Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 101

ANALISIS STRUKTUR BENDUNGAN KRENCENG

TERHADAP GEMPA



SKRIPSI



HASKA ADI PRADANA
F44080014













DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ANALYSIS STRUCTURE OF KRENCENG DAM AGAINST THE
EARTHQUAKE

Haska Adi Pradana
1
, Asep Sapei
2
, dan M. Fauzan
3


1,2,3
Departement of Civil and Environmental Engineering , Faculty of Agriculture Technology,
Bogor Agriculture University
Email:
1
haskaadi@ymail.com ,
2
asepsapei @ipb.ac.id,
3
fauzanmuhammad @yahoo.com

ABSTRACT
High population growth coupled with the establishment of a new steel mill, PT. Posco in
Cilegon Krakatau increased the demand for clean water and raw water. Nadra Krenceng as a
reservoir that is used by PT. Krakatau Tirta Industry (PT KTI) is considered unable to meet water
needs in Cilegon. Reservoir volume was increased from 3 million m3 to 5 million m3. With the
addition of volume, the water level rise as well. Water level rise could potentially destabilize the
dam and its resistance to earthquake loads. This study aims to analyze the earthquake-resistant
Krenceng dams with earthquake regulations referring to the SNI-1726-2002 (500 year return
period earthquake), RSNI -1726-2010 (500 year return period earthquake) and Pd T-14-2004-A
(period repeated earthquakes of 50 and 100 years) using the program Geo-Studio2007, especially
Slope / W, Sigma / W and quake / W. For the seismic analysis performed in static and dynamic
analysis. Based on the analysis of the stability of the dam at some point of observation location,
the safety factor of Krenceng Dam before being given earthquake load is still secure (SF> 1.25).
Analysis of seismic loads with the addition of Pd refers to the T-14-2004-A quake with a return
period of 50 and 100 years, the safety factor at the observation points are still safe (SF> 1.25),
whereas for the analysis with the addition of the earthquake loads which refers to the ISO-1726-
2002 and -1726-2010 RSNI (500 year return period earthquake) the safety factor at the
observation points are not safe (SF <1.25). To add to the safety factor at the dam to do some
engineering structures such as soil nail or make further downstream.

Key words: Stability of the dam, earthquake loads, Geo-Studio, safety factor.





Haska Adi Pradana. F44080014. Analisis Struktur Bendungan Krenceng Terhadap Gempa.
Di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Asep Sapei, MS dan Muhammad Fauzan,ST,MT. 2012

RINGKASAN

Cilegon sebagai pusat industri di Provinsi Banten mengakibatkan laju pertambahan
penduduk di kota ini semakin tinggi. Selain itu, adanya proyek besar pembangunan pabrik baja PT.
Krakatau Posco diprediksi akan semakin menarik para pendatang untuk bermukim di kota Cilegon.
Kapasitas produksi air baku yang sebesar 2000 lt/det oleh PT KTI tersebut masih kurang dalam
memenuhi kebutuhan seluruh permintaan air bersih seluruh sektor di Cilegon. Untuk mengatasi
masalah tersebut, Waduk Nadra Krenceng yang semula mempunyai volume sebesar 3 juta m
3

kini sudah dikeruk dan sekarang mempunyai volume 5 juta m
3
serta mengalami penambahan
tinggi muka air sebesar 2 meter. Dengan penambahan tinggi muka air ini maka ketahanan
bendungan akan berkurang oleh karenanya perlu dilakukan kajian mengenai ketahanan struktur
bendungan yang baru.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis struktur bendungan dengan menggunakan
program Geo-Studio 2007 dan Structure Analysis Program (SAP) 2000. Selain itu dilakukan
analisis struktur terhadap beban gempa, karena berdasarkan letak geografisnya Kota Cilegon
masuk ke dalam Wilayah 4 dimana wilayah tersebut termasuk wilayah rawan terjadinya gempa
dengan intensitas yang cukup tinggi. Analisis struktur bendungan terhadap gempa dilakukan
dengan mengacu kepada SNI-1726-2002 dan RSNI-03-1726-2010 dan Pd T-14-2004-A.
Lokasi penelitian dilakukan pada tiga titik sepanjang Bendungan Krenceng (P10, P12, dan
P30). Pemilihan lokasi dipilih berdasarkan nilai SPT yang rendah pada lokasi-lokasi tersebut (<
10). Berdasarkan analisis struktur bendungan dengan kondisi tanpa beban gempa, diperoleh safety
factor pada lokasi P10 sebesar 3,816 , lokasi P12 sebesar 3,124 dan lokasi P30 sebesar 3,768.
Analisis dilanjutkan pada analisis struktur bendungan dengan beban gempa secara statik yang
mengacu pada SNI-1726-2002 (periode ulang 500 tahun), RSNI-1726-2010 (periode ulang 500
tahun) dan Pd T-14-2004-A (periode ulang 50 dan 100 tahun) diperoleh safety factor pada lokasi
P 10 berturut-turut sebesar sebesar 1,224 ; 1,229 ; 1,917 dan 1,772, pada lokasi P 12 sebesar 1,026
; 1,026 ; 1,584 dan 1,471 ,pada lokasi P 30 sebesar 1,164 ; 1,163 ; 1,808 dan 1,675. Setelah itu
dilanjutkan pada analisis gempa secara dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002 (periode 500
tahun) dan RSNI-1726-2010 (periode ulang 500 tahun) diperoleh safety factor dan displacement
pada lokasi P 10 berturut turut sebesar 1,207 ; 0,00254 meter dan 1,209 ; 0,00336 , pada lokasi
P12 sebesar 1,022 ; 0,00527 meter dan 1,007 ; 0,00696 meter , pada lokasi P30 sebesar 1,163 ;
0,00825 meter dan 1,162 ; 0,01091 meter. Rekomendasi yang diusulkan untuk menambah nilai
safety factor pada lokasi yang masih belum aman ( safety factor < 1,25) adalah dengan membuat
bagian lereng hilir bendungan lebih landai dan pemasangan soil nail.


ANALISIS STRUKTUR BENDUNGAN KRENCENG
TERHADAP GEMPA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
SARJANA TEKNIK
pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor


Oleh:
HASKA ADI PRADANA
F44080014












FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Penelitian : Analisis Struktur Bendungan Krenceng Terhadap Gempa
Nama : Haska Adi Pradana
NIM : F44080014
Mayor : Teknik Sipil dan Lingkungan

Menyetujui,
Pembimbing Akademik





Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS Muhammad Fauzan,ST,MT
NIP. 19561025 198003 1003 NIP. 197801292010121001



Mengetahui:
Ketua Departemen,



Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS
NIP. 19561025 198003 1003






Tanggal Lulus :

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Struktur
Bendungan Krenceng Terhadap Gempa adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen
pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.





Bogor, September 2012





















Yang membuat pernyataan



Haska Adi Pradana
F44080014


















Hak cipta milik Haska Adi Pradana, tahun 2012
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

















DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Haska Adi Pradana. Penulis Lahir pada tanggal 31 Juli 1990 di
Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan
Ir.Agus Parwoto dan Tanti Devisetyaningsih. Penulis menamatkan SMA
pada tahun 2008 dari SMA Negeri 1 Bogor, dan pada tahun yang sama
diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI.
Selama menjadi mahasiswa, penulis akfif dalam kepanitiaan kegiatan
atau acara kelembagaan seperti Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (Himatesil)
IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah pada
tahun 2010-2011 dan Bangunan Konservasi Tanah dan Air pada tahun 2010-2011. Selain itu,
penulis juga pernah mengikuti lomba design jembatan di Institut Teknologi Surabaya dengan tema
lomba sebagai finalis 20 besar se-nasional. Pada bulan Juni Agustus 2011, penulis melaksanakan
praktek lapang di PT. Adhi Karya dengan judul QUALITYCONTROL PADA PEMBANGUNAN
GEDUNG THE CONVERGENCE INDONESIA (BASEMENT DAN GROUNDFLOOR) . Pada
tahun berikutnya, penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul ANALISIS STRUKTUR
BENDUNGAN KRENCENG TERHADAP GEMPA di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Asep Sapei,
MS dan Muhammad Fauzan ST, MT.




















i

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Struktur Bendungan Krenceng
Terhadap Gempa. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Allah SWT, atas berkat, rahmat, hidayah dan petunjuk-Nya skripsi ini dapat selesai dengan tepat
waktu.
2. Prof.Dr.Ir Asep Sapei, MS dan Muhammad Fauzan, ST,MT sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan serta telah banyak memberikan masukan dan saran
selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
3. M.Budi Saputra, ST, MEng, sebagai pembimbing lapangan di PT. KTI yang telah memberikan
banyak pengarahan dan koreksi selama pelaksanaan penelitian di PT. KTI.
4. Dr.Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen penguji yang sudah memberikan masukan dan koreksi dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Ayah, Ibu, dan Adik penulis di Bogor yang telah memberikan dorongan semangat, doa dan
dukungan kepada penulis.
6. Ria Ardianti Pedesi atas seluruh bantuan, nasihat, motivasi dan kebersamaannya yang diberikan
kepada penulis.
7. Rekan seperjuangan dalam penelitian (Maul, Chandra, Imo, Manda, dan Nina) atas bantuan dan
kerjasamanya dalam penelitian.
8. Rekan-rekan di PT. KTI (Mas Nashir dan Pak Mujani) yang banyak membantu selama penelitian
9. Seluruh teman-teman SIL 45 khususnya dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu
per satu.
Harapan dari penulis adalah dapat bergunanya laporan ini terhadap dunia pendidikan terutama
dalam menambah ilmu pengetahuan dan membuka wawasan bagi para pembaca.

Bogor, Agustus 2012


Penulis




ii

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR. iii
DAFTAR TABEL.. viii
DAFTAR LAMPIRAN .. ix
I. PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Tujuan Penelitian... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Bendungan 3
2.2 Analisis Kestabilan Bendungan Tipe Urugan. 5
2.3 Gempa Bumi 13
2.4 Geo Studio 2007 ... .. 21
2.5 Structure Analysis Program (SAP) 22
2.6 Peraturan Kegempaan . 22
III. METODOLOGI PENELITIAN .. 23
3.1 Waktu dan Tempat ... 23
3.2 Alat dan Bahan . 23
3.3 Metode Penelitian 24
3.4 Tahapan Pelaksanaan ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .. 40
4.1 Kondisi Lokasi Pengamatan .. .. 40
4.2 Analisis Kestabilan Bendungan .. 41
4.3 Analisis Kestabilan Bendungan Dengan Beban Gempa.. 48
4.4 Pembahasan . 77
V. KESIMPULAN DAN SARAN .. 80
5.1 Kesimpulan .. 80
5.2 Saran 80
DAFTAR PUSTAKA 81
LAMPIRAN 82



iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Analisis kestabilan lereng menggunakan metode Fellenius ................................................... 6
Gambar 2.a. Model irisan pada lereng ..................................................................................................... 8
Gambar 2.b. Penguraian gaya gaya dalam metode Fellenius ................................................................ 8
Gambar 3. Analisis stabilitas lereng menggunakan metode Bishop ........................................................ 9
Gambar 4. Penguraian gaya gaya dalam metode Bishop ...................................................................... 9
Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop ..................................................................................... 10
Gambar 6. Faktor daya dukung izin dengan sudut geser dalam ............................................................. 11
Gambar 7. Analisa kemantapan lereng Janbu ........................................................................................ 12
Gambar 8. Sistem gaya pada suatu elemen menurut cara Janbu ............................................................ 12
Gambar 9. Ilustrasi Gelombang P-Wave/Compressional Wave/Gelombang primer .............................. 15
Gambar 10. Ilustrasi gelombang S-Wave/Shear Wave/Gelombang sekunder ........................................ 15
Gambar 11. Ilustrasi Love Wave ............................................................................................................ 16
Gambar 12. Ilustrasi Rayleigh Wave ...................................................................................................... 16
Gambar 13. Proses perencanaan bangunan tahan gempa ....................................................................... 20
Gambar 14. Lokasi Bendungan Krenceng, Cilegon, Banten, Jawa Barat .............................................. 23
Gambar 15. Pemilihan kondisi PWP untuk analisis SIGMA/W.............................................................. 25
Gambar 16. Pengaruran material pada SIGMA/W ................................................................................ 26
Gambar 17. Pengaturan boundary condition pada SIGMA/W ................................................................ 26
Gambar 18. Pemilihan tipe analisis pada SLOPE/W...... 27
Gambar 19. Pengaturan kondisi PWP awal pada SLOPE/W....... 27
Gambar 20. Pengaturan analisis bidang runtuh pada SLOPE/W ..... 28
Gambar 21. Pengaturan material model pada SLOPE/W 28
Gambar 22. Pengaturan input data tanah pada SLOPE/W . .. 29
Gambar 23. Peta zonasi gempa pada SNI-1726-2002 untuk periode ulang 500 tahun .. 30
Gambar 24.a. Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada SNI-1726-2002. 30
Gambar 24.b. Respon spektrum rencana untuk wilayah 4 yang ada pada SNI-1726-2002 ... 31
Gambar 25. Format data gempa untuk Geo Studio 31
Gambar 26. S
s
, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater
Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 0,2 detik, dalam g, (5 persen redaman
kritis), Kelas Situs SB 32
Gambar 27. S
1
, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater
Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 1 detik, dalam g, (5 persen redaman
kritis), Kelas Situs SB. 33
iv

Gambar 28. Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada RSNI-1726-2010 33
Gambar 29. Format data gempa untuk Geo Studio. 33
Gambar 30. Peta Zona Gempa Indonesia pada Pd T-14-2004-A 35
Gambar 31.a. Pengaturan tipe analisa pada QUAKE/W.. 35
Gambar 31.b. Pengaturan kondisi PWP pada QUAKE/W.. 36
Gambar 32. Pengaturan boundary condition pada QUAKE/W .. 36
Gambar 33. Pengaturan model material pada QUAKE/W ..... 36
Gambar 34.a. Icon Mesh Properties 37
Gambar 34.b. Pengaturan besar mesh.. 37
Gambar 35.a. Input Horizontal Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik................ 37
Gambar 35.b. Input Vertical Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik 37
Gambar 36. Input beban gempa pada SLOPE/W 38
Gambar 37. Pengaturan periode gempa pada QUAKE/W.. 39
Gambar 38. Titik analisis struktur pada Bendungan Krenceng . 40
Gambar 39. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 10.. 41
Gambar 40. Hasil pemodelan pada Geo Studio.. 41
Gambar 41. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 10 41
Gambar 42. Hasil analisa SIGMA/W pada lokasi P 10.. 42
Gambar 43. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 10 42
Gambar 44. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 10. 43
Gambar 45. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 12... 43
Gambar 46. Hasil pemodelan pada Geo Studio . 43
Gambar 47. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 12 44
Gambar 48. Hasil analisis SIGMA/W pada lokasi P 12. 44
Gambar 49. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 12 45
Gambar 50. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 12. 45
Gambar 51. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 30... 46
Gambar 52. Hasil pemodelan pada Geo Studio.. 46
Gambar 53. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 30 46
Gambar 54. Hasil analisis SIGMA/W pada lokasi P 30. 47
Gambar 55. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 30 47
Gambar 56. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 30. 48
Gambar 57. Hasil pemodelan analisa statik pada QUAKE/W 48
Gambar 58. Hasil analisis statik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-1726-
2002..... 49
v

