupan lahan Provinsi Jambi dari Tahun 1990 sampai dengan Tahun 2000 Penutupan Lahan Tahun 1990 Luas (Ha) Luas (%) Tahun 2000 Luas (Ha) Luas (%) 1445090 2289845 29.66% 47.00% Besar Perubahan Luas (Ha) Luas (%) -989466 -20.31% 317773 6.52%

Hutan 2434556 49.97% Non Hutan 1972072 40.47% Tidak ada data 465780 9.56% TOTAL 4872408 100.00% Sumber : Hasil Pengolahan citra landsat

1137473 23.35% 671693 13.79% 4872408 100.00% 0 0.00% TM oleh Lab. GIS KKI WARSI tahun 2004

Catatan : Yang termasuk kedalam kelas bukan hutan adalah perkebunan, pertanian, pemukiman, lahan kering tidak produktif, lahan basah tidak produktif,dan perairan, sedangkan yang termasuk kedalam kelas tidak ada data adalah awan dan bayangan awan. Laju kehilangan tutupan hutan Jambi sebesar 989.466 hektar atau sekitar 20,31 % dalam jangka waktu sepuluh tahun tersebut dipicu oleh berbagai sebab, baik karena adanya campur tangan manusia maupun karena fenomena dan bencana alam. Penyebab yang berasal dari adanya campur tangan manusia seperti konversi lahan hutan menjadi pengunaan lain terutama untuk perkebunan besar dan lahan budidaya lainnya, aktifitas HPH, HTI, dan pertambangan yang tidak sepenuhnya bekerja sesuai dengan aturan yang telah ada. Disamping itu pertambahan jumlah penduduk baik secara alami maupun karena program transmigrasi telah memperberat tekanan terhadap hutan. Kecenderungan berkurangnya tutupan hutan ini diperparah dengan maraknya industri pengolahan kayu illegal yang menyumbang sangat besar terhadap menjamurnya aktifitas illegal logging. Bahkan industri pengolahan kayu legalpun juga berperan pada beberapa kasus. Seperti belum cukup, bencana kebakaran hutan besar juga telah terjadi pada periode ini, terutama kebakaran dan pembakaran hutan antara tahun 1997 1998, yang telah menghanguskan ribuan hektar hutan di propinsi ini. Akan tetapi dari sekian banyak sebab yang sebenarnya saling terkait satu dengan lainnya, keprihatinan terbesar mungkin sebaiknya ditujukan pada beberapa faktor yang sampai saat inipun kecenderungannya masih berlanjut seperti keinginan untuk mengkonversi hutan tersisa menjadi perkebunan besar kelapa sawit, pemberian izin HTI pada hutan alam, dan maraknya illegal logging karena tidak berjalannya penegakan hukum. 1. Konversi hutan tersisa untuk perkebunan kelapa sawit Booming dan demam kelapa sawit yang melanda Indonesia telah menginfeksi hutan-hutan di Jambi. Di Propinsi Jambi, sampai Desember 2002, kawasan hutan yang telah mendapatkan izin pelepasan hampir seluas 344.932 hektar. Luasan itu meliputi 38 pengajuan yang sebagian besar diusulkan untuk perkebunan. Ditilik dari landasan hukumnya, perkebunan harus dikembangkan di atas lahan hutan yang sudah secara resmi ditentukan untuk konversi menjadi

III10

penggunaan lainnya. Dalam prakteknya terdapat beberapa faktor penting yang melemahkan landasan hukum ini terutama adalah kenyataan bahwa pembangunan perkebunan di atas lahan hutan dua kali lebih menarik. Daya tarik pertama adalah setelah memperoleh Izin Pemanfaatan kayu (IPK), sebuah perusahaan dapat menebang habis kawasan tersebut dan menjual kayunya kepada industri pengolahan kayu. Daya tarik kedua adalah prospek perkebunan kelapa sawitnya sendiri. Hal ini sedikit banyak bisa menjelaskan kenapa hanya sekitar 30 % saja lahan yang direalisasikan penanamannya di Jambi. Motivasi utama pengajuan izin perkebunan adalah mengincar keuntungan dari kayu.

Gambar 3-5 Peta lokasi perusahaan perkebunan Provinsi Jambi Akan tetapi dengan kondisi seperti itu ternyata pengembangan perkebunan kelapa sawit tetap menjadi trend yang dipilih oleh sebagian besar kabupaten di propinsi Jambi. Dari sisi produksi, kelapa sawit telah menggeser komoditi utama yang selama ini menjadi andalan dan bahkan telah identik dengan daerah Jambi, yaitu karet. Sebelum Tahun 1998, produksi karet selalu menjadi nomor satu diantara komoditi perkebunan lainnya. Tetapi sejak Tahun 1998 kondisi telah berubah dimana produksi kelapa sawit telah mencapai 237.658 ton, sementara karet hanya 232.345 ton. Pada Tahun 2000, produksi kelapa sawit telah jauh melambung menjadi 540.240 ton meninggalkan karet yang hanya berproduksi 238.884 ton. Pertambahan luas dengan percepatan seperti itu jelas menyumbang besar terhadap laju deforestasi di Propinsi Jambi. Kendati laju penanaman dan pembangunan perkebunan yang baru agak melambat sejak krisis ekonomi Tahun 1997, tetapi semangat berbagai daerah untuk menggaet investor agar masuk ke sektor ini masih tinggi.

III11

2.

HTI/HPHTI Kebijakan HTI pada awalnya merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk menyediakan pasokan tambahan kayu yang berasal dari hutan alam, melakukan rehabilitasi lahan yang terdegradasi, dan mempromosikan konservasi alam. Rencana ini secara ambisius diwujudkan dengan membangun kawasan yang luas untuk hutan tanaman industri yang tumbuh cepat terutama di Sumatera dan Kalimantan. Di Jambi, menurut data Dinas Kehutanan Propinsi Jambi (2001), terdapat sebanyak 10 perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) yang masih aktif sampai dengan Desember 2001 dengan jumlah total pencadangan areal seluas 349.408 Ha. Sementara perusahaan HTI pulp yang masih aktif hanya satu yaitu PT. Wirakarya Sakti dengan izin luas areal 350.000 hektar hingga tahun 2010.

Gambar 3-6 Peta lokasi IUPHHK- HT / HTI 3. Illegal logging Kerusakan hutan Jambi juga disebabkan oleh maraknya illegal logging.Aktifitas ini terjadi secara luas, sistematis, dan seperti tidak terjangkau oleh hukum yang berlaku. Suatu analisis oleh Departemen Kehutanan pada Tahun 2000 bahkan menyebutkan bahwa illegal logging dilakukan oleh suatu bisnis kegiatan kriminal yang dikelola dengan baik dan memiliki pendukung yang kuat dan suatu jaringan kerja yang sangat ekstensif, sangat mantap dan kokoh sehingga sulit ditolak, diancam, dan sebenarnya secara fisik mengancam otoritas penegakan hukum kehutanan. Kondisi lain yang juga berperan memacu peningkatan aktifitas illegal logging adalah kesenjangan antara kemampuan produksi legal dan permintaan. Ini adalah akibat dari kebijakan ekspansi yang agresif dalam sektor hasil-hasil hutan tanpa mengindahkan pasokan yang berkelanjutan dalam jangka

III12

panjang. Setelah terus mendorong peningkatan produksi kayu bulat dari Tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada awal 1990-an dengan produksi nasional sekitar 36 juta m3, kemampuan hutan-hutan kita memenuhi permintaan mulai menurun. Tidaklah mengherankan jika kemudian aktifitas illegal logging meningkat drastis jumlahnya pada kawasan konservasi karena potensi kayu yang masih baik dibandingkan di hutan produksi. Taman Nasional lainnya yang berada di Propinsi Jambi yaitu Taman Nasional Berbak (TNB), Taman Nasional Bukit Tiga puluh (TNBT) dan Taman Nasional Bukit Dua belas (TNBD) juga terus menjadi sasaran illegal logging dan berbagai tekanan lainnya. Taman Nasional Berbak misalnya, masih dengan motif yang sama aktifitas illegal logging dipicu oleh munculnya sawmill liar disekitar TNB dan sawmill lain diluar kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jalur distribusi illegal logging di TNB disarat dari dalam hutan kemudian pada musim hujan ditarik melalui parit-parit dan kanal yang sudah tersedia. Kayu-kayu yang sudah berada di dalam parit disusun dan diikat menjadi rakit untuk kemudian ditarik dengan pompong (perahu bermotor besar) sampai pinggiran laut Pelabuhan Pering. Dari sini kayu-kayu illegal ditumpuk dan siap diangkut ke berbagai tujuan. Taman Nasional Bukit Dua Belas juga tidak lepas dari sasaran aktifitas illegal logging. 4. Kebakaran Hutan Kebakaran hutan pada awalnya merupakan sesuatu yang alami pada hutanhutan Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan iklim yang dimiliki sebagai negara tropis.Hutan-hutan tropis basah yang belum terganggu umumnya cukup tahan terhadap kebakaran dan hanya akan terbakar jika periode kemarau memang berkepanjangan. Tetapi pada dua dekade belakangan ini, kebakaran hutan telah berubah dari sesuatu yang menjadi ciri alami hutan Indonesia selama ribuan tahun menjadi bencana. Peran manusia dalam memulai kebakaran semakin besar karena aktifitas perburuan, pengambilan hasil hutan, kayu dan pembukaan lahan pertanian/perkebunan. Pada kondisi ini, kebakaran hutan bukan lagi sesuatu yang alami dan bukan pula bencana yang datang sendiri. Menurut Suyanto, S dan Applegate, G (2001), kebakaran hutan dan lahan di Sumatera memiliki penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung diantaranya: aktifitas pembukaan lahan, senjata dalam permasalahan konflik tanah, ekstraksi sumberdaya alam, dan tidak disengaja. Sementara penyebab tidak langung diantaranya meliputi berbagai aspek diantaranya: penguasaan lahan, insentif/dis-insentif ekonomi, degradasi hutan dan lahan, dampak perubahan karakteristik kependudukan, serta lemahnya kapasitas kelembagaan. Selama akar persoalan tidak dipahami dan dimengerti dengan sungguh-sungguh, bencana ini sepertinya akan terus berulang. 5. Transmigrasi Pada rentang waktu 1990-2000, menurut data BPS (2000) terjadi pertambahan luas tanaman karet baru unggul seluas 23.637 ha.Tetapi secara keseluruhan, pertambahan luas perkebunan karet lebih besar lagi. Jika pada tahun 1990 luas perkebunan karet masih 470.896 hektar, maka pada tahun 2000 meningkat menjadi 558.570 hektar yang berarti terjadi penambahan luas 87.674 hektar.

III13

Pertambahan penduduk pada rentang waktu yang sama sekitar 1,84 %. Jika pada tahun 1990, jumlah penduduk masih 2.020.568 orang, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk telah mencapai 2.407.166 orang. Pertumbuhan ini selain karena faktor kelahiran, juga disumbangkan oleh pelaksanaan program transmigrasi. Tahun 2000 saja, Jambi menerima transmigran sebanyak 2.559 jiwa yang ditempatkan di Sarolangun (1.395 jiwa) dan Tanjung Jabung Barat (1.164 jiwa). Total transmigran yang diterima antara tahun 1993 2000 adalah 33.799 jiwa (7.731 KK). Sampai saat ini, kenyataan menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam tersisa belum menunjukkan arah yang menggembirakan. Jika menggunakan angka laju kehilangan hutan rata-rata sebesar 989.466 hektar untuk periode sepuluh tahunan - terhitung mulai tahun 2001 maka pada tahun 2010 hutan alam yang tersisa di Jambi hanyalah seluas 455.624 hektar saja. Prediksi ini sangat mengerikan karena angka tersebut jauh lebih kecil bahkan dari jumlah luasan Taman Nasional yang dimiliki Jambi menurut paduserasi TGHK dan RTRWP saat ini, yaitu 608.630 hektar. Artinya jika kondisi seperti sekarang terus terjadi, Jambi nyaris tidak memiliki hutan alam lagi selain Taman Nasional sepuluh tahun mendatang. Tidak ada lagi hutan lindung, hutan suaka alam, apalagi hutan produksi. Dan, lima tahun setelah itu, pada tahun 2015, semua hutan alam yang ada hanya akan ditemukan pada foto-foto, tulisan, dan cerita usang untuk anak cucu. 3.2.7. Konflik Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir seluruh sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi. Untuk Indonesia termasuk Provinsi Jambi kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (Land Based Agriculture Activities). Sehingga hampir perhatian seluruh sektor bertumpu pada lahan. Dari Gambar 3.9 kondisi lahan di Provinsi telah berubah ada kecendrungan petani beralih ke lahan perkebunan dalam hal ini sawit, trend ini memicu masyarakat untuk mengalihkan lahan pangan ke kelapa sawit, bagi pertimbangan lingkungan monokultur adalah pertimbangan yang keliru, karena akan menaikan laju erosi, menekan biodiversity. Data terjadinya peralihan lahan dari lahan pangan ke kelapa sawit terus meningkat Pada Tahun 2005 luas tanaman pangan sebesar 908.378 hektar dan pada Tahun 2010 menurun drastis menjadi 603.456 terjadi penurunan yang cukup, hal ini akan berimplikasi terhadap stock beras di Provinsi Jambi pada kurun waktu 5 tahun mendatang, dengan jumlah penduduk 3.088.000 jiwa pada Tahun 2010 dan akan terus meningkat pada lima tahun mendatang, dan penduduk Provinsi Jambi membutuhkan 105 kg/kapita/tahun. Selain itu, konflik lahan juga dipicu dengan adanya kebijakan pemanfaatan lahan, yaitu pemberian HGU yang belum memasukan pertimbangan lingkungan. Hal ini ditandai dengan konflik lahan terbesar antara PT. WKS dan Masyarakat Desa Senyerang Kecamatan Pengabuan pada Tahun 2010, yang diikuti konflik lahan yang terjadi antara PT. Asiatic Persada dan Masyarakat SAD pada Tahun 2010.

III14

Gambar 3-7 Peta lokasi konflik lahan di Provinsi Jambi 3.2.8. Biodiversitas Provinsi Jambi memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas tumbuhan, hewan serta jasad renik di dunia. Dengan demikian keanekaragaman hayati mencakup keragaman ekosistem (habitat), jenis (spesies) dan genetic (varietas/ras). Keragaman hayati merupakan sumberdaya alam yang bisa diperbaharui, sehingga bisa menjadi sumber penghasilan yang tidak akan pernah habis dan dapat diandalkan sebagai tulang punggung pengembangan bio industri seperti biopestisida, pupuk bio, pengelolaan limbah dan sebagainya. Keragaman hayati yang lengkap juga diperlukan guna menciptakan lingkungan hidup yang mampu memenuhi kebutuhan manusia, baik dari segi fisik (udara dan air bersih), keperluan estetika dan juga kebutuhan spiritual. Keragaman hayati tidak terbatas hanya pada sisi ekologis tetapi juga menyimpan potensi ekonomi yang sangat tinggi bagi generasi kini dan masa datang jika dimanfaatkan secara benar. Hilangnya sebuah spesies dari sumberdaya hayati berhubungan dengan punahnya sejumlah besar spesies lain yang saling berhubungan dengan spesies tersebut dalam suatu ekosistem melalui jaringan rantai makanan. Krisis keragaman hayati bukan saja hanya merupakan krisis hilangnya spesies yang memiliki potensi menghasilkan suatu keuntungan bagi perusahaan dengan menyediakan bahan mentah industri. Secara mendasar hal itu adalah sebuah krisis yang mengancam sistem kehidupan jutaan penduduk di negara dunia ketiga.

III15

sumber : Peta jalan menuju penyelamatan ekosistem Sumatera Gambar 3-8 Peta keragaman hayati Provinsi Jambi Biodiversitas memberikan sejumlah besar benda dan jasa yang mendukung kehidupan manusia. Benda dan jasa yang diberikan oleh ekosistem tersebut adalah: Menyediakan makanan, bahan bakar dan serat Menyediakan tempat berteduh dan bahan bangunan Penjernihan udara dan air Detoksifikasi dan dekomposisi limbah Stabilisasi dan moderasi iklim bumi Moderasi banjir, kekeringan, suhu ekstrim dan kekuatan angin Memperbaharuhi kesuburan tanah, termasuk siklus makanan Penyerbukan tumbuhan Kontrol hama dan penyakit Memelihara sumber genetik sebagai kunci masuk ke varietas tumbuhan dan ras hewan ternak, obat-obatan dan lainnya. Keuntungan budaya dan estetika Kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan

Propinsi yang luasnya 53.435 Km2 kini terbagi menjadi 11 daerah Tingkat II, yaitu: Kodya Jambi, Kabupaten Muara Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muara Bungo, Kabupaten Muara Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci, Kota Kerinci, Kabupaten Tanjungjabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Di Provinsi Jambi terdapat 4 Taman Nasional; Taman Nasional Kerinci Seblat (1.389.509,87 Ha), Bukit Tiga Puluh (144.223 Ha), Bukit Dua Belas (60.500 Ha) dan Berbak (162.700 Ha). Berbagai jenis satwa dan flora langka banyak terdapat di dalam Taman Nasional tersebut. Namun demikian saat ini jenis tersebut semakin terancam punah akibat terus diburu oleh orang-orang yang mencari keuntungan.

III16

Gambar 3-9 Peta koridor satwa di Provinsi Jambi Sebagai contoh fauna dan flora yang terdapat di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), adalah: TNKS merupakan habitat terakhir dari Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensis) yang populasinya sangat kecil. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah satwa yang paling menarik perhatian masyarakat. Jenis satwa kelas primata diwakili oleh Siamang (Symphalangus sundactylus). Jenis Ungko (Hylobates agilis) merupakan "raja" pepohonan karena kepandaiannya melakukan atraksi (pergerakan di pohon). Jenis satwa kera ekor panjang (macaca nemestrina) dapat dijumpai di dekat pemukiman penduduk. Jenis Primata yang cantik yaitu Simpei (Presbytis melapophos) umum dijumpai dipohon yang sedang berbuah. Keseluruhan jenis satwa kelas mamalia di TNKS mencapai 36 jenis, kurang lebih 24 jenis diantaranya adalah satwa langka yang dilindungi. Sedangkan jenis burung tercatat 140 jenis burung (Avifauna) dengan jenis penting diantaranya burung air diwakili oleh Kuntul/Bangau (Egretta inttermedia), bangsa burung pemangsa siang diwakili oleh Elang (Halistur indus), dan Ulung ulung (Spilornis cheela), Burung pemangsa malam diwakili oleh Burung Hantu (Otus scops) dan lainnya. Jenis satwa kelas reptilia antara lain biawak (Varanus salvator), dan beberapa jenis ular, misalnya ular sanca (Phyton reticulatus). Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi, penyebaran dan produktivitas satwaliar. Habitat yang mempunyai kualitas yang tinggi nilainya diharapkan pula akan meng-hasilkan kehidupan satwaliar yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, habitat yang rendah kualitasnya akan menghasilkan kondisi populasi satwaliar yang rapuh (daya reproduksi rendah dan mudah terserang penyakit). Untuk mendapatkan kualitas kehidupan satwaliar seperti yang kita inginkan diperlukan kegiatan pengelolaan habitat. Pola penggunaan ruang merupakan keseluruhan interaksi antara satwa dengan habitatnya Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas berbagai komponen dan

III17

dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar. Komponen fisik penyusunan habitat tersebut terdiri atas air, udara, iklim, topografi, tanah dan ruang, sedangkan komponen biotiknya meliputi vegetasi, mikro fauna dan makro fauna serta manusia yang merupakan satu kesatuan dan berinteraksi satu dengan lainnya membentuk suatu habitat tertentu. Habitat mempunyai peranan penting untuk mendukung kehidupan satwaliar. Kuantitas dan kualitasnya perlu dijaga kelestariannya, sehingga tetap berfungsi sebagai tempat mencari makan, minum, berkubang, tidur, istirahat, berlindung dan berkembangbiak. Pertumbuhan dan perkembangan populasi manusia seringkali mendesak habitat satwaliar, yang pada akhirnya memberikan dampak negatif bagi kehidupan mereka. Upaya perlindungan habitat satwaliar mencakup aspek yang luas dan kompleks, meliputi penetapan daerah-daerah perlindungan (suaka alam), pengelolaan (mengatur kombinasi faktor fisik dan biotik lingkungan sehingga dicapai suatu kondisi yang optimal bagi perkembangan populasi satwaliar), dan melindunginya dari desakan dan gangguan manusia, termasuk pencemaran lingkungan. Sebagian besar (70%) habitat dari satwaliar merupakan kawasan hutan. Oleh karena itu wajar jika kelestarian satwaliar sangat berkaitan dengan pengelolaan hutan. Kawasan hutan yang berstatus suaka alam dan taman nasional, termasuk hutan lindung, akan menjadi faktor penentu untuk menjamin kelestarian satwaliar dimasa mendatang. Bagi hutan produksi perlu dicarikan suatu pola pengelolaan yang dapat dikombinasikan dengan pelestarian satwaliar. Bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan meningkatnya sumberdaya yang dikonsumsi sehingga menyebabkan habitat yang semula tidak terusik telah menyusut secara drastis. Penyebab kerusakan habitat adalah industri berskala besar dan kegiatan komersial yang berhubungan dengan ekonomi global, seperti pertambangan, peternakan, perikanan komersial, pengusahaan hutan, perkebunan, industri dan pembangunan dam yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Program transmigrasi, juga mengakibatkan kerusakan dan perubahan besar pada penggunaan tanah hutan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan atau kerusakan habitat, yaitu: karena bencana alam, kegiatan manusia (eksploitasi hutan). Salah satu ancaman besar bagi keanekaragaman hayati termasuk satwa liar di dalamnya adalah fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat merupakan sebuah proses dimana sebuah kawasan yang kontinu dan luas dari sebuah habitat berkurang dalam kawasan dan terbagi menjadi dua atau lebih fragmen (petak). Ketika habitat dirusak, sering ada sebuah petak kerja dari fragmen-fragmen habitat yang tertinggal. Frgamen-frgamen dari habitat asli ini sering terisolasi dari yang lainnya oleh bentang alam (landscape) yang terdegradasi dan termodifikasi secara besar. Untuk kepentingan penyelamatan keanekaragaman hayati pada masa mendatang yang akan memegang peranan lebih penting lagi dalam pembangunan karena kebutuhan dunia akan bahan-bahan hayati baru untuk obat, varietas baru tanaman pertanian dan ternak, proses industri dan pengolahan makanan. Dari segi ekosistem, spesies maupun genetik masih cukup mengkhawatirkan seperti sekarang ini. Berbagai faktor, di antaranya eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan, kerusakan habitat alami akibat tekanan akan lahan bagi pembangunan dan pertanian, perkebunan, pencemaran sungai, lahan basah serta lautan, dan introduksi spesies eksotik telah menyebabkan degradasi keanekaragaman hayati. Pelestarian

III18

keanekaragaman hayati perlu segera diambil. Tujuan umum konservasi keanekaragaman hayati adalah mengelola kekayaan hayati ini secara berkelanjutan dengan asas daya dukung sumberdaya, peran serta masyarakat, pembagian keuntungan yang adil serta pengetahuan yang holistik. Mengingat pentingnya keanekaragaman hayati bagi kehidupan maka perlu dilakukan upaya konservasi (save it, study it dan use it) terutama untuk memberikan perlindungan terhadap habitat, flora dan fauna yang terancam punah. Tabel 3-6Kawasan Hutan Lindung di Provinsi Jambi Kawasan Lindung TN Kerinci Seblat TN Bukit Tiga Puluh TN Bukit Dua Belas TN Berbak CA Hutan Bakau Pantai Timur CA Hutan Bulian Luncuk Tahura Sultan Thaha Syaifuddin TWA Bukit Sari Tahura Senami Hutan Lindung Gambut Luas Kawasan 1.389.509,87 Ha 144.223 Ha 60.500 Ha 162.700 Ha 6500 Ha 7480 Ha 60500 Ha 300 Ha 15830 Ha 15965 Ha

Gambar 3-10 Peta kawasan konservasi Provinsi Jambi

III19

3.2.9. Eksploitasi Sumberdaya Alam (Pertambangan Batubara) Masalah eksploitasi sumberdaya alam yang berhubungan dengan sumberdaya alam batubara, merupakan masalah yang krusial di Provinsi Jambi, karena maraknya penambangan yang mensisakan reklamasi yang belum selesai. Terdaftar ada 132 perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi dan beberapa kuasa pertambangan tumpang tindih dan memicu konflik lahan.

Gambar 3-11 Peta lokasi izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Jambi 3.2.10. Pencemaran Hasil analisis pemantauan Sungai Batanghari dengan metode Tahun 2009 sampai dengan Juli 2011 menunjukkan, bahwa untuk mutu keadaan sungai Batanghari adalah tercemar sedang. Dari 29 parameter rata-rata menunjukkan cemar ringan dan sedang, sementara 3 menunjukkan cemar berat (parameter Fecal coli, Total coli dan TSS). Storet dari air kelas II yang diuji, parameter

Tingginya angka ketiga parameter menggambarkan besarnya bahan-bahan buangan organik dalam sungai yang bersumber dari buangan limbah domestic, industry dan kegiatan lainnya di pinggir sungai Batanghari. Selain pemantauan, hasil penghitungan beban pencemaran yang masuk ke badan air Sungai Batanghari Tahun 2010 (daerah kajian adalah dari Kabupaten Solok Selatan sampai Kabupaten Tebo) menunjukkan adanya kelebihan beban pencemar sebagai berikut: 1. Beban pencemar untuk parameter TSS telah terlampaui sebesar 309,27 ton/jam, dimana daya tampung sungai adalah 192,79 ton/jam sedangkan beban pencemar yang masuk kesungai adalah 502,06 ton/jam.

III20

2. 3.

Beban pencemar yang diterima sungai untuk parameter BOD adalah 245,40 ton/jam, daya tampung sungai 92,18 ton/jam, sehingga sungai telah menerima kelebihan beban sebesar 153,22 ton/jam. Beban pencemar yang diterima sungai untuk parameter COD adalah 515,65 ton/jam, daya tampung sungai sebesar 428,47 ton/jam sehingga sungai menerima kelebihan beban sebesar 87,19 ton/jam.

III21

Hasil pemantauan udara ambient di Provinsi Jambi untuk 4 parameter di 11 kabupaten/kota rata-rata menunjukkan keadaan yang masih baik (dibawah baku mutu). Pencemaran udara di Provinsi Jambi rawan terjadi pada musim-musim tertentu terkait dengan kebakaran lahan dan hutan. Data ISPU dari stasiun Kota Jambi pada Tahun 2010 sampai September 2011 adalah baik atau sedang, dan hanya di bulan September 2011 saja nilai ISPU mencapai kategori tidak sehat. Tabel 3-7 Nama perusahaan pertambangan batubara di Provinsi Jambi
No Nama perusahaan Batang Hari 1. PT. SAWINDO PELITA CEMERLANG 2. PT. INTIRTA PRIMA SAKTI 3. 4. PT. KURNIA ALAM INVESTAMA PT. BUBUHAN SEJAHTERA PT. BUBUHAN SEJAHTERA MULTI lokasi Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tanbang Batubara Dokumen AMDAL AMDAL KA-ANDAL KA-ANDAL Keterangan Desember 2008 dalam proses Lokasi Mersam/20 10 Lokasi Bajubang dan Pemayung/ 2010 Juni 2008/ Tidak Operasi 2009 Oktober 2008/belu m operasional Tahun 2010 Dalam Proses Dalam proses Tahun 2008

5.

MULTI

Tanbang Batubara

KA-ANDAL

6.

PT. INTI BARA NUSALIMA

Tambang Batubara

AMDAL

7.

PT. SARWA BUMI

SEMBADA

KARYA

Tambang Batubara

AMDAL

8. 9. 10. 11.

PT. NAN RIANG PT. BANGUN WAHANA LINGKUNGAN LESTARI PT. BUMI BARA MAKMUR MANDIRI PT. SUNGAI BELATI COAL

Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Stockpile batubara dan Dermaga di desa

AMDAL KA-ANDAL KA-ANDAL UKL-UPL

III22

No 12.

Nama perusahaan PT. BANGUN INDONESIA ENERGY

lokasi Jebak Stockpile batubara didesa Koto boyo

Dokumen UKL-UPL

Keterangan Tahun 2008

MuaroJambi 1. PT.GLOBALINDOALAMLESTARI

2.

PT.GLOBALINDOALAMLESTARI

3. 4. 5.

PT.GLOBALINDOALAMLESTARI PT.GLOBALINDOALAMLESTARI PT.AGROPANTESMAKMUR

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.

CV.CRISTAJAYAPERKASA PT.BARARAYAPERSADA PT.GEALESTARI PT.BUMIBORNEOINTI PT.AGROPANTESMAKMUR PT.CRISTARAYAPERKASA PT.MANGGALABARAHUTAMA PT.DIPTANUSAANTARA PT.GEALESTARI PT.HEEZABARAHARUM PT.HEEZABARAHARUM PT.HAIKALABADI PT.HAIKALABADI PT.SINARBAKTISUKSES PT.ANUGRAHPRASASTIJAMBI PT.BANGUNENERGYINDONESIA PT.BANGUNENERGYINDONESIA PT.AMANAHBARATUNGGAL PT.TRIADATQUANTUM

Lokasi Ds. Tanjung AMDAL PauhKec.Mestong dalam proses Lokasi Ds. Suka Damai, Kec. Mestong Lokasi Ds. Desa BaruKec.Mestong Lokasi Ds. Nyogan, Kec.Mestong Lokasi Ds. Nyogan, AMDAL Kec.Mestong Dalam proses Kec.Mestong DPPL Kec.Mestong AMDAL* Ds. Tanjung Pauh AMDAL* Kec.Mestong Ds. Sungai Gelam, Kec.SungaiGelam Kec.Mestong Kec.Mestong Kec.Mestong Kec.SungaiBahar Kec.Mestong

1000Ha

1000Ha

1000Ha 1000Ha 954Ha

3000Ha 3500Ha 3500Ha 1000Ha Eksplorasi 3000Ha Eksplorasi 5000Ha Eksplorasi 3500Ha Eksplorasi 5000Ha Eksplorasi 5000Ha Eksplorasi 1500Ha Eksplorasi 1500Ha Eksplorasi 5541Ha Eksplorasi 5000Ha Eksplorasi 2000Ha Eksplorasi 2000Ha Eksplorasi 2000Ha Eksplorasi 2000Ha Eksplorasi 2000Ha Eksplorasi

Kec. Jambi Luar Kota Kec.SungaiBahar Kec.Mestong Kec.SungaiBahar Ds. Sumber Agung Kec.Sei.Gelam Ds. Sumber Agung Kec.Sei.Gelam Ds. Suak Putat Kec. Sekernan Ds.Tj.Lanjut Kec.Sekernan Ds. Sumber Agung Kec.Sei.Gelam Ds. Sumber Agung

III23

25. 26
Tebo 1.

PT.TRIADATQUANTUM PT.TRIADATQUANTUM

Kec.Sei.Gelam Ds. Talang Kerinci Kec.Sei.Gelam Ds.SebapoKec. Mestong


Tambang Batubara Tambang Batubara AMDAL

2000Ha Eksplorasi 1000Ha Eksplorasi 1000Ha


-

PT. GLOBALINDO ALAM LESTARI

2.

PT. ASIA MULTI INVESTAMA

KA-ANDAL

Bungo 1. PT. KUANSING INTI MAKMUR Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara PUTRA Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang AMDAL -

2.

PT. BUMI BARA PERKASA

UKL-UPL

3.

PT. KOPTAN MARBATU

UKL-UPL

4.

PT. INTRA NUSANTARA

WAHANA

UKL-UPL

5.

PT. SATRIA GILANG MANDIRI

UKL-UPL

6.

PT. BUNGO UTAMA

DANI

MANDIRI

UKL-UPL

7.

PT. BARA NUSANTARA

ANUGRAH

UKL-UPL

8.

PT. BARA ADHIPRATAMA

UKL-UPL

9.

PT. DEKALINDO MAKMUR

SUMBER

UKL-UPL

10.

PT. GEMARI BUMI PUSAKO

UKL-UPL

11.

PT. TANJUNG BATANG ASAM

UKL-UPL

12.

PT. SUNGAI PANGEAN JAYA

UKL-UPL

13.

PT. MARGA BARA TAMBANG

UKL-UPL

14.

PT. TANJUNG UTAMA

BELIT

BARA

UKL-UPL

15.

PT. ALTRA KARTIKA SEJAHTERA

UKL-UPL

16.

PT. SUMBER WAHYU AGUNG

UKL-UPL

17.

PT. DAYA BARA NUSANTARA

UKL-UPL

III24

Batubara 18. PT. SUMATERA COAL PERSADA Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara UKL-UPL -

19.

PT. INTI BARATAMA ANUGRAH

UKL-UPL

20.

PT. BARATAMA REZEKI ANUGRAH SENTOSA UTAMA PT. BUNGO BARA UTAMA

UKL-UPL

21.

UKL-UPL

22.

PT. BOAS MINERAL BERSINAR

UKL-UPL

Sarolangun 1. PT. SUNGAI BELATI COAL Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Kali Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Batu AMDAL

2.

PT. ANUGRAH JAMBI COALINDO

UKL-UPL

3.

PT. SINAR ANUGRAH SUKSES

UKL-UPL

4.

PT. GRAHA CIPTA MITRA JAYA

UKL-UPL

5.

PT. SINAR BAHARI CERIA

UKL-UPL

6.

PT. BAKTI PERTIWI SEJAHTERA

KA-ANDAL

7.

PT. MINIMEX

KA-ANDAL

Kec. Mandiangin

8.

PT. SELUNA PRIMA COAL

KA-ANDAL

9.

PT. SINAR WIJAYA PRATAMA

KA-ANDAL

10.

PT. ANDIKA YOGA PRTAMA

KA-ANDAL

11.

PT. CITRA SEGARA PRATAMA

KA-ANDAL

12.

PT. SUNGAI BELATI COAL

KA-ANDAL

Lokasi Pauh

13.

PT. BAKTI SEJAHTERA

SAROLANGUN

KA-ANDAL

14.

PT. JAMBI PRIMA COAL

KA-ANDAL

15.

PT. KARYA BUMI BARATAMA

KA-ANDAL

16.

PT. MARLIN SERANTAUAN ALAM

KA-ANDAL

III25

17.

PT. BAKTI SAROLANGUN

Tambang Batubara Tambang Batubara

KA-ANDAL

18.

PT. SUNGAI BELATI COAL

UKL-UPL

Lokasi Kel, Sarolangun Kembang Lokasi Mandiangin Selatan

20.

PT. MINIMEX INDONESIA

Tambang Batubara

UKL-UPL

21.

PT. ANUGRAH CIPTA PERMAI

Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara Tambang Batubara

UKL-UPL

22.

PT. SAROLANGUN PRIMA COAL

UKL-UPL

23.

PT. SURYA GLOBAL MAKMUR

UKL-UPL

24.

PT. TAMOTAMA INTERNATIONAL

MAS

UKL-UPL

Merangin 1. PT. SITASA Tambang Besi Tambang Batubara Tambang Batubara Bijih AMDAL -

2.

PT. PSM

AMDAL

3.

PT. ANTAM

Penyelidikan

Tanjabbar 1. PT. GLOBAL PUTRA PERKASA Desa Kambing Merlung Lubuk Kec. KA-ANDAL AMDAL dalam proses

2.

PT. PANDAMASSAKTI

Ds. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam Ds. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh Ds. Dusun Mudo Kec. Merlung De. Lubuk Bernai Kec. Batang Asam Ds. Penyabungan Kec. Merlung Ds. Suban Kec. Batang Asam Ds.Lubuk Bernai, Kec. Batang Asam Ds. Lubuk Bernai,

UKL-UPL

Operasi Produksi Eksploitasi

3.

