Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

PEMANFAATAN PARASITOID TELUR Trichogramma evanescens Westwood UNTUK PENGENDALIAN PENGGEREK BATANG JAGUNG Ostrinia furnacalis Guenee Nurnina Nonci Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRACT
Trichogramma evanescens Westwood, Trichogrammatidae, Hymenoptera is a tiny eggs parasite; its size is 0.1-0.5 mm long. The parasite completes its life cycle inside host eggs (eggs of Ostrinia furnacalis Guenee) and kills its host before lincked. Today the most widly use of parasitoid in the world is Trichogramma, because it is easy to mass rear in alternate host like Corcyra cephalonica and Sitotroga cerealella, and the most importanst thing is it can prey a number of species of major pests. Survey on natural enemies of O. furnacalis conducted at several production area of corn in South Sulawesi showed that percentage of parasitism of T. evanescens was 71.56-89.90% on ecosystems: irrigated lowland, rain fed lowland, upland, surrounding lake, and near the river. Result of laboratory experiment showed that among six species of Trichogramma tested, T. evanescens was the most potential species to control O. furnacalis eggs and its ability to parasite eggs was ranging from 91 - 100%. The highest eggs parasitism was found on one-day old eggs. T. evanescens with the dosage 250,000/ha which was released in the center of four weeks old corn plants was able to reach its host until 20 m distance from releasing point with the percentage of parasitism 91.96% at 8 weeks after planting (WAP). T. evanescens can reach its host up 40 m from its releasing point with the percentage of parasitism range from 58.33 87.50%. The parasitism rate of T. evanescens in the field was depending on the availability of its host (egg mass of O. furnacalis) and its dispersal was influenced by the win speed. Key words: Trichogramma evanescens, parasitism, Ostrinia furnacalis.

PENDAHULUAN Jagung merupakan tanaman serealia sumber karbohidrat kedua setelah padi. Permintaan komoditas jagung meningkat sebagai akibat perkembangan industri pengolahan makanan (food maize) dan industri pakan ternak (feed maize). Permintaan jagung untuk pakan ternak meningkat dari 1,71 juta ton pada tahun 1990 menjadi 3,53 juta ton pada tahun 1997. Laju permintaan jagung lebih tinggi dibanding laju peningkatan produksi, sehingga posisi Indonesia berubah dari negara pengekspor menjadi pengimpor sejak tahun 1973. Impor jagung pada tahun 1995 mencapai 1,3 juta ton (Sudaryanto et al., 1998). Di Indonesia bagian timur, pertanaman jagung cukup luas. Alasannya adalah karena jagung sebagai alternatif sumber karbohidrat kedua setelah beras, bahkan ada daerah yang masih mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok. Agar peningkatan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri, pemerintah telah mengupayakan melalui usaha ekstensifikasi dan intensifikasi. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya hasil jagung di antaranya adalah faktor fisik (iklim, lahan, dan jenis tanah), faktor biologi (varietas, hama, jasad renik, dan gulma) serta faktor sosial ekonomi (infra struktur, harga, petani, dan pengusaha). Menurut Baco dan Tandiabang (1988) tidak kurang dari 50 spesies serangga telah ditemukan merusak jagung di Indonesia baik di lapangan maupun di penyimpanan. Salah satu spesies yang sering menimbulkan kerusakan ekonomi adalah penggerek batang (O. furnacalis). Di Sulawesi Selatan hama ini merupakan hama penting pada tanaman jagung (Nonci et al. 1996). Granados (2000) melaporkan bahwa O. furnacalis merupakan hama 548

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

penting pada jagung di Philippines, hama ini juga merupakan hama yang serius pada tanaman jagung di Kamboja, Vietnam, Cina, Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua New Guinea. Tseng (1998) dan Chundurwar (1989) melaporkan pula bahwa O. furnacalis merupakan hama penting di beberapa Negara Asia sampai ke Australia, Mikronesia, China, Jepang, Korea, India, Srilanka, dan Taiwan. Kehilangan hasil akibat hama jagung di negara-negara sedang berkembang adalah sekitar 30% setiap tahun (Berger, 1962). Di Philippina dilaporkan bahwa O. furnacalis selain merusak jagung juga merusak tanaman serealia lainnya, dan beberapa jenis kacang-kacangan, Solanaceae dan tebu (Valdez dan Adalla, 1983). Kehilangan hasil yang disebabkan oleh O. furnacalis dapat mencapai 80%, bahkan dilaporkan dapat terjadi kerusakan total (Schreiner and Nafus, 1987; Nonci dan Baco,1987). Berbagai hasil penelitian yang berkaitan dengan pengendalian O. furnacalis telah dilaporkan antara lain: waktu tanaman yang tepat yaitu pada awal musim hujan, pergiliran tanaman, dan pemangkasan bunga jantan (Baco dan Tandiabang, 1988; Asikin et al., 1993). Tumpangsari jagung dengan kacang-kacangan juga dapat mempengaruhi serangan O. furnacalis, meskipun mekanismenya belum banyak diketahui (Litsinger et al., 1991). Penemuan varietas tahan dan penggunaan musuh alami masih sedang diteliti oleh berbagai institusi baik di dalam maupun di luar negeri. Cara yang paling banyak dilakukan petani dan hasilnya langsung dirasakan manfaatnya dalam mengendalikan O. furnacalis adalah dengan insektisida, namun selain harganya mahal juga petani tidak mengerti akan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami adalah cara yang mudah, murah, serta ramah lingkungan. Selain hal tersebut musuh alami masih mempunyai kelebihan antara lain: sifatnya sangat selektif mencari inangnya sendiri, populasinya dapat meningkat dan menyebar, tidak terjadi resistensi dan resurgensi (de Bach, 1964). Salah satu jenis parasitoid telur yang dapat menekan populasi O. furnacalis adalah Trichogramma evanescens Westwood. T. evanescens ini sangat efektif dan memiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan. Hingga saat ini telah banyak hasil penelitian mengenai Trichogramma yang telah dilaporkan oleh para ahli di dunia. Knutson (1998) mengemukakan bahwa lebih dari seribu makalah ilmiah tentang Trichogramma dalam penggunaannya sebagai agensia pengendali biologi telah dipublikasikan. Di Amerika Serikat, Canada, Taiwan, dan Philippines penelitian terhadap Trichogramma berlanjut hingga sekarang, beberapa spesies Trichogramma diperbanyak secara massal kemudian dijual oleh sejumlah perusahaan komersial. Tulisan ini merupakan review hasil-hasil penelitian mengenai bioekologi dan pemanfaatan parasitoid telur T. evanescens Westwood pada tanaman jagung. Pemanfaatan musuh alami khususnya parasitoid telur T. evanescens dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian mengenai kemampuan menurunkan populasi O. furnacalis pada tanaman jagung. PARASITOID Trichogramma evanescens Westwood Hampir semua habitat daratan dan beberapa habitat air, Trichogramma muncul secara alami, memarasit telur hama, khususnya telur ngengat dan kupu-kupu, masingmasing dari hama-hama tanaman hutan dan pepohonan. Saat ini Trichogramma merupakan parasitoid yang paling luas penggunaannya sebagai musuh alami di dunia sebab mudah diperbanyak pada inang pengganti yaitu rice moth (Corcyra cephalonica) 549

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

dan Angoumois moth (Sitotroga cerealella) dan yang paling penting adalah memarasit banyak jenis hama penting. Alam (2002) mengemukakan bahwa Trichogramma dapat pula diperbanyak pada telur Ephestia kuchniella di laboratorium. Dilaporkan ada 9 spesies Trichogramma diperbanyak secara pribadi atau melalui institusi pemerintah di seluruh dunia. Tiap tahun diperkirakan Trichogramma dilepas pada 32 juta hektar baik pada tanaman pangan, perkebunan, dan pepohonan kehutanan di 30 negara. Negara yang paling banyak menggunakannya adalah bekas Uni Sovyet, China, dan Mexico. Parasitoid Trichogramma dapat digunakan sebagai musuh alami yang dapat mengendalikan kurang lebih 28 jenis hama yang berbeda yang merusak tanaman jagung, padi, kedelai, tebu, kapas, sayuran, lobak, dan buah-buahan. Namun umumnya pelepasan ditujukan untuk mengendalikan penggerek jagung, penggerek tebu, dan penggerek buah kapas. Menurut Knutson (1998) dalam genus Trichogramma terdapat 145 spesies yang tersebar di seluruh dunia, 30 spesies telah diidentifikasi berada di Amerika Utara dan diperkirakan 20-30 spesies lagi akan diidentifikasi. Selanjutnya Smith (1996) melaporkan bahwa di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, Trichogramma telah dikomersilkan seperti: T. embryophagum terhadap Afoxophyes pada apel, T. evanescens terhadap O. furnacalis pada jagung, dan T. brassicae terhadap Plutella sp. pada kubis. Di Indonesia banyak spesies Trichogramma telah diketahui sebagai parasitoid telur pada hama tanaman pangan dan perkebunan, seperti pada penggerek polong kedelai Etiella zinckenella, perusak bunga dan buah kapas Helicoverpa armigera, penggerek tebu Chlio anricilius dan Tryporiza nivella, serta perusak daun jambu mente Cricula trifenestrata (Smith, 1996 dan Alba, 1989). Secara taksonomi T. evanescens Westwood masuk ke dalam famili Trichogrammatidae, ordo Hymenoptera (Van der Laan, 1981; Smith, 1996; Alba, 1989). T. evanescens adalah parasit yang berukuran sangat kecil panjang rata-rata 0,10,5 mm, ukuran tersebut tergantung spesies. T. evanescens umumnya memarasit telur serangga dari ordo Lepidoptera. Parasitoid tersebut menyelesaikan siklus hidupnya di dalam telur inang (O. furnacalis) dan mematikan inang sebelum menjadi dewasa, siklus hidupnya adalah 7 hari pada suhu 280C dan 89 hari pada musim hujan yaitu pada bulan DesemberJanuari (Alba, 1989). Selanjutnya Bayrami dan Kornosor (1998) mengemukakan bahwa suhu yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan T. evanescens adalah 20+10C, 25+10C, dan 30+10C, dengan kelembaban nisbi 60+10%, dan 16 jam periode penyinaran. Menurut Gonzales dan Cadapan (2001) T. chilonis dan T. evanescens mempunyai stadium telur = 23 jam, stadium larva instar 1 = 3 jam, stadium larva instar 2 dan 3 = 19 dan 24 jam, sehingga larva terdiri dari tiga instar dan total perkembangan larva adalah 46 jam, stadia pupa 99 jam. Siklus hidup Trichogramma betina dari telur ke telur adalah 168 jam. Setelah larva instar 3 (3 4 hari setelah telur diparasit) butiran melanin berwarna hitam diendapkan pada permukaan dalam kulit telur, menyebabkan telur inang berwarna gelap/hitam (Gambar 1). Larva kemudian berkembang menjadi pupa dan imago, yang akan keluar dari telur inang dengan membuat lubang bulat pada kulit telur (Gambar 1).

550

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

Hari ke 1. Imago betina meletakkan telur pada sebutir telur inang (H.armiegra)

Hari ke 1-2. setelah telur inang terparasit, larva Trichogramma makan di dalam telur inang

Hari ke 3-7. Setelah telur inang terparasit, telur inang berwarna hitam

Hari ke 7-9. Setelah terparasit. Imago mulai keluar

Gambar 1. Siklus hidup Trichogramma sp. Sumber : Knutsen (1998) Untuk mengenali inangnya, imago T. evanescens menggunakan penanda kimia atau visual. Penanda kimia (kairomon) ini terdapat pada sisik ngengat yang diletakkan dekat telur. Bentuk dan warna telur inang juga berperan sebagai penanda visual bagi imago parasitoid. Setelah imago menemukan telur inang, maka imago betina memasukkan ovipositornya menembus kulit telur, lalu meletakkan telur pada telur inang (Gambar 1). Dari lubang tusukan ovipositor betina pada telur inang, akan keluar cairan yang kemudian diisap oleh imago T. evanescens. Jumlah telur yang diletakkan dapat mencapai 3 butir (tergantung ukuran inang). Untuk T. evanescens hanya meletakkan sebutir telur pada sebutir telur inang (O. furnacalis). Menurut Rauf dan Hidayat (1999) dengan adanya kegiatan makan pada cairan telur ini akan meningkatkan lama hidup imago parasitoid. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina berkisar antara 10-190 butir tergantung spesies Trichogramma (Wang et al., 1997). Hal tersebut sama yang dikemukakan Alam (2002) bahwa seekor imago betina Trichogramma sp. dapat meletakkan telur hingga 100 butir, hal tersebut juga tergantung pada inang dimana larva Trichogramma makan. Imago jantan lebih dahulu keluar dari pada imago betina. Imago mampu segera berkopulasi dalam beberapa detik. Telur diletakkan kira-kira 24-28 jam setelah imago muncul. Nurariaty (1991) melaporkan bahwa daur hidup T. japonicum adalah antara 10-12 hari. Imago mampu segera berkopulasi dalam beberapa detik. Imago keluar dari telur terparasit pada pagi hari, jantan keluar terlebih dahulu dan menetap pada telur menunggu untuk mengawini betina yang muncul kemudian. Betina yang kawin menghasilkan keturunan betina dan jantan, sedangkan yang tidak kawin hanya menghasilkan jantan. Imago T. evanescens berwarna coklat muda agak krem pada bagian thorax dan abdomen, mata dan ocellinya merah tua (Gambar 2), antenanya beruas-ruas dan ruas terakhir berbentuk gada, sayapnya transparan (Gambar 3). Antena imago jantan dapat dibedakan dengan antenna imago betina. Antena imago jantan mempunyai rambut yang lebih banyak dibandingkan antenna imago betina (Gambar 4).

551

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

Gambar 2. Imago T. evanescens Westwoods. Sumber : Wang et al. (1998)

Gambar 3. Imago T.evanescens Westwoods. Sumber : Knutsen (1998).

Gambar 4. Antena imago betina (a) dan antena imago jantan (b) Sumber : Knutsen (1998)

552

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

POTENSI Trichogramma evanescens Westwood Survey pada beberapa daerah di Sulawesi Selatan Trichogramma mudah dibiakkan secara massal di laboratorium pada inang pengganti, dapat memarasit telur O. furnacalis dengan efektif. Parasitoid tersebut cukup potensil karena dapat memarasit telur O. furnacalis lebih dari 80%. Nonci et al. (2000) melaporkan bahwa berdasarkan hasil survey terhadap musuh alami O. furnacalis pada beberapa sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan didapatkan bahwa persentase parasitasi T. evanescens cukup tinggi yaitu antara 71,56-89,80% (Tabel 1). .
Tabel 1. Persentase telur O. furnacalis yang tidak terparasit dan terparasit T. evanescens pada sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan.
Jumlah kelompok telur O. furnacalis yang tidak terparasit/ tanaman 1,04 1,14 1,60 0,60 2,04 3,08 1,04 1,28 1,48 0,96 1,36 1,57 1,00 1,08 Persentase parasitisme T. vanescens (%) 71,56 76,42 84,02 87,00 83,47 89,80 76,74 77,93 77,77 82,04 80,45 78,53 81,99 80,99

No. 1. 2.

Ekosistem Lahan sawah irigasi Lahan sawah tadah hujan

Kabupaten/Kecamatan/Desa Barru/Soppeng Riaja/Siddo Takalar/Polongbangkeng Utara/Bajeng Takalar/Polongbangkeng Selatan/ Pallampingan Takalar/Galesong Utara/Parasangang Beru Jeneponto/Binamu/Kalukuang Bulukumba/Ujung Bulu/Caile Sinjai/Sinjai Utara/Kampala Maros/Maros Baru/Allepolea Wajo/Pammana/Patila Bantaeng/Pajukukanh/Borongloe Bantaeng/Pajukukang/Tombolo Bulukumba/Bulukumpa/Baukaropa Sinjai/Sinjai Timur/Mangottong Wajo/Pammana/Kampiri

3.

Tegalan

4.

Kawasan Danau Tempe Sumber : Nonci et al. (2000)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa semua ekosistem yaitu sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, kawasan danau dan pinggiran sungai mempunyai persentase parasitasi yang cukup tinggi dan hampir sama pada semua ekosistem. Tingginya persentase parasitasi pada pengamatan tersebut disebabkan oleh tingginya populasi (inang) telur O. furnacalis dimasing-masing lokasi yakni rata-rata 0,60 3,08 kelompok telur/tanaman. Tingkat parasitasi T. evanescens pada telur O. furnacalis di lapangan sangat bervariasi dan berfluktuasi dari waktu ke waktu, hal ini sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya inang dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kemampuan memarasit di Laboratorium dan Rumah Kaca Keberhasilan pengendalian hayati dengan parasitoid telur tergantung pada beberapa faktor salah satu diantaranya adalah spesies yang digunakan. Pemilihan spesies yang baik untuk dilepas merupakan faktor yang paling penting karena spesies tertentu hanya dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim, habitat dan inang tertentu. Hassan (1994) mengemukakan bahwa spesies lokal lebih baik digunakan karena spesies tersebut sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat. Olehnya itu, sebelum pelepasan perlu dilakukan inventarisasi spesies parasitoid. Sebanyak enam

553

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

spesies Trichogramma telah berhasil diperbanyak di laboratorium Hama dan Penyakit Balitsereal. Keenam spesies tersebut adalah T. bactrae-bactrae, T. bactrae fumata, T. australicum, T. japonicum, T. chilonis dan T. evanescens. Spesies-spesies tersebut telah diuji tingkat parasitasinya pada telur O. furnacalis, dan hasilnya hanya T. evanescens yang paling efektif memarasit telur O. furnacalis dengan persentase parasitasinya adalah 90 100% (Pabbage dan Baco, 2000). Selain memarasit telur O. furnacalis T. evanescens juga efektif memarasit penggerek tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) (Pabbage et al., 2000a). Di Philippina telah dilaporkan oleh Alba (1989); Gonzales dan Cadapan (2001) bahwa spesies-spesies Trichogramma yang memarasit telur O. furnacalis adalah T. chilonis, T. evanescens, T. japonicum, dan T. chilotreae. Wajnberg et al. (1989) melaporkan bahwa spesies Trichogramma yang memarasit telur O. furnacalis di Belgia adalah T. maidis. Di Turki adalah T. maidis (Oztemizi dan Kornosor, 1998), dan di China adalah T. evanescens (Ying dan Guangzhou, 1998). Sedangkan di Taiwan digunakan T. ostriniae untuk pengendalian O. furnacalis. Hasil dari cara pengendalian tersebut adalah terjadi penurunan persentase serangan O. furnacalis dan peningkatan hasil biji 11,0% dibanding cara konvensional yaitu penyemprotan dengan selang waktu 7 hari (Tseng, 1998). Ketersediaan inang dan umur inang sangat berpengaruh terhadap tingkat parasitasi T. evanescens. Pabbage et al. (2000b) mengemukakan bahwa tingkat parasitasi telur O. furnacalis oleh T. evanescens ditemukan tertinggi pada telur yang berumur satu hari yakni 92,56% dan menurun dengan bertambahnya umur telur O. furnacalis dimana tingkat parasitasi pada telur O. furnacalis yang berumur 2 hari adalah 25,58% dan yang berumur 3 hari adalah 0,00% (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena embrio calon larva O. furnacalis sudah berkembang. Tabel 2. Persentase parasitasi T. evanescens pada tiga umur telur O. furnacalis. Laboratorium Balitsereal. Umur telur O. furnacalis yang diletakkan pada hari Pertama Kedua Ketiga KK (%) Persentase parasitasi (%) 92,56 a 25,58 b 0,00 c 14,1 Telur O. furnacalis yang menjadi larva 2,11 c 24,34 b 89,30 a 26,4

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% DMRT. Sumber: Pabbage et al. (1999a)

Hal yang sama dilaporkan oleh Nurariaty (1991) bahwa persentase parasitisme T. chilonis dan T. japonicum lebih tinggi pada kelompok telur penggerek batang padi kuning yang berumur satu dan dua hari dibandingkan umur tiga, empat, lima, dan enam hari. Djuwarso dan Wikardi (1999) juga mengemukakan bahwa persentase parasitasi T. bactrae-bactrae pada telur E. zinchenella umur satu hari lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tingkat parasitasi pada telur yang berumur dua dan tiga hari. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Nonci dan Pabbage (1999) di rumah kaca menunjukkan bahwa persentase parasitasi T. evanescens tinggi jika kertas pias pupa T.

554

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

evanescens dan inang (telur O. furnacalis) berada pada daun yang sama yaitu pada daun kelima (Tabel 3).
Tabel 3. Persentase Parasitasi parasitoid T. evanescens pada telur O. furnacalis dalam satu kelompok. Rumah kaca, Balitsereal. No. Perlakuan Persentase parasitasi parasitoid T. evanescens pada daun ke . 2 5 8 35,06 58,61 42,64 66,81 85,67 80,95 82,48 83,64 79,82 0,00 0,00 0,00 50,85 56,98 46,09 19,3 Rata-rata (%) 45,44 77,81 81,98 0,00 51,31

1. 2. 3. 4.

15 ekor 30 ekor 45 ekor Kontrol (tanpa T.evanescens) KK (%) Sumber : Nonci dan Pabbage (1999).

Kemampuan memarasit di lapangan Pelepasan parasitoid T. evanescens ke pertanaman jagung sebaiknya di dasarkan pada pertumbuhan tanaman (umur tanaman), hasil tangkapan ngengat dan pengamatan populasi telur O. furnacalis di lapangan. Semua upaya ini dilakukan agar pelepasan parasitoid T. evanescens sejalan dengan awal periode peletakan telur hama sasaran (O. furnacalis). Umumnya ada hubungan antara periode peletakan telur dengan fase perkembangan tanaman. Ngengat O. furnacalis meletakkan telur pada tanaman jagung dimulai pada saat tanaman berumur satu bulan, meskipun kenyataan di lapangan telur O. furnacalis sudah ditemukan pada tanaman umur 3 minggu dan puncak peletakan telur terjadi pada stadia pembentukan atau keluarnya bunga jantan (Nonci dan Baco, 1991; Schreiner dan Nafus, 1987). Dengan demikian, waktu pelepasan T. evanescens pada tanaman jagung seyogyanya dimulai pada saat tanaman berumur 3 atau 4 minggu. Nonci et al. (2000) melaporkan bahwa dengan pelepasan pupa parasitoid T. evanescens dosis 250.000 ekor/ha/aplikasi yang dilepas pada 4 MST dan seterusnya dengan interval 7 hari, persesntase parasitasinya cukup tinggi (Tabel 4).
Tabel 4. Persentase parasitasi T. evanescens pada telur O. furnacalis. Instalasi Lanrang. MK. 2000.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. . Pelepasan T. evanescens pada 4, 5, 6,7, dan 8 MST 4, 5, 6, dan 7 MST 5, 6, 7 dan 8 MST 6, 7, dan 8 MST Berdasarkan gejala serangan di lapangan (populasi telur 1 kelompok/30 tanaman) Kontrol (tanpa pelepasan) Persentase parasitod T. evanescens 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 0,00 (0,19) tn 15,28 (14,21)tn 25,63 54,24 5,28 (7,82) 0,00 (0,19) 31,43 51,98 13,50 (17,56) 10,29 (15,42) 0,00 91,96 3,22 (6,03) 10,29 (15,42) 58,83 64,50 17,04 (20,24) 13,67 (17,83) 69,84 71,06 17,62 (20,08) 6,40 (8,66) 60,24 33,33

Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan Perbedaan yang nyata pada taraf 5% DMRT. Angka dalam kurung adalah hasl transformasi Arcsin Sqr (x/100). Sumber : Nonci et al. (2000).

555

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

Pada Tabel 4 terlihat bahwa persenatse parasitasi meningkat dengan bertambahnya umur tanaman yaitu sampai 91,96%. Menurut Rauf dan Hidayat (1999) sasaran dari upaya pelepasan adalah untuk mempertahankan agar tingkat parasitasi telur tetap tinggi (> 80%). Bila pelepasan secara tunggal tidak mampu mencapai sasaran ini, maka diperlukan pelepasan secara berulang. Umumnya pelepasan dilakukan dengan interval 3-7 hari. Peningkatan parasitisme parasitoid disebabkan oleh meningkatnya populasi inang (telur O. furnacalis) yaitu rata-rata 2 3 kelompok. Parasitisme T. evanescens pada telur O. furnacalis sangat ditentukan oleh ada tidaknya inang pada tanaman jagung (Gambar 5).

Gambar 5. Hubungan antara inang (telur O. furnacalis) dengan persentase telur terparasit pada pengamatan (A) 5 MST), (B) 6 MST, (C) 7 MST, dan (D) 8 MST. Sumber : Nonci et al. (2000)

556

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

Jarak antara titik pelepasan parasitoid T. evanescens dengan inang (telur O. furnacalis) juga perlu diperhatikan. Nonci et al. (2001) melaporkan bahwa pelepasan T. evanescens pada 4 MST dengan dosis 500.000 ekor/ha pada satu titik pelepasan yaitu bagian tengah plot, maka T. evanescens dapat memarasit telur O. furnacalis dengan jarak jangkauan 5 - 40 m (Tabel 5). Selanjutnya dilaporkan pula bahwa T. evanescens yang dilepas pada 4 MST, dosis 500.000 ekor/ha pada satu titik pelepasan yaitu pada bagian tengah pertanaman jagung yang luasnya 90 x 90 m. dapat menjangkau inang sampai jarak 40 m dari titik pelepasan, persentase parasitasinya adalah 58,33 87,50%.
Tabel 5. Rata-rata persentase kerusakan daun pada 3 MST dan telur O. furnacalis yang terparasit T. evanescens dalam satu kelompok, pada pengamatan 5, 6, 7 MST. Instalasi Lanrang, MK. 2001. Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Telur O. furnacalis yang terparasit T. evanescens 6 MST 33,00 (23,72) ab 23,44 (22,05) ab 47,33 (43,49) b 23,67 (19,14) ab 6,67 (12,29) ab 10,90 (18,56) ab 36,67 (36,14) ab 10,00 (18,43) ab 59,67 (51,33) b 28,33 (30,20) ab 13,33 (17,22) ab 35,00 (31,26) ab 0,00 (0,00) a 8 MST 12,33 (19,84) 14,00 (17,63) 18,47 (23,45) 44,67 (37,14) 47,67 (40,94) 48,33 (39,14) 23,67 (19,14) 46,00 (41,96) 41,67 (39,62) 64,33 (53,79) 27,00 (21,39) 3,43 (8,74) 0,00 (0,00) 10 MST 10,96 (19,14) 5,98 (8,36) 18,88 (25,38) 14,71 (18,43) 6,33 (11,96) 2,68 (5,48) 10,00 (11,07) 20,20 (21,99) 19,00 (21,66) 14,50 (18,36) 8,33 (13,16) 5,85 (10,47) 0,0 (0,00) a

KK (%) (75,19) (73,03) (68,05) Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% DMRT Angka dalam kurung adalah hasil transformasi dari arc sin x/100. tn = tidak nyata Sumber : Nonci et al. (2001) 1. Waktu pelepasan 4 MST dengan jarak jangkauan 5m dari titik pelepasan. 2. Waktu pelepasan 4 MST dengan jarak jangkauan 10 m dari titik pelepasan. 3. Waktu pelepasan 4 MST dengan jarak jangkauan 15 m dari titik pelepasan. 4. Waktu pelepasan 4 MST dengan jarak jangkauan 20 m dari titik pelepasan. 5. Waktu pelepasan 4 dan 6 MST dengan jarak jangkauan 5 m dari titik pelepasan. 6. Waktu pelepasan 4 dan 6 MST dengan jarak jangkauan 10 m dari titik pelepasan. 7. Waktu pelepasan 4 dan 6 MST dengan jarak jangkauan 15 m dari titik pelepasan. 8. Waktu pelepasan 4 dan 6 MST dengan jarak jangkauan 20 m dari titik pelepasan. 9. Satu kali pelepasan berdasarkan ambang kendali yaitu satu kelompok telur O. furnacalis per 30 tanamam, dengan jarak jangkauan 5 m dari titik pelepasan. 10. Satu kali pelepasan berdasarkan ambang kendali yaitu satu kelompok telur O. furnacalis per 30 tanamam, dengan jarak jangkauan 10 m dari titik pelepasan. 11. Satu kali pelepasan berdasarkan ambang kendali yaitu satu kelompok telur O. furnacalis per 30 tanamam, dengan jarak jangkauan 15 m dari titik pelepasan. 12. Satu kali pelepasan berdasarkan ambang kendali yaitu satu kelompok telur O. furnacalis per 30 tanamam, dengan jarak jangkauan 20 m dari titik pelepasan. 13. Kontrol (tanpa pelepasan parasitoid).

557

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

Hasil analisis regresi berganda dengan memasukkan faktor lingkungan (inang, kecepatan angin, suhu, dan kelembaban) sebagai variabel bebas terhadap persentase parasitasi T. evanescens pada telur O. furnacalis di lapangan diperoleh persamaan Y = 224,38 + 10,77 (inang) + 25,09 (kecepatan angina) 1,09 (RH) 2,45 (suhu), dan R = 0,89. Dan setelah dilanjutkan dengan stepwise, maka diperoleh hasil akhir bahwa ketersediaan inang dan kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap persentase parasitasi (Nonci dan Masmawati, 2002). KESIMPULAN 1. Hasil survey pada beberapa sentra produksi jagung di Sulawesi Selatan pada ekosistem : sawah irigasi, tadah hujan, dan kawasan danau didapatkan persentase parasitasi T. evanescens cukup tinggi yaitu 71,56 89,80% dan hampir sama untuk semua lokