Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

The Indonesian economy: Will the slowdown persist?

Lili Yan Ing, Jakarta | Opinion | Mon, September 02 2013, 10:53 AM There are two main symptoms of the current economic slowdown facing Indonesia. First, there were losses in the stock market accompanied by the depreciation of the rupiah. The Jakarta Composite Index (JCI) fell from 5,068 in May 2013 to 4,171 in August 2013. At the same time, the rupiah went from Rp 9,000 per US dollar early in 2012 to around Rp 10,800 in August 2013. The second is the widening of the current account deficit to US$9.8 billion during the second quarter (Q2) of 2013 from $5.8 billion in the first quarter (Q1) of 2013. This translates to a 0.3 percent cut in the estimated economic growth for the year. Before we come up with a policy framework, let us understand the root causes of the current slowdown. The losses in the stock market dont actually represent a real fall; rather, the highs of the period between February 2009 to May 2013 were artificial. The ending of US quantitative easing is causing the stock markets in emerging economies to adjust back to normal levels. Meanwhile, the declining value of the rupiah against the US dollar is coming from two sources: first, domestic pressures, which include inflation driven by increased oil prices from the subsidy cut and seasonal factors, such as price increases post-Idul Fitri and increased demand for US dollars during the Haj and year-end periods; and second, income repatriation. The rupiah is expected to be more stable by the end of the year, as Bank Indonesia (BI) should be able to manage the extension of maturity of foreign exchange term deposits, as well as relax its rule on foreign debt. The government has launched monetary and fiscal policy packages that aim to address short-term issues in managing rush foreign exchange denominated fund outflows as well as circumventing employment cuts. The current account deficit is indeed an issue that Indonesia should continuously manage. Even though the current account deficit (equivalent to about 5.5 months of imports) is still perceived to be relatively healthy, Indonesia should lessen its dependency on imports of capital and intermediate and raw materials, which constitute about 93 percent of total imports. Simultaneously, Indonesia should constantly develop manufactured export products, considering that Indonesias exports are still dominated by resource intensive products. Despite the current slowdown, the Indonesian economy is still expected to post promising growth, as there are two facts about the Indonesian economy that differentiate now from the situation prior to the Asian currency crisis in 1997. First, it is true that there have been increasing fund outflows these days, but they are income repatriation instead of capital outflows. The ratio of foreign direct investment (FDI) to gross domestic product (GDP) is 3.2 percent for 2013, which is on par with the ratio before the Asian crisis. It even showed an increasing trend from 2010 to Q2-2013, with an average annual growth of 35 percent (even with a massive surge in capital inflows due to relocation of investment from the European Union and the United States, FDI in Indonesia still grew at 22 percent from 2011 to

Q2-2013). Longer term investors still have high expectations for Indonesias market. Nonetheless, we may expect there will be no significant jumps in FDI in this year, as potential long term investors currently prefer to wait and see for the results of the 2014 presidential election. Second, unlike at the beginning of the crisis period when the Indonesian economy heavily relied on external funding, Indonesia is currently less dependent on debt. The ratio of debt to GDP indeed decreased from 61 percent in 2004 to 25 percent in 2012 and is expected to further decrease to 23 percent in 2013. Regardless of whether the slowdown will persist or not, the global financial crisis gave us a lesson that no economy is shock-free. Indonesia is a growing economy with 50 percent of its population the labor force and a growing middle class, yet that does not guarantee it will keep growing. With the current conditions, Indonesia should improve its resiliency by continuing to strengthen its reserves by enhancing exports. At the same time, the country should cut back on protectionist sentiment and make Indonesia attractive as an investment destination, thus tapping into a larger portion of the global production network. On top of that, it is a must for Indonesia to improve productivity by leveraging education and skills (incentivizing training), boosting domestic savings and translating them into productive investment and attracting more innovation-intensive investment for sustained development. The writer is an economist at the Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) and lecturer at the University of Indonesia. The views expressed here are her own.

