Andropause: Kemungkinan Terapi Sulih Testosteron Pada Pria Lansia

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Andropause : kemungkinan terapi sulih testosteron pada pria lansia


Ellen p. Gandaputra*, Raditya Wratsangka**
*Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakt **Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan Gkultas Kedokteran Universitas Trisakt ABSTRACT
Andropause, a syndrome in aging consist of physical, sexual, and psychologic symptoms that include weakness, fatigue, reduced muscle and bone mass, impaired hematopoiesis, oligospermia, sexual dysfunction, depression, anxiety, irritability, insomnia, memory impairment, and reduced cognitive function. Free levels begin to decline at rate of 1% years. It is estimated 20% men aged 60-80% years have levels below the lower limit of normal. Although the casual relationship between declining levels and development of andropause symptoms is no firmly established, administration of to this population resulted in improvements in many areas. Most studies to date focused on physical benefits of replacement and failed to assess pyychologic systems rigorously. Premiliminary date suggest that therapy may benefit elderly men with new-onset depression administration is not without problems, the most worrisome being the potential for increased prostate cancer risk. Despite this concern, a limited number of studies administered the hormone weekly for up to 2 years, with only mild increases in prostate specific antigen over control values. Currently, insufficient evidence, primarily regarding psychologic safety and efficacy, exists to warrant general administration of to elderly hypogonadal men. Further clinical investigations of this therapy in men with low levels and andropouse symptoms are justified and necessary (J Kedokteran Trisakti 2001; 20(1):49-55). Keywords: Andropause, , replacement, therapy, elderly men

ABSTRAK
Andropause merupakan suatu sindrom pada pria lansia yang terdiri dari gejala fisik, seksual, dan psikologis, meliputi : kelemahan, kelelahan, pengurangan masa otot dan tulang, gangguan hematopoiesis, oligospermia, disfungsi seksual, despresi, kecemasan, iritabilitas, insomnia, gangguan memori dan penurunan fungsi kongnitif. Kadar testosteron bebas mulai menurun sebesar 1% setiap tahunnya setelah usia 40 tahun. Diduga 20% pria berusia 60-80 tahun mempunyai kadar testosteron yang lebih rendah dari normal. Walaupun hubungan kausal antara penurunan kadar testosteron dan perkembangan gejala andropause belum dapat dipastikan, pemberian tertosteron terhadap populasi ini menunjukkan adanya perbaikan. Kebanyakan studi menitik-beratkan pada keuntungan fisik dari pemberian testosteron dan tidak mengkaji psikologis. Data sebelumnya menunjukkan terapi testosteron memberi keuntungan pada pria lansia dengan depresi dini. Efek pemberian testosteron yang paling ditakutkan adalah meningkatnya resiko kanker prostate. Studi pemberian terapi hormon mingguan sampai 2 tahun menunjukan adanya sedikit peningkatan Prostate Specific Antigen disbanding dengan nilai kontrol. Pada saai ini bukti tentang keamanan dan efek psikologi pemberian terapi testosteron kepada pria lansia masih belum cukup dan diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Kata kunci : Andropause, testosteron, terapi, pria, lansia

J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

49

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

PENDAHULUAN Monopause adalah sindrom somatik dan psikologi yang berhubungan dengan penurunan hormon estrogen dalm sirkulasi.(1) Data dalam bidang endokrinologi, urologi dan gerontologi menunjukkan adanya sindrom serupa pada pria,yang disebut andropause, klimakterium pada pria, viropause, atau sindrom rendah testosteron.(2)Andropause didefenisikan sebagai suatu sindrom pria separuh baya atau lansia, yang terdiri dari gejala fisik, seksual, dan emosional, akibat interaktif dari faktor hormonal, psikogis, dan fisik.(3) Gejala fisik yang didapatkan adalah kelemahan, kelelahan, pengurangan massa otot dan tulang, ganguan hematopoiesis, disfungsi seksual yang meliputi oligospermia, libido yang berkurang dan impotensi. Komponen psikologi dan emisonal yang didapatkan meliputi despresi, kecemasan, iritabilitas, insomania, gangguan memori dan penurunan fungsi kongnitif.(2) TESTOSTERON PENUAAN DAN PROSES