CV. CHANDRA JAYA

UKL-UPL

4.

PT. ALDIRONPETRA

UKL-UPL

Eksploitasi

5.

PT. WAHANA ALAM LESTARI

Eksplorasi

6.

PT. SEMBILAN SETIA MITRA

Eksplorasi

7.

PT. SOKKI PRIMA COAL

Eksplorasi

8.

PT. SINAR NATUNA

Penyelidikan Umum Eksplorasi

9.

PT. PANDAMAS SAKTi

10.

PT. SAKTI KING

UKL-UPL

Penyelidikan

III26

Kec. Tungkal Ulu 11. PT. BHUMINDO MARJAYA SATAHI Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh Ds. Suban, Kec. Batang Asam Ds. Dusun Mudo Kec. Muara Papalik Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh Ds. Lubuk Kambing Kec. Renah Mendaluh Ds.Lubuk Bernai, Kec. Batang Asam Ds. Suban Tungkal Ulu Ds. Kambing Merlung Ds. Suban Tungkal Ulu Ds. Kambing Merlung Kec. -

Umum Eksplorasi

12.

PT. GEOMINERAL PERKASA PT. GEOMINERAL PERKASA

BARA

Eksplorasi

13.

BARA

Eksplorasi

14.

PT. NUSA BARA RAYA

Eksplorasi

15.

PT. BUMI ANDALAN PERSADA

Eksplorasi

16.

PT. INDO COAL MINERAL

17.

PT. BUMI INDO POWER

18.

PT. TITIAN REZEKI

Eksplorasi

19.

PT. CITRA TAMBANG RIAU

Lubuk Kec.

Eksplorasi

20.

PT. TUBMAS

Kec.

Eksplorasi

21.

PT. STAR NICKEL INDONESIA

Lubuk Kec.

Penyelidikan Umum

22.

PT. NATUNAS ENERGI

Hampir seluruh lokasi di Provinsi Jambi wilayah barat, Tengah dan Timur di dominasi dengan pertambangan batubara dan pertambangan ini dilakukan dengan sistem terbuka (open pit mining). Sistem ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan yang besar bila dibandingkan dengan sistem terowongan bawah tanah seperti di China. maka perlu ada solusi keberlanjutan untuk menyeimbangkan nilai ekonomi batubara dengan nilai sosial dan lingkungan. Kesimbangan yang tidak tercapai pada akhirnya akan menjadi bencana.

III27

5 4.1. Proses Pengkajian


Hasil workshop pelingkupan

4 BAB IV PENGKAJIAN

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Pemantapan isu-isu pembangunan berkelanjutan

Apresiasi dokumen K,R,P terkait Provinsi Jambi

IdentifikasiprogramRTRWyang memilikidampakterhadapisuisu pembangunanberkelanjutan

Analisis baseline data

Workshop Pengkajian Diskusi Pemangku Kepentingan Masukan konsultan internasional dan nasional Verifikasi Analisis Baseline Data

Kesepakatan isu-isu strategis KLHS

Identifikasi program RTRW yang memiliki dampak terhadap isu-isu strategis KLHS

Dampak program terhadap isu-isu strategis

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Bagan 4.1. Bagan alir proses pengkajian Tahapan berikutnya setelah pelingkupan adalah pengkajian. Pada tahap ini dilakukan beberapa kajian, yaitu: 1. Analisis baseline data terhadap isu-isu pembangunan berkelanjutan hasil workshop pelingkupan. Analisis dilakukan untuk melihat kondisi masa lalu, masa sekarang dan prediksi masa depan dalam kondisi bussiness as ussual. Hasil analisis baseline data diverifikasi kepada pemangku kepentingan pada saat workshop pengkajian dan hasilnya digunakan untuk menentukan isu-isu strategis KLHS.

IV1

2.

Apresiasi terhadap kebijakan, rencana dan program yang terkait Provinsi Jambi baik di tingkat nasional, regional maupun provinsi Jambi sendiri. Dokumen yang diapresiasi adalah Raperpres RTR Pulau Sumatera, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera, Raperda RTRW Provinsi Jambi dan RPJM Provinsi Jambi. Identifikasi dampak program dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi terhadap isu-isu strategis dan Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera.

3.

Tahap pengkajian awal dilakukan di studio oleh Tim KLHS RTRW Provinsi Jambi dengan mendapat bimbingan dari konsultan KLHS nasional. Pada kerja studi ini tim mencoba melakukan analisis baseline data dengan mengandalkan data yang tersedia baik dari Bappeda, BLHD, SKPD lain dan LSM, melakukan apresiasi terhadap dokumen kebijakan, rencana dan program yang terkait dengan Provinsi Jambi, dan melakukan identifikasi program dalam Raperda RTRW Jambi yang memiliki kaitan/hubungan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan. Identifikasi program dalam Raperda RTRW Jambi yang memiliki kaitan/hubungan dengan isu-isu pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk memilah program mana saja dalam Raperda RTRW yang terkait dengan isu-isu, sehingga pada saat pengkajian dampak bersama pemangku kepentingan dapat lebih fokus dan efektif. Dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi terdapat 66 program, tim KLHS melihat bahwa tidak semua program terkait dengan isu-isu, maka dilakukanlah penapisan terhadap program-program tersebut dengan menggunakan matriks identifikasi. Matriks menilai keterkaitan antara program dengan isu-isu menggunakan simbol (+) menunjukkan adanya keterkaitan positif; (-) menunjukkan adanya keterkaitan negatif dan (0) menunjukkan tidak adanya keterkaitan. Setelah dilakukan identifikasi, maka didapatkan 41 program yang memiliki keterkaitan dengan isu-isu. Kemudian disepakati untuk menambahkan parameter keterkaitan program dengan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Hutan /konservasi/cagar alam/suku anak dalam Lahan kritis Pemukiman Lereng Kawasan tanaman pangan produktif Kapadatan penduduk

Dengan menambahkan parameter di atas, didapatkan hanya 24 program yang akan diverifikasi bersama pemangku kepentingan pada workshop pengkajian. Dalam workshop pengkajian, tim KLHS memaparkan kembali hasil pelingkupan, memaparkan hasil analisis baseline dan daftar program yang akan dikaji sekaligus melakukan verifikasi kepada pemangku kepentingan. Verifikasi menghasilkan beberapa perbaikan, diantaranya adalah: 1. 2. Penambahan informasi baseline data dari SKPD yang hadir dan LSM Disepakati bahwa dengan berdasarkan hasil telaah baseline data terhadap daftar isu-isu hasil pelingkupan dan diskusi pemangku kepentingan, isu strategis KLHS adalah (1) jalur distribusi (2) alih fungsi lahan.

IV2

3.

Dengan sudah adanya isu strategis, maka dilakukan kembali penapisan program dalam Raperda RTRW yang terkait dengan isu strategis, menggunakan matriks. Hasilnya adalah 4 program yang akan diidentifikasi dampaknya.

4.2. Kajian Dampak Kebijakan, Rencana dan Program 4.2.1. Telaah Kebijakan, Rencana dan Program Terkait Provinsi Jambi A. Raperpres Pulau Sumatera Raperpres RTR Pulau Sumatera disusun oleh Tim Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Penyusunan RTR Pulau Sumatera telah didampingi oleh proses KLHS yang diprakarsai oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Apresiasi patut diberikan kepada proses penyusunan raperpres RTR Pulau Sumatera. Beberapa rekomendasi KLHS Raperpres RTR Pulau Sumatera telah diintegrasikan ke dalam Raperpres RTR Pulau Sumatera versi terakhir, diantaranya yang terkait dengan memasukkan kebijakan tentang kawasan koridor penghubung antara kawasan suaka alam dan pelestarian alam. Dalam versi terakhir Raperpres RTR Pulau Sumatera, beberapa kebijakan terkait Provinsi Jambi adalah: 1. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan perkebunan 2. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan perikanan 3. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan pertambangan 4. Pengembangan PKN sebagai pusat pengembangan industri pengolahan sektor unggulan kehutanan 5. Pengembangan PKN dan PKW sebagai pusat tujuan wisata dan kawasan pariwisata berbasis alam, budaya, dan meeting-incentive-conventionexhibition 6. Pengembangan jaringan jalan nasional untuk menghubungkan kawasan perkotaan 7. Pengembangan dan pemantapan akses pelayanan infrastruktur transportasi jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer, dan jaringan jalan strategis nasional pada Jaringan Jalan Lintas Timur Pulau Sumatera, Jaringan Jalan Lintas Tengah Pulau Sumatera, Jaringan Jalan Lintas Barat Pulau Sumatera, dan Jaringan Jalan Pengumpan Pulau Sumatera sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup 8. Perwujudan jaringan jalur kereta api Trans Sumatera dengan memperhatikan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan kawasan lindung 9. Pengembangan infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi yang mengintegrasikan fasilitas produksi, pengolahan dan/atau penyimpanan, hingga akses menuju perkotaan nasional dalam mendukung sistem pasokan energi nasional 10. Rehabilitasi kawasan hutan lindung yang mengalami deforestasi dan degradasi 11. Pemertahanan, pelestarian, dan pengembangan kawasan koridor penghubung antara kawasan suaka alam dan pelestarian alam serta pengendalian pemanfaatan ruang kawasan budi daya yang dilintasi koridor ekosistem

IV3

B. MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) memiliki semangat Not Business as Usual. Semangat ini tercermin dari sejak proses penyusunannya di mana rumusan strategi dan kebijakan yang awalnya disusun oleh Pemerintah diperkaya dengan mendengarkan pandangan dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, terutama dari dunia usaha, melalui serial dialog intensif, interaktif dan partisipatif. Penyusun kebijakan ini adalah Pemerintah bersama dengan Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan Komite Inovasi Nasional (KIN) dan didukung oleh pemangku kepentingan dari sektor, asosiasi profesi , pimpinan pelaku usaha (CEO), para pakar dan akademisi, serta pejabat senior pemerintah. Dengan semua proses yang interaktif dan partisipatif ini, diharapkan terbentuk suatu ownership yang tinggi terhadap MP3EI serta terbangunnya komitmen bersama dari berbagai pihak pemangku kepentingan untuk mensukseskan keberhasilan MP3EI. Dengan demikian, semangat Not Business as Usual akan terus berlanjut untuk terus melakukan berbagai terobosan dalam rangka percepatan transformasi ekonomi Indonesia demi mencapai visi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, maju, adil, makmur. Bila meilhat latar belakang di atas nampak jelas bahwa MP3EI adalah kebijakan yang sangat ekonomi mengesampingkan aspek sosial dan lingkungan. Rencana-rencana yang terdapat dalam MP3EI sebagian besar merupakan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan arus distribusi barang antara pusat-pusat produksi ke pusat-pusat distribusi dan konsumen. Pada beberapa kawasan dapat menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan dari pelaksanaan MP3EI apabila Pemerintah tidak antisipatif menyusun rencana kerja detil untuk mewujudkan MP3EI. Tekanan-tekanan terjadap lingkungan akan terjadi pada wilayah pulau-pulau besar yang masih memiliki kawasan hutan dan pesisir, sedangkan tekanan-tekanan sosial dapat muncul pada kawasan dengan sistem nilai budaya khusus seperti Papua. Sehingga MP3EI harus didampingi dengan KLHS agar dapat teridentifikasi dampak-dampaknya dan dapat diantisipasi dengan mitigasi atau alternatif program. Kebijakan MP3EI yang terkait dengan Provinsi Jambi adalah 1. Provinsi Jambi sebagai salah satu dari sebelas pusat ekonomi merupakan bagian dari Koridor Ekonomi Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional yaitu simpul kelapa sawit, simpul karet dan simpul batubara. Identifikasi investasi infrastruktur yang akan dilakukan di Provinsi Jambi adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Pembangunan jalan Trans Sumatera sepanjang 1.580 Km pada tahun 2012 Pembangunan jalan Berbak-Ujung Jabung pada tahun 2015 Pembangunan jalan di Kebupaten Merangin tahun 2015 Pembebasan lahan seluas 2.000 Ha pada tahun 2013 Pembangunan sekolah SMK pada tahun 2013 Peningkatan ruas jalan Muaro jambi Pelabuhan Muara Sabak sepanjang 43 Km pada tahun 2011 Pembangunan transmisi listrik pada tahun 2011 Pembangunan PLTP Sungai Penuh 2x55 MW pada tahun 2011 Pengembangan bandara Sultan Thaha pada tahun 2011

2.

IV4

Koridor Sumatera

Usulan tambang batubara di Jambi

IV5

Dari daftar rencana MP3EI di Provinsi Jambi maka yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah mengenai rencana pembangunan jalan di Provinsi Jambi. Hal ini penting mengingat rencana tersebut akan melewati kawasan hutan. Adanya keinginan untuk mempertahankan satwa endemik Sumatera di Jambi, maka perlu difikirkan rencana pembangunan jalan yang akomodatif dengan lingkungan dan juga sosial. Pemerintah Provinsi Jambi diharapkan dapat memprakarsai KLHS untuk rencana pelaksanaanprogramMP3EI yangdiperkirakan akan memiliki dampaklingkungan. C.VisiJambidalamPetaJalanEkosistemSumatera
Pembangunan berkelanjutan perlu didasari visi baru. Yaitu visi yang paradigma utamanya adalah pelestarian sumber daya alam. Visi lama yang mempertentangkan pelestarian dengan pembangunan harus ditinggalkan. Konservasi sebagai paradigma pembangunan berkelanjutan berperan besar dalam transformasi pulau Sumatra. Karenanya, upaya menyejahterakan masyarakat perlu disatukan dengan upaya menghemat sumber daya alam. Terkait Pulau Sumatra, adalah Forum Tata Ruang Sumatera (ForTRUST), yang anggotanya terdiri dari lembagalembaga tinggi, yang non pemerintah (NGO) Visi dan perwakilanperwakilan perguruan mengembangkan Ekosistem

Sumatra. Tujuannya, membangun pola ruang Pulau Sumatra yang berbasis ekosistem, yang mengakomodasi kepentingan manusia dan makhluk lainnya yang hidup dalam wilayah yang sama. Dasar penyusunannya adalah kondisi ekosistem Sumatra yang telah turun kualitasnya sampai pada tingkat terancam, yang karenanya perlu upaya untuk mencegah laju kerusakannya dengan menyusun Peta Jalan ekosistem Sumatera

IV6

Apresiasi disampaikan karena Peta Jalan Ekosistem Sumatera telah disepakati oleh 10 Gubernur se-Sumatera, kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Dalam Negeri. Dengan adanya kesepakatan ini terbuka jalan bagi aspek lingkungan dan sosial untuk lebih dipertimbangkan dalam tata ruang di Pulau Sumatera. Khusus untuk Provinsi Jambi, Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera merupakan bagian dari kawasan koridor RIMBA (Riau-Jambi-Sumatera Barat) yang telah di umumkan sebagai model dalam penerapan tata ruang berbasis ekosistem pada tanggal 11 Mei 2010, bersamaan dengan peluncuran dokumen Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumtera oleh Kementerian Lingkungkungan Hidup, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA terdiri dari 19 Kabupaten yang berada dalam 3 Propinsi (Riau, Jambi dan Sumatera Barat)

IV7

Dalam Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatra telah disepakati beberapa rencana aksi (Action Plan), yaitu: 1. 2. Restorasi : Merestorasi hutan alam yang sudah rusak Pengelolaan Ekosistem Penting : Mengupayakan perlindungan hutan alam dan ekosistem sensitif dalam rangka meningkatkan daya dukung ekosistem pulau Sumatra. Model Insentif: Mengembangkan model insentif dan disinsentif untuk mendorong pemerintah daerah melakukan kegiatan konservasi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi daerah.

3.

IV8

4.2.2. Telaah dampak program terhadap isu-isu strategis Dalam workshop pengkajian yang dilakukan bersama pemangku kepentingan, diperoleh dafatar perkiraan dampak dari program yang ada di Raperda RTRW Provinsi Jambi. Berikut adalah perkiraan dampak dari program terhadap isu strategis. A. Dampak program terhadap isu strategis alih fungsi lahan No 1 Program Perkebunan Primer Konflik lahan DAMPAK Sekunder Rawan sosial

2 3 4 Pertambangan

Lahan pangan berkurang Areal hutan berkurang Kerusakan lahan ex pertambangan

Stock pangan berkurang Erosi meningkat Biodiversity berkurang Lahan pertanian berkurang Kualitas air di tempat tertentu menurun Keragaman hayati dan fauna

Tersier Pertikaian Ketidakpercayaan Keamanan dan Kenyamanan terganggu Rawan pangan Ketersediaan air bersih berkurang Flora dan fauna alami musnah

Pencemaran

Ketersediaan air bersih berkurang Erosi meningkat

Pengembangan Kawasan Hutan

Hutan tanaman dan hutan

IV9

Program Jalur Penghubung Pusat Ekonomi (MP3EI)

Perujudan sistem Prasarana Tranportasi (Jalan Nasional SengetiTanjabar

tanaman industri Membendung aliran air, memutus koridor satwa,memutus akses pemukiman masyarakat dan perkebunan rakyat Koridor satwa terganggu

berkurang Menimbulkan genangan, satwa setress, penurunan aksess

Satwa stress

Banjir, satwa mati, aksess masyarakat terputus, perdagangan dan jasa masyarakat di sepanjang koridor jalan lama akan colappse Satwa punah, konflik satwa dan manusia

B.

Dampak program terhadap isu strategis jalur distribusi DAMPAK Sekunder Kerusakan jalan

Program Perkebunan

Primer Peningkatan volume pemanfaatan jalan

Pertambangan

Peningkatan volume pemanfaatan jalan

Kerusakan jalan

Tersier Distribusi terhambat, biaya produksi meningkat Distribusi terhambat, biaya produksi dan distribusi meningkat, konflik sosial

4.2.3. Telaah dampak program terhadap Visi Jambi dalam Peta Jalan Ekosistem Sumatera WWF Indonesia memberi dukungan kajian analisis ruang untuk melihat dampak dari kebijakan, rencana dan program yang terkait di Provinsi Jambi dan juga dalam raperda RTRW Provinsi Jambi terhadap Peta jalan Ekosistem Sumatera. Kajian yang dilakukan adalah melakukan superimposed antara Integrasi Vision Sumatra & Rimba terhadap : 1. 2. 3. 4. 5. Ijin HTI Ijin Perkebunan Ijin Tambang Draft Pola Ruang v.2009 & v. 2011 Struktur Ruang (Rencana pembangunan jalan trans Sumatera)

Analisa integrasi peta sebaran ijin HTI terhadap Vision Sumatra dan Area Rimba. Data HTI yang digunakan adalah gabungan data HTI 2009 Dephut dengan data HTI PT WKS (Wira Karya Sakti). Data yang bersumber dari Dephut difilter lagi dengan berdasarkan status aktif dan non aktifnya juga mengeluarkan poligon PT WKS. Dua data tersebut kemudian digabungkan menjadi data HTI yang digunakan sebagai bahan integrasi terhadap Vision Sumatra dan Area Rimba

IV10


Konsesi HTI di bagian utara Jambi (PT WKS) sebagian berlokasi di dalam area Rimba sehingga best management practise sangat penting untuk dipastikan implementasinya, terlebih apabila area konsesi tersebut juga masuk ke dalam kategori area Ekosistem Penting menurut Vision Sumatra. Berdasarkan perhitungan dengan aplikasi GIS, di Kabupaten Merangin, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur terdapat area konsesi HTI yang berlokasi di kawasan Ekosistem Penting sekaligus di dalam area Rimba, dengan masing-masing luas 11.374 Ha, 30.740 Ha, dan 10.770 Ha. Vision Kabupaten Batanghari Merangin Muaro Jambi Jaringan Ekosistem Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo (blank) Kawasan Ekosistem Penting Batanghari Merangin Muaro Jambi 11,374.10 146.72 34,801.65 31,916.66 1,182.66 5,429.18 11,322.28 6,662.80 9,855.54 63,389.58 8,465.57 8,308.26 88.97 5,847.47 Lokasi HTI (Ha) Dalam Rimba Luar Rimba 11,956.69 Total 11,956.69 5,429.18 17,985.08 9,855.54 98,191.23 40,382.23 9,490.92 88.97 5,847.47 11,374.10

IV11

146.72 Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo (blank) Batanghari Merangin Muaro Jambi Kawasan Pembangunan Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo Sarolangun No Data Tanjab Barat (blank) Grand Total 138,730.55 47.57 122.26 6,738.43 669.04 410.70 36.83 179,493.39 602.10 30,740.92 10,770.85 273.59 22,108.65 14,898.11 930.39 974.23 27.66 10,882.81 409.89 4,433.10 2,326.55 72.10 22,108.65 45,639.03 11,701.24 1,247.82 27.66 10,882.81 409.89 5,035.20 2,326.55 119.67 122.26 6,738.43 669.04 410.70 36.83 318,223.94

Analisa integrasi peta sebaran ijin Perkebunan terhadap Vision Sumatra dan Area Rimba. Sebaran data perkebunan yang digunakan mengacu pada peta seperti dibawah ini :

IV12

Vision Sumatra dan batas kawasan Rimba dioverlay dengan data pekebunan dari peta diatas, kemudian diklasifikan sebarannya berdasarkan lokasi terhadap kelas vision sumatra dan posisinya terhadapkawasan Rimba apakah di dalam atau di luar dari kawasan Rimba. Analisa sebaran perkebunan terhadapa kawasan ekosistem penting berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Area ekosistem penting berdasarkan Vision merupakan area yang penting secara biodiversity, terutama karena di area tersebut masih terdapat tutupan hutan alam yang keberadaannya semakin terancam. Berdasarkan overlay data perkebunan terhadap kawasan ini, didapat tabel dan grafik sebagaiberikut:
Vision Kabupaten Batanghari Bungo Kerinci Merangin Kawasan Ekosistem Penting Muaro Jambi Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo (blank) Kawasan Ekosistem Penting Total Perkebunan kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun 28,756.50 5,458.94 598.57 3,976.95 12,961.62 26,175.63 9,090.23 Luas (Ha) Dalam Rimba Luar Rimba 6,067.71 0.11 3,002.73 230.73 1,866.37 4,418.74 1,809.26 4,566.19 21,413.30 758.23 Total 6,067.71 9,090.34 3,002.73 28,987.23 7,325.31 5,017.31 5,786.21 17,527.81 47,588.93 758.23

87,018.44

44,133.37

131,151.81

IV13

Dari hasil analisa, bisa dilihat bahwa Kabupaten Merangin memiliki perkebunan yang berlokasi di dalam Rimba dengan luas sekitar 28.000 Ha dan juga Tanjung Jabung Timur dan Tebo yang masingmasing memiliki perkebunan dalam area Rimba dengan luas 12.900 dan 26.100 Ha. Terutama untuk kabupaten Tebo yang meiliki area perkebunan yang luas di dalam Rimba, tapi juga di luar Rimba yang masih merupakan kawasan ekosistem penting berdasarkan Vision Sumatra (luas 21.000 Ha, sehingga total +/ 47.500 Ha), pada area perkebunan ini sangat penting untuk mengimplementasikan BMP (Best Management Practise) agar terhindar dari upaya ekpansi lahan di sekitarnya terutamaekspansiterhadaparealyangberhutanalam. Analisa sebaran perkebunan terhadap kawasan jaringan ekosistem berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Di area ini, banyak terdapat perkebunan dengan luasan terbesar berada di kabupaten Muaro Jambi (luas 95.400 Ha berada di dalam Rimba). Untuk luasan terbesar perkebunan di luar area Rimba, berlokasi di kabupaten Batanghari (59,900 Ha) dan kabupaten Tanjung Jabung Barat (67.000 Ha). Lebih lengkap adaditabelberikut:
Vision Jaringan Ekosistem Kabupaten Perkebunan Luas (Ha) Luar Rimba 59,984.63 48,361.89 33,041.50 419.35 6,776.85