Perekonomian Indonesia : Akan perlambatan bertahan ? Lili Yan Ing , Jakarta | Opini | Senin , 02 September 2013 10:53 Ada dua gejala utama dari perlambatan ekonomi yang dihadapi Indonesia . Pertama , ada kerugian di pasar saham disertai dengan depresiasi rupiah . Jakarta Composite Index ( IHSG ) turun dari 5.068 Mei 2013 ke 4.171 pada bulan Agustus 2013. Pada saat yang sama , rupiah pergi dari Rp 9.000 per dolar AS pada awal 2012 menjadi sekitar Rp 10.800 pada bulan Agustus 2013. Yang kedua adalah pelebaran defisit transaksi berjalan sebesar $ 9,8 miliar pada kuartal kedua ( Q2 ) tahun 2013 dari US $ 5,8 miliar pada kuartal pertama ( Q1 ) 2013. Ini berarti untuk 0,3 persen dipotong pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan untuk tahun ini . Sebelum kita datang dengan kerangka kebijakan , mari kita memahami akar penyebab perlambatan saat ini . Kerugian di pasar saham tidak benar-benar mewakili penurunan yang nyata , melainkan tertinggi dari periode antara Februari 2009 sampai Mei 2013 adalah buatan. Akhir dari pelonggaran kuantitatif AS menyebabkan pasar saham di negara-negara berkembang untuk menyesuaikan kembali ke tingkat normal . Sementara itu, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berasal dari dua sumber : pertama , tekanan domestik , yang meliputi inflasi didorong oleh harga minyak meningkat dari

pemangkasan subsidi dan faktor musiman , seperti kenaikan harga pasca - Idul Fitri dan peningkatan permintaan untuk dolar AS selama musim haji dan periode akhir tahun , dan kedua , repatriasi pendapatan. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan lebih stabil pada akhir tahun , karena Bank Indonesia ( BI ) harus mampu mengelola perpanjangan jatuh tempo deposito berjangka valuta asing , serta bersantai aturan pada utang luar negeri . Pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan moneter dan fiskal yang bertujuan untuk mengatasi masalah jangka pendek dalam mengelola dana keluar terburu-buru dalam mata uang asing serta menghindari pemotongan kerja . Defisit transaksi berjalan memang masalah bahwa Indonesia harus terus mengelola. Meskipun defisit transaksi berjalan ( setara dengan sekitar 5,5 bulan impor ) masih dianggap relatif sehat , Indonesia harus mengurangi ketergantungan pada impor bahan modal dan intermediate dan baku , yang merupakan sekitar 93 persen dari total impor . Bersamaan dengan itu, Indonesia harus terus-menerus mengembangkan produk ekspor diproduksi , mengingat Ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk-produk sumber daya intensif . Meskipun perlambatan saat ini, perekonomian Indonesia diperkirakan masih mencatat pertumbuhan yang menjanjikan , karena ada dua fakta tentang perekonomian Indonesia yang membedakan sekarang dari situasi sebelum krisis mata uang Asia pada tahun 1997 . Pertama , memang benar bahwa telah terjadi peningkatan dana keluar hari ini , tetapi mereka pendapatan repatriasi bukan arus keluar modal . Rasio investasi asing langsung ( FDI ) terhadap produk domestik bruto ( PDB ) adalah 3,2 persen untuk 2013 , yang setara dengan rasio sebelum krisis Asia . Bahkan menunjukkan tren peningkatan dari tahun 2010 ke Q2 2013 , dengan pertumbuhan tahunan rata-rata 35 persen ( bahkan dengan gelombang besar arus modal masuk karena relokasi investasi dari Uni Eropa dan Amerika Serikat , FDI di Indonesia masih tumbuh 22 persen dari tahun 2011 ke Q2 - 2013) . Investor jangka panjang masih memiliki harapan yang tinggi untuk pasar Indonesia . Meskipun demikian , kita dapat berharap tidak akan ada lompatan signifikan dalam FDI di tahun ini , sebagai calon investor jangka panjang saat ini lebih memilih untuk " wait and see " atas hasil dari pemilihan presiden 2014 . Kedua , tidak seperti pada awal masa krisis saat perekonomian Indonesia sangat bergantung pada pendanaan eksternal , Indonesia saat ini kurang bergantung pada utang . Rasio utang terhadap PDB memang menurun dari 61 persen pada 2004 menjadi 25 persen pada 2012 dan diperkirakan akan semakin menurun menjadi 23 persen pada 2013 . Terlepas dari apakah perlambatan akan bertahan atau tidak , krisis keuangan global memberi kita pelajaran bahwa tidak ada shock ekonomi bebas . Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi dengan 50 persen penduduk angkatan kerja dan pertumbuhan kelas menengah , namun itu tidak menjamin akan terus berkembang . Dengan kondisi saat ini , Indonesia harus meningkatkan ketahanannya dengan terus memperkuat cadangan dengan meningkatkan ekspor . Pada saat yang sama , negara harus mengurangi sentimen proteksionis dan membuat Indonesia menarik sebagai tujuan investasi , sehingga memasuki porsi yang lebih besar dari jaringan produksi global .

Di atas semua itu , itu adalah suatu keharusan bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan pendidikan dan keterampilan ( incentivizing pelatihan ) , meningkatkan tabungan domestik dan menerjemahkannya ke dalam investasi produktif dan menarik investasi lebih banyak inovasi - intensif untuk pengembangan berkelanjutan . Penulis adalah seorang ekonom di Institut Penelitian Ekonomi ASEAN dan Asia Timur ( ERIA ) dan dosen di Universitas Indonesia . Pandangan yang diungkapkan di sini adalah dirinya sendiri.

Pemerintah Batasi Kenaikan UMP 2014 Maksimal 20%


Zulfi Suhendra - detikfinance Rabu, 18/09/2013 21:35 WIB

Jakarta -Pemerintah membatasi kenaikan upah minumum provinsi (UMP) tahun 2014 tidak akan lebih dari 20%. Besaran tersebut sudah dihitung dan tertuang dalam Pedoman Kebijakan Upah Minimum. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan pemerintah sedang memfinalisasi Instruksi Presiden (Inpres) tentang kebijakan pedoman UMP terbaru. "Inpres ini dimaksudkan sebagai instruksi kepada Menteri, Gubernur, Bupati, dan Walikota agara dalam penetapan UMP dan UM kabupaten dan kota memperhatikan KHL (kebutuhan hidup layak), kondisi pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas tenaga kerja," kata Hidayat saat melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi VI, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2013). Hidayat mengatakan, Inpres tersebut berisi antaralain UMP berdasarkan KHL, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UMP provinsi/kabupaten/kota diarahkan pada pencapaian KHL. Untuk daerah yang upah minimumnya di bawah nilai KHL, kenaikan upah minimum dibedakan antara industri padat karya dengan industri lainnya. Selain itu, besaran kenaikan upah pada provinsi atau dan/atau kabupaten/kota yang upah minimumnya telah mencapai KHL atau lebih, ditetapkan secara bipartit antara pengusaha dan buruh. "Dengan adanya pedoman ini, diharapkan kenaikan upah minimum pada 2014 tidak melebihi 20% terhadap upah minimum tahun berjalan," katanya. Untuk implementasi dari Inpres tersebut, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No.41/2013 tentang klasifikasi dan jenis industri padat karya. Selanjutnya akan dilakukan sosialisasi kepada gubernur/bupati/walikota, dewan pengupahan, dunia usaha, dan serikat pekerja.

2014 UMP government Limit Increase Maximum 20% Jakarta-The government limits the province minumum wage increase (UMP) in 2014 will not be more than 20%. These quantities are calculated and set out in the Guidelines for Minimum Wage Policy. Industry Minister MS Hidayat said the government is finalizing a Presidential Instruction (PI) policy guidelines for UMP. "Instruction is intended as an instruction to the Minister, Governors, Regents and Mayors that the wages in the MW district and town and attention to the KHL (decent living), the conditions of economic growth, and labor productivity," Hidayat said during a hearing with the Commission VI, at the Parliament Building, Senayan, Jakarta, Wednesday (18/09/2013). Hidayat said that the Presidential Directive contains among others UMP based KHL, productivity and economic growth. In addition, the UMP provincial / district / city geared towards the achievement of the KHL. Minimum wage for the area below the KHL, minimum wage increases distinguish between labor-intensive industry to other industries. In addition, the amount of increase in wages in the province or and / or district / city minimum wage has reached the KHL or more, set the bipartite between employers and workers. "With these guidelines, the minimum wage is expected to increase in 2014 did not exceed 20% of the current minimum wage," he said. For the implementation of the Presidential Decree, the Ministry of Industry has issued the Ministerial Decree No.41/2013 on classification and the type of labor-intensive industries. Next will be disseminated to the governors / regents / mayors, council wages, businesses, and unions.

Jokowi minta buruh mengerti kondisi ekonomi saat ini


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (ANTARA FOTO/Regina Safri)
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) meminta buruh mengerti akan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, sebelum menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) menjadi Rp3,7 juta per bulan. "Negara kita ini sedang dilanda krisis ekonomi. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar. Ini juga berdampak pada perekonomian di ibu kota. Maka dari itu, mengertilah dengan kondisi ini. Harusnya kita saling mendukung," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa. Menurut Jokowi, para buruh juga harus menyadari bahwa kenaikan UMP dalam jumlah yang signifikan pada 2012 telah membuat bangkrut sejumlah perusahaan. "Tahun lalu, kenaikan UMP cukup besar, dan ini membuat beberapa perusahaan gulung tikar. Tentunya, kita tidak ingin ada lagi perusahaan yang bangkrut atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerjanya," ujar Jokowi.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta Priyono menuturkan hingga saat ini pihaknya masih terus melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) di Jakarta. "Survei KHL ini sudah kita lakukan sebanyak enam kali, yakni dari bulan Maret hingga Juli 2013. Kita masih akan melakukan dua kali survei lagi, yaitu pada bulan September dan Oktober tahun ini," tutur Priyono. Pada survei sebelumnya, Priyono mengungkapkan komponen transportasi yang dimasukkan dalam KHL hanya dihitung berdasarkan tarif bus TransJakarta. "Kita hanya hitung bus TransJakarta karena pada waktu itu biaya transportasi yang dianggap paling mahal hanya bus TransJakarta. Selebihnya, nanti kita akan mengkaji jenis-jenis transportasi lainnya," ungkap Priyono. Selain komponen transportasi, lanjut dia, pihaknya juga akan mengkaji komponen perumahan, karena rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menyediakan tempat tinggal murah bagi buruh masih belum diwujudkan. Priyono menambahkan jumlah komponen yang akan dilakukan pengkajian lebih lanjut oleh pihaknya tidak berbeda dengan peraturan menteri, yakni sebanyak 60 komponen. "Berdasarkan hasil survei yang sudah kami lakukan sebelumnya pada Juli lalu, nilai KHL di Jakarta mencapai Rp1,915 juta. Tapi, kami masih belum bisa memperkirakan berapa nilai KHL di ibu kota dalam survei kami pada Oktober mendatang," tambah Priyono.

Jakarta Governor Joko Widodo ( Jokowi ) asked workers will understand the current economic conditions in Indonesia , before demanding the provincial minimum wage ( UMP ) to Rp 3, 7 million per month . " Our country is being hit by the economic crisis . Rupiah weakened against the dollar . 's Also an impact on the economy in the capital . Consequently, understood with this condition . Should we support each other , " said Jokowi at City Hall , Central Jakarta , Tuesday . According to Jokowi , the workers also should be aware that the minimum wage increase in significant numbers in 2012 has made a number of failed companies . " Last year , the increase is quite large UMP , and it makes some companies out of business . Obviously , we do not want any more companies that fail or do layoffs ( layoffs ) to its employees , " said Jokowi . Meanwhile , Head of Manpower ( Manpower ) Priyono Jakarta said today it still continues to do a survey for decent living ( KHL ) in Jakarta . " The KHL survey we've done as many as six times , from March to July 2013 . We're still going to do the survey again twice , in September and October this year , " said Priyono . In the previous survey , Priyono revealed that transport components included in the KHL only calculated by TransJakarta bus fare .

" We just count TransJakarta bus because at that time the cost of transportation is considered the most expensive TransJakarta bus only . Moreover, later we will examine other types of transportation , " said Priyono . In addition to transportation component , he added, it will also examine the housing component , because Jakarta Provincial Government plans to provide inexpensive shelter for workers still not been established. Priyono adding the number of components that further assessment will be done by it is no different with ministerial regulations , ie as many as 60 components . " Based on the results of the survey we've done earlier in July , the value of KHL in Jakarta reached Rp1 , 915 million . But , we still can not estimate how much the KHL in the capital in our survey in October , " added Priyono .

Buruh Jakarta Tetap Ngotot Upah Minimum Rp 3 Juta


Para buruh di DKI Jakarta masih tetap menginginkan kenaikan upah buruh Jakarta menjadi Rp 3 juta. Pihaknya juga ingin berdiskusi bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama (Ahok) untuk membahas angka realistis upah buruh DKI Jakarta yang diterima. "Kami para buruh pada intinya menginginkan upah buruh DKI Jakarta itu di angka Rp 3 juta. Tapi kami meminta agar pak Jokowi bisa duduk bareng sama buruh dalam membahas upah. Itu yang kita inginkan," ujar Koordinator Lapangan Forum Buruh (FB) DKI Jakarta, Winarso ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (19/11/2013). Winarso menegaskan, ketika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta belum ingin diskusi bersama buruh dalam membahas masalah upah yang diinginkan, maka buruh akan terus melakukan demo. Hal itu dilakukan hingga aspirasi dan keinginan buruh didengar oleh pemerintah. Selain itu, Winarso menilai upah minimum yang ditetapkan Rp 2,4 juta merupakan aspirasi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya ingin meminta keterangan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta, yang juga Ketua Dewan Pengupahan Priyono. Menurut Winarso, pihaknya melihat ada praktik mafia upah selama ini. Hal itu karena Pemerintah dan Apindo sangat keras tidak menerima usulan upah yang diinginkan buruh. "Bayangkan saja buruh sudah terus menerus melakukan aspirasinya. Tapi, kenyataannya aspirasinya tidak didengar hanya angin lalu saja. Itu yang saya sangat kesalkan dari pemerintah dan Apindo dalam membahas upah ini," kata Winarso. Winarso memastikan, jika aksi buruh terus menerus tidak didengar oleh pemerintah, maka akan ada Mogok Daerah yang terjadi pada 26-28 November 2013. (Dis/Ahm)

You might also like