Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH MELALUI PENDEKATAN SISTEM AGRIBISNIS DALAM BUDAYA KAMPUNG NAGA Marlina1) Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Linamarlina249@Gmail.com Suyudi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Hj. Enok Sumarsih3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi enoksumarsih@yahoo.com ABSTRACT The aim of this research is to find out the variation of the rice field agriculture through agribussiness system approach in the culture of Kampung Naga. This research uses the case methode and purposive respondent that consists of ten rice farmers. The location of this research was in the village of Kampung Naga the district of Salawu the regency of Tasikmalaya. The kind of data that are gathered in this research are the primary and secundary data. The technique of the collection of primary data is direct interview. And the technique of the collection of secundary data is gained from the office of agriculture and some relevant literatures. The variation of rice field agribussiness and the financial aspect, which is to discribe cost, profit and R-C ratio is analized in descriptive manner. The system of rice field agribussiness which are conducted by the people of Kampung Naga is still very traditional so that the five sub-system indicated are not visible. The yield that are gained from rice farming are mostly consumed by themselves, to fulfill the need of the family. The economic institution of the village that can support the activity of rice field agribusiness is Lumbung Padi. So it enables Kampung Naga to be self-suffient in rice production. The process of rice field agribusiness still involves the strong tradition so that the rice farmers believe that by embracing to the traditional beliefs and growing rice based on the tradition they can increse the yield and prevent them from the failure of the harvest.

Even though the rice farmers of kampung Naga still preserves the local wisdom and hold to their old tradition but their rice field agribussiness still can be improved by the R-C ratio of 1,39. Key word: Income. ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaan usahatani padi sawah melalui pendekatan sistem agribisnis dalam budaya Kampung Naga. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan penetapan responden secara purposive terhadap 10 orang petani padi sawah dengan mengambil lokasi di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait serta beberapa literatur. Keragaan agribisnis usahatani padi sawah dan aspek finansial yang meliputi biaya pendapatan, penerimaan dan R-C ratio dianalisis secara deskriptif. Sistem agribisnis usahatani padi sawah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga masih terikat oleh adat sehingga kelima subsistem yang ada tidak terlihat secara jelas. Hasil usahatani padi sawah pada umumnya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan beras keluarga. Kelembagaan ekonomi adat yang dapat mendukung kegiatan usahatani adalah lumbung padi. Sehingga Kampung Naga merupakan daerah yang termasuk ke dalam swasembada pangan. Proses usahatani padi masyarakat masih terikat oleh adat istiadat yang masih kuat, sehingga masyarakat beranggapan bahwa dengan percaya dan melaksanakan tradisi tersebut dapat meningkatkan hasil yang maksimal dan jarang terjadinya kegagalan panen. Meskipun masyarakat masih tetap mempertahankan kearifan lokal dan masih tetap memegang teguh tradisi dan budaya leluhur, tetapi dalam melaksanakan usahatani padi masih tetap layak untuk diusahakan dengan R-C yang diperoleh sebesar 1,39. Kata Kunci: Sistem Usahatani, Sistem Agribisnis, Padi Sawah, Kampung Naga, Budaya, Pendapatan. farming system, agribussiness system, Rice, Kampung Naga, culture,

I.