ditunjukkan oleh meningkatnya konsentrasi SHBG sekitar 1,2% per tahun. Dengan bertambahnya ikatan testosteron dengan SHBG, maka fraksi bebas akan menurun. Akibat menurunnya penurunan fungsi dan sensitivitas sel Leyding dan aksis HHG, maka pria lansia tidak dapat mengkompensasi penurunan testosteron dalam sirkulasi. (6,7) Pada kenyataannya, 7% dari pria berusia 40-60 tahun, 20% dari pria berusia 60-80 tahun, dan 35% yang berusia lebih dari 80 tahun,mempunyai konsentrasi testosteron total di bawah atas normal (350 ng/dl.(6) Penurunan kadar hormon yang cepat pada wanita menopause. Efek fisiologi dan emosional dari penurunan konsentrasi hormon pada pria masih kurang jelas bila dibandingkan pada wanita. Testosteron dan Faktor Lain Selain Penuaan Penurunan konsentrasi testosteron dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti merokok, obesitas, konsumsi alcohol, gaya hidup, dan penyakit. Keluhan dan gejala andropause berhubungan dengan faktor-faktor tersebut, tetapi perubahan nonspesifik pada fisik, seksual dan keadaan emosional lebih berhubungan dengan penurunan kesehatan akibat penurunan kadar testosteron.(8) Ada pula yang menyatakan bahwa penurunan kadar testosteron dan gejala seperti andropause timbul secara bersamaan tetapi tidak ada hubungan sebab-akibat. Merokok Bila data dipasangkan menurut umur dan berat badan,maka merokok yang paling sering meningkatkan kadar testosteron total. (9,10) Mekanisme efek peningkatan testosteron yang timbul akibat kebiasaan merokok belum dapat dijelaskan hingga saat ini. Obesitas Studi pada 10 orang pria obese yang masif (200-380% berat badan ideal) menunjukkan obesitas berhubungan dengan turunnya kadar testosteron total. Dari studi turunnya kadar didapatkan konsentrasi testosteron total lebih rendah 63% dari kontrol dan konsentrasi SHBG juga berkurang. Sedangkan kadar testosteron bebas hanya berkurang 21%. Studi terhadap pasien obese ringan (>20% berat

Produksi testosteron pada pria daitur oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonand (HHG).Sekresi gonadotroppin-releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus akan merangsang kelenjar hipofisi untuk melepaskan luteinizing hormone (LH) yang akan bekerja pada sel testicular Leydig akan dimetabolisir oleh 5a-reduktase menjadi dihedro-testosteron, lalu dimetabolisir menjadi estradiol oleh aromatase. Peningkatan konsentrasi testosteron akan menghambat sekresi GnRH melalui meknisme umpan balik. 80% testosteron akan diikat oleh sex hormone binding globulin (SHBG) dan dalam jumlah sedikit akan diikat protein serum termasuk albumin. Hanya 20% yang merupakan testosteron tergantung pada bentuk ikatan nonSHBG (termasuk testosteron bebas) yang biasanya merupakan fraksi biologis yang aktif.(4) Penurunan kadar testosteron total biasanya tidak diketahui sampai usia 60-an, terapi penurunan kadar testosteron bebas dapat diketahui lebih awal,yaitu sebesar 1% per tahun pada usia 40 s/d 70 tahun.(5) Hal ini

50 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

badan ideal) tanpa penyakit menunjukkan penurunan dalam konsentrasi testosteron total dan bebas sebesar 25% dan 19%. Dapat disimpulkan bahwa tingkat obesitas berhubungan dengan konsentrasi testosteron total tetapi kurang mempengaruhi konsentrasi testosteron bebas. Alkohol Etanol yang digunakan oleh para pemakai alcohol kronis dapat menyebabkan penurunan dosis kadar testosteron sebesar 19-27%, penurunan ini bersifat reversibel bila pemakaian alkohol dihentikan.(12) Gaya Hidup Diet (konvensional versus vegetarian) dan tempat tinggal (fasilitas perawatan versus rumah) tidak berpengaruh terhadap testosteron.(9) Efek stres terhadap kadar testosteron diteliti pada penderita pasca infrakmiokard. Pada pendeita yang berusia muda awalnya dapat menurun, tetapi kemudian akan kembali seperti semula. Hal ini tidak didapati pada penderita yang lebih tua. Konsentrasi testosteron pada pagi hari sangat jelas berkurang, dan mungkin saat inilah yang paling baik untuk menilai adanya defisiensi. Penyakit Faktor pengganggu yang paling bermakna terhadap karakteristik andropause adalah penyakit. Hal ini berdasarkan studi crosssectional terhadap 1709 pria yang berusia 39 s/d 70 tahun yang membagi sampel dalam dua kelompok sehat dan sakit. Kelompok sakit terdiri dari 1294 pria yang obese, alkoholik, sedang dalam pengobatan dan/atau sakit kronis.(5) Kedua kelompok menunjukan penurunan kadar testosteron bebas sesui betambahnya usia (~1% per tahun), walau demikian penurunan konsentrasi pada kelompok sakit lebih rendah 10% pada semua usia. Tampaknya kesehatan yang buruk dan penyakit kronis tidak mempengaruhi kecepatan penurunan testosteron bebas tetapi dapat mempengaruhi produksinya. Masalah yang lebih sulit lagi adalah ada atau tidaknya hubungan sebab akibat antara konsentrasi testosteron yang rendah dan gejala andropause. Cara satu-satunya untuk menguji

hubungan ini adalah dengan menilai efek terapi sulih testosteron ( Raplacement Therapy, TRT) terhadap pria lansia yang hipogonadal. Efek Fisiologik dari pemberian Testosteron Dosis dan cara pemberian TRT dipelajari dalam beberapa populasi.Studi melibatkan pria berusia 55 tahun atau lebih yang diketahui memiliki kadar testosteron yang rendah. Hormon diberikan secara intramuskular 100 mg per minggu atau 200 mg tiap 2 minggu tergentung dari bentuk ester enanthate atau cypionate. Dosis ini dipilih untuk mengembalikan dari keadaan hipogonadal (dibandingkan dengan pria separuh baya) menjadi keadaan fisiologik normal. Efek Fisik Terapi sulih pada pria hipogonadal lansia secara konsisten dan bermakna meningkatkan kekuatan otot skeletal. Kemajuan ini dapat diamati dalam kekuatan genggam,(13,14) otot hamstring dan quadriceps, dan ringkatan sistesis biokimia otot(15) peningkatan dalam masa tubuh juga pernah dilaporkan. (16) Androgen dapat mengurangi resorpsi tulang dan meningkatkan pembentukan tulang. (17) Efek ini sangat bermakna secara klinis, di mana kadar testosteron yang rendah merupakan faktor resiko fraktur panggul pada pria berlansia.(18) TRT secara bermakna menungkatan hematokrit,(13,14,16,19) bahkan pada beberapa pasien dapat melampaui batas normal,(14,16) sehingga harus menghentikan pemakaian hormon untuk sementara, tetapi dengan pengawasan yang baik tidak ada komplikasi yang timbul.(19) Efek terapi sulih testosteron terhadap lipid bervariasi. Ada yang melaporkan penurunan kolesterol total, tetapi tidak ada studi yang melaporkan suatu peningkatan dalam fraksi low density lipoprotein (LDL).(16,20,21) Efek terhadap high-density lipoprotein (HDL) bervariasi. Pernah dilaporkan peningkatan HDL pada pria lansia eugonadal yang diberikan testosteron undecanoate harian secara oral.(21) Tetapi ada pula yang melaporkan terjadinya penurunan dengan ratarata antar 2-9 mg/dl. Pengawasan sangat

J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

51

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

penting pada pria dengan kadar HDL rendah, terutama dengan resiko penyakit kardiovaskular. Akibat terapi sulih testosteron dalam waktu lama belum jelas. Efek Seksual Perubahan fungsi seksual pria timbul sesuai umur,dan hal ini meliputi penurunan libido, berkurangnya gairah seksual,dan disfungsi ereksi.(22) Meskipun pemberian testosteron dapat meningkatkan libido dan gairah, (19,23) tetapi fungsi ereksi tidak terlalu dipengaruhi.(23) Hal ini disebbkan karena banyak hal yang dapat menyebabkan disfungsi seksual pada pria lansia, di mana hipogondism hanyalah salah satunya. Karena itu, terapi sulih testosteron tidak diharapkan akan memperbaiki fungsi ereksi, walau kadang-kadang ada juga yang mengalami perbaikan. Efek Psikologi Kemampuan terapi sulih estrogen untuk menigkatkan kongnisi dan mencegah demensia pada wanita menopause telah mendapat perhatian di dekade yang lalu.(24) Suatu metaanalisis memperkirakan bahwa 29% hasil terapi sulih estrogen dapat mengurangi berkurangnya dementia.(24) Terapi sulih testosteron juga berhubungan dengan meningkatnya kongnisi terutama kongnisi spasial.(25,26) Kongnisi spasial berhubungan dengan persepsi visual, pengenalan spasial, identifikasi obyek dan proses memori visual. Kongnisi spasial ini akan menurun sesuai dengan usia.(25) Penderita yang memperoleh TRT secara umum merasakan kondisinya lebih baik. Studi terhadap pria hipogonadal separuh baya menunjukan pemberian testosteron enanthate 400mg intramuscular setiap 2 minggu efek untuk mengurangi depresi disbanding dengan terapi antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitor. (27) Potensi untuk mengurangi gejala depresi ini penting karena depresi dan bunuh diri adalah hal yang sering dilakukan oleh pria lansia. (28,29) Kejadian bubuh diri di Amerika Serikat terbanyak pada pria yang berusia >65 tahun, (29) berlipat ganda pada usia 85 tahun, di mana pria 4-10 kali lipat besar dripada wanita pada usia yang sama.(29) Kecenderungan yang sama juga

dapat jumpai di antar bangsa-bangsa dan kebudayaan yang berbeda, dengan angka kejadian bunuh diri tertinggi pada pria terdapat pada kelompok umur di atas 75 tahun.(30) Kejadian ini berhubungan dengan penurunan kesehatan dan kualitas hidup sesui umur. Analisis terhadap 9.181 penderita yang berusia lebih dari 65 tahun yang diperoleh dari survei Natinal Mortality Followback tahun 1986. Survei ini membandingkan faktor-faktor demografik dan kesehatan antara orang yang bunuh diri, meninggal karena sebab alamiah dan meninggal akibat kecelakaan.(31) Orang yang bunuh diri sebagian besar mempunyai gangguan mental dan emosional dan pernah berobat ke psikiater dalam 1 tahun sebelum kematiannya. Dibandingkan kelompok lainnya, mereka cenderung mempunyai sedikit gangguan dalam aktifitas hidup sehari-hari, dengan frekuensi hipertensi, miokard infark, angina, stroke, penyakit Alzheimer, dan diabetes sama/lebih rendah. Faktor resiko yang palin memungkinkan untuk bunuh diri adalah riwayat kanker. Tetapi hal inipun masih dipertanyakan karena mereka yang bunuh diri mempunyai insiden penyakit kanker yang lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal karena sebab alami. Berdasarkan analisis ini, tampaknya keberadaan penyakit kronis tidak sepenuhnya berperan dalam meningkatnya kejadian bunuh diri pada pria lansia. Lebih dari itu,jika kesehatan yang buruk adalah penyebab utama kejadian bunuh diri, peningkatan yang serupa seharusnya juga terjadi pada wanita. Padahal usia wanita yang terbanyak melakukan bunuh diri adalah antara 45 sampai 54 tahun,dan menurun setelah usia 65 tahun.(28,29) Tidak seperti wanita, pria tidak banyak mendapatkan terapi sulih hormon pada lansia. Depresi yang berhubungan dengan menurunnya konsentrasi testosteron mungkin merupakan faktor resiko yang bermakna. Tetapi, keamanan dan efisiensi terapi sulih testosteron dalam pengobatan depresi pada pria berlansia dengan hipogonadal masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jika ternyata menguntungkan, maka terapi sulih testosteron dapat memberi dampak yang dramatis terhadap kejadian bunuh diri dalam populasi ini.

52 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

Resiko Terapi Sulih Testosteron Pada Pria Berlansia Seperti pengobatan lainnya, terapi sulih testosteron juga memiliki efek samping, antara lain akne, ginekomastia, edema dan reaksi lokal.(2,17) Resiko pemberian testosteron dalam waktu yang lama adalah karsinoma prostat. Sekurang-kurangnya 50% pria yang berusia lebih dari 70 tahun menderita karsinoma prostatsubklinis.(32) Sebagian besar neoplasma ini tidak berkembang dan menimbulkan gejala klinis.(32) Beberapa faktor epidemiologis sudah diteliti dalam hubungannya dengan perkembangan karsinoma prostat, termasuk konsentrasi androgen dalam sirkulasi. Beberapa studi mendapati korelasi positif antara konsentrasi testosteron yang tinggi dan resiko penyakit tersebut dan beberapa penelitian lain menunjukan hasil yang bertentangan.(34,35) Resiko pemberian testosteron dalam konsentrasi rendah kepada pria belum diketahui. Demikian pula dengan peningkatan kejadian adenokarsinoma selama pemberian TRT hanya dianggap sebagai anekdot.(36) Studi pemberian testosteron enanthate 200 mg intramuscular setiap 2 minggu melaporkan adanya penigkatan rata-rata prostate specific antigen (PSA) sebesar 0,46 + 0,2 ng/ml selama lebih dari 12 bulan. Tidak ada pasien yang kadarnya melebihi batas normal (4,0 ng/ml). (21) Dalam studi kedua, pemberian cypionate 200 mg intramuscular setiap 2 minggu selama 12 bulan menunjukan peningkatan PSA yang kurang bermakna,yaitu sebesar 0,7 +0,2 ng/ml dan tidak ada pasien yang melebihi 4,0 ng/ml.(15) PSA pada kelompok placebo meningkat 0,4 + 0,2 ng/ml dalam waktu yang sama. Dalam studi ketiga, pemberian testosteron enanthate/cypionate 200 mg setiap 2 minggu secara intramaskular selama 24 bulan, menunjkan peningkatan PSA yang kurang bermakna, yaitu sebesar 0,49 ng/dl dikelompok terapi dan 0,25 ng/dl di kelompok kontrol.(20) Pemeriksaan dasar memulai terapi prostat harus dilakukan sebelum memulai terapi sulih testosteron. Pemeiksaan ini meliputi ultrasonografi (USG) transrektal, palpasi prostate secara digital dan pengukuran kadar PSA total dan bebas.(37) Walaupun kadar ini

harus diukur secara berkala, sensitivitas tes ini terhadap konsentrasi testosteron yang rendah masih dipertanyakan.(38) Beberapa peneliti melakukan biopsy jarum harus terhadap pasien dengan kadar testosteron yang rendah dengan hasil PSA dan pemeriksaan rectal digital negative. Ternyata mereka mendapati 14% kejadian adenokarsinoma.(37) Mereka menarik kesimpulan bahwa konsentrasi PSA berbedabeda pada pasoendengan stimulasi androgenic yang menurun,dan bahwa PSA tidak dapat digunakan sebagai indikator pada pria hipogonadal. Karena itu, biopsy jarum halus dan/atau ultrasonografi (USG) transrektal sangat berguna sebelum memulai terapi sulih testosteron jangka panjang tetapi tidak diperlukan untuk pemeriksaan rutin. Gejalagejala tersebut terjadi sebagai akibat menurunnya kadar testosteron. PENUTUP Andropause adalah suatu sindrom yang terdiri dari berbagai gejala fisik, seksual dan psikologi pada pria berlansia. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan biasanya lebih rendah pada pasien yang sedang menderita suatu penyakit. Meski demikian, banyak data yang mendukung bahwa pemulihan kadar testosteron ke kadar yang fisiologis dapat mengurangi gejala andropause. Keuntungan terapi sulih testosteron pada pria berlansia adalah meningkatnya massa tulang dan otot, meningkatnya fungsi seksual, mengurangi kecemasan, meningkatkan mood dan kongnisi, dan meningkatkan kualitas hidup. Bahkan, morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan depresi dapat dikurangi, sehingga kejadian bunuh diri pada pria. Resiko yang paling serius dari terapi sulih testosteron adalah meningkatnya kejadian karsinoma prosptat. Dengan pengawasan yang baik, terapi sulih testosteron dapat diberikan dengan aman selama 2 tahun pada pria lansia dengan hipogonadal. Karena bukti yang belum cukup, khususnya yang berhubungan dengan keamanan dan efesiensi, terapi sulih testosteron secara umum bagi pria lansia tidak dianjurkan. Meski demikian, evaluasi klinis tentang terapi sulih testosteron pada pria dengan kadar testosteron rendah dan gejala

J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

53

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

andropause masih sangat diperlukan dengan kadar testosteron rendah dan gejala andropause masih sangat diperlukan. DAFTAR PUSAKA
1. Carr BR, Bradshaw KD. Disorders of the ovary and female reproductive tract. In: Fauci AS,Braunwald E, Isselbacher KJ, editors. Harrison,s principles of internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 1998 p. 2102 Sternbach H. Age-associated testosteron decline in men: clinical issues of Psychiatry. Am J Psychiatry 1998; p.2102 Urban RJ. Neoreondocronologi of aging in the male and female. Endocrinol Metab Clin North Am 1992: 21: 921 - 31 Wheeler MJ. The determination od bioavailable testosteron. Am Clin Biochem 1995; 32: 345-57. Gray A, Feldman HA, Mc Kinlay JB, Longcope C. Age, disease, and changing sex hormone levels in middle-aged men: results of the Massachusetts male aging study. J Clin Endocrinol Metab 1991; 73: 1016-25. Vermeulen A, Kaufman JM.Aging of the hypothalamo-pituitary-testicular axis in men. Horm Res 1995; 43: 25-8. Tserotas K, Merino G. Andropause and the aging male. Arch Andriol 1998; 40: 87-93. Mckinlay JB, Longcope C, Gray A. The questionable physiologic and epidemiologic Basis of male climacteric syndrome: preliminary results from the Massachusetts male aging study. Maturutas 1989; 11: 103-15. Deslypere JP, Vermeulen A. Leyding cell function in normal men: effect of age, lifefuction in normal men : effect of age, lifestyle, sisidence, diet ,and activity. J Clin Endocrinol Metab 1984; 59: 955-62. Barret-Connor E, Khaw K. Cigarette smoking and increased endogenous estrogen levels in men.Am J Epideminol 1987; 126: 187-92. Glass AR, Swerdloff RS, Bray GA, Dhams WT, Atkinson RL. Low serum testosteron and sex hormone-binding-globulin in massively obese men. J Clin Endocrinol Metab 1977; 45: 1211-19. Persky HO, Brien CP, Fine E, Howard WJ, Khan MA, Beck RW. The effect of alcohol and smoking on testosteron function and aggression in chronic alcoholics. Am J psychiatry 1997; 134: 621-5. Morley JE, Perry HM, Kaiser FE. Effect of testosteron replacement therapy in old

14.

15.

16.

2.

17. 18.

3.

4.

19.

5.

20.

6.

7. 8.

21.

22. 23.

9.

24.

10.

11.

25.

26.

12.

27.

13.

28.

hypogonadal men: a preliminary study. J Am Gariar Soc 1993: 41: 149-52 Sih R, Morley JE, Kaiser FE, Perry HM, Patrick P, Ross C. Testosteron replacement in older hypogonadal trial. J Clin Endocrinol Metab 1997; 82: 1661-7. Urban RJ, Bodenburg YH, Gilkinson C. Testosterone administration to elderly men increases skeletal muscle strength and protein synthesis. Am J Physiol 1995; 269: E828-6. Tenovel JS. Effects of testosteron suppelementation in the aging male.J Clin Endocrinolmetab 1992; 75:1092-8. Wang C, Swerdloff RS. Androgen replacement therapy. Ann Med 1997; 29: 365-70. Jackson JA, Ringgs MW, Spiekerman AM.Testosterone deficiency as a risk factor for hip fractures in men: a case-control study. Am J Med Sci 1992: 304:4-8. Hajjar RR, Kaiser FE, Morley JE. Outcomes of long-term testosterone replacement in older hypogonadal men: a retrospective analysis. J Clin Endocrinol Metab 1997; 82: 3793-6. Zgliczynsky S, Ossowski M,Slowinska Srzednicka J. Effect of testosterone Replacement therapy on lipids and lipoproteins in hypogonadal and elderly Men, Atherosclerosis 1996; 121: 343. Ulyanik BS, Ari Z, Gumus B, Yigitoglu MR, Arslan T. Beneficial effects of Testosterone undecanoate on the lipoprotein profiles in healthy elderly men. Jpn Heart J 1997; 38: 7382. Schiavi RC, Rehman J. Sexuality and aging. Urol Clin North Am 1995; 22: 711-26. O,Caroll R, Shapiro C, Bancroft J. Androgens, behavior and noctural erection in hypogonadal men: the effects of varying the replacement dose. Clin Endocrinol 1985; 23: 527-38. Yaffe K, Sawaya G, Lieberburg I, Grady D. Estrogen therapy in postmenopausal women: p effects on cognitive function and dementia. JAMA 1998; 279: 688-95. Janowsky JS, Oviatt SK, Orwoll ES. Testosteron influences spatial cognition in older men.Behav Neurosci 1994; 108: 325-32. Christiansen K, Knussmann R. Sex hormones and cognitive function in men. Neuropsychobiology 1987; 18: 27-36. Seidman Sn, Rabkin JG. Testosterone replacement therapy for hypogonadal men with SSRI-refractory depression. J Affect Disord 1998; 48:157-61. Palsson S,Skoong I. The epidemiology of affective disorders in the eldery: a Review.Int

54 J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

w
w

w
w

PD

F -X C h a n ge

PD

F -X C h a n ge

O W !

bu

to

lic

lic

to

bu

N
.c

O W !
w
.d o

.d o

c u -tr a c k

c u -tr a c k

.c

29.

30.

31.

32. 33.

Clin Psychopharmacol 1997: 12 (suppl 7): S313. Meechan PJ. Saltzman LE. Sattin RW. Suicides among older United States Residents: epidemiologic characteristics and trends. Am J Public Health 1991; 81: 1198-2000. Pearson JL, Conwell Y. Suicede in late life: challenges and opportunities for research. Int Psychogeriatr 1995; 7: 131-5. Grabbe L, Demi A, Camann MA, Potter L. The health status of elderly person in the last year of life: a comparisonof deaths by suicide, injury, and natural causes. Am J Public Health 1997; 87: 434-7. Vermeulen A. The male climacterium. Ann Med 1993; 25: 531-4. Basaria S, Dobs AS. Risks versus benefits of testosterone therapy in edelry man. Drugs Aging 1999; 15: 131-42.

34. Gann PH, Hennekens CH, Ma J, Longcope C, Stampfer MJ. Prospective study of sex hormone levels and risk of prostate cancer. J Natl Cancer Inst 19996; 99: 1118-26. 35. Namura AMY, Stemmermann GN, Chyou P, Henderson BE, Stanczy RZ. Serum androgens and prostate cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 1996; 5: 621-5. 36. Jackson JA, Waxman J, Spiekerman AM. Prostatic complications of testosterone replacement therapy. Arch Intern Med 1989; 149: 2365-6. 37. Catalona WJ, Smith DS, Wolfert RL. Evaluation of percentage of free serum Prostate-specific antigen to improve specificity of prostate cancer screening. JAMA 1995; 274: 1214-20. 38. Morgentaler A, Bruning CO, DeWolf WC. Occult levels. JAMA 1996: 276: 1904-6.

J Kedokter Trisakti, Januari-April 2001- Vol.20, No.1

55

w
w

w
w

You might also like