Dalam Rimba

Total 59,984.63 48,781.24 39,818.35

Batanghari Bungo Merangin

kebun kebun kebun

IV14

Muaro Jambi Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo (blank) Jaringan Ekosistem Total

kebun kebun kebun kebun kebun kebun

95,409.63 3,677.60 43,172.46 35,675.41 2,737.96

32,507.15 54,665.75 67,090.97 15,671.29 47,078.43 2,571.18

127,916.78 58,343.35 110,263.43 51,346.70 49,816.39 2,571.18 548,842.04

262,076.45

286,765.59

IV15

Pada dasarnya, semua perkebunan di area ini perlu menerapkan BMP untuk menuju pengelolaan perkebunan yang lebih lestari dan ramah terhadap kelestarian biodiversity, terutama untuk perkebunan yang berlokasi di area Rimba seperti di kabupaten Muaro Jambi, kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, serta Bungo. Analisa sebaran perkebunan terhadap kawasan pembangunan berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Sebagian besar perkebunan berlokasi di area ini, yang memang secara biodiveristy tidak memiliki nilai yang tinggi sehingga cocok untuk dijadikan area pembangunan atau kegiatan ekonomi. Perkebunan di dalam area Rimba hanya berlokasi di kabupaten Muaro Jambi dengan luasan yang kecil (< 20.000 Ha), sementara di kabupaten lain tidak terdapat perkebunan yang berlokasi di area Rimba, karenamemangtidaksemuakabupatenmasukkedalamkawasanRimba.
Vision Kabupaten Perkebunan Luas (Ha) Dalam Rimba Luar Rimba 119,651.62 216.87 1,573.07 14,195.20 0.01 83.96 449.39 530.13 124,441.56 173,150.65 70,891.18 130,733.06 28.18 27,432.52 159,445.59 12,729.23 Total 119,651.62 124,658.43 174,723.72 85,086.38 130,733.07 112.14 27,881.91 159,975.72 12,729.23

Batanghari Bungo Merangin Muaro Jambi Kawasan Pembangunan Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo (blank) Kawasan Pembangunan Total

kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun kebun

17,048.63

818,503.60

835,552.22

IV16


Analisa integrasi peta sebaran ijin tambang (ijin eksplorasi) terhadap Vision Sumatra dan Rimba, data sudah tersedia tetapi karena keterbatasan waktu pengerjaan selama Workshop ini sehingga belum sempat dilakukan (akan disusulkan bersama dengan hasil analisa sebaran HTI dan Perkebunan). Sebaran data ijin ekplorasi tambang yang digunakan berdasarkan pada peta berikut :

Jenis tambang yang dianalisa adalah emas dan batubara. Data tambang yang digunakan masih berupa ijin ekplorasi sehingga memiliki karakteristik berupa kotakkotak dengan luas wilayah yang cukup luas. Integrasi data tambang dengan Vision

IV17

Sumatra dan Rimba ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah-daerah mana yang terpengaruh oleh ijin ekplorasi dengan melihat pada kelas lahan dari vision sumatra, yaitu kawasan ekosistem penting, kawasan jaringan ekosistem, dan kawasan pembangunan, yang dihubungkan juga dengan lokasi kabupaten di area tersebut. Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan ekosistem penting berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Tabel hasil analisa disajikan sbb : Luas (Ha) Dalam Rimba Luar Rimba Total

Vision

Kabupaten

Tambang

Kawasan Ekosistem Penting Kawasan Ekosistem PentingTotal

Batanghari Bungo Merangin MuaroJambi Sarolangun TanjabBarat Tebo

tambang tambang tambang tambang tambang tambang tambang

11,655.56 27,157.85 66,131.45 24,704.40 48,521.70

25,099.30 183.47 915.16 4,966.85 26,831.40

25,099.30 11,655.56 27,341.32 915.16 66,131.45 29,671.25 75,353.10

178,170.95

57,996.18

236,167.13


Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa di kabupaten Sarolangun terdapat area eksplorasi tambang paling luas sekitar 66.131 Ha yang mana area tersebut juga merupakan kawasan Ekosistem Penting berdasarkan Vision Sumatra dan berlokasi di dalam area Rimba. Disamping kabupaten Sarolangun, kabupaten Tebo juga memiliki area peruntukkan untuk tambang yang cukup luas, yaitu sekitar 48.521 Ha di dalam area Rimba dan sekitar 26.831 Ha di luar area Rimba namun sama-sama di dalam kawasan Ekosistem Penting berdasarkan Vision Sumatra.

IV18


Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan Jaringan Ekosistem berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Tabel sebaran ijin ekplorasi tamban di kabupaten Jambi yang masuk ke dalam kategori Jaringan Ekosistem berdasarkan Vision Sumatra : Luas (Ha) Dalam Rimba Luar Rimba 40,652.18 20,457.22 10,207.92 1,283.49 20,023.74 14,224.79 1,572.06 67,769.22 171.43 1,427.65 7,102.32 166.68 25,962.84 27,708.08 103,191.18 Total 40,652.18 20,628.65 11,635.57 8,385.81 20,190.42 40,187.63 29,280.14 170,960.40

Vision Jaringan Ekosistem

Kabupaten

Tambang

Batanghari Bungo Merangin Muaro Jambi Sarolangun Tanjab Barat Tebo

tambang tambang tambang tambang tambang tambang tambang

Jaringan Ekosistem Total

IV19

Di Kabupaten Bungo, Sarolangun, dan Tanjung Jabung Barat terdapat area ijin eksplorasi yang cukup luas dengan luas masingmasing 20.457 Ha, 20.000 Ha, dan 14.224Ha(semuanyadidalamareaRimba).

Analisa sebaran ijin eksplorasi tambang terhadap kawasan Pembangunan berdasarkan Vision Sumatra dan Rimba. Di kategori Kawasan Pembangunan hampir tidak ada ijin eksplorasi tambang yang berlokasi di dalam area Rimba, kalaupun ada, luasannya sangat kecil sehingga besar kemungkinan merupakan distorsi dari data. Tabel sebagai berikut :

IV20

Luas(Ha) Vision Kawasan Pembangunan Kawasan Pembangunan Total Kabupaten Tambang Dalam Rimba 533.23 433.73 0.97 129.74 1,097.68 LuarRimba Total 83,503.62 17,910.25 36,527.39 54,001.74 552.31 17,297.75

Batanghari Bungo Merangin MuaroJambi Sarolangun Tebo

tambang tambang tambang tambang tambang tambang

83,503.62 17,377.02 36,093.66 54,000.77 552.31 17,168.01

208,695.39 209,793.06

Di kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi terdapat ijin eksplorasi yang cukup luas dengan luasan masing-masing 83.500 Ha dan 54.000 Ha. Yang menarik di kabupaten Sarolangun tidak terdapat area ijin ekplorasi di Kawasan Pembangunan ini tetapi terdapat ijin yang cukup luas di dua kategori lahan yang secara biodiverisity penting yaitu di kategori Ekosistem Penting dan Jaringan Ekosistem.

IV21

Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Pola Ruang prov. Jambi v.2009. Hasil analisa berupa peta-peta berisi informasi sebaran pola ruang v.2009 terhadap 3 kelas dari Vision Sumatra, yaitu Ekosistem Penting (Important Ecosystem), Jaringan Ekosistem (Network connectivity), dan Kawasan Pembangunan (Development), dengan memisahkan pula berdasarkan area yang masuk kedalam wilayah Rimba dan di luar wilayah Rimba.

IV22

Dari tabel di atas, yang perlu diperhatikan adalah Pola Ruang Areal Penggunaan Lainnya yang memiliki luas 118.900 Ha (dalam Rimba) dan 52.100 Ha (luar Rimba) sehingga total sekitar 171.000 Ha APL yang berlokasi di kawasan Ekosistem Penting menurut Vision Sumatra. Hal ini perlu menjadi catatan dan penting untuk ditentukan bagaiman menentukan strategis operasional terhadap kawasan ini, karena APL akan cenderung menuju konversi hutan alam untuk kepentingan kegiatan ekonomi, sedangkan menurut Vision Sumatra, kawasan ekosistem penting berarti di area tersebut memiliki nilai biodiversity yang tinggi.

IV23

Di kategori Jaringan Ekosistem, total luas APL sekitar 314.300 Ha, yang terdiri dari 138.100 Ha di dalam Rimba dan 176.200 Ha di luar area Rimba. Best management practise sangat penting untuk diimplementasikan di area ini karena area dengan kategori Jaringan Ekosistem memiliki nilai biodiversity yang juga penting

IV24

Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Pola Ruang prov. Jambi v.2011. Hasil analisa berupa peta-peta berisi informasi sebaran pola ruang v.2011 terhadap 3 kelas dari Vision Sumatra, yaitu Ekosistem Penting (Important Ecosystem), Jaringan Ekosistem (Network connectivity), dan Kawasan Pembangunan (Development), dengan memisahkan pula berdasarkan area yang masuk kedalam wilayah Rimba dan di luar wilayah Rimba. Peta draft Pola Ruang Jambi v.2011 :

IV25

Dengan draft Pola Ruang versi 2011 seperti ini, terlihat sulit untuk menentukan suatu area cocok untuk peruntukkan tertentu karena pembagian pola ruang yang menjadi 3 kategori besar saja walaupun berdasarkan informasi yang didapat, 3 kategori besar ini (konservasi, produksi, dan distribusi) merupakan arahan secara umum, tetap saja untuk keperluan analisa integrasi dengan Vision Sumatra, informasi arahan lahan yang lebih spesifik dan didukung secara spasial tetap diperlukan. Setelah diintegrasikan dengan Area Ekosistem Penting, draft pola ruang v.2011 ini memiliki kesesuaian yang tinggi di area barat dari provinsi Jambi, yang memang didesain untuk kawasan konservasi. Namun hal ini menjadikan area-area yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi di daerah tengah dan timur Jambi (Bukit Duabelas dan Berbak) menjadi tidak teridentifikasi karena menurut draft pola ruang daerah tengah difokuskan untuk kawasan produksi dan daerah timur untuk kawasan distribusi.

IV26

Dari hasil integrasi, terlihat untuk kawasan Jaringan ekosistem banyak bertampalan dengan Kawasan Produksi yang berlokasi di tengah provinsi dan sebagian besar berlokasi di luar area Rimba. Kawasan distribusi juga memiliki luasan yang cukup besar baik di dalam maupun di luar area Rimba. Strategi operasional di kawasan Jaringan ekosistem terhadap peruntukkan kawasan distribusi dan produksi harus ditentukan secara hati-hati karena jaringan ekosistem merupakan area yang berfungsi sebagai koridor yang menghubungkan kawasan ekosistem penting, sehingga walaupun bila dinilai secara ekosistem tidak setinggi kawasan ekosistem penting tapi fungsinya yang sebagai penghubung menjadikan kawasan ini perlu dikelola secara hati-hati.

IV27

Berdasarkan Vision Sumatra, kelas kawasan pembangunan di provinsi Jambi cenderung berlokasi di bagian tengah provinsi, sehingga menjadikannya cenderung di luar area Rimba. Untuk kawasan produksi dari draft pola ruang sudah sesuai dengan kelas kawasan pembangunan dari Vision Sumatra. Analisa integrasi Vision Sumatra dan Rimba dengan draft Struktur Ruang (Rencana pembangunan jalan Trans Sumatera) Provinsi Jambi. Data draft struktur ruang yang dikaji adalah rencana pembangunan jalan tol dan rencana pembangunan jalan kereta api. Berdasarkan peta berikut, rencana pembangunan jalan tol berlokasi melintasi jalur timur provinsi Jambi dari kabupaten Muaro Jambi hingga ke Tanjung Jabung Barat. Di kabupaten Tanjung Jabung Barat, lintasan jalan tol ini akan sangat berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sementara rencana pembangunan jalan kereta berlokasi dari Kab. Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat, Muaro Jambi, Batanghari, hingga Tebo dan Bungo.

IV28

Rencana jalan tol dan kereta dibuffer dengan jarak masingmasing 500, 1000, dan 3000 meter untuk melihat kategori lahan apa saja yang mengalami dampak dari pembangunanjalantersebut.

IV29

Status terhadap Rimba Dalam Rimba

Vision Jaringan Ekosistem Kawasan Ekosistem Penting

Kabupaten 0 - 500m Tanjab Barat Tanjab Barat Batanghari Muaro Jambi Tanjab Barat Tanjab Barat Batanghari 2,895.00 794.56 55.66 1,433.19 2,595.61 290.38 224.94

Luas (Ha) 1000 500 3000m 1000m 10,845.83 3,256.05 1,068.26 4,147.88 11,598.68 214.57 1,480.35 80.73 2,881.01 777.99 171.45 1,357.06 2,603.81 264.21 209.41

Total Area 16,621.84 4,828.60 1,295.37 6,938.13 16,798.10 769.16 1,914.70 80.73

Jaringan Ekosistem

Luar Rimba

Kawasan Ekosistem Penting

Kawasan Pembangunan

Kota Jambi Muaro Jambi

5,660.79 13,950.12

22,819.14 55,511.51

5,653.82 13,918.75

34,133.74 83,380.38

Grand Total

Secara geografis, lokasi rencana pembangunan jalan tol berhimpitan dengan Taman Nasional Bukit Tigapuluh sehingga perlu penganganan yang sangat hatihati dan dipastikan dengan adanya jalan ini, kelestarian TN Bukit Tigapuluh ini tidak akan terancam. Sedangkan dari segi kategori lahan, rencana jalan tol yang berlokasi di Kab. Tanjung Jabung Barat ini bertampalan dengan Kawasan Ekosistem Penting dan Jaringan Ekosistemyangmerupakanareadengantingkatkeanekaragamanhayatiyangtinggi.

IV30

Rencana pembangunan jalan kereta lebih banyak berlokasi di Kawasan Pembangunan berdasarkan Vision Sumatra, karena area ini cenderung datar sehingga ideal untuk pembangunan jalan kereta. Disamping itu kondisi aktual area ini terutama sudahtidakmemilikitutupanhutanalamlagi.
Status thd Rimba Vision Kabupaten 0 - 500m Kota Jambi Muaro Jambi Jaringan Ekosistem Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo Muaro Jambi Kawasan Ekosistem Penting Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo Kota Jambi Muaro Jambi Kawasan Pembangunan Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo No Data Tanjab Barat 675.82 265.53 1,025.39 1.59 2,017.80 6.66 0.32 52.33 0.92 2,253.57 3,656.88 669.13 29.98 9,711.61 13,663.45 3,967.24 459.04 132.77 3,135.40 1,297.50 4,105.93 53.02 6,770.01 38.66 0.20 415.12 792.48 306.35 1,025.04 6.92 2,003.68 5.74 0.17 59.87 Luas (Ha) 1000 - 3000m 500 - 1000m 3.57 2,482.75 3,553.78 676.19 44.42 Total Area 4.49 14,447.93 20,874.12 5,312.55 533.44 132.77 4,603.69 1,869.38 6,156.35 61.53 10,791.49 51.06 0.68 527.32 -

Dalam Rimba

IV31

Batanghari Bungo Kota Jambi Jaringan Ekosistem Muaro Jambi Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo Kawasan Ekosistem Penting Luar Rimba Muaro Jambi Tanjab Barat Tanjab Timur Batanghari Bungo Kota Jambi Kawasan Pembangunan Muaro Jambi Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Tebo No Data Grand Total Tanjab Barat Tanjab Timur 53,388.38 258.91 0.04 10,466.06 2,377.80 2,100.72 3,214.30 598.75 472.85 3,694.46 10,055.68 10.14 574.04 3,079.84 2,629.16 2,738.13 461.60

78.46 88.89 38.73 7,704.85 12,865.48 10,047.33 2,627.15 63.39 201.12 551.40 40,244.30 11,376.26 6,727.60 14,080.44 3,551.48 2,642.28 14,881.35 36,984.21 151.23 105.07 208,760.94 53,090.04 273.22 1.81 10,344.96 2,372.16 1,991.78 3,209.50 686.49 533.98 3,635.80 9,960.16 59.71 190.38 3,014.76 2,605.68 2,756.98 491.72

78.46 158.75 803.15 13,799.44 18,100.32 15,542.45 3,580.46 63.39 733.26 553.24 61,055.32 16,126.21 10,820.10 20,504.24 4,836.71 3,649.12 22,211.61 57,000.04 151.23 105.07 315,239.36

4.2.4. Perkiraan Dampak Kumulatif Dampak kumulatif adalah dampak yang diperkirakan akan muncul pada satu waktu dan tempat tertentu sebagai akibat akumulasi dampak-dampak yang muncul dari pelaksanaan kebijakan, rencana dan program. Dampak kumulatif penting untuk dicarikan mitigasi/alternatif karena total besaran dampak paling besar diantara yang lain. Tim KLHS Provinsi dengan dukungan WWF mencoba mengidentifikasi perkiraan wilayah dampak kumulatif dari RTRW Provinsi Jambi. Dari overlay rencana perkebunan, pertambangan, HTI, daerah konservasi dan kawasan RIMBA di Jambi, maka perkiraan munculnya dampak kumulatif ada pada wilayah yang tergambar dalam peta di bawah ini. Pada wilayah ini terdapat tumpang tindih rencana pemanfaatan lahan dan secara jelas memotong koridor RIMBA.

IV32

Perkiraan Wilayah Dampak Kumulatif

Perkiraan dampak kumulatif yang dapat ditimbulkan adalah konflik lahan antar perusahaan dengan perusahaan, perusahaan dengan masyarakat, konflik dengan satwa dan tekanan alih fungsi lahan pada kawasan konservasi di sekitarnya.

IV33

BAB V PERUMUSAN MITIGASI/ALTERNATIF DAN REKOMENDASI 5.1. Proses Perumusan Mitigasi/Alternatif dan Rekomendasi

Hasil Pengkajian

Kerja studio Tim KLHS Provinsi

Pemantapan perkiraan dampak program

Rumusan sementara mitigasi/alternatif untuk mengatasi dampak

Workshop Pengkajian Diskusi Pemangku Kepentingan Masukan konsultan nasional

Verifikasi hasil kerja studio

Identifikasi dampak program

Perumusanmitigasi/alternatif untuk mengatasi dampak

Perumusan Rekomendasi

Penandatanganan Berita Acara Kesepakatan Rekomendasi yang akan disampaikan Kepada Gubernur Jambi

Rekomendasi KLHS RTRW Provinsi Jambi kepada Gubernur Jambi

Proses perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi dilakukan setelah pelaksanaan workshop pengkajian. Kerja studio tim KLHS memantapkan hasil identifikasi perkiraan dampak program terhadap isu-isu strategis dan merumuskan sementara mitigasi/alternatif dari dampak program. Hasil kerja studio diverifikasi kembali kepada pemangku kepentingan dalam workshop perumusan mitigasi/alternatif dan rekomendasi pada tanggal 3-4 November 2011. Dalam workshop ini pemangku kepentingan merasa perlu untuk melihat kembali

V 1

perkiraan dampak yang telah dirumuskan oleh tim KLHS. Diskusi antara pemangku kepentingan pada akhirnya menyepakati perkiraaan dampak program terhadap isu-isu strategis dan langsung dirumuskan langkah-langkah mitigasi/alternatif untuk mengatasi perkiraan dampak. Setelah disepakati mitigasi/alternatif, pemangku kepentingan bersama-sama merumuskan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur Jambi. Pada akhir kegiatan, pemangku kepentingan yang hadir menandatangani Berita Acara Kesepakatan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Gubernur. 5.2. Mitigasi/Alternatif Dampak dan Rekomendasi A. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Program Perkebunan Terhadap Alih Fungsi Lahan Dampak

Program perkebunan dalam hal ini pengembangan areal kelapa sawit yang di peruntukan pada perusahaan besar, berdampak pada konflik lahan antara pihak perusahaan dan masyarakat. Pemberiaan HGU pada perusahaan seringkali tidak mengindahkan keberadaan masyarakat yang ada di sekitar dan di dalamnya, sehingga mengakibatkan terjadinya konflik sosial, yang ditunjukkan dengan adanya masalah lahan di beberapa perkebunana perusahaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, sehingga berimplikasi kepada pertikaian, ketidakpercayaan masyarakat kepada pihak perusahaan, dan diakhiri dengan ketidaknyamanan hubungan antara pihak perusahaan dan masyarakat sekitar. Pada kenyataannya hal ini tidak sepenuhnya menjadi kesalahan pihak perusahaan, karena pihak perusahaan memiliki izin HGU yang legal dari Pemerintah. Untuk itu mitigasi yang diusulkan adalah : 1. Penyelesaian dilakukan antara pihak perusahaan dan masyarakat yang difasilitasi oleh pihak pemerintah setempat, akademisi dan LSM melakukan dialog dan mencari jalan keluar yang terbaik diantara kedua belah pihak. Jangan sepihak artinya tidak berpihak hanya pada masyarakat karena adakalanya masyarakat ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu. Tidak pula hanya berpihak pada perusahaan, karena perusahaan kadang kala hanya berorientasi pada keuntungan semata. pada saat pemberian rekomendasi pemanfaatan lahan (HGU) haruslah melibatkan masyarakat setempat atau melibatkan wakil masyarakat atau tokoh desa dalam diskusi TP3D diranah kabupaten tidak hanya melibatkan camat setempat, karena kadang kala ada pergantian camat seiring dengan pergantian kepala daerah, sehingga camat tidak begitu mengetahui situasi di bawah pemerintahannya. Seharusnya juga ada perubahan pada pengambilan keputusan pada Tim 9 di Provinsi Jambi, ada wakil masyarakat, akademisi dan LSM didalam diskusi, sehingga semua terwakili untuk dapat terlibat.

2.

Program pengembangan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan secara umum dalam skala besar, telah mengakibatkan luas lahan pangan berkurang, dan mengakibatkan berkurangnya stok beras, dampak berikutnya kemungkinan terjadi rawan pangan di Provinsi Jambi. Rekomendasi dalam KLHS, ruang pangan di dalam peruntukan tata ruang Provinsi Jambi, harus diperhitungkan dan dikaitkan dengan percepatan pertumbuhan penduduk yang pada Tahun 2011 sebesar 2,5%, harus pula dipertimbangkan, bahwa konsumsi perkapita penduduk pertahun sebesar 105 kg dan dikaitkan dengan penduduk Provinsi Jambi pada Tahun 2010 sebesar 3.088.000 jiwa.

V 2

Jiwa pertumbuhan penduduk 2,5% dan ruang untuk pangan seluas, maka Tahun 2030 akan terjadi rawan pangan. Maka mitigasi yang diusulkan adalah: 1) Melakukan intensifikasi pertanian dan diversifikasi pangan 2) Optimalisasi lahan marginal non gambut untuk pertanian pangan 3) Penyusunan peraturan daerah tentang lahan pertanian berkelanjutan. Selanjutnya Rekomendasi yang diusulkan adalah: Mengembalikan ruang pangan sesuai tata ruang, dan intensifikasi lahan pangan seharusnya didukung oleh berbagai lini termasuk perjuangan komisi penyuluhan untuk menambah penyuluh yang berkualitas dari 30% yang ada sekarang menjadi 60%. Dampak perkembangan perkebunan mengakibatkan areal berhutan berkurang, sehinga terjadi erosi, daya tangkapan areal di kawasan barat yang diperuntukan sebagai kawasan konservasi berkurang, dampak turunan dari hal ini adalah erosi di wilayah barat, berimplikasi terhadap kualitas air di hilir, akibatnya kekeruhan air sungai menjadi meningkat. Maka mitigasi yang diusulkan adalah: 1. Kajian khusus untuk hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat. Sebagai rekomendasi adalah, effisiensi dan kelestarian kajian ruang pada wilayah barat yang akan dijadikan perkebunan besar. Mewajibkan perusahaan perkebunan untuk mengelola 10 % lahan di areal HGU sebagai areal konservasi melalui penerbitan peraturan daerah dan peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan areal konservasi di areal HGU perusahaan. Selanjutnya kemungkinan dilakukan diversifikasi pada dalam usahatani skala besar. B. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Program Perkebunan Terhadap Jalur Distribusi Mengatasi Dampak

Pengembangan perkebunan berdampak pada peningkatan volume pemanfaatan jalan, sehingga menimbulkan kerusakan jalan, pada akhirnya menghambat distribusi hasil perkebunan, selanjutnya pengembangan perkebunan juga berpotensi menimbulkan konflik sosial dan polusi udara meningkat, yang diakibatkan oleh kerusakan jalan. Maka mitigasi yang diusulkan adalah: 1. Peningkatan kapasitas jalan 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang 3. Optimalisasi kir kendaraan pengangkut hasil perkebunan 4. Revitalisasi transportasi sungai 5. Pembangunan jalur altenatif angkutan sumberdaya alam 6. Mendorong pemanfaatan program CSR pada masyarakat sekitar perkebunan Dan sebagai rekomendasi adalah: 1. Mempercepat pelaksanaan pemindahan jalur tranportasi untuk barang (SDA) 2. Mempercepat revitalisasi sungai sebagai jalur transportasi barang dan orang

V 3

3. Memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan operasional jembatan timbang 4. Optimalisasi dana CSR untuk penghijauan dan pemeliharaan jalan C. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Program Pertambangan Terhadap Isu Alih Fungsi Lahan. Dampak

Dampak pengembangan kawasan pertambangan terhadap alih fungsi lahan, karena sistem teknologi di dalam pertambangan terutama pertambangan batubara adalah pit open mining, maka akan terjadi pengupasan tanah pucuk yang akan berdampak terhadap penurunan populasi flora dan fauna., penambahan lahan kritis dan areal lahan hutan akan berkurang yang diikuti dengan rawan sosial, keaneragaman berkurang dan bertambahnya lahan kritis. Selanjutnya berimplikasi terhadap konflik antara perusahaan perkebunan dengan pertambangan, terbukanya lahan-lahan dengan cekungan, mengakibatkan terganggunya tingkat kesehatan tingkat kesehatan: Maka mitigasi yang diusulkan adalah : 1. Penegasan ruang potensi tambang di dala RTRWP Provinsi Jambi 2. Pengawasan terhadap implemetasi pengelolaan lahan eks-tambang 3. Pengelolaan terhadap pemanfaatan dan pengelolaan tambang berdasarkan pola tata ruang Provinsi Jambi D. Mitigasi/Alternatif Dan Rekomendasi Untuk Mengatasi Dampak Program Pertambangan Terhadap Isu Strategis Jalur Distribusi . Program pengembangan kawasan pertambangan mempunyai dampak terhadap peningkatan penggunaan atau pemanfaatan volumen jalan, dengan kapasitas yang melibihi kapasitas jalan, berakibat terhadap kerusakan jalan, baik jalan nasional, maupun jalan produksi. Kondisi tersebut berimplikasi terhadap distribusi jalan terhambat, biaya produksi meningkat, kondlik sosial dan polusi udara. Maka mitigasi yang disarankan adalah: 1. Peningkatan kapasitas jalan 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang 3. Optimalisasi KIR kendaraan pengankut hasil pertambangan 4. Reviltalisasi transportasi sungai 5. Jalur alternatif angkutan sumberdaya alam 6. Mendorong pemanfaatan program CSR terhadap masyarakat sekitar Dan rekomendasi yang disampaikan adalah: Optimalisasi kinerja prasarana transportasi melalui: 1. Peningkatan kapasitas jalan oleh Dinas PU 2. Optimalisasi fungsi jembatan timbang Dinas Perhubungan 3. Optimalisasi KIR dan Uji Emisi kendaraan pengangkut hasil pertambangan oleh Dinas Perhubungan, BLHD. 4. Pembangunan jalan khusus angkutan sumberdaya alam oleh Dinas Pu, perhubungan dan BKPMD 5. Menjalin kerjasama dengan perusahaan pertambangan tentang pemanfaatan program CSR untuk penghijauan di kiri-kanan jalan 6. Revitalisasi transportasi sungai

V 4

BAB VI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 6.1. Proses Pengambilan Keputusan

REKOMENDASI

VerifikasiRekomendasiolehSKPD ProvinsiJambi

Rekomendasiyangakandisampaikan kepadaGubernurJambi

DraftLaporanKLHSRTRW ProvinsiJambi

HighLevelMeeting 1Desember2011denganGubernur danSekdaProvinsiJambi

HasilPengambilan Keputusan

DISEMINASI&PENUTUPAN PROSESKLHSRTRW

MONITORINGDANEVALUASIPENGINTEGRASIAN HASILPENGAMBILANKEPUTUSANKEDALAM RTRWPROVINSIJAMBIOLEHBAPPEDAPROVINSI


Pertemuan high level meeting dilaksanakan di rumah Gubernur pada 1 Desember 2011 merupakan tahapan lanjutan yang bertujuan untuk menyampaikan rumusan rekomendasi dari pemangku kepentingan kepada pengambil keputusan. Hasil keputusan akan digunakan dalam penyempurnaan dokumen RTRW Provinsi Jambi. High level meeting di hadiri oleh SKPD terkait di Provinsi Jambi. Pada pertemuan tersebut Kepala Bappeda Provinsi Jambi telah mempresentasikan hasil proses KLHS RTRW Provinsi Jambi di depan Gubernur dan Sekda. Gubernur dan Sekda Provinsi Jambi menyambut baik pelaksanaan KLHS di Provinsi Jambi yang telah mendapat bantuan dana dari Pemerintah Denmark (DANIDA).

VI1

Setelah pengambilan keputusan hasil KLHS RTRW Provinsi Jambi kembali dipaparkan kepada pemangku kepentingan yang terlibat sejak awal proses KLHS. Pada kesempatan ini pula kegiatan KLHS RTRW Provinsi Jambi 2011 dinyatakan SELESAI. Dan selanjutnya sesuai dengan hasil pengambilan keputusan, Bappeda Provinsi Jambi bertugas melakukan monitoring pengintegrasian hasil pengambilan keputusan ke dalam Raperda RTRW Provinsi Jambi 2011-2031.

6.2. Pengambilan Keputusan Dalam pertemuan dengan Gubernur disampaikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Mengintegrasikan kesepakatan koridor Visi Sumatera di Wilayah Jambi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi serta mengimplementasikannya dalam program program RPJMD sesuai mitigasi. Pengoptimalan kinerja prasarana transportasi dalam KRP RTRW Provinsi Jambi sesuai mitigasi. Mengintegrasikan prinsip prinsip pengelolaan perkebunan berkelanjutan dan sistem pertambangan yang berkelanjutan sesuai mitigasi dalam program pengembangan perkebunan dan program pengembangan kawasan pertambangan serta peninjauan ulang pola ruang RTRWP untuk menghindari tumpang tindih kawasan perkebunan dan pertambangan. Menghapus kegiatan pengembangan hutan tanaman dalam program pengembangan kawasan hutan dalam rencana perwujudan pengelolaan kawasan lindung karena bertentangan dengan UU No. 41 tentang Kehutanan dan memasukkannya dalam program lain/ baru dalam rencana perwujudan pemantapan kawasan budidaya.

2.

3.

4.

Dan Gubernur Jambi MEMUTUSKAN: Menerima rekomendasi KLHS No.1 s/d 4 dengan tindak lanjut kepada Bappeda: 7. Mengintegrasikan koridor visi Sumatera di Wilayah Jambi ke dalam rancangan akhir Raperda RTRW Provinsi Jambi dengan menyusun indikasi program pendukungnya yang berkelanjutan dalam 20 tahun 8. Mengintegrasikan program-program perwujudan koridor visi Sumatera di Wilayah Jambi yang memungkinkan ke dalam RPJM yang sedang berjalan 9. Menyusun indikasi program dalam rencana struktur ruang jaringan transportasi yang mempertimbangkan mitigasi dampak program dalam KLHS yang telah dilakukan 10. Menyusun indikasi program dalam rencana pola ruang kawasan budidaya terkait perkebunan dan pertambangan yang mempertimbangkan mitigasi dampak program dalam KLHS yang telah dilakukan 11. Menata kembali perizinan pemanfaatan ruang antara perkebunan dan pertambangan 12. Memindahkan pasal dalam rancangan akhir RTRW Jambi tentang pengembangan hutan tanaman dalam kawasan hutan lindung ke kawasan budidaya.

VI2

DAFTAR PUSTAKA Pearce, et al. 1990: 24. Pearce et. al. 1990: 42. Rahardjo. 2007: 9. Rosyani. 2008. Salim. 2004: 1 Salim. 2004: 16. Suyanto, S dan Applegate, G. 2001. Anonym (2009) Undang-Undang no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. KLH. Jakarta Anonym (2010) Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor: 660/5113/SJ dan Nomor: 04/MENLH/12/2010 Anonym (2010) Rancangan Akhir Raperda RTRW Provinsi Jambi. Bappeda. Provinsi Jambi. Anonym (2010) Status Lingkungan Hidup Daerah. BLHD. Provinsi Jambi. Anonym (2010) MP3EI. Kementerian Perekonomian. Jakarta Anonym (2011) Raperpres RTR Pulau Sumatera. Kementerian PU. Jakarta Anonym (2010) Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera. WWF Indonesia. Jakarta Briffetta, C., Obbardb, J.P., dan Mackee (2003) Towards SEA for the developing nations of Asia. Environmental Impact Assessment Review. 23 (2003) 171196 Fischer, T.B. (1999) Benefits Arising from SEA Application: A Comparative Review of North West England, Noord-Holland, and Brandenburg-Berlin. Environmental Impact Assessment Review. 19 (1999) 143-173 IAIA (2002) Strategic Environmental Assessment: Performance Criteria. Special Publication Series No.1, International Association for Impact Assessment (www.iaia.org/publications). OECD (2006) Applying Strategic Environmental Impact Assessment: Good Practice Guidance for Development Co-operation. OECD Publishing. Partidario, M.R. (2000) Elements of an SEA frameworkimproving the added-value of SEA. Environmental Impact Assessment Review. 20 (2000) 647663. Sadler, B. dan Verheem, R. (1996) Strategic Environmental Assessment: Status, Challenges and Future Directions. Report no. 53. The Hague: Ministry of Housing, Physical Planning and Environment. Sadler B. and Brook C. (1998) Strategic Environmental Appraisal, Department of the Environment, Transport and the Regions, London, UK. Sadler, B (1999) A framework for environmental sustainability assessment and assurance, in Petts J (ed.) Handbook of Environmental Impact Assessment, (Volume 1), Blackwell Scientific Ltd. Oxford, 12-32. Sadler, B (2005) Strategic Environmental Assessment at the Policy Level: Recent Progress, Current Status and Future Prospect. Editor. Ministry of The Environment, Czech Republic. Praha. Sadler B (2002) From environmental assessment to sustainability appraisal, Environmental Assessment Yearbook 2002, Institute of Environmental Management and Assessment, Lincoln and EIA Centre, University of Manchester, 145-152. Therivel et al (1992) Strategic Environmental Assessment, Earthscan, London: Earthscan UNEP (United Nation Environmental Program) (2002) EIA Training Resource Manual.

LAMPIRAN1 BERITAACARA KESEPAKATAN


LAMPIRAN2 PAPARAN HIGHLEVELMEETING

LAMPIRAN3 TABELKESEPAKATAN HASILKAJIAN,MITIGASI DANALTERNATIF

LAMPIRAN4 FOTOFOTOKEGIATAN

FotoDokumentasiBimbinganTeknisuntukTimKLHSProvinsiJambi

FotoDokumentasiSeminarAwaldanWorkshopPelingkupan KLHSRTRWProvinsiJambi

FotoDokumentasiWorkshopPengkajian KLHSRTRWProvinsiJambi

FotoDokumentasiWorkshopPengkajian KLHSRTRWProvinsiJambi

FotoDokumentasiHighLevelMeeting KLHSRTRWProvinsiJambi
Gubernur(kanan)danSekda(kiri)ProvinsiJambi PaparanRekomendasiolehKepalaBappedaProvinsiJambi

LAMPIRAN5 SKPEMBENTUKAN TIMTEKNISKLHS

You might also like