Pendahuluan Kampung Naga merupakan sebuah perkampungan adat yang masih tetap

memegang teguh adat istiadat leluhur, meskipun berada ditengah-tengah kehidupan masyarakat modern. Berlokasi di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Disebelah timur Kampung Naga terdapat hutan kramat yang di kelilingi sungai Ciwulan. Masyarakat Kampung Naga adalah sebuah komunitas yang tradisional yang masih kuat mempertahankan adat dan budaya leluhur.Ini tercermin dari kehidupan mereka yang bersahaja, membatasi diri dari pengaruh-pengaruh luar, serta taat menjalankan berbagai ritual dan keyakinan dari generasi kegenerasi (Mahpudi, 2008). Sistem pertanian yang digunakan masyarakat Kampung Naga masih sangat sederhana dan tradisional. Ketergantungannya pada komoditas andalan yang menjadi sumber bahan makanan pokoknya menjadi sangat kuat.Maka dari itu, peran tanaman padi menjadi sangat dominan dibandingkan dengan jenis tanaman pertanian lainnya. Mereka akan merasa tenang dan nyaman, apabila memiliki padi dan beras dengan cukup, karena padi dan beras merupakan ukuran penghasilan mereka. Padi atau beras dalam masyarakat petani tradisional memiliki nilai ekonomis. Oleh sebab itu, tanaman padi dianggap sebagai titisan Dewi Sri/Nyi Pohaci, sebagai lambang kesuburan petani (Anton Charliyandan Elis Suryani NS, 2010) Terdapat kendala yang mereka hadapi sehubungan dengan areal lahan pertanian, baik lahan basah (sawah) maupun kering, karena di Kampung Naga hanya sekitar 1,5 hektar dengan jumlah penduduk 112 kepala keluarga (KK), maka rata-rata pemilikan lahan pertanian hanya sekitar 297 m2 per kepala keluarga (Suganda, 2006) dalam Anton Charliyandan Elis Suryati NS (2010). Selain keterbatasan lahan pertanian, ada satu faktor lain yang secara langsung berpengaruh pada tingkat kesejahteraan mereka. Mereka tidak pernah melakukan intensifikasi, karena selain tradisi sistem pertanian tradisional dinilai lebih ekonomis. Pengolahan tanah cukup dengan menggunakan peralatan sederhana, tidak memerlukan traktor, tetapi hanya

menggunakan cangkul,dan melibatkan tenaga kerja keluarga atau lingkungan terdekat. Terkadang saling bantu dengan anggota masyarakat lainnya tanpa memperhitungkan upah sebagai imbalannya. Pada dasarnya sistem pertanian yang ada di Kampung Naga dengan yang ada di luar Kampung Naga masih sama yaitu sederhana dan tradisional. Namun yang

membedakan antara sistem pertanian di Kampung Naga dengan Kampung yang lainnya yaitu adat istiadat yang masih kuat, sedangkan masyarakat yang berada di luar Kampung Naga dalam melakukan usahataninya tidak tergantung pada adat itu sendiri dan adat tersebut sudah mulai luntur. Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, bahwa tradisi atau adat yang mereka lakukan dalam pelaksanaan usahatani padi dipercaya dapat berpengaruh terhadap hasil panen. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui keragaan dan kelayakan usahatani padi sawah di Kampung Naga. II. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus di Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Penentuan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), berdasarkan pertimbangan bahwa Kampung Naga merupakan daerah yang mempunyai ciri yang khas kearifan lokal dalam melaksanakan usahatani padi sawahnya dan masih terikat oleh adat istiadat nenek moyang leluhurnya. Responden ditetapkan secara Purposive atau berdasarkan pertimbangan tertentu dan dipilih 10 petani di Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya yang sudah distratifikasi berdasarkan kedudukan dan status sosial responden. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif untuk menjelaskan tentang

keragaan usahatani padi sawah di Kampung Naga melalui pendekatan system agribisnis. Analisis finansial digunakan untuk menghitung besarnya biaya, penerimaan, pendapatan, serta kelayakan usaha padi sawah di Kampung Naga dengan perhitungan sebagai berikut: 1) Biaya total diperoleh dengan cara menjumlahkan total biaya tetap dengan total biaya variabel dengan rumus sebagai berikut: TC=TFC + TVC Keterangan : TC TFC TVC 2) : Total Cost( Biaya Total) : Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap) : Total Variable Cost( TotalBiaya Variabel)

Secara umum total penerimaan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: TR = TP. HP

Keterangan : TR TP HP 3) = Total Revenue (Total Penerimaan) = Total Produksi = Harga satuan produksi

Pendapatan = TR TC Keterangan : TR TC = Pendapatan = Total Penerimaan = Total Biaya

4)