Gambar 59. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 10 dengan acuan SNI-1726-
2002. 49
Gambar 60. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada SNI-1726-2002... 50
Gambar 61. Hasil analisis statik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI -1726-
2010. 51
Gambar 62. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 10 dengan acuan RSNI-1726
2010 51
Gambar 63. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 52
Gambar 64. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun .................. 53
Gambar 65. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun 53
Gambar 66. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W 54
Gambar 67. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-
1726-2002 54
Gambar 68. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 10 dengan acuan SNI-1726-
2002..... 55
Gambar 69. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada SNI-1726-2002.. 56
Gambar 70. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-
1726-2010 56
Gambar 71. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 10 dengan acuan RSNI-1726-
2010. 57
Gambar 72. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 57
Gambar 73. Hasil pemodelan analisa statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W... 58
Gambar 74. Hasil analisis statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-1726-
2002. 58
Gambar 75. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 12 dengan acuan SNI-1726-
2002. 59
Gambar 76. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada SNI-1726-2002. .................................. 59
Gambar 77. Hasil analisis statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-1726-
2010 .................................................................................................................................... 60
vi

Gambar 78. Hasil Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 12 dengan acuan RSNI-
1726-2010 .......................................................................................................................... 60
Gambar 79. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P12 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 ................................................................................ 61
Gambar 80. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun ............................... 62
Gambar 81. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun ............................. 62
Gambar 82. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W ................. 63
Gambar 83. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-
1726-2002 .......................................................................................................................... 63
Gambar 84. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 12 dengan acuan SNI-1726-
2002 .................................................................................................................................... 64
Gambar 85. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada SNI-1726-2002 .................................................................................. 65
Gambar 86. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-
1726-2010 .......................................................................................................................... 65
Gambar 87. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 12 dengan acuan RSNI-1726-
2010 .................................................................................................................................... 66
Gambar 88. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 ................................................................................ 67
Gambar 89. Hasil pemodelan analisa statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W ...................... 67
Gambar 90. Hasil analisis statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan mengacu pada SNI
-1726-2002 ......................................................................................................................... 68
Gambar 91. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 30 dengan acuan SNI-1726-
2002 .................................................................................................................................... 68
Gambar 92. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada SNI-1726-2002 .................................................................................. 69
Gambar 93. Hasil analisis statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-1726
-2010 .................................................................................................................................. 70
Gambar 94. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 30 dengan acuan RSNI-1726
-2010 .................................................................................................................................. 70
Gambar 95. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 ................................................................................ 71
Gambar 96. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun ............................... 72
vii

Gambar 97. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara statik
yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun ............................. 72
Gambar 98. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W ................. 73
Gambar 99. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-1726
-2002 .................................................................................................................................. 73
Gambar 100. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 30 dengan acuan SNI-1726-
2002 ................................................................................................................................. 74
Gambar 101. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada SNI-1726-2002................................................................................ 75
Gambar 102. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-
1726-2010 ........................................................................................................................ 75
Gambar 103. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 30 dengan acuan RSNI-1726-
2010 ................................................................................................................................. 76
Gambar 104. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara dinamik
yang mengacu pada RSNI-1726-2010 ............................................................................. 77

























viii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Data material pada Bendungan Krenceng ................................................................................ 24
Tabel 2. Percepatan gempa dasar untuk berbagai periode ulang ............................................................ 34
Tabel 3. Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat ......................................................................... 34
Tabel 4. Data displacement pada lokasi P 10 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002 .................. 55
Tabel 5. Data displacement pada lokasi P 10 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010 ............... 57
Tabel 6. Data displacement pada lokasi P 12 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002 .................. 64
Tabel 7. Data displacement pada lokasi P 12 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010 ............... 66
Tabel 8. Data displacement pada lokasi P 30 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002 .................. 74
Tabel 9. Data displacement pada lokasi P 30 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010 ............... 76
Tabel 10. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 10 .............................................. 77
Tabel 11. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 12 .............................................. 78
Tabel 12. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 30 .............................................. 78


























ix


DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram alir tahapan penelitian. 83

1


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Cilegon merupakan kota yang terletak di wilayah barat Jawa di mana kegiatan dalam sektor
industri mencakup 20% dari seluruh wilayah kota tersebut dan memberikan kontribusi sebesar 64%
terhadap pembangunan ekonomi. Pada tahun 1992, jumlah penduduk kota Cilegon sebesar 232,248
jiwa, sedangkan pada 2002 meningkat hingga sebanyak 309,097 jiwa. Pertumbuhan jumlah penduduk
setiap tahun yang sebesar 2,64% ini mengakibatkan kebutuhan air yang meningkat pula, sehingga
pasokan air bersih sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar. PT Krakatau Tirta Industri (PT. KTI)
merupakan salah satu perusahaan yang menyediakan air bersih di kawasan Cilegon dengan kapasitas
terpasang sebesar 2000 lt/det yang bersumber dari sungai Cidanau yang mengalir pada DAS Cidanau.
Sebagai salah satu perusahaan dalam penyedia air baku, PT. KTI memiliki kontribusi yang besar
dalam penyuplaian air di seluruh wilayah Cilegon, termasuk sektor domestik.
Selain permintaan jumlah air yang besar pada sektor domestik, permintaan pasokan air bersih
dari sektor industri terus meningkat. Saat ini telah dibangun berbagai industri baru pada wilayah
perindustrian Cilegon di kawasan KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon), yang tentu saja akan
membutuhkan pasokan air bersih tambahan. Selain itu, PT Krakatau Steel merencanakan
pembangunan fasilitas iron making baru berupa Blast Furnace Complex dengan kapasitas 1,2 juta ton
per tahun, serta pembangunan pabrik baru yang bekerja sama dengan Pohang Iron Steel Corporation
(POSCO). Kerja sama ini direncanakan pula akan membangun pabrik integrated steel mill (ISM), di
mana seluruh proyek pembangunan dan pengembangan ini akan membutuhkan pasokan air, listrik, dan
kegiatan logistik yang besar.
Kapasitas produksi air baku yang sebesar 2000 lt/det oleh PT. KTI tersebut masih kurang dalam
memenuhi kebutuhan seluruh permintaan air bersih seluruh sektor di Cilegon. Pada musim kering
kapasitas terpasang Sungai Cidanau hanya sebesar 1375 lt/det, sehingga air bersih yang dapat
diproduksi sepanjang tahun tidak lebih dari 1375 lt/det. Jika memperhitungkan air baku yang
tersimpan di Waduk Krenceng maka air baku yang berasal dari sungai Cidanau dan Waduk Krenceng
saat ini hanya dapat menyediakan air baku sebesar 1515 lt/det. Walaupun demikian, hal ini masih
kurang dari permintaan kapasitas air baku yaitu sebesar 600 lt/det. Untuk mengatasi masalah tersebut,
Waduk Nadra Krenceng yang semula mempunyai volume sebesar 3 juta m
3
kini sudah dikeruk dan
sekarang mempunyai volume 5 juta m
3
. Akan tetapi hal ini menimbulkan pertanyaan apakah volume
waduk yang sekarang mampu ditopang oleh struktur bendungan dan masih memenuhi safety factor
yang diizinkan. Berdasarkan letak geografis kota Cilegon yang masuk dalam kategori wilayah rawan
gempa (wilayah 4 dalam SNI-1726-2002), perlu adanya kajian mengenai ketahanan struktur
bendungan terhadap beban gempa terlebih dengan kondisi muka air yang baru pada bendungan
tersebut, karena dikhawatirkan apabila tidak memenuhi safety factor bendungan akan mengalami
keruntuhan dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Dengan adanya revisi dari peraturan
gempa RSNI -1726-2005 menjadi RSNI -1726-2010 maka dapat dilakukan analisis kesesuaian struktur
bendungan terhadap ketahanan gempa yang mengacu pada standar terbaru yang berlaku. Selain itu
2

digunakan juga pedoman konstruksi dan bangunan yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah tentang analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa (Pd T-14-
2004-A) untuk menambah referensi tentang perhitungan beban gempa pada jenis bendungan urugan
(embankment).

1.2 Tujuan Penelitian
1. Melakukan analisis struktur bendungan dengan menggunakan program Geo-Studio 2007 dan
SAP 2000.
2. Melakukan analisis struktur terhadap beban gempa yaitu dengan acuan SNI-1726-2002,
RSNI-1726-2010 dan pedoman konstruksi dan bangunan yang dikeluarkan oleh Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat
beban gempa (Pd T-14-2004-A).





















3

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bendungan
Menurut Tanev (2005) bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan
laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk
mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Beberapa dam juga memiliki bagian yang
disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan.
Bendungan (dam) dan bendung (weir) sebenarnya merupakan struktur yang berbeda. Bendung
(weir) adalah struktur bendungan berkepala rendah (lowhead dam), yang berfungsi untuk menaikkan
muka air, biasanya terdapat di sungai. Air sungai yang permukaannya dinaikkan akan melimpas
melalui puncak/mercu bendung (overflow) dapat digunakan sebagai pengukur kecepatan aliran air di
saluran/sungai. Di negara dengan sungai yang cukup besar dan deras alirannya, serangkaian bendung
dapat dioperasikan membentuk suatu sistem transportasi air.
Bendungan (dam) dapat diklasifikasikan menurut struktur, tujuan atau ketinggian. Berdasarkan
struktur dan bahan yang digunakan, bendungan dapat diklasifikasikan sebagai dam kayu, dam tanah
(embankment dam) atau dam batu/semen (masonry dam), dengan berbagai subtipenya. Tujuan
dibuatnya termasuk menyediakan air untuk irigasi atau penyediaan air di perkotaan, meningkatkan
navigasi, menghasilkan tenaga hidroelektrik, menciptakan tempat rekreasi atau habitat untuk ikan dan
hewan lainnya, pencegahan banjir dan menahan pembuangan dari tempat industri seperti
pertambangan atau pabrik.

2.1.1 Komponen bendungan
Komponen bendungan terdiri dari (Tanev ,2005) :
1. Badan bendungan (body of dams)
Badan bendungan adalah tubuh bendungan yang berfungsi sebagai penghalang air. Bendungan
umumnya memiliki tujuan untuk menahan air, sedangkan struktur lain seperti pintu air atau tanggul
digunakan untuk mengelola atau mencegah aliran air ke dalam daerah tanah yang spesifik. Kekuatan
air memberikan listrik yang disimpan dalam pompa air dan ini dimanfaatkan untuk menyediakan listrik
bagi jutaan konsumen.
2. Pondasi (foundation)
Pondasi adalah bagian dari bendungan yang berfungsi untuk menjaga kokohnya bendungan.
3. Pintu air (gates)
Pintu air digunakan untuk mengatur, membuka dan menutup aliran air di saluran baik yang
terbuka maupun tertutup. Bagian yang penting dari pintu air adalah :
a. Daun pintu (gate leaf), adalah bagian dari pintu air yang menahan tekanan air dan dapat
digerakkan untuk membuka , mengatur dan menutup aliran air.
b. Rangka pengatur arah gerakan (guide frame), adalah alur dari baja atau besi yang dipasang
masuk ke dalam beton yang digunakan untuk menjaga agar gerakan dari daun pintu sesuai
dengan yang direncanakan.
4

c. Angker (anchorage), adalah baja atau besi yang ditanam di dalam beton dan digunakan untuk
menahan rangka pengatur arah gerakan agar dapat memindahkan muatan dari pintu air ke
dalam konstruksi beton.
d. Hoist, adalah alat untuk menggerakkan daun pintu air agar dapat dibuka dan ditutup dengan
mudah.
4. Bangunan pelimpah (spill way)
Bangunan Pelimpah (spill way) adalah bangunan beserta instalasinya untuk mengalirkan air
banjir yang masuk ke dalam waduk agar tidak membahayakan keamanan bendungan. Bagian-bagian
penting dari bangunan pelimpah :
a. Saluran pengarah dan pengatur aliran (control structures), digunakan untuk mengarahkan dan
mengatur aliran air agar kecepatan alirannya kecil tetapi debit airnya besar.
b. Saluran pengangkut debit air (saluran peluncur, chute, discharge carrier, flood way),
makin tinggi bendungan, makin besar perbedaan antara permukaan air tertinggi di dalam
waduk dengan permukaan air sungai di sebelah hilir bendungan. Apabila kemiringan saluran
pengangkut debit air dibuat kecil, maka ukurannya akan sangat panjang dan berakibat
bangunan menjadi mahal. Oleh karena itu, kemiringannya terpaksa dibuat besar, dengan
sendirinya disesuaikan dengan keadaan topografi setempat.
c. Bangunan peredam energy (energy dissipator), digunakan untuk menghilangkan atau setidak-
tidaknya mengurangi energi air agar tidak merusak tebing, jembatan, jalan, bangunan dan
instalasi lain di sebelah hilir bangunan pelimpah.
5. Kanal (canal)
Kanal (canal) digunakan untuk menampung limpahan air ketika curah hujan tinggi.
6. Reservoir
Reservoir digunakan untuk menampung/menerima limpahan air dari bendungan.
7. Stilling basin
Stilling basin memiliki fungsi yang sama dengan energy dissipater.
8. Katup (kelep, valves)
Katup (kelep, valves) fungsinya sama dengan pintu air biasa, hanya dapat menahan tekanan yang
lebih tinggi (pipa air, pipa pesat dan terowongan tekan). Merupakan alat untuk membuka, mengatur
dan menutup aliran air dengan cara memutar, menggerakkan kea rah melintang atau memenjang di
dalam saluran airnya.
9. Drainage gallery
Drainage gallery digunakan sebagai alat pembangkit listrik pada bendungan.

2.1.2 Fungsi Bendungan
Fungsi bendungan adalah sebagai berikut (Tanev,2005):
1. Pembangkit listrik tenaga air. Banyak negara memiliki sungai dengan aliran air yang memadai,
yang dapat dibendung dan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
2. Untuk Menstabilkan aliran air/irigasi: Bendungan sering digunakan untuk mengontrol dan
menstabilkan aliran air, untuk pertanian tujuan dan irigasi. Mereka dapat membantu menstabilkan
atau mengembalikan tingkat air danau dan laut pedalaman. Mereka menyimpan air untuk minum
dan kebutuhan manusia secara langsung.
5

3. Untuk Pencegahan banjir: Bendungan diciptakan untuk pengendalian banjir.
4. Untuk Reklamasi: Bendungan (sering disebut tanggul-tanggul atau tanggul) digunakan untuk
mencegah masuknya air ke suatu daerah yang seharusnya dapat tenggelam, sehingga para
reklamasi untuk digunakan oleh manusia.
5. Untuk Air pengalihan: Bendungan yang digunakan untuk tujuan hiburan.

2.2 Analisis Kestabilan Bendungan Tipe Urugan (Embankment)
Menurut Pangular (1985) analisis kestabilan bendungan tipe urugan memiliki cara yang sama
dengan analisis kestabilan lereng. Analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, komputasi dan grafik.
Analisis kestabilan lereng dengan cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati
langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan memanfaatkan
pengalaman dilapangan. Akan tetapi cara ini dinilai kurang teliti, karena tergantung dari pengalaman
seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan dan dilakukan dengan
memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
Cara komputasi dilakukan dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus (Fellenius, Bishop,
Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung faktor keamanan
lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah
adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi: (a) tak terdrainase, (b) efektif untuk beberapa kasus
pembebanan, (c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau dengan
kedalaman, (d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu) atau
terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air tanah. Dalam menghitung besar
faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang
mempunyai bidang gelincir saya yang dapat dihitung.
Cara grafik dilakukan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu,
Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen dengan struktur sederhana.
Material yang heterogen (terdiri atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan
arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan
strike/dip lapisan batuan.
Menurut Sowers (1975), tipe longsoran terbagi kedalam 3 bagian berdasarkan kepada posisi
bidang gelincirnya, yaitu longsoran kaki lereng (toe failure), longsoran muka lereng (face failure), dan
longsoran dasar lereng (base failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng yang relatif
agak curam (>45
0
) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai nilai sudut geser dalam yang besar
(>30
0
). Longsoran muka lereng biasa terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer),
dimana ketinggian lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga lapisan lunak yang
berada di atas lapisan keras berbahaya untuk longsor. Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng
yang tersusun oleh tanah lempung, atau bisa juga terjadi pada lereng yang tersusun oleh beberapa
lapisan lunak (soft seams).


6

2.2.1 Metode Fellenius
Ada beberapa metode komputasi untuk menganalisis kestabilan lereng, yang paling umum
digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius (1939) dalam Baker (1978). Metode ini
banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan bidang
gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).
Perhitungan stabilitas lereng dengan metode Fellenius dilakukan dengan membagi massa
longsoran menjadi segmen-segmen seperti contoh pada Gambar 1. Dimana Wi adalah berat segmen
tanah (kN/m),li adalah panjang busur lingkaran pada segmen yang dihitung (m), xi adalah jarak
horisontal dari pusat gelincir ke titik segmen (m), dan R adalah jari-jari lingkaran keruntuhan.

Gambar 1. Analisis kestabilan lereng menggunakan metode Fellenius

Untuk tanah kohesif (=0), maka :


(1)


Dimana:
Cu = kuat geser tanah tak terdrainase
= sudut antara bidang horizontal dengan garis kerja kohesi
L = panjang total busur gelincir

(2)

= sudut busur lingkaran gelincir

Untuk tanah c- , maka:


(3)

Dimana :
C = kuat geser tanah
W = berat segmen tanah
7

Metode Fellenius dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis, non isotropis dan
berlapis-lapis. Massa tanah yang bergerak diandaikan terdiri atas beberapa elemen vertikal. Lebar
elemen dapat dambil tidak sama dan sedemikian sehingga lengkung busur di dasar elemen dapat
dianggap garis lurus.
Berat total tanah/ batuan pada suatu elemen (W) termasuk beban luar yang bekerja pada
permukaan lereng (Gambar 2a dan 2b) Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada
dasar elemen sehingga pengaruh gaya T dan E yang disamping elemen dapat diabaikan. Faktor
keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dan penyebab longsor. Pada gambar momen
tahanan geser pada bidang longsor adalah :

Mpenahan = R . r

(4)
Dimana :
R = gaya geser
r = jari-jari bidang longsor

Tahanan geser pada dasar tiap elemen adalah :

R = S . b = b (c + tan ) (5)

Dimana :
b = lebar irisan
=
t .cos
b
(6)

Momen penahan yang ada sebesar :

M
penahan
= r (cb + W
t
cos tan )

(7)
Komponen tangensial Wt, yang bekerja sebagai penyebab longsoran yang menimbulkan momen
penyebab sebesar:

M
penyebab
= (W
t
sin ) . r

(8)

Faktor keamanan dari lereng menjadi :


(9)


8

Jika lereng terendam air atau jika muka air tanah diatas kaki lereng, maka tekanan air pori akan
bekerja pada dasar elemen yang ada di bawah air tesebut. Dalam hal ini tahanan geser harus
diperhitungkan yang efektif sedangkan gaya penyebabnya tetap diperhitungkan secara total, sehingga
rumus menjadi:


(10)

Dimana :
u = tegangan air pori di dasar bidang longsoran.

Persamaan di atas dapat dijelaskan dalam Gambar 2 :



(a) (b)
Gambar 2. (a) Model irisan pada lereng. (b) Penguraian gaya gaya dalam metode Fellenius.

2.2.2 Metode Bishop
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode Swedia, tetapi dengan memperhitungkan gaya-
gaya antar irisan yang ada. Metode Bishop mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran.
Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang
luncur, serta letak rekahan. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak
rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik.
Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode yang sangat popular dalam analisis
kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil
perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan
metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti metode Spencer atau metode
kesetimbangan batas umum, jarang lebih besar dari 5 %. Metode ini sangat cocok digunakan untuk
pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur lingkaran untuk mencari faktor
keamanan minimum.
Metode Bishop sendiri memperhitungkan komponen gaya gaya (horisontal dan vertikal) dengan
memperhatikan keseimbangan momen dari masing masing potongan, seperti pada Gambar 3 metode
ini dapat digunakan untuk menganalisa tegangan efektif.
9



Gambar 3. Analisis stabilitas lereng menggunakan metode Bishop.

Faktor keamanan dari Metode Bishop :




Dimana:
W = berat segmen tanah
cb = kohesi tanah
= sudut antara bidang horisontal dengan garis kerja kohesi
= sudut gesek dalam
= kemiringan lereng

Cara analisa Bishop (1955) dalam dalam Baker (1978) menggunakan cara elemen dimana gaya
yang bekerja pada tiap elemen ditunjukan pada gambar seperti pada Gambar 4. Persyaratan
keseimbangan diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. Faktor keamanan terhadap
longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang
longsor (S
tersedia
) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (S
perlu
).


Gambar 4. Penguraian gaya gaya dalam metode Bishop.
(11)

10

Dimana :
W = berat tanah dan beban di atasnya yang lain bila ada
N = N + ul
N = Gaya normal total
N = Gaya normal efektif
ul = Gaya akibat tekanan air pori
u = Tekanan air pori yang bekerja di dasar potongan sebesar W

FK =
1
m .o
(c

b +( b ) tan )
sin


(12)

FK =
crlu
B . tcrscJo


(13)
Bila kekuatan geser tanah adalah :

S
tersedia
= c + ( ) tan
= c + tan

(14)
maka tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan adalah :

S
perlu
=
1
F
c + ( ) tan

(15)
Harga m.a dapat ditentukan dari Gambar 5 . Cara penyelesaiannya merupakan coba ulang (trial and
errors) harga faktor keamanan FK di ruas kiri persamaan faktor keamanan di atas, dengan
menggunakan Gambar 5 untuk mempercepat perhitungan.


Gambar 5. Harga m.a untuk persamaan Bishop.

Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila sudut
negatif (-) di lereng paling bawah mendekati 30
0
. Kondisi ini bisa timbul bila lingkaran longsor sangat
11

dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak lereng. Faktor keamanan yang didapat
dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat dengan cara Fellenius.

2.2.3 Metode Janbu
- Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur
lingkaran.
- Bidang longsor pada analisis metode janbu ditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada
massa batuan atau tanah.
- Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah.
Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang
memiliki faktor keamanan terendah.
Metode Janbu, untuk tanah berbutir kasar :

Qp = Ap (c . Nc + q . Nq)

(16)
Dimana :
c = kohesi tanah (kN/m
2
)
Nc, Nq = faktor daya dukung ujung tiang berdasarkan tabel Janbu

untuk memudahkan mencari Nc dan Nq dapat menggunakan grafik pada Gambar 6. Janbu (1945)
dalam Baker (1978) mengembangkan suatu cara analisa kemantapan lereng yang dapat diterapkan
untuk semua bentuk bidang longsor (Gambar 7 dan 8)


Gambar 6. Faktor daya dukung izin dengan sudut geser dalam.

12


Gambar 7. Analisa kemantapan lereng Janbu.


Gambar 8. Sistem gaya pada suatu elemen menurut cara Janbu.

Keadaan keseimbangan untuk setiap elemen dan seluruh massa yang longsor mengikuti persamaan di
bawah ini:

S sin + N cos = W, dimana T = 0

(17)

( -S cos + N sin ) = -Q dimana E + Q = 0

(18)
Kriteria kemantapan lereng menggunakan rumus yang terakhir. Berdasarkan kriteria keruntuhan
Coloumb, faktor keamanan dapat dikutip dengan rumus :

(19)


Dimana :
= cos
2
( 1 + tan tan /F )

13

Dari kondisi momen keseimbangan diperoleh :

T = -tan E

EX = _ E
n
~


Keadaan keseimbangan setiap potongan menghasilkan :

T
x
= -tan
t
_ (B
A
F
)
n
0


Cara perhitungan :
Pada rumus yang dipakai terdapat besaran t yang tidak diketahui apabila kondisi tegangan tidak
diketahui. Meskipun demikian dengan membuat asumsi kedudukan gaya yang bekerja, harga yang
cukup teliti dari Tx dapat diperoleh dari rumus. Harga T
o
dan F
o
dihitung untuk kondisi t = 0 , dari
harga T
o
dapat diperoleh d T
o
/dx dan apabila disubtitusi ke rumus akan diperoleh harga TI dan FI dan
harga seterusnya.

2.3 Gempa Bumi
Menurut Chopra (1995) Gempa bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada
permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi secara tiba-tiba dari pusat gempa. Energi yang
dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran. Gelombang getaran
yang sampai ke permukaan bumi disebut gempa bumi.

2.3.1 Penyebab Terjadinya Gempa
Banyak teori yang telah dikemukan mengenai penyebab terjadinya gempa bumi. Sebab-sebab
terjadinya gempa adalah sebagai berikut (Chopra ,1995):
1. Runtuhnya gua-gua besar yang berada di bawah permukaan tanah. Namun, kenyataannya
keruntuhan yang menyebabkan terjadinya gempa bumi tidak pernah terjadi.
2. Tabrakan meteor pada permukaan bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam
susunan tata surya. Dalam tata surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran
mengelilingi orbit bumi. Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-
kadang sampai ke permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi
jika massa meteor cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang
sekali terjadi. Kejadian ini sangat jarang terjadi dan pengaruhnya juga tidak terlalu besar.
3. Letusan gunung berapi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa
terjadi sebelum gunung api meletus. Gempa bumi jenis ini disebut gempa vulkanik dan jarang
terjadi bila dibandingkan dengan gempa tektonik. Ketika gunung berapi meletus maka getaran
dan goncangan letusannya bisa terasa sampai dengan sejauh 20 mil. Sejarah mencatat, di
Indonesia pernah terjadi letusan gunung berapi yang sangat dahsyat pada tahun 1883 yaitu
meletusnya Gunung Krakatau yang berada di Jawa barat. Letusan ini menyebabkan
goncangan dan bunyi yang terdengar sampai sejauh 5000 Km. Letusan tersebut juga


14

menyebabkan adanya gelombang pasang Tsunami setinggi 36 meter dilautan dan letusan ini
memakan korban jiwa sekitar 36.000 orang. Gempa ini merupakan gempa mikro sampai
menengah, gempa ini umumnya berkekuatan kurang dari 4 skala Richter.
4. Kegiatan tektonik. Semua gempa bumi yang memiliki efek yang cukup besar berasal dari
kegiatan tektonik. Gaya-gaya tektonik biasa disebabkan oleh proses pembentukan gunung,
pembentukan patahan, gerakan-gerakan patahan lempeng bumi, dan tarikan atau tekanan
bagian-bagian benua yang besar. Gempa ini merupakan gempa yang umumnya berkekuatan
lebih dari 5 skala Richter.
Dari berbagai teori yang telah dikemukakan, maka teori lempeng tektonik inilah yang dianggap
paling tepat. Teori ini menyatakan bahwa bumi diselimuti oleh beberapa lempeng kaku keras (lapisan
litosfer) yang berada di atas lapisan yang lebih lunak dari litosfer dan lempemg-lempeng tersebut terus
bergerak dengan kecepatan 8 km per tahun sampai 12 km per tahun. Pergerakan lempengan-
lempengan tektonik ini menyebabkan terjadinya penimbunan energi secara perlahan-lahan. Gempa
tektonik kemudian terjadi karena adanya pelepasan energi yang telah lama tertimbun tersebut.
Daerah yang paling rawan gempa umumnya berada pada pertemuan lempeng-lempeng tersebut.
Pertemuan dua buah lempeng tektonik akan menyebabkan pergeseran relatif pada batas lempeng
tersebut, yaitu:
1. Subduction, yaitu peristiwa dimana salah satu lempeng mengalah dan dipaksa turun ke
bawah. Peristiwa inilah yang paling banyak menyebabkan gempa bumi.
2. Extrusion, yaitu penarikan satu lempeng terhadap lempeng yang lain.
3. Transcursion, yaitu terjadi gerakan vertikal satu lempeng terhadap yang lainnya.
4. Accretion, yaitu tabrakan lambat yang terjadi antara lempeng lautan dan lempeng benua.

2.3.2 Parameter Dasar Gempa Bumi
Beberapa parameter dasar gempa bumi (Chopra,1995), yaitu:
1. Hypocenter, yaitu tempat terjadinya gempa atau pergeseran tanah di dalam bumi.
2. Epicenter, yaitu titik yang diproyeksikan tepat berada di atas hypocenter pada permukaan
bumi.
3. Bedrock, yaitu tanah keras tempat mulai bekerjanya gaya gempa.
4. Ground acceleration, yaitu percepatan pada permukaan bumi akibat gempa bumi.
5. Amplification factor, yaitu faktor pembesaran percepatan gempa yang terjadi pada permukaan
tanah akibat jenis tanah tertentu.

Skala gempa, yaitu suatu ukuran kekuatan gempa yang dapat diukur dengan secara kuantitatif
dan kualitatif. Pengukuran kekuatan gempa secara kuantitatif dilakukan pengukuran dengan skala
Richter yang umumnya dikenal sebagai pengukuran magnitudo gempa bumi. Magnitudo gempa bumi
adalah ukuran mutlak yang dikeluarkan oleh pusat gempa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan
oleh Richter dengan besar antara 0 sampai 9. Selama ini gempa terbesar tercatat sebesar 8,9 skala
Richter terjadi di Columbia tahun 1906. Pengukuran kekuatan gempa secara kualitatif yaitu dengan
15

melihat besarnya kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Kerusakan tersebut dapat dikatakan sebagai
intensitas gempa bumi.

2.3.3 Jenis jenis gelombang gempa
Gelombang gempa (seismic waves) adalah gelombang-gelombang yang menjalar di bumi,
biasanya dihasilkan oleh gempa tektonik. Walaupun bisa juga gelombang ini muncul karena ledakan
buatan, misalnya akibat percobaan bom nuklir bawah tanah. Secara umum gelombang gempa
dikategorikan menjadi Body Wave dan Survace Wave (Tim pembina olimpiade kebumian
Indonesia,2010).
1. Body Wave
Body Wave adalah gelombang yang merambat di interior bumi. Terdiri atas :
a. P-Wave/Compressional Wave/Gelombang primer, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Gambar 9. Ilustrasi Gelombang P-Wave/Compressional Wave/Gelombang primer

- Gelombang longitudinal (arah gerak partikel searah dengan arah rambatan).
- Kecepatan 330 m/det di udara, 1450 m/det di air, dan sekitar 5000m/det di granit.
- Bisa merambat di segala jenis medium (padat,cair dan gas).
- Relatif paling kecil dampak kerusakaannya dibandingkan dengan S-Wave dan Surface Wave
yang sangat merusak.
- Amplitudo kecil.
b. S-Wave/Shear Wave/Gelombang sekunder, yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Gambar 10. Ilustrasi gelombang S-Wave/Shear Wave/Gelombang sekunder.

16

- Gelombang transversal (arah gerak partikel tegak lurus dengan arah rambatan).
- Kecepatan 60% dari P-Wave.
- Hanya bisa merambat di medium padat saja.
- Efek merusak lebih besar dari P-Wave.
- Amplitudo lebih besar dai P-Wave.
2. Surface Wave
Surface Wave adalah gelombang yang merambat di sepanjang permukaan bumi. Terdiri atas:
a. Love Wave

Gambar 11. Ilustrasi Love Wave.

- Gelombang transversal (arah gerak partikel tegak lurus dengan arah rambatan).
- Kecepatan 70% dari S-Wave.
- Paling merusak, terutama di daerah dekat episentrum.
- Getaran yang dirasakan manusia pertama kali.
- Ditemukan oleh A.E.H Love pada 1911.
b. Rayleigh Wave

Gambar 12. Ilustrasi Rayleigh Wave.

- Gerakan eliptik retrograde/ ground rolling (tanah memutar ke belakang tapi secara umum
gelombangnya merambat ke depan, analog dengan gelombang laut).
- Sedikit lebih cepat dari Love Wave (90% dari kecepatan S-Wave).
- Ditemukan oleh Lord Rayleigh pada 1885.

17

2.3.4 Pengaruh Gempa terhadap Bangunan
Menurut Agus (2002) gempa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap bangunan
sehingga harus diperhitungkan dengan benar dalam perencanaan struktur tahan gempa dengan tingkat
keamanan yang dapat diterima. Kekuatan dari gerakan tanah akibat gempa bumi pada beberapa tempat
disebut intensitas gempa. Komponen-komponen dari gerakan tanah yang dicatat oleh alat pencatat
gempa accelerograph untuk respons struktur adalah amplitudo, frekuensi, dan durasi. Selama terjadi
gempa terdapat satu atau lebih puncak gerakan. Puncak ini merupakan efek maksimum dari gempa.
Selama terjadi gempa, bangunan mengalami perpindahan vertikal dan horizontal. Gaya gempa
dalam arah vertikal hanya sedikit mengubah gaya gravitasi yang bekerja pada struktur yang umumnya
direncanakan terhadap gaya vertikal dengan faktor keamanan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu,
struktur jarang runtuh akibat gaya gempa vertikal. Sebaliknya gaya gempa horizontal bekerja pada
titik-titik yang lemah pada struktur yang tidak cukup kuat dan akan menyebabkan keruntuhan. Oleh
karena itu, perancangan struktur tahan gempa adalah meningkatkan kekuatan struktur terhadap gaya
horizontal yang umumnya tidak cukup.
Gerakan permukaan bumi menimbulkan gaya inersia pada struktur bangunan karena adanya
kecenderungn massa bangunan (struktur) untuk mempertahankan dirinya. Besarnya gaya inersia
mendatar (F) tergantung dari massa bangunan (m), percepatan permukaan a dan sifat struktur. Apabila
bangunan dan pondasinya kaku, maka menurut hukum kedua Newton, percepatan yang ditimbulkan
oleh gaya yang bekerja pada benda berbanding lurus dengan besar gayanya dan berbanding terbalik
dengan massa benda. Akan tetapi dalam kenyataannya tidaklah demikian, karena semua struktur
tidaklah benar-benar sebagai massa yang kaku tetapi fleksibel. Suatu bangunan bertingkat banyak
dapat bergetar dengan berbagai bentuk karena gaya gempa yang dapat menyebabkan lantai pada
berbagai tingkat mempunyai percepatan dalam arah yang berbeda-beda.

2.3.5 Tingkat Layanan
Perencanaan struktur atau bangunan yang baik mempunyai ketahanan terhadap gempa dengan
tingkat keamanan yang memadai, struktur harus dirancang dapat memikul gaya gempa atau gaya
horizontal. Struktur harus mempunyai tingkat layanan akibat gaya gempa yang terdiri dari
(Agus,2002):
1. Serviceability
Serviceability diperhitungkan jika gempa dengan intensitas percepatan tanah yang kecil dalam
waktu ulang yang besar mengenai suatu struktur, disyaratkan tidak mengganggu fungsi bangunan
seperti aktivitas normal di dalam bangunan dan perlengkapan yang ada. Dengan kata lain, tidak
dibenarkan terjadi kerusakan pada struktur baik pada komponen struktur maupun elemen non-struktur
yng ada. Dalam perencanaan harus diperhatikan kontrol dan batas simpangan (drift) yang terjadi
semasa gempa, serta menjamin kekuatan yang cukup bagi komponen struktur untuk menahan gaya
gempa yang terjadi dan diharapkan struktur masih berperilaku elastik.
2. Kontrol kerusakan (damage control)
Kontrol kerusakan dilakukan jika struktur dikenai gempa dengan waktu ulang sesuai dengan
umur rencana bangunan, maka struktur direncanakan untuk dapat menahan gempa ringan tanpa terjadi
kerusakan pada komponen struktur ataupun non-struktur, dan diharapkan struktur masih dalam batas
elastis.
18

3. Survival
Survival yang dimaksud adalah jika terjadi gempa kuat yang mungkin terjadi pada umur rencana
bangunan membebani suatu struktur, maka struktur tersebut direncanakan untuk dapat bertahan dengan
tingkat kerusakan yang besar tanpa mengalami keruntuhan (collapse). Tujuan utama dari keadaan
batas ini adalah untuk menyelamatkan jiwa manusia.

2.3.6 Sifat Struktur
Sifat dari struktur yang menjadi syarat utama perencanaan bangunan tahan gempa adalah sebagai
berikut (Agus,2002):
1. Kekuatan (strength)
Kekuatan dapat kita artikan sebagai ketahanan dari struktur atau komponen struktur atau bahan
yang digunakan terhadap beban yang membebaninya. Perencanaan kekuatan suatu struktur tergantung
pada maksud dan kegunaan struktur tersebut.
2. Daktilitas (ductility)
Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara
berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya
pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
3. Kekakuan (stiffness)
Deformasi akibat gaya lateral perlu dihitung dan dikontrol. Perhitungan yang dilakukan
berhubungan dengan sifat kekakuan. Deformasi pada struktur dipengaruhi oleh besar beban yang
bekerja. Hubungan ini merupakan prinsip dasar dari mekanika struktur, yaitu sifat geometri dan
modulus elastisitas bahan. Kekakuan mempengaruhi besarnya simpangan pada saat terjadi gempa.
Simpangan (drift) dapat diartikan sebagai perpindahan lateral relatif antara dua tingkat bangunan yang
berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap-tiap tingkat bangunan. Simpangan lateral
dari suatu sistem struktur akibat beban gempa perlu ditinjau untuk menjamin kestabilan struktur,
keutuhan secara arsitektural, potensi kerusakan komponen non-struktur, dan kenyamanan penghuni
gedung pada saat terjadi gempa. Selain itu, besarnya simpangan dibatasi untuk mengurangi efek P-
delta. Besarnya simpangan yang diperbolehkan diatur dalam peraturan perencanaan bangunan.

2.3.7 Metode Analisis Gaya Gempa
Metode analisis gempa yang digunakan untuk merencanakan bangunan tahan gempa dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu analisis statik dan analisis dinamik (Chopra,1995). Dalam
menganalisis perilaku struktur yang mengalami gaya gempa, semakin teliti analisis dilakukan,
perencanaannya semakin ekonomis dan dapat diandalkan. Untuk bangunan satu tingkat dapat
direncanakan hanya dengan menetapkan besarnya beban lateral yang dapat ditahan elemen struktur
dan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam peraturan.
Untuk bangunan berukuran sedang, prosedur analisis dapat dilakukan dengan metode analisis
statik sesuai dengan prosedur yang ditentukan dalam peraturan. Untuk bangunan yang besar dan
mempunyai nilai kepentingan yang besar harus menggunakan metode analisis dinamik. Selain itu,
analisis dinamik juga harus dilkakukan untuk struktur yang mempunyai kekakuan atau massa yang
berbeda-beda tiap tingkatnya.
19

Pemilihan metode analisis antara analisis statik dan dinamik umumnya ditentukan dalam
peraturan perencanan yang berlaku. Pemilihan metode analisis tergantung pada bangunan tersebut
apakah termasuk struktur gedung beraturan atau tidak beraturan. Jika suatu bangunan termasuk
struktur bangunan beraturan yang didefinisikan dalam peraturan perencanan, maka analisis gempa
dilakukan dengan analisis statik. Sebaliknya, jika suatu struktur termasuk struktur bangunan tidak
beraturan, maka analisis gempa dilakukan dengan cara dinamik.

2.3.7.1 Analisis Statik
Analisis statik dapat kita bagi menjadi dua jenis yaitu (Chopra,1995):
1. Analisis statik linear
Analisis statik nonlinear dapat digunakan untuk berbagai tujuan, di antaranya yaitu untuk
menganalisis struktur yang mempunyai material dan geometri yang tidak linear, untuk membentuk
kekakuan P-delta setelah analisis linear, untuk memeriksa konstruksi dengan perilaku material yang
bergantung pada waktu, untuk melakukan analisis beban dorong statik dan lain-lain. Analisa beban
dorong statik merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu terhadap
gempa.
2. Analisis statik nonlinear
Analisis statik nonlinear secara langsung menghitung redistribusi gaya-gaya dan deformasi yang
terjadi pada struktur ketika mengalami respons inelastis. Oleh karena itu, analisis statik nonlinear lebih
akurat daripada analisis statik linear. Namun, analisis statik nonlinear tidak dapat digunakan untuk
menganalisis respons struktur bangunan tinggi yang fleksibel. Untuk itu, prosedur analisis dinamik
nonlinear harus dilakukan untuk bangunan tinggi atau bangunan dengan ketidakteraturan dalam arah
vertikal yang cukup besar.

2.3.7.2 Analisis Dinamik
Menurut Chopra (1995) gaya lateral yang bekerja pada struktur selama terjadi gempa tidak dapat
dievaluasi secara akurat oleh metode analisis statik. Analisis dinamik dipakai untuk memperoleh hasil
evaluasi yang lebih akurat dari gaya gempa dan perilaku struktur. Struktur yang didesain secara statik
dapat ditentukan apakah struktur tersebut cukup aman berdasarkan hasil responsnya dengan analisis
dinamik. Jika dari hasil respons tersebut struktur dinyatakan tidak aman, desain struktur tersebut harus
dimodifikasi agar memenuhi syarat struktur tahan gempa. Proses perencanaan bangunan tahan gempa
dapat dilihat pada Gambar 13. Analisis dinamik dapat kita bagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Analisis dinamik linear
Respons elastis dari suatu struktur akibat gaya gempa dapat ditentukan dengan analisis model.
Riwayat waktu dari respons tiap ragam karakteristik harus diperoleh terlebih dahulu dan kemudian
dijumlahkan untuk memperoleh respons riwayat waktu dari kumpulan massa dengan sistem n derajat
kebebasan. Prosedur ini dinamakan analisis riwayat waktu. Analisis respons dinamik riwayat waktu
linear adalah suatu cara analisis untuk menentukan riwayat respons dinamik struktur gedung 3 dimensi
yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan tanah akibat gempa rencana pada taraf pembebanan
gempa nominal sebagai data masukan dimana respons dinamik dalam setiap interval waktu dihitung
dengan metode integrasi langsung atau dapat juga melalui metode analisis ragam.
20

Analisis riwayat waktu tidak selamanya diperlukan karena sering kali hanya nilai maksimum
respons yang diperlukan untuk perencanaan gempa. Dalam hal ini, nilai maksimum dari respons tiap
ragam diperoleh dari desain spektra dan ditambahkan untuk menentukan respons maksimum dari
keseluruhan sistem. Prosedur ini dinamakan analisis ragam spektrum respons. Analisis ragam
spektrum respons adalah suatu cara analisis untuk menentukan respons dinamik struktur gedung
beraturan 3 dimensi yang berperilaku secara elastik penuh terhadap pengaruh suatu gempa dimana
respons dinamik total struktur gedung tersebut didapat sebagai hasil superposisi dari respons dinamik
maksimum masing-masing ragamnya yang didapat melalui spectrum respons gempa rencana. Namun,
metode ini tidak dapat digunakan jika ada ragam dimana periode getaran translasional atau torsional
mendekati nilai periode alami. Dalam hal ini, harus digunakan integrasi langsung dari persaman
geraknya.
2. Analisis dinamik nonlinear
Gaya gempa rencana, gaya dalam, dan perpindahan (displacement) dari sistem yang
menggunakan prosedur analisis dinamik nonlinear ditentukan dengan analisis respons dinamik
inelastis. Dengan analisis dinamik nonlinear, displacement yang direncanakan tidak ditentukan dengan
target displacement tetapi ditentukan secara langsung melalui analisis dinamik dengan riwayat gerakan
tanah (ground-motion histories). Analisis ini sangat dipengaruhi oleh terhadap asumsi dalam
pemodelan dan gerakan tanah yang mewakilinya.
Analisis dinamik nonlinear mempunyai dasar-dasar, pendekatan dalam pemodelan, dan kriteria-
kriteria yang hampir sama dengan prosedur untuk analisis statik nonlinear. Perbedaan utamanya yaitu
perhitungan respons untuk analisis dinamik nonlinear ini menggunakan analisis riwayat waktu.
Analisis respons dinamik riwayat waktu nonlinear adalah suatu cara analisis untuk menentukan
riwayat waktu respons dinamik struktur gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh (linear)
maupun elastoplastis (nonlinear) terhadap gerakan tanah akibat gempa rencana sebagai data masukan
dimana respons dinamik dalam setiap interval waktu dihitung dengan metode integrasi langsung.