Analisis kelayakan usaha menggunakan analisis R/C R/C = Total Penerimaan Biaya Total R/C ini menunjukkan penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan untuk satu kali proses produksi. Adapun kriteria penilaian kelayakan tersebut yaitu: a) Apabila R/C> 1, maka usahatani padiyang dilakukan memperoleh keuntungan dan layak diusahakan. b) Apabila R/C < 1, maka usahatani padi yang dilakukan mengalami kerugian dan tidak layak untuk diusahakan. c) Apabila R/C = 1, maka usahatani padi tidak memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian (impas). III. 3.1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatani Padi dalam Budaya Kampung Naga

1) Subsistem Penyediaan Sarana dan Prasarana Produksi Subsistem penyediaan sarana dan prasarana produksi dalam usahatani padi di Kampung Naga pada umumnya dalam penyediaan benih padi menggunakan varietas lokal yaitu pare gede meliputi padi jamlang, lokcan, peuteuy, sari kuning, cere dan jidah nangka. Sebagian besar benih tersebut diperoleh dari hasil panen

sebelumnya.Sedangkan untuk memperoleh pupuk, dan sarana produksi lainnya diperoleh dari kios saprodi terdekat. Mereka tidak pernah kesulitan dalam memperoleh sarana produksi baik dalam pengadaan pupuk maupun dalam sarana produksi lainnya.

2) Usahatani Adapun sistem usahatani yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga terdiri dari; pengolahan lahan, pembenihan, pengairan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit serta pemanenan. a) Pengolahan Lahan Ketersediaan air bagi masyarakat Kampung Naga tercukupi sepanjang tahun meskipun pada musim kemarau, hal ini disebabkan oleh adanya hukum adat masyarakat Kampung Naga yang selalu harus melestarikan lingkungan alam sekitarnya.Masyarakat Kampung Naga mempunyai prinsip Leuweung lain ruksakkeun, tapi rawateun jeung rumateun yang artinya hutan itu tidak boleh dirusak tetapi harus dirawat, dijaga dan dilindungi.Masyarakat Kampung Naga pada musimkemaraumasih tetap dapat melakukan kegiatan bercocok tanam. Pengolahan tanah sawah yang dilakukan oleh petani di Kampung Naga melikputi; perbaikan pematang, pencangkulan, perataan dan membuat garisan untuk penanaman padi (nyaplak). Pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani di Kampung Naga harus disesuaikan dengan hari baik, yang dimaksud hari baik adalah hari kelahiran petani yang dalam sistem tersebut. Sebagai contoh petani yang lahir pada hari Jumat maka petani tersebut harus memulai mengolah lahan pertama dengan menghadap ke arah Timur.Mereka beranggapan kalau mengikuti adat tersebut akan memberikan hasil yang baik. Setelah ditentukan hari baik mereka akan segera turun kesawah untuk mengatur pengaliran air, sehingga permukaan tanah sawah tetap tergenang untuk beberapa hari, dengan begitu tanah menjadi lembek serta mudah dicangkul, setelah diratakan, pada salah satu sudut sawah disiapkan tempat pembenihan padi. Tenaga kerja yang digunakan dalam pengolahan tanah sebagian besar merupakan tenaga kerja dalam keluarga. Meskipun ada sebagian kecil yang menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga dan berasal dari luar Kampung Naga.
Gambar 1. Mengolah Sawah dengan Mencangkul

pengolahannya disesuaikan dengan hari baik

b) Persemaian (Pabinihan)

Gambar 2.PersemaianBenih Padi Sebelum melakukan persemaian, masyarakat Kampung Naga pada umumnya melakukan upacara ritual yang disebut ngukusan. Upacara tersebut merupakan ritual yang selalu dilakukan sebelum persemaian, sebelum menanam padidan sebelum panen. Ngukusan adalah upacara bakar kemenyan di lahan yang sudah disiapkan untuk melakukan persemaian, penanaman padi dan pemanenan. Bahan-bahan yang digunakan untuk ngukusan (Gambar 3) tersebut diantaranya ketupat, pisang, opak, wajit, daun sirih, apu sirih, gambir, rujak (pisang dan kelapa), kemenyan, minyak kelapa, bakau, buah pinang, ani-ani, empos (dupa dari kelapa), cermin, sisir. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Naga percaya dengan melakukan ritual seperti itu, maka hasil panen mereka nanti akanmendapatkan hasil yang maksilmal. Lahan untuk persemaian yang dilakukan petani padi di Kampung Naga dahulu, sebelumnya pengolahan diolah lahan terlebih untuk