Gambar 13. Proses perencanaan bangunan tahan gempa.

21

2.4 Geo Studio 2007
Geo Studio Office adalah sebuah paket aplikasi untuk pemodelan geoteknik dan geo lingkungan.
Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W,QUAKE/W,TEMP/W, dan CTRAN/W yang
sifatnya terintegrasi sehingga memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk ke produk
yang lain. Fitur ini cukup unik dan memberikan fleksibilitas untuk digunakan dalam menyeselasikan
berbagai macam permasalahan geo teknik dan geo lingkungan.
SLOPE/W merupakan produk perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan tanah dan
kemiringan batuan. Dengan SLOPE/W dapat dilakukan analisis masalah baik secara sederhana maupun
kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan batas untuk berbagai
permukaan yang miring, kondisi tekan pori air, sifat tanah dan beban terkonsentrasi. Selain itu dapat
juga digunakan elemen tekan pori air yang terbatas, tegangan statis atau tegangan dinamik pada
analisis kestabilan lereng serta dapat juga dikombinasikan dengan analisis probabilistik.
SEEP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis rembesan air tanah,
masalah kelebihan disipasi tekanan pori air. Dengan SEEP/W dapat dipertimbangkan analisis mulai
dari masalah tingkat kejenuhan yang tetap sampai yang tidak jenuh tergantung dari masalah itu terjadi.
SIGMA/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis tekanan geoteknik dan
masalah masalah deformasi. Dengan SIGMA/W dapat dipertimbangkan analisis mulai dari masalah
deformasi sederhana hingga masalah tekanan efektif lanjutan secara bertahap dengan menggunakan
model konstitutif tanah seperti linear-elastis, anisotropik linier-elastik, nonlinier-elastis (hiperbolik),
elastis-plastik atau Cam-clay.
QUAKE/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis gerakan dinamis dari
struktur bumi hingga menyebabkan gempa bumi. QUAKE/W sangat cocok sekali untuk menganalisis
perilaku dinamis dari bendungan timbunan tanah, tanah dan kemiringan batuan, daerah di sekitar tanah
horizontal dengan potensi tekanan pori-air yang berlebih akibat gempa bumi.
TEMP/W adalah salah satu software yang digunakan untuk menganalisis masalah panas bumi.
Software ini dapat menganalisis masalah konduksi tingkat panas yang tetap. Pengguna dapat
mengontrol tingkat di mana panas diserap atau dibebaskan selama fase perubahan. Kondisi batas
termal dapat ditentukan dari memasukan data iklim dan kondisi batas disediakan untuk thermosyphons
dan pipa pembekuan.
CTRAN/W adalah salah satu software yang dalam penggunaannya berhubungan dengan SEEP/W
untuk pemodelan transformasi kontaminasi. CTRAN/W dapat menganalisa masalah yang sederhana
seperti pergerakan partikel dalam gerakan air atau serumit menganalisis proses yang melibatkan difusi,
dispersi, adsorpsi, peluruhan radioaktif dan perbedaan massa jenis.
VADOSE/W adalah salah satu software yang berhubungan dengan lingkungan, permukaan tanah,
zona vadose dan daerah air tanah lokal. Software ini dapat menganalisa masalah batas fluks seperti:
1. Rancangan dan memonitor performa satu atau lebih lapisan yang menutupi
tambang dan fasilitas limbah rumah.
2. Menentukan iklim yang mengontrol distribusi tekanan pori-air pada lereng untuk digunakan
dalam analisis stabilitas
3. Menentukan infiltrasi, evaporasi dn transpirasi dari proyek-proyek pertanian atau irigasi


22

2.5 Structure Analysis Program (SAP) 2000
Program SAP2000 merupakan pengembangan program SAP yang dibuat oleh Prof. Edward L.
Wilson dari University of California at Berkeley,US sekitar tahun 1970. Untuk melayani keperluan
komersial dari program SAP, pada tahun 1975 dibentuk perusahaan Computer & Structure, Inc.
dipimpin oleh Ashraf Habirullah, di mana perusahaan tersebut sampai saat ini masih tetap eksis dan
berkembang.
Sebagai program komputer analisa struktur yang dikembangkan cukup lama dari lingkungan
universitas di mana source code pada awal mulanya dapat dipelajari, program SAP menjadi cikal bakal
program-program analisa struktur lain di dunia. Dengan reputasi lebih dari 30 tahun, program SAP
dikenal secara luas dalam komunitas rekayasa, khususnya di bidang teknik sipil.
Dalam bukunya yang berjudul SAP-A General Structural Analysis Program dijelaskan bahwa
program SAP mula-mula dikembangkan dalam versi main-frame. Sekitar tahun 1980 dibuat versi PC-
nya, yaitu SAP80, dan tahun 1990 dengan versi SAP90, semuanya dalam sistem operasi DOS. Ciri-ciri
keduanya adalah menggunakan file sebagai cara untuk memasukan input data dalam
mengoperasikannya. Ketika PC beralih dari sistem operasi DOS (teks) ke sistem operasi windows
(grafis), versi SAP2000 dikeluarkan. Saat ini, versi SAP2000 terakhir adalah v 15.0 Versi ini cukup
canggih, karena dapat digunakan untuk melakukan analisa non-linear (deformasi besar, gap/kontak),
jkabel, beban ledak, tahapan konstruksi, dan sebagainya.

2.6 Peraturan Kegempaan
Peraturan mengenai kegempaan yang masih digunakan saat ini sebagai standar yang dijadikan
acuan untuk perencanaan bangunan tahan gempa yaitu SNI 1726 2002 dan rancangan SNI 1726 2010
untuk periode ulang 500 tahun. Selain mengacu pada kedua standar tersebut, untuk analisis bendungan
tipe urugan ini digunakan juga pedoman konstruksi dan bangunan yang dikeluarkan oleh Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban
gempa (Pd T-14-2004-A) untuk periode ulang 50 dan 100 tahun.















23

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari Maret 2012 hingga Mei 2012, bertempat di PT Krakatau
Tirta Industri dengan objek observasi Bendungan Krenceng, Cilegon, Provinsi Banten. Bendungan
Krenceng terletak di desa Masigit, kecamatan Ciwandan. Bendungan Krenceng mempunyai kapasitas
tampung sekitar 5.000.000 m
3
pada elevasi muka air normal + 22,50 m. Tinggi bendungan maksimum
17 m dari dasar sungai dengan panjang puncak 1000 m. Lokasi bendungan dapat dilihat pada
Gambar 14.


Gambar 14. Lokasi Bendungan Krenceng, Cilegon, Banten, Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
1. Data sekunder berupa data tanah dan tinggi muka air maksimal pada bendungan Krenceng milik
PT. Krakatau Tirta Industri.
2. Komputer Intel (R) Core i5 @2.30 GHz dengan RAM sebesar 4.00 GB DDR3.
3. Program Geo Studio 2007.
4. Program SAP2000.
24

5. Peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan struktur bendungan :
- Pedoman Konstruksi dan Bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang
Analisis Stabilitas Bendungan Tipe Urugan Akibat Beban Gempa (pd. T-14-2004-A).
6. Peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan bangunan tahan gempa :
a. SNI-1726-2002
b. RSNI-1726-2010

3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain:
1. Pengumpulan dan pemilahan data.
2. Proses analisis struktur bendungan dengan program Geo Studio 2007 dan SAP 2000.

3.4 Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilakukan melalui dua tahapan, diantaranya adalah tahap pengumpulan data dan tahap
analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data terkait yang akan digunakan pada
proses analisis. Data yang dibutuhkan dalam analisis struktur bendungan merupakan data sekunder
yang dimiliki oleh PT. Krakatau Tirta Industri. Data tersebut mencakup gambar struktur, data kapasitas
waduk dan data material bendungan. Rincian data material pada bendungan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Data material pada Bendungan Krenceng.
Data Tanah Bendungan Tanah Dasar Toe Drain
Jenis Material Lempung Pasir Lanauan Tufa Pumis Pasiran Batu
Satuan Berat (kN/m
3
) 18,7 24,525 21,582
Kohesi (kPa)

10 10 0
Sudut Geser Dalam 20
o
35
o
30
o
Sumber: Data sekunder dari PT.Krakatau Tirta Industri.

Analisis struktur bendungan Krenceng dilakukan menggunakan bantuan dua software analisis
struktur yakni Geo Studio 2007 dan SAP2000, adapun untuk bantuan pengolahan data digunakan
program Microsoft Excel dan AutoCad 2010. Pada analisis bendungan dengan software Geo-Studio
2007 menggunakan beberapa fitur yang disediakan dalam paket analisis ini, yaitu SLOPE/W (untuk
analisis stabilitas bendungan), SIGMA/W (untuk analisis gaya dalam bendungan dan membuat kondisi
pore water pressure awal), dan QUAKE/W (untuk analisis stabilitas bendungan dengan penambahan
beban gempa). Sedangkan software SAP2000 digunakan untuk membuat respon spektrum gempa
25

berdasarkan SNI-1726-2002 dan RSNI-1726-2010 yang akan diinputkan ke QUAKE/W. Diagram alir
tahapan analisis dapat dilihat pada lampiran 1.
Berikut adalah tahapan pelaksanaan analisis kestabilan bendungan :
1. Mempelajari site plan, data tanah pada tubuh bendungan dan tanah dasar serta gambar struktur
bangunan, sehingga dapat dipilih bagian yang kritis (nilai SPT rendah) untuk dianalisis.
2. Setelah mendapatkan bagian kritis bendungan yang mewakili semua profil bendungan yaitu pada
titik P10 (sebelah kiri spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 9 dan pada tanah
dasar 50, P12 (sebelah kanan spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendugan sebesar 9 dan pada
tanah dasar 50, dan terakhir P30 dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 6 dan pada tanah
dasar 50, dilanjutkan dengan menggambar ulang potongan gambar untuk bagian tersebut
menggunakan program Autocad 2010 (hal ini dikarenakan data digital tidak tersedia).
3. Melakukan pemodelan pada program Geo Studio 2007 berdasarkan hasil penggambaran ulang
menggunakan program Autocad 2010.
4. Melakukan pemodelan dan analisis stabilitas bendungan pada semua lokasi penelitian
menggunakan SLOPE/W pada program Geo-Studio 2007 dengan asumsi tubuh bending terdiri dari
tanah homogen tanpa perlindungan batuan, kondisi tinggi muka air yang baru dan tanpa beban
gempa. Sebelum dioperasikan harus ada penyesuaian asumsi analisis yang dilakukan. Salah satu
asumsi yang cukup penting adalah kondisi Pore Water Pressure (PWP), pada kasus ini kondisi
PWP diambil dari hasil analisis SIGMA/W dengan tipe analisis Insitu. Pilihan kondisi awal PWP
dipilih dari water table yang diinputkan secara manual dari data sekunder yang ada (Gambar 15).


Gambar 15. Pemilihan kondisi PWP untuk analisis SIGMA/W.

Selanjutnya untuk pemilihan material bendungan menggunakan material kategori berdasarkan
Total Stress Parameters, sedangkan material modelnya dipilih linear elastic. Hal ini disesuaikan
dengan ketersediaan data sekunder (Gambar 16).
26



Gambar 16. Pengaturan material pada SIGMA/W.

Untuk analisis menggunakan SIGMA/W perlu dibuat boundary condition untuk menentukan letak
reservoir head, potential seepage, daerah zero pressure dan batas analisis untuk sumbu X dan Y
(Gambar 17).


Gambar 17. Pengaturan boundary condition pada SIGMA/W.

hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang mengindikasikan perbedaan tegangan
yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan. Setelah analisis SIGMA/W selesai, analisis
kestabilan lereng menggunakan SLOPE/W dapat dilanjutkan.
5. Pada analisis SLOPE/W tipe analisis yang dipilih menggunakan metode Bishop, Ordinary dan
Janbu (Gambar 18). Tipe analisis Bishop dipilih karena merupakan metode yang sangat populer
dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan
memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila
dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti
Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini
27

sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang runtuh kritis yang berbentuk busur
lingkaran untuk mencari faktor keamanan minimum.


Gambar 18. Pemilihan tipe analisis pada SLOPE/W.

Pengaturan kondisi Pore Water Pressure (PWP) diambil dari hasil analisis Geo Studio lainnya, dan
dipilih analisis SIGMA/W dengan tipe analisis insitu (Gambar 19).


Gambar 19. Pengaturan kondisi PWP awal pada SLOPE/W.
28


Untuk pendugaan bidang longsor dilakukan penyesuaian arah pergerakan dari kanan ke kiri (sesuai
dengan asumsi diawal) dengan menggunakan metode Grid and Radius (Gambar 20).


Gambar 20. Pengaturan analisis bidang runtuh pada SLOPE/W.

Selanjutnya untuk pemilihan material bendungan menggunakan asumsi model material dengan
model Mohr Coulomb (Gambar 21), hal ini disesuaikan dengan ketersediaan data sekunder.


Gambar 21. Pengaturan material model pada SLOPE/W.
29


Nama material disesuaikan dengan tempat material itu digunakan dan dibedakan juga berdasarkan
warna (Gambar 22). Selanjutnya data tanah dimasukan sesuai dengan data yang tersedia.


Gambar 22. Pengaturan input data tanah pada SLOPE/W.

6. Setelah semua parameter dipenuhi maka hasil analisis kestabilan lereng menggunakan SLOPE/W
dapat dilihat melalui Contour. Hasil analisis yang dilihat berupa pendugaan bidang runtuh pada
bendungan dan safety factor-nya.
7. Analisis kestabilan lereng dengan penambahan beban gempa. Analisis tetap menggunakan
SLOPE/W sebagai parent analysis (analisis induk), akan tetapi karena fitur ini tidak
mengakomodasi untuk analisis displacement akibat beban gempa, maka digunakan fitur tambahan
yakni QUAKE/W sebagai sub analisis untuk menganalisa gaya, kondisi pore water pressure dan
displacement bendungan setelah diberikan beban gempa. Untuk analisis gempa dengan QUAKE/W
digunakan dua analisis ,yakni analisis statik dan dinamik. Analisis statik yang dilakukan mengacu
pada SNI-1726-2002 , RSNI-1726-2010 dan Pd T-14-2004-A (periode ulang 50 dan 100 tahun).
Sedangkan untuk analisis dinamik mengacu pada SNI-1726-2002 dan RSNI-1726-2010. Walaupun
sama-sama menggunakan QUAKE/W dalam analisisnya,perbedaan analisis statik dan dinamik pada
GeoStudio 2007 terletak pada pemilihan tipe analisisnya. Analisis statik menggunakan Initial Static
sedangkan analisis dinamik menggunakan Equivalent Linear Dynamic. Selain itu yang
membedakan antara dua analisis ini adalah pengaturan waktu. Pada analisis statik, pengaturan
waktu tidak bisa diubah (0 detik). Pada analisis dinamik pengaturan waktu diatur durasinya selama
10 detik. Analisis dimulai terlebih dahulu dengan menghitung percepatan gempa yang akan
diberikan ke dalam pemodelan QUAKE/W sesuai dengan masing-masing peraturan gempa, setelah
mendapatkan percepatan gempa yang sesuai dengan parameter lokasi penelitian, analisis
dilanjutkan dengan memasukan nilai percepatan gempa ke dalam pemodelan.
8. Membuat respon spektrum dan analisis percepatan gempa maksimum menggunakan program
SAP2000 berdasarkan SNI-1726-2002. Nilai percepatan gempa didapat dengan menggunakan peta
30

gempa pada SNI-1726-2002. Kota Cilegon sebagai kota lokasi penelitian terlebih dahulu
diidentifikasi masuk ke dalam wilayah gempa yang mana. Sesuai dengan peta gempa, kota Cilegon
masuk ke dalam wilayah 4 (Gambar 23). Setelah itu,dengan bantuan software SAP2000 dibuat
respon spektrum percepatan gempa untuk wilayah kota Cilegon (Gambar 24a). Karena SNI-1726-
2002 mengacu pada UBC 97 maka metode pembuatan respon spektrum juga disesuaikan
berdasarkan acuan yang sama. Untuk membuat respon spektrum berdasarkan UBC 97 dibutuhkan
nilai Ca dan Cv. Nilai Ca dan Cv diperoleh berdasarkan respon spektrum rencana untuk wilayah 4
yang ada pada SNI-1726-2002 (Gambar 24b).


Gambar 23. Peta zonasi gempa pada SNI-1726-2002 untuk periode ulang 500 tahun.


(a)
31


(b)

Gambar 24. (a) Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada SNI-1726-2002. (b) Respon
spektrum rencana untuk wilayah 4 yang ada pada SNI-1726-2002.

Setelah nilai Ca dan Cv diinputkan,dapat diperoleh percepatan gempa yang sesuai. Respon
spektrum yang diperoleh dari program SAP2000 tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam Geo
Studio. Format percepatan gempa yang dapat diinputkan ke dalam Geo Studio harus dalam format
notepad (.acc) maka nilai periode dan acceleration dari SAP2000 harus dituliskan dalam format
seperti pada Gambar 25.


Gambar 25. Format data gempa untuk Geo Studio.

File ini disimpan dengan nama datagempa2002.acc ,yang nantinya pada saat pengoperasian
QUAKE/W untuk Key In Earthquake Record, file ini yang akan dipakai untuk analisis gempa
berdasarkan SNI-1726-2002.
9. Membuat respon spektrum dan analisis percepatan gempa maksimum menggunakan program
SAP2000 berdasarkan RSNI-1726-2010. Nilai percepatan gempa didapat dengan menggunakan
peta gempa pada RSNI-1726-2010. Kota Cilegon sebagai kota lokasi penelitian terlebih dahulu
diidentifikasi masuk ke dalam wilayah gempa yang mana. Pada peta pertama (Gambar 26) yakni
peta S
s
, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater Gerak
32

Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 0,2 detik, dalam g, (5 persen redaman kritis), Kelas
Situs SB, kota Cilegon mempunyai nilai S
s
sebesar 0,75 g.


Gambar 26. S
s
, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER),
Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 0,2 detik, dalam g, (5 persen
redaman kritis), Kelas Situs SB

Sedangkan untuk peta kedua (Gambar 27) yakni peta S
1
, Gempa Maksimum yang
Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER), Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan
Respons Spektral 1 detik, dalam g, (5 persen redaman kritis), Kelas Situs SB, kota Cilegon
mempunyau nilai S
1
sebesar 0,35 g. Setelah itu,dengan bantuan software SAP2000 dibuat respon
spektrum percepatan gempa untuk wilayah kota Cilegon (Gambar 28). Karena RSNI-1726-2010
mengacu pada IBC maka metode pembuatan respon spektrum juga disesuaikan berdasarkan acuan
yang sama. Untuk membuat respon spektrum berdasarkan IBC dibutuhkan nilai S
s
, S
1
, periode ,
dan site class. Nilai S
s
dan S
1
sudah diperoleh dari peta gempa, periode 10 detik dan site class
berdasarkan RSNI-1726-2010 untuk wilayah Cilegon dengan nilai SPT tanah dasar sebesar 50
maka masuk ke dalam site class D. Setelah semua asumsi selesai maka respon spektrum bisa
diperoleh. Berdasarkan respon spektrum, diperoleh nilai percepatan gempa yang sesuai. Respon
spektrum yang diperoleh dari program SAP2000 tidak dapat langsung dimasukan ke dalam Geo
Studio. Format percepatan gempa yang dapat dimasukan ke dalam Geo Studio harus dalam format
notepad (.acc) maka nilai periode dan acceleration dari SAP2000 harus dituliskan dalam format
seperti pada Gambar 29. File ini disimpan dengan nama datagempa2010.acc ,yang nantinya pada
saat pengoperasian QUAKE/W untuk Key In Earthquake Record. File ini yang akan dipakai untuk
analisis gempa berdasarkan RSNI-1726-2010.


33


Gambar 27. S
1
, Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tersesuaikan (MCER),
Paramater Gerak Tanah, untuk Percepatan Respons Spektral 1 detik, dalam g, (5 persen
redaman kritis), Kelas Situs SB


Gambar 28. Respon spektrum Kota Cilegon yang mengacu pada RSNI-1726-2010.


Gambar 29. Format data gempa untuk Geo Studio.
34

10. Menghitung percepatan gempa maksimum berdasarkan Pd T-14-2004-A. Untuk mendapatkan nilai
percepatan gempa berdasarkan Pd T-14-2004-A digunakan rumus sebagai berikut:

a
d
= Z x a
c
x v

(20)

keterangan:
a
d
adalah percepatan gempa maksimum yang terkoreksi di permukaan tanah (gal)
a
c
adalah percepatan gempa dasar, periksa tabel .
Z adalah koefisien zona, periksa gambar .
v adalah koreksi pengaruh jenis tanah setempat, periksa tabel .

Berdasarkan Tabel 2. dicari nilai a
c
untuk periode gempa 50 dan 100 tahun, didapatkan nilai a
c

sebesar 160 cm/det
2
untuk periode 50 tahun dan 190 cm/det
2
untuk periode 100 tahun. Sedangkan
nilai v diperoleh dari Tabel 3 tentang faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat dengan nilai
untuk lokasi pengamatan di Cilegon sebesar 1,1. Selanjutnya untuk mencari nilai Z berdasarkan
peta Zona Gempa Indonesia (Gambar 30), nilai Z untuk Kota Cilegon masuk ke dalam zona E
dengan koefisien gempa sebesar 1,3. Setelah semua parameter terpenuhi maka nilai a
d
(percepatan
gempa) dapat diketahui.

Tabel 2. Percepatan gempa dasar untuk berbagai periode ulang.
T
(tahun)
a
c
(gal)
10 90
20 120
50 160
100 190
200 220
500 250
1000 280
5000 330
10000 350
Sumber: Pd T-14-2004-A

Tabel 3. Faktor koreksi pengaruh jenis tanah setempat.

Sumber: Pd T-14-2004-A
35


Gambar 30. Peta Zona Gempa Indonesia pada Pd T-14-2004-A.

11. Setelah semua percepatan gempa selesai dicari, analisis dilanjutkan pada analisis statik. Analisis
statik menggunakan SLOPE/W sebagai parent analysis untuk melihat perubahan safety factor
akibat penambahan beban gempa. Analisis statik menggunakan fitur QUAKE/W sebagai sub-
analysis untuk mengetahui perubahan gaya dalam akibat pembebanan gempa. Analisis dimulai
dengan menentukan tipe analisisnya terlebih dahulu (Gambar 31a), dilanjutkan dengan memilih
kondisi pore water pressure awal yang diambil dari analisis sebelumnya yang menggunakan fitur
SIGMA/W (Gambar 31b). Sama halnya dengan analisis menggunakan SIGMA/W, analisis
menggunakan QUAKE/W juga membutuhkan boundary condition yang diatur pemilihannya seperti
pada gambar lalu dikondisikan ke bagian dari bendungan tersebut (Gambar 32).


(a)
36


(b)
Gambar 31. (a) Pengaturan tipe analisa pada QUAKE/W. (b) Pengaturan kondisi PWP pada
QUAKE/W.


Gambar 32. Pengaturan boundary condition pada QUAKE/W.

Pengaturan material pada QUAKE/W (Gambar 33) membutuhkan beberapa data tambahan seperti,
poisson ratio, damping ratio, dan Gmax. Nilai poisson ratio dan damping ratio didapatkan dari
data sekunder,sedangkan untuk nilai Gmax digunakan persamaan empiris dari Imai dan
Yoshimura (1970) pada Pd T-14-2004-A untuk semua jenis tanah yakni Gmax = 1000 N
0,78
, N
adalah nilai SPT tanah pada masing-masing lokasi. Selanjutnya dilakukan penggambaran mesh
menggunakan mesh properties (Gambar 34a) dengan ukuran elemen sebesar 2 meter (Gambar
34b), penggambaran mesh ini dilakukan untuk analisa displacement.


Gambar 33. Pengaturan model material pada QUAKE/W.
37



(a) (b)

Gambar 34. (a) Icon Mesh Properties. (b) Pengaturan besar mesh.

12. Begitu pemodelan bendungan selesai, maka beban gempa dapat diinputkan melalui QUAKE/W.
Beban gempa diinputkan melalui Key-In > Horizontal Earthquake Record/ Vertical Earthquake
Record, pembebanan pertama dilakukan berdasarkan SNI-1726-2002. Cara input data gempa dapat
dilihat pada Gambar 35a dan 35b.


(a) (b)

Gambar 35. (a) Input Horizontal Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik. (b) Input
Vertical Earthquake Record SNI-1726-2002 untuk analisis statik.

13. Setelah data gempa dimasukan, maka hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang
mengindikasikan perbedaan tegangan yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan.
Displacement pada bendungan dapat dilihat melalui graph>relative lateral displacement>data
(from nodes)>set location, grafik diatur dimana sumbu x adalah relative x displacement dan
sumbu y tetap pada y. Setelah selesai,hasil displacement dapat dilihat pada grafik beserta nilainya.
38

14. Setelah input beban gempa pada QUAKE/W selesai maka selanjutnya adalah memasukan beban
gempa pada SLOPE/W melalui key-in > seismic load (Gambar 36). Setelah penambahan beban
gempa,dapat dilihat perubahan safety factor pada bendungan.


Gambar 36. Input beban gempa pada SLOPE/W.

15. Pada analisis statik yang kedua menggunakan acuan RSNI-1726-2010 caranya sama dengan
analisis statik yang sebelumnya. Dimulai dengan menggunakan SLOPE/W sebagai parent analysis
dan QUAKE/W untuk mengetahui perubahan gaya dalam yang terjadi. Pengaturan QUAKE/W
untuk analisis statik yang kedua ini sama dengan analisis statik sebelumnya.
16. Pada analisis statik yang ketiga dan keempat yang mengacu kepada Pd T-14-2004-A untuk
periode ulang 50 dan 100 tahun tidak dianalisis menggunakan QUAKE/W, dikarenakan
pendekatan yang dilakukan berbeda. Analisis yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dapat langsung
dimasukan ke dalam analisis stabilitas bendungan melalui SLOPE/W pada analisis kestabilan
bendungan dengan beban gempa melalui key-in > seismic load.
17. Analsis kestabilan bendungan dengan cara dinamik. Analisis dinamik menggunakan SLOPE/W
sebagai parent analysis untuk melihat perubahan safety factor akibat penambahan beban gempa.
Analisis dinamik juga menggunakan fitur QUAKE/W sebagai sub-analysis untuk mengetahui
perubahan gaya dalam akibat pembebanan gempa. Pada analisis dinamis yang pertama ini semua
asumsi yang dipakai sama dengan asumsi pada analisis statik. Perbedaannya terdapat pada
periodenya, pengaturan periode diatur melalui key-in analysis > time, dimana analisis dinamik
diatur untuk periode 10 detik (Gambar 37).
18. Setelah semua asumsi pemodelan disesuaikan maka dilanjutkan dengan pembeban gempa.
Pembebanan pertama dilakukan berdasarkan SNI-1726-2002. Cara input data gempa sama seperti
sebelumnya.
19. Hasil analisis berupa perbedaan warna pada bendungan yang mengindikasikan perbedaan
tegangan yang dialami oleh masing-masing bagian bendungan. Displacement pada bendungan
dapat dilihat melalui graph>relative lateral displacement>data (from nodes)>set location, grafik
diatur dimana sumbu x adalah relative x displacement dan sumbu y tetap pada y. Setelah
selesai,hasil displacement dapat dilihat pada grafik beserta nilainya.
20. Setelah input beban gempa pada QUAKE/W selesai maka selanjutnya adalah memasukan beban
gempa pada SLOPE/W melalui key-in > seismic load. Setelah penambahan beban gempa,dapat
dilihat perubahan safety factor pada bendungan.

39


Gambar 37. Pengaturan periode gempa pada QUAKE/W.

21. Pada analisis dinamik yang kedua menggunakan acuan RSNI-1726-2010 caranya sama dengan
analisis dinamik yang sebelumnya. Dimulai dengan menggunakan SLOPE/W sebagai parent
analysis dan QUAKE/W untuk mengetahui perubahan gaya dalam yang terjadi. Pengaturan
QUAKE/W untuk analisis dinamik yang kedua ini sama dengan analisis dinamik sebelumnya.
22. Setelah semua tahapan analisis dilakukan dan diperoleh hasilnya, maka dilakukan evaluasi
terhadap standar safety factor untuk bendungan tipe urugan yang besarnya > 1,25. Apabila hasil
analisis safety factor < 1,25 dilakukan pengkajian penyebab tidak terpenuhinya safety factor dan
melakukan rekomendasi upaya perbaikan.

















40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Lokasi Pengamatan
Konstruksi Bendungan Krenceng sendiri dimulai pada tahun 1962 dengan bantuan Sovjet Rusia
(USSR) untuk keperluan industri baja yang sempat tertunda pada periode 1966-1971. Pada tahun 1971,
PT. Krakatau Steel didirikan bersamaan dengan dimulainya pembangunan fasilitas industri baja pada
tahun 1971 dan pertama kali berproduksi pada tahun 1974. Pembangunan Bendungan Krenceng
diteruskan pada tahun 1974 itu juga dan dapat diselesaikan pada tahun 1977, termasuk konstruksi
bendung Cidanau beserta pompa dan jaringan pipanya. Pasokan air yang diambil dari S. Cidanau ke
Waduk Krenceng mulai dilakukan untuk pertama kali pada tahun 1978. Saat ini tubuh bendungan
dibuat dari timbunan tanah homogen berupa lempung pasiran-lanauan, plastisitas rendah sampai
sedang, warna coklat tua. Kemiringan rata-rata lereng hulu adalah 1V : 3,5 H dan lereng hilir 1V : 3,7
H (Hasil pengukuran PT.Mezan DC, Juli 2000). Lereng hulu dilindungi dengan rip-rap batu kosong
dan lereng hilir dilindungi dengan rumput dimana pada kaki bendungan dilengkapi dengan toe drain
untuk menangkap air rembesan (seepage) yang mengalir dari waduk melalui tubuh bendungan.



Gambar 38. Titik analisis struktur pada Bendungan Krenceng.

Bendungan Krenceng merupakan jenis dari bendungan urugan tanah (embankment dam) dengan
jenis tanah pada bendung adalah lempung-pasir lanauan dan tanah dasar (pondasi) adalah tufa pumis
pasiran. Tanah lempung-pasir lanauan memiliki berat jenis sebesar 18,7 kN/m
3
, kohesi 10 kPa dan
sudut geser dalam 20
o
sedangkan tanah tufa pumis pasiran memiliki berat jenis sebesar 24,525 kN/m
3
,
kohesi 10 kPa dan sudut geser dalam 35
o
. Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi pengamatan yaitu pada
titik P10 (sebelah kiri spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 9 dan pada tanah
dasar 50, P12 (sebelah kanan spillway) dengan nilai SPT pada tubuh bendugan sebesar 9 dan pada
tanah dasar 50, dan terakhir P30 dengan nilai SPT pada tubuh bendungan sebesar 6 dan pada tanah
P 10
P 30
P 12
41

dasar 50 (Gambar 38). Pemilihan ketiga lokasi (P10,P12 dan P30) dikarenakan lokasi lokasi tersebut
memiliki nilai SPT yang rendah (< 10).

4.2 Analisis Kestabilan Bendungan
4.2.1 Lokasi P10
- Hasil gambar potongan bendungan menggunakan program AutoCad 2010 (Gambar 39).

Gambar 39. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 10.

- Hasil pemodelan bendungan menggunakan program Geo Studio 2007 (Gambar 40).




Gambar 40. Hasil pemodelan pada Geo Studio.

- Hasil pemodelan menggunakan SIGMA/W (Gambar 41).



Gambar 41. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 10.
42

- Hasil analisis bendungan menggunakan SIGMA/W berupa gradasi warna. Warna putih menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil (Gambar 42).




Legenda :


Gambar 42. Hasil analisa SIGMA/W pada lokasi P 10.

- Hasil pemodelan bendungan menggunakan SLOPE/W (Gambar 43).



Gambar 43. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 10.
43

- Hasil analisis bendungan menggunakan SLOPE/W, safety factor pada lokasi P10 sebesar 3,816
(Gambar 44).




Gambar 44. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 10.

4.2.2 Lokasi P12
- Hasil gambar potongan bendungan menggunakan program AutoCad 2010 (Gambar 45).










Gambar 45. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 12.

- Hasil pemodelan bendungan menggunakan program Geo Studio 2007 (Gambar 46).




Gambar 46. Hasil pemodelan pada Geo Studio.
44

- Hasil pemodelan menggunakan SIGMA/W (Gambar 47).





- Hasil analisis bendungan menggunakan SIGMA/W berupa gradasi warna. Warna putih menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil (Gambar 48).



Legenda :



Gambar 48. Hasil analisis SIGMA/W pada lokasi P 12.


- Hasil pemodelan bendungan menggunakan SLOPE/W (Gambar 49).
- Hasil analisis bendungan menggunakan SLOPE/W, safety factor pada lokasi P 12 sebesar 3,124
(Gambar 50).

Gambar 47. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 12.

45




Gambar 49. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 12.




Gambar 50. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 12.
46

4.2.3 Lokasi P30
- Hasil gambar potongan bendungan menggunakan program AutoCad 2010 (Gambar 51).









Gambar 51. Potongan melintang bendungan pada lokasi P 30.

- Hasil pemodelan bendungan menggunakan program Geo Studio 2007 (Gambar 52)



Gambar 52. Hasil pemodelan pada Geo Studio.

- Hasil pemodelan menggunakan SIGMA/W (Gambar 53).



Gambar 53. Hasil pemodelan SIGMA/W pada lokasi P 30.

- Hasil analisis bendungan menggunakan SIGMA/W berupa gradasi warna. Warna putih menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru menunjukan
bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil (Gambar 54).

47



Legenda :


Gambar 54. Hasil analisis SIGMA/W pada lokasi P 30.


- Hasil pemodelan bendungan menggunakan SLOPE/W (Gambar 55).



Gambar 55. Hasil pemodelan SLOPE/W pada lokasi P 30.


- Hasil analisis bendungan menggunakan SLOPE/W, safety factor pada lokasi P30 sebesar 3,768
(Gambar 56).

48




Gambar 56. Hasil analisis SLOPE/W pada lokasi P 30.

4.3 Analisis Kestabilan Bendungan Dengan Beban Gempa
4.3.1 Hasil perhitungan percepatan gempa
- Percepatan gempa maksimum berdasarkan SNI-1726-2002 dengan periode ulang gempa 500 tahun
diperoleh sebesar 0,6 g atau 588 cm/det
2
pada waktu 0,1 detik.
- Percepatan gempa maksimum berdasarkan RSNI-1726-2010 dengan periode ulang gempa 500
tahun diperoleh sebesar 0,6 g atau 588 cm/det
2
pada waktu 0,13 detik.
- Percepatan gempa maksimum berdasarkan Pd T-14-2004-A dengan periode ulang gempa 50 tahun
diperoleh sebesar 228,8 cm/det
2
.
- Percepatan gempa maksimum berdasarkan Pd T-14-2004-A dengan periode ulang gempa 100 tahun
diperoleh sebesar 271,7 cm/det
2
.

4.3.2 Analisis Kestabilan Bendungan Pada Lokasi P 10 Dengan Beban Gempa
4.3.2.1 Analisis Statik
- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W. Untuk nilai Gmax pada material bendungan
dengan nilai SPT sebesar 9 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 55502 kPa, pada material tanah
dasar dengan nilai SPT sebesar 50 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 211444.6 kPa dan terakhir
nilai Gmax untuk batu sebesar 300000 kPa (Gambar 57).




Gambar 57. Hasil pemodelan analisa statik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W.
49

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan. Node yang berada
di tengah dipilih karena mewakili keseluruhan profil bendungan (Gambar 58).



Legenda :



Gambar 58. Hasil analisis statik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
SNI-1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-2002
pada lokasi P10 (Gambar 59).


Relative Lateral
Displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
-1 0 1
50

Gambar 59. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 10 dengan acuan SNI-1726-
2002.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada SNI-
1726-2002 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load
yang diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar
1,224 (Gambar 60).



Gambar 60. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada SNI-1726-2002.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 61).
- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-2010
pada lokasi P10 (Gambar 62).
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,229
(Gambar 63).


51




Legenda :


Gambar 61. Hasil analisis statik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
RSNI-1726-2010.




Gambar 62. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 10 dengan acuan RSNI-1726-
2010.


Relative Lateral
Displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
-1 0 1
52




Gambar 63. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.

- Analisis kestabilan bendungan dengan cara statik yang mengacu kepada Pd T-14-2004-A untuk
periode ulang 50 dan 100 tahun tidak dianalisis menggunakan QUAKE/W, dikarenakan pendekatan
yang dilakukan berbeda. Analisis yang mengacu pada Pd T-14-2004-A tidak menggunakan respon
spektrum, sehingga beban gempa dapat langsung dimasukan ke dalam analisis stabilitas bendungan
melalui SLOPE/W pada analisis kestabilan bendungan dengan beban gempa.
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 50 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar 228,8
cm/det
2
atau 0,235 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,917 (Gambar 64).
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 100 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar
271,7 cm/det
2
atau 0,277 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,772 (Gambar 65).

53




Gambar 64. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun.




Gambar 65. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun.

54

4.3.2.2 Analisis dinamik
- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W (Gambar 66).




Gambar 66. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 67).




Legenda :






Gambar 67. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
SNI-1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-
2002 pada lokasi P10 diperoleh sebesar 0,00254 meter (Gambar 68 dan Tabel 4).
55



Gambar 68. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 10 dengan acuan SNI-1726-
2002.

Tabel 4. Data displacement pada lokasi P 10 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002.


Sumber: Hasil analisis menggunakan Geo Studio.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,207
(Gambar 69).
- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 70).

Relative Lateral
Displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
56



Gambar 69. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002.




Legenda :







Gambar 70. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 10 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-
1726-2010.

- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-
2010 pada lokasi P10 diperoleh sebesar 0,00336 meter (Gambar 71 dan Tabel 5).
57


Gambar 71. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 10 dengan acuan RSNI-1726-
2010.

Tabel 5. Data displacement pada lokasi P 10 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010.

Sumber : Hasil analisis menggunakan Geo Studio.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-
2010 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,209
(Gambar 72).


Gambar 72. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 10 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.
Relative Lateral
Displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
-0.002 -0.004
-0.001 -0.003
0 0.002
0.001
58

4.3.3 Analisis Kestabilan Bendungan Pada Lokasi P12 Dengan Beban Gempa
4.3.3.1 Analisis Statik
- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W. Untuk nilai Gmax pada material bendungan
dengan nilai SPT sebesar 9 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 55502 kPa, pada material tanah
dasar dengan nilai SPT sebesar 50 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 211444.6 kPa dan terakhir
nilai Gmax untuk batu sebesar 300000 kPa (Gambar 73).




Gambar 73. Hasil pemodelan analisa statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002 Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 74).



Legenda :


Gambar 74. Hasil analisis statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
SNI-1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-2002
pada lokasi P 12. (Gambar 75).
59


Gambar 75. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 12 dengan acuan SNI-1726-
2002.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada SNI-
1726-2002 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load
yang diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar
1,026 (Gambar 76).




Gambar 76. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada SNI-1726-2002.
relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
8
-1 0 1
60

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 77).



Legenda :







Gambar 77. Hasil analisis statik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
RSNI-1726-2010.

- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-2010
pada lokasi P12 (Gambar 78).

Gambar 78. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 12 dengan acuan RSNI-1726-
2010.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,026
(Gambar 79).

relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
8
-1 0 1
61




Gambar 79. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P12 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.

- Analisis kestabilan bendungan dengan cara statik yang mengacu kepada Pd T-14-2004-A untuk
periode ulang 50 dan 100 tahun tidak dianalisis menggunakan QUAKE/W, dikarenakan pendekatan
yang dilakukan berbeda. Analisis yang mengacu pada Pd T-14-2004-A tidak menggunakan respon
spektrum, sehingga beban gempa dapat langsung dimasukan ke dalam analisis stabilitas bendungan
melalui SLOPE/W pada analisis kestabilan bendungan dengan beban gempa, dengan tidak adanya
respon spektrum maka displacement bendungan akibat beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-
2004-A tidak dapat dianalisis menggunakan Geo Studio 2007.
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 50 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar 228,8
cm/det
2
atau 0,235 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,584 (Gambar 80).
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 100 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar
271,7 cm/det
2
atau 0,277 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,471 (Gambar 81).
62




Gambar 80. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun.




Gambar 81. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun.
63

4.3.3.2 Analisis dinamik
- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W (Gambar 82).




Gambar 82. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 83).





Legenda :


Gambar 83. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan SNI-
1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-
2002 pada lokasi P12 diperoleh sebesar 0,00527 meter (Gambar 84 dan Tabel 6).

64


Gambar 84. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 12 dengan acuan SNI-1726-
2002.

Tabel 6. Data displacement pada lokasi P 12 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002.


Sumber: Hasil analisis menggunakan Geo Studio.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,022
(Gambar 85).
- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 86).

relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
8
-0.002 -0.004 -0.006
-0.001 -0.003 -0.005
0 0.002
0.001 0.003
65




Gambar 85. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002.





Legenda :







Gambar 86. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 12 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
RSNI-1726-2010.

66


- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-
2010 pada lokasi P12 diperoleh sebesar 0,00696 meter (Gambar 87 dan Tabel 7).


Gambar 87. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 12 dengan acuan RSNI-1726-
2010.



Tabel 7. Data displacement pada lokasi P 12 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010.

Sumber : Hasil analisis menggunakan Geo Studio.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-
2010 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,007
(Gambar 88).
relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
-2
-4
-6
0
2
4
6
8
-0.004 -0.008
-0.002 -0.006
0 0.004
0.002
67



Gambar 88. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 12 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.

4.3.4 Analisis Kestabilan Bendungan Pada Lokasi P30 Dengan Beban Gempa
4.3.4.1 Analisis Statik
- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W. Untuk nilai Gmax pada material bendungan
dengan nilai SPT sebesar 6 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 40453.7 kPa, pada material tanah
dasar dengan nilai SPT sebesar 50 nilai Gmax yang didapatkan sebesar 211444.6 kPa dan terakhir
nilai Gmax untuk batu sebesar 300000 kPa (Gambar 89).




Gambar 89. Hasil pemodelan analisa statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W.
68

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 90).



Legenda :







Gambar 90. Hasil analisis statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan mengacu
pada SNI-1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-2002
pada lokasi P30 (Gambar 91).

Gambar 91. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 30 dengan acuan SNI-1726-
2002.

relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-1 0 1
69

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada SNI-
1726-2002 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load
yang diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar
1,164 (Gambar 92).





Gambar 92. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada SNI-1726-2002.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara statik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 93).
- Relative displacement dari hasil analisis statik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-2010
pada lokasi P30 (Gambar 94).

70




Legenda :







Gambar 93. Hasil analisis statik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
RSNI-1726-2010.


Gambar 94. Relative displacement untuk analisis statik pada lokasi P 30 dengan acuan
RSNI-1726-2010.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,163
(Gambar 95).

relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-1 0 1
71




Gambar 95. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.

- Analisis kestabilan bendungan dengan cara statik yang mengacu kepada Pd T-14-2004-A untuk
periode ulang 50 dan 100 tahun tidak dianalisis menggunakan QUAKE/W, dikarenakan pendekatan
yang dilakukan berbeda. Analisis yang mengacu pada Pd T-14-2004-A tidak menggunakan respon
spektrum, sehingga beban gempa dapat langsung dimasukan ke dalam analisis stabilitas bendungan
melalui SLOPE/W pada analisis kestabilan bendungan dengan beban gempa, dengan tidak adanya
respon spektrum maka displacement bendungan akibat beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-
2004-A tidak dapat dianalisis menggunakan Geo Studio 2007.
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 50 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar 228,8
cm/det
2
atau 0,235 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,808 (Gambar 96).
- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode ulang
gempa 100 tahun) menggunakan SLOPE/W . Dengan nilai seismic load yang diberikan sebesar
271,7 cm/det
2
atau 0,277 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,675 (Gambar 97).

72




Gambar 96. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 50 tahun.




Gambar 97. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
statik yang mengacu pada Pd T-14-2004-A dengan periode ulang 100 tahun.
73

4.3.4.2 Analisis dinamik

- Hasil pemodelan bendungan menggunakan QUAKE/W (Gambar 98).




Gambar 98. Hasil pemodelan analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada SNI-1726-2002. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 99).




Legenda :






Gambar 99. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan
SNI-1726-2002.

- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan SNI-1726-
2002 pada lokasi P30 diperoleh sebesar 0,00825 meter (Gambar 100 dan Tabel 8).

74



Gambar 100. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 30 dengan acuan SNI-1726-
2002.

Tabel 8. Data displacement pada lokasi P 30 dengan beban gempa sesuai SNI-1726-2002.

Sumber: Hasil analisis menggunakan Geo Studio

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002
(periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,163
(Gambar 101).
relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-0.004 -0.008
-0.002 -0.006 -0.01
0 0.004
0.002
75




Gambar 101. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada SNI-1726-2002.

- Hasil analisis stabilitas bendungan dengan cara dinamik menggunakan QUAKE/W yang mengacu
pada RSNI-1726-2010. Hasil analisis bisa dilihat secara visual berupa gradasi warna. Warna putih
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling besar, sedangkan warna biru
menunjukan bagian bendungan yang mengalami tegangan paling kecil. Di tengah bendungan
terdapat node yang digunakan untuk mengetahui displacement pada bendungan (Gambar 102).


Legenda :






Gambar 102. Hasil analisis dinamik pada lokasi P 30 menggunakan QUAKE/W dengan acuan RSNI-
1726-2010.
76


- Relative displacement dari hasil analisis dinamik akibat beban gempa dengan acuan RSNI-1726-
2010 pada lokasi P30 diperoleh sebesar 0,01091 meter (Gambar 103 dan Tabel 9).


Gambar 103. Relative displacement untuk analisis dinamik pada lokasi P 30 dengan acuan RSNI-
1726-2010.

Tabel 9. Data displacement pada lokasi P 30 dengan beban gempa sesuai RSNI-1726-2010.

Sumber: Hasil analisis menggunakan Geo Studio.

- Hasil analisis bendungan dengan beban gempa secara dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-
2010 (periode ulang gempa 500 tahun) menggunakan SLOPE/W. Dengan nilai seismic load yang
diberikan sebesar 588 cm/det
2
atau 0.6 g (g = 980 cm/det
2
) diperoleh safety factor sebesar 1,162
(Gambar 104).

relative displacement
Y

(
m
)
Relative X-Displacement (m)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-0.004 -0.008 -0.012
-0.002 -0.006 -0.01
0 0.004
0.002 0.006
77




Gambar 104. Hasil analisis stabilitas bendungan pada lokasi P 30 dengan beban gempa secara
dinamik yang mengacu pada RSNI-1726-2010.


4.4 Pembahasan
Dari hasil analisis kestabilan bendungan pada semua lokasi pengamatan baik dengan kondisi
sebelum diberikan beban gempa maupun yang sudah diberikan beban gempa dengan mengacu pada
SNI-1726-2002 , RSNI-1726-2010 dan Pd T-14-2004-A (pedoman konstruksi dan bangunan yang
dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah tentang analisis stabilitas
bendungan tipe urugan akibat beban gempa) diperoleh hasil safety factor yang berbeda. Berikut Tabel
10, 11 dan 12 yang merangkum hasil dari analisis kestabilan bendungan.

Tabel 10. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 10.
Kriteria Safety Factor Displacement (m)
Tanpa Beban Gempa 3,816 0
Dengan Beban Gempa
SNI-1726-2002 statik
(periode 500 tahun)
1,224 -
SNI-1726-2002 dinamik
(periode 500 tahun)
1,207 0,00254
RSNI-1726-2010 statik 1,229 -
78

(periode 500 tahun)
RSNI-1726-2010 dinamik
(periode 500 tahun)
1,209 0,00336
Pd T-14-2004-A statik
(periode 50 thn)
1,917 -
Pd T-14-2004-A statik
(periode 100 thn)
1,772 -


Tabel 11. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 12.
Kriteria Safety Factor Displacement (m)
Tanpa Beban Gempa 3,124 0
Dengan Beban Gempa
SNI-1726-2002 statik
(periode 500 tahun)
1,026 -
SNI-1726-2002 dinamik
(periode 500 tahun)
1,022 0,00527
RSNI-1726-2010 statik
(periode 500 tahun)
1,026 -
RSNI-1726-2010 dinamik
(periode 500 tahun)
1,007 0,00696
Pd T-14-2004-A statik
(periode 50 thn)
1,584 -
Pd T-14-2004-A statik
(periode 100 thn)
1,471 -

Tabel 12. Hasil analisis safety factor dan displacement pada lokasi P 30.
Kriteria Safety Factor Displacement (m)
Tanpa Beban Gempa 3,768 0
Dengan Beban Gempa
SNI-1726-2002 statik
(periode 500 tahun)
1,164 -
SNI-1726-2002 dinamik
(periode 500 tahun)
1,163 0,00825
RSNI-1726-2010 statik
(periode 500 tahun)
1,163 -
RSNI-1726-2010 dinamik
(periode 500 tahun)
1,162 0,01091
Pd T-14-2004-A statik
(periode 50 thn)
1,808 -
Pd T-14-2004-A statik
(periode 100 thn)
1,675 -

79

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat dilihat bahwa safety factor bendungan sebelum
terjadinya gempa masih aman, karena syarat safety factor untuk bendungan urugan tanah harus
melebihi 1,25 (Bowles, 1989) . Sedangkan untuk hasil analisis stabilitas bendungan setelah diberikan
beban gempa hasil analisis safety factor-nya masih bervariasi, hasil analisis gempa berupa safety factor
pada semua titik pengamatan yang menggunakan acuan SNI-1726-2002 dan RSNI-1726-2010 hasilnya
masih di bawah 1,25 , artinya bendungan tidak dapat menahan beban gempa dengan periode ulang 500
tahun (588 gal), sedangkan analisis gempa menggunakan Pd T-14-2004-A untuk periode ulang 50 dan
100 tahun pada semua titik pengamatan safety factor-nya sudah di atas 1,25 yang berarti bahwa
bendungan dapat menahan beban gempa dengan periode ulang 50 tahun (228,8 gal) dan 100 tahun
(271,7 gal). Analisis stabilitas bendungan dengan beban gempa dilakukan dengan dua analisis, yakni
analisis statik dan analisis dinamik. Analisis statik mengasumsikan bahwa beban gempa diberikan pada
sekali dorongan, sedangkan analisis dinamik mengasumsikan bahwa beban gempa diberikan secara
periodik. Pada analisis kestabilan bendungan tipe urugan dengan perhitungan beban gempa, analisis
beban gempa secara dinamik memberikan dampak yang lebih besar terhadap kestabilan bendungan
dibandingkan dengan analisis beban gempa secara statik, hal ini dilihat dari nilai safety factor hasil
analisis dinamik yang lebih kecil dari analisis statik. Hal ini dikarenakan beban gempa yang diberikan
secara periodik pada analisis dinamik menimbulkan perubahan tekanan air freatik pada tubuh
bendungan sehingga mempengaruhi stabilitas bendungan.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan kekuatan tahanan bendungan, cara pertama adalah
dengan membuat permukaan hilir bendungan menjadi lebih landai. Cara lainnya adalah dengan
memasang soil nail pada permukaan hilir bendungan. Pemasangan soil nail pada permukaan hilir
bendungan maka akan mencegah perluasan bidang longsor yang mungkin terjadi.

















80

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penelitian mengenai analisis struktur Bendungan Krenceng dengan menggunakan program Geo
Studio 2007 dan SAP2000 menghasilkan beberapa kesimpulan,yaitu :
- Analisis struktur bendungan pada kondisi muka air yang baru dengan hasil safety factor pada
lokasi P10 sebesar 3,816 , lokasi P12 sebesar 3,124 dan lokasi P30 sebesar 3,768 dinilai aman ( >
1,25 ).
- Analisis struktur bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada Pd T-14-2004-A (periode
ulang 50 dan 100 tahun) pada semua titik pengamatan dengan hasil safety factor berkisar antara
1,471 1,917 dinilai aman ( > 1,25), sehingga dapat disimpulkan bendungan kuat menahan beban
gempa dengan periode ulang 50 dan 100 tahun.
- Analisis struktur bendungan dengan beban gempa yang mengacu pada SNI-1726-2002 dan
RSNI-1726-2010 (untuk periode ulang gempa 500 tahun) pada semua titik pengamatan dengan
hasil safety factor berkisar antara 1,007 1,229 dinilai tidak aman ( < 1,25 ), sehingga dapat
disimpulkan bahwa bendungan tidak kuat menahan beban gempa dengan periode ulang 500
tahun.

5.2. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan dalam penelitian kali ini adalah :
- Penelitian ini lebih menitikberatkan pada analisis data sekunder. Oleh karena itu, perlu adanya
data aktual yang terbaru untuk menghasilkan keakuratan yang lebih optimal.
- Ada beberapa cara untuk meningkatkan kekuatan tahanan bendungan sebagai upaya mitigasi
bencana akibat gempa, cara pertama adalah dengan membuat permukaan hilir bendungan
menjadi lebih landai. Cara lainnya adalah dengan membuat soil nail pada permukaan hilir
bendungan. Pemasangan soil nail pada permukaan hilir bendungan maka akan mencegah
perluasan bidang longsor yang mungkin terjadi.








81

DAFTAR PUSTAKA


Agus. 2002. Rekaysa Gempa untuk Teknik Sipil. Padang: Institut Teknologi Padang
Baker, R. & Gorber, M. 1978. Theoretical analysis of the stability of slopes.Geotechnique,Vol.28.
Bowles, JE.1989.Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah. Erlangga. Jakarta
Buku Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penanganan Longsoran, Direktorat Jendral Bina Marga
Direktorat Bina Teknik.
Chopra, K.A. 1967. Earthquake Response of Earth Dams. JSMFD,ASCE,Vol.93.
Chopra, K.A. 1995. Dynamics of Structures: Theory and Application to Earthquake Engineering. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dewobroto Wiryanto. 2004. Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP2000. Jakarta. PT Elex Media
Komputindo.
ICOLD 1994d. Numerical Analysis of Dams. Third Benchmark Workshop, Theme B2 Dynamic
analysis of an embankment dam under a strong earthquake,Sep.,Gennevilliers,France.
Linsey,Ray K. Water Resources Engineering, New York, McGraw-Hill,Inc.
Nyoman, I G. Santiawan , I gusti N. Wardana dan I Wayan Redana. Penggunaan vegetasi (rumput
gajah) dalam menjaga kestabilan tanah terhadap longsoran. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil
Vol.11, No. 1, Januari 2007.
Pangular, D., 1985, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen.
Pedoman Konstruksi dan Bangunan,2004,Analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban
gempa,Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Rancangan Standar Nasional Indonesi,Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung,SNI-1726-2010, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah.
Rodiguez,A. Rico, Castillo, H. Del, Sowers, G.F., 1988, Soil Mechanics in Highway Engineering,
Trans Tech Publivation.
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung SNI-1726-2002,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
Tanev,L.2005.Dams and appurtenant hydraulic structures.Skopje,A.A.Balkema Publishers.
Tim pembina olimpiade ilmu kebumian Indonesia. 2010. Pengantar Ilmu Kebumian. Yogyakarta.
Teknik Geologi UGM.
Zakaria, Zufialdi. 2009. Analisa Kestabilan Lereng, seri mata kuliah Geoteknik. Laboratorium
Geologi Teknik Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran.
82


















LAMPIRAN












83

Lampiran 1. Diagram alir tahapan penelitian.

























Studi desain bendungan,meliputi
1) jenis urugan dan geometri bendungan
2) isi waduk, muka air normal, muka air
banjir, tinggi jagaan

Studi peraturan gempa
1) SNI 1726 2002
2) Rancangan SNI 1726 2010
3) Pd T-14-2004-A
Lakukan analisis stabilitas pada kondisi
muka air banjir

FK>FKmin
(Rekomendasi)
Lakukan analisis stabilitas bendungan dengan
beban gempa (statik dan dinamik)
menggunakan Geo Studio 2007 dan SAP2000

SELESAI
FK<FKmin
(Rekomendasi)
Tidak
Tidak
Ya
SNI-1726-2002
RSNI-1726-2010
Pd. T-14-2004-A
Ya
Mulai
84

You might also like