persemaian ini dilakukan dengan cara pencangkulan hingga tanah menjadi lumpur dan tidak lagi terdapat

bongkahan tanah Lahan yang sudah


Gambar 3. Proses Ngukusan

halus lumpurnya ini kemudian dipetak-

petak dan antara petak-petak tersebut dibuat parit untuk mempernudah pengaturan air. Persemaian yang dilakukan petani padi di Kampung Naga dilakukan dengan menggunakan benih padi dari hasil sendiri dengan cara menyisihkan benih dari hasil panen sebelumnya.

Gambar 4. Mencabut bibit dan bibit siap tanam Rata-rata benih yang dibutuhkan untuk ditanam pada lahan seluas 1 ha sebanyak 15 kg. Benih yang hendak disemai sebelumnya direndam terlebih dahulu secara sempurna sekitar 2 x 24 jam (2 hari 2 malam), dalam ember atau wadah lainnya. Tempat persemaian benih jangan sampai terdapat banyak genangan air, karena pada saat penaburan benih ditempat persemaian benih yang disebar dan masuk ke genangan air akan busuk. Selain itu benih juga tidak harus terbenam kedalam tanah karena dapat menyebabkan kecambah terinfeksi pathogen (penyebab penyakit tanaman) yang dapat menyebabkan busuknya kecambah. Persemaian dilakukan 25 hari sebelum masa tanam, persemaian dilakukan pada lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami. Hal ini dilakukan agar benih yang sudah siap dipindah, waktu dicabut dan akanditanam mudah diangkut dan tetap segar. Bila lokasi jauh maka benih yang diangkut dapat stress bahkan jika terlalu lama menunggu akan mati. c) Pengairan Kebutuhan air untuk kegiatan

usahatani padi pada umumnya tercukupi dengan adanya irigasi.Air irigasi diperoleh dari sungai Ciwulan yang kemudian di alirkan dan dibagikan sesuai kebutuhan ke irigasi-irigasi, tiap irigasi mempunyai pegawai yang bertugas membuka atau menutup saluran irigasi supaya aliran air tetap terkontrol.
Gambar 5.Saluran Air Irigasi

Pengairan yang dilakukan oleh petani

padi adalah pada pengairan sawah sebelum dibajak bertujuan untuk mempermudah

pembajakan karena saat basah tanah menjadi lembek dan saat penanaman (tandur) lahan dalam kondisi tidak terlalu tergenang (macak-macak).Hal ini berguna dalam mengoptimalkan pertumbuhan akar. Kemudian padi pada umur 7 10 hari hingga umur 45 50 kondisi lahan tetap macak-macak terkecuali jika akan dilakukan penyiangan kondisi lahan harus tergenang, hal ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan agar tanah lebih berstruktur dan munculnya tunas-tunas baru tiap rumpunnya. Karena apabila dibiarkan tetap tergenang air mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak maksimal karena pertumbuhan tunas baru terhalang oleh air. Pada umur padi 45 50 ialah fase generatif yaitu pada saat padi akan berbunga, keadaan lahan pada kondisi ini dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga tunas atau anakan agar tidak terus menerus menumbuhkan anakan yang tidak produktif. Setelah itu pada saat umur padi 60 hari kondisi lahan kembali macak macak hingga dalam waktu seminggu menjelang panen kondisi air dikeringkan, hal ini dilakukan untuk menjaga agar tidak tumbuh tunas tersier yang akan mengganggu pemasakan bulir. d) Penanaman Penanaman atau tandur yang di lakukan petani di Kampung Naga dilakukan ketika bibit berumur 25-30 hari, ini dikarenakan bibit yang siap ditanam ialah bibit yang telah mencapai umur yang optimal untuk dipindahkan ke lahan. Bibit ditanam dengan cara dipindahkan dari bedengan persemaian ke petakan sawah,
Gambar 6. Proses Penanaman

dengan cara bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terbawa semua dan tidak rusak. Setelah itu benih dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh disawah dengan sebagian akar terbenam ke air. (Gambar 4 hal 7) Sebelum benih ditanam, lahan dibuat pola jarak tanam dengan menggunakan alat caplakan.Mencaplak lahan dilakukan dua kali dengan arah yang berlawanan (vertikal horizontal) sehingga terbentuk pola tanam dengan jarak tanam yang ukurannya telah ditentukan pada
Gambar 7. Membuat Caplakan untuk Penanaman Padi

caplakan.

Hal

ini

untuk

mempermudah

pemeliharaan, baik penyiangan maupun pemupukan dan memungkinkan setiap tanaman memperoleh sinar matahari yang cukup dan zat zat makanan secara merata.Benih ditanam dengan posisi tegak dengan jarak tanam padi 30 x 30 cm e) Penyiangan Setiap hari setelah penanaman, tanaman padi harus selalu dilihat, apabila kelihatan ada tanaman yang mati harus segera diganti dengan bibit yang baru (disulam).Penyiangan dalam usahatani padi di Kampung Naga dilakukan dengan melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada yang roboh, mati atau kerusakan akibat adanya gangguan hama seperti tikus dan gang, dilakukan bibit maka harus

penggantian dengan cara

menyulam dengan benih yang sama, penyulaman dilakukan 10 hari setelah tanam (hari setelah tanam). Penyiangan dilakukan disekitar rumpun padi, kemudian dibenamkan kelumpur atau dibuang ke pematang sawah.Rata-rata penyiangan dilkukan sebanyak dua kali dalam satu kali musim tanam, penyiangan pertama dilakukan ketika padi berumur tiga minggu dan yang ke dua setelah padi ber umur enam minggu. f) Pemupukan Pemupukan yang dilakukan oleh petani di Kampung Naga keseluruhannya menggunakan pupuk kimia buatan pabrik yaitu phonska berfungsi sebagai ketahanan tanaman terhadap penyakit dan mempercepat pembuatan zat pati dan TSP berfungsi mempercepat tumbuhnya tanaman, merangsang pembungaan dan
Gambar 9. Proses Pemupukan
Gambar 8. Proses Penyiangan

pembentukan buah dan mempercepat pemanenan, pemupukan dilakukan dua kali dalam satu kali musim tanam diantaranya 13 persen ketika padi di semai berumur 15 hari atau dua minggu setelah tanam dan 97 persen ketika benih telah di tanam umur 35

10

hari.Namun ada juga yang menggunakan pupuk kandang (organik). Karena masyarakat Kampung Naga sebagian ada yang memelihara ternak seperti ayam, itik, domba, dan kambing.Kotoran dari hewan btersebut mereka gunakan untuk pupuk. g) Pengendalian Hama dan Penyakit Hama dan penyakit pada tanaman padi sangat beragam, disamping faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan musim) yang sangat mempengaruhi produksi padi. Pengendalian hama dan penyakit sangat penting dilakukan dalam usahatani padi agar hasil produksi tidak menurun. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani padi di Kampung Naga umumnya tidak menggunakan pestisida kimia, tetapi menggunakan abu yang bertujuan untuk menangkal hama yang mengganggu tanaman padi.Hal ini dilakukan pada saat padi berumur 10 hari atau lebih (pada saat padi terserang oleh hama putih). Selain menggunakan abu, ada juga tanaman yang bisa di jadikan pestisida yaitu tanaman sulangkar, daun gadog, pucuk kawung dan pacing. Tanaman tersebut berfungsi untuk mencegah semua jenis hama padi. h) Panen dan Pasca Panen Sebelum dipanen, padi mengalami dua kali penyiangan rumput dan gulma lainnya, yang tumbuh disela-sela tanaman padi, yang merupakan saat paling penting, sehingga ketika memasuki masa berbunga, petani berusaha semaksimal mungkin agar hasil panennya memuaskan. Salah satu usaha yang mereka tempuh adalah dengan menyediakan sesajen yang disebut ngarujakan, yang artinya sama dengan menyediakan sesajen rujak. Menurut mereka, padi yang sedang berbunga, diibaratkan Dewi Sri/Nyi Pohaci yang sedang hamil muda.Hal ini dilakukan ketika padi berumur 3 bulan. Penyediaan sesajen ini terus berlanjut setiap tahap hingga panen dan menyimpannya kedalam leuit/lumbung padi.Penyimpanan padi kini lebih praktis, setelah dipanen padi dijadikan gabah lalu dijemur. Gabah tersebut disimpan didalam karung, kemudian disimpan di Goah yang dianggap sebagai tempat persemayaman Dewi Sri/Nyi Pohaci, sekaligus sebagai wilayah kekuasaan perempuan. Peranan perempuan dalam menyimpan kebutuhan bahan makanan pokok, disamakan dengan padaringan atau pabeasan tempat menyimpan bas atau beras.

11

Kegiatan pemanenan di Kampung Naga masih dilakukan secara manual yaitu dengan cara memotong padi menggunakan ani-ani (etem) atau pisau khusus untuk pemanenan (sabit/arit).

Gambar 10 . Proses Pemanenan dan Penjemuran Padi

Pelaksanaan pemungutan hasil pada saat pemanenan ada beberapa cara diantaranya sistem bawon dan sistem tebasan. Sistem bawon adalah upah dari hasil kerja menuai padi yang diberikan oleh pemilik sawah kepada penuai padi berupa padi setelah pemanenan selesai dan sistem tebasan atau taksiran yaitu pemilik sawah menjual padinya yang masih berada di sawah ke tukang tebas dan petani langsung mendapatkan hasil panennya tanpa harus memanen padinya, karena pemanenan seluruhnya di serahkan ke tukang tebas. 3) Subsistem Pengolahan Hasil Berdasarkan penelitian, masyarakat Kampung Naga dalam pengolahan hasil pertaniannya dikonsumsi untuk sendiri, tetapi ada juga sebagian yang dijual ke luar. Mereka mengolah hasil taninya menjadi tepung beras dimana tepung beras tersebut digunakan untuk membuat rempeyek, rangining, wajit (anglng), nagasari dan lain-lain yang akan disajikan pada waktu upacara-upacara tertentu.Seperti pada waktu panen,

12

hajat sasih(numpeng) dan lain-lain.Hal tersebut dijadikan untuk menambah lauk pauk atau makanan ringan pada saat upacara tertentu. 4) Subsistem Pemasaran Sebagian besar masyarakat Kampung Naga tidak melaksanakan aktivitas pemasaran. Masyarakat Kampung Naga melaksanakan budidaya padi sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan anggota keluarganya. Walaupun begitu, ada sebagian masyarakat Kampung Naga yang melaksanakan pemasaran, dan menjual hasil usahataninya itu kepada pedagang pengumpul yang datang ke Kampung Naga, hanya saja aktivitas pemasaran tersebut tidak berjalan secara kontinyu. 5) Jasa Penunjang Masyarakat Kampung Naga mempunyai lembaga ekonomi adat yang disebut lumbung padi (leuit).Lumbung padi merupakan tempat untuk menyimpan padi yang terpisah dari rumah.Setiap panen mereka menyisihkan (menyumbangkan) hasil panennya itu ke dalam lumbung padi, tetapi tidak diwajibkan bagi masyarakat Kampung Naga untuk menyumbangkan hasil taninya tersebut setiap panen, namun bersifat suka rela.Padi tersebut digunakan untuk keperluan adat (upacara ritual), merenovasi bangunan mesjid dan bale pertemuan.Selain itu padi tersebut diberikan kepada orang yang tidak mampu, tetapi masyarakat di Kampung Naga tidak ada yang kekurangan dalam hal itu.Jika ada orang yang meminjam padi tersebut, maka dibayarnya pada waktu panen yang akan datang. 3.2 Aspek Finansial Usahatani Padi Sawah di Kampung Naga Aspek finansial usahatani padi sawah di Kampung Naga pada umumnya bersifat subsisten tetapi untuk mengetahui kelayakan padi tersebut maka komponen biaya tetap, biaya variabel, penerimaan, pendapatan, dan RC Ratio dicoba untuk diperhitungkan. Analisis biaya dalam penelitian ini dihitung per satu kali produksi, dimulai dari persiapan pengolahan lahan sampai dengan proses pemanenan. 1. Biaya Tetap (fixed cost) Berdasarkan Tabel 1. Karena petani responden memiliki lahan sendiri maka yang dihitung pada biaya tetap ini adalah biaya pajak lahan dan penyusutan alat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alat-alat yang digunakan dalam usahatani padi di Kampung Naga terdiri dari cangkul, sabit, parang dan ani-ani (tm) dengan rata-rata kepemilikan 1 sampai 4 buah dengan umur ekonomis 3 sampai 5 tahun.

13

Tabel 1. Biaya Tetap Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6 bulan) pada rata-rata 4.060 m Jumlah Biaya No. Komponen Biaya (Rp) 1 Pajak Lahan 62.831,62 2 Penyusutan Alat 93.666,67 3 P3A 20.000,00 4 Biaya Ngukusan 60.300,00 Jumlah 236.789,29
Sumber: Data primer yang diolah

2.

Biaya Variabel (Variable Cost) Berdasarkan Tabel 2. Jumlah biaya variabel rata rata yang dikelurkan petani

responden pada usahatani padi per satu kali proses produksi (6 bulan) di Kampung Naga adalah sebesar Rp 2.314.266,11. Bagian terbesar biaya variabel berasal dari tenaga kerja dimana pada biaya tenaga kerja ini biaya yang dikeluarkan berdasarkan upah untuk mencangkul, menanam, pemupukan, penyiangan, dan pemanenan yaitu sebesar Rp 18.374.145,00 dengan rata-rata sebesar Rp 2.04.572,00. Kemudian dari pupuk dimana biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.236.250,00 dengan rata rata Rp 249.281,25. Sisanya dari komponen biaya benih sebesar Rp 361.999,00 dengan rata rata Rp 40.222,11.Pada komponen benih ini tidak dihitung secara ekonomi karena masyarakat Kampung Naga pada umumnya dalam pengadaan benih tidak membeli dari luar tetapi mereka menyisihkan dari panen sebelumnya. Table 2. Biaya Variabel Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6 bulan) pada rata-rata 4.060 m Jumlah Biaya No. Komponen Biaya (Rp) 1 Benih 40.222,11 2 Pupuk: Kandang 11.000,00 Phonska 47.656,25 TSP 190.625,00 3 Tenaga Kerja 2.04.572,00 Jumlah 2.314.266,11
Sumber: Data primer yang diolah

3.

Biaya Total Berdasarkan Tabel 3. Biaya total rata rata yang dikeluarkan petani untuk satu

kali proses produksi (6 bulan) di Kampung Naga adalah sebesar Rp 2.551.064,40. Bagian terbesar biaya total berasal dari biaya variabel dimana pada biaya variabel ini biaya yang dikeluarkan berdasarkan biaya yang besar kecilnya tergantung pada aktivitas produksi padi yaitu sebesar Rp 2.314.266,11. Sisanya merupakan kontribusi dari biaya 14

tetap yang terdiri dari biaya pajak lahan, penyusutan alat dan P3A sebesar Rp 236.798,29. Tabel 3. Biaya Total Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6bulan) pada rata-rata 4.060 m Jumlah Biaya No. Komponen Biaya (Rp) 1 Biaya Tetap 236.798,29 2 Biaya Variabel 2.314.266,11 Jumlah Biaya Total 2.551.064,40
Sumber: Data primer yang diolah

4.

Penerimaan Berdasarkan Tabel 4. Total penerimaan rata-rata yang dihasilkan pada usahatani

padi untuk satu kali proses produksi (6 bulan) di Kampung Naga adalah sebesar Rp. 3.551.111,00. Masyarakat Kampung Naga dapat dikatakan untung, karena produksi yang di hasilkan mencapai maksimal. Tabel 4. Penerimaan Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6 bulan) pada rata-rata 4.060 m Total Gabah Kering Padi Harga Jual Penerimaan (kg) (Rp/kg) (Rp) 2400 4.000,00 9.600.000,00 1200 4.000,00 4.800.000,00 700 4.000,00 2.800.000,00 840 4.000,00 3.360.000,00 750 4.000,00 3.000.000,00 450 4.000,00 1.800.000,00 600 4.000,00 2.400.000,00 1800 4.000,00 7.200.000,00 500 (organik) 6.000,00 3.000.000,00 900 4.000,00 3.600.000,00 7.740 38.000,00 31.960.000,00 Rata-rata 3.551.111,00
Sumber: Data primer yang diolah

5.

Pendapatan

Table 5. Pendapatan Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6 bulan) pada rata-rata 4.060 m Jumlah Total Uraian (Rp) Penerimaan 3.551.111,00 Biaya Total 2,551,064.40 Pendapatan 1.000.046,60
Sumber: Data primer yang diolah

15

Pendapatan yang diterima petani yaitu sebesar pada satu periode produksi dengan luas lahan rata-rata 4.040 m adalah sebesar Rp 1.000.046,60. Dimana pada pendapatan ini usahatani padi yang dijalankan petani mendapatkan keuntungan. 6. R-C Ratio R-C yang diperoleh petani responden pada usahatani padi per satu kali proses produksi di Kampung Naga adalah sebesar 1,39. Artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar 1,39. Karena R-C Ratio yang diperoleh ini lebih dari satu, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani padi di Kampung Naga layak untuk diusahakan. Table 6. R-C Usahatani Padi Sawah dalam Satu Periode Produksi (6 bulan) pada rata-rata 4.060 m No. Uraian Nilai 1 Penerimaan 3.551.111,00 2 Biaya 2,551,064.40 3 R-C 1,39
Sumber: Data primer yang diolah

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 1) Sistem agribisnis usahatani padi sawah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga masih terikat oleh adat sehingga kelima subsistem yang ada tidak terlihat secara jelas. Usahatani padi sawah di Kampung Naga dilaksanakan setiap tahun dua kali karena menggunakan varietas lokal. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik dan anorganik, pengendalian hama dan penyakit bersifat insidentil tergantung pada serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida alami. Hasil usahatani padi sawah pada umumnya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan beras keluarga. Kelembagaan ekonomi adat yang dapat mendukung kegiatan usahatani adalah lumbung padi. Sehingga Kampung Naga merupakan daerah yang termasuk ke dalam swasembada pangan. Proses produksi usahatani padi masyarakat Kampung Naga masih terikat oleh adat istiadat yang masih kuat, sehingga

16

masyarakat beranggapan bahwa dengan percaya dan melaksanakan tradisi tersebut dapat meningkatkan hasil yang maksimal dan jarang terjadinya kegagalan panen. 2) Meskipun masyarakat masih tetap mempertahankan kearifan lokal dan masih tetap memegang teguh tradisi dan budaya leluhur, tetapi dalam melaksanakan usahatani padi masih tetap layak untuk diusahakan dengan R-C yang diperoleh sebesar 1,39 Saran Setelah menganalisis usahatani padi di Kampung Naga dapat disarankan untuk tetap melakukan budidaya padi yang sudah biasa dilaksanakan dengan mempertahankan adat istiadat sebagai kearifan lokal. Namun apabila ada inovasi baru alangkah baiknya kalau masyarakat Kampung Naga biasa membuka diri untuk menerapkan inovasi tersebut dengan catatan tidak menyimpang dari adat atau tradisi yang berlaku

DAFTAR PUSTAKA Anton Charliyandan Elis Suryani, NS. 2010. Menguak Tabir Kampung Naga. Garut: Kapolwil. Mahpudi. 2008. Pesona Wisata ParamediaKomunikatama. Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: CV.

H. M. Ahman Sya dan Awan Mutakin. 2004. Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya. Gajah Poleng. Tasikmalaya. Soekartawi. 1997. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo. Jakarta. Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. Rajawali. Jakarta.

17

You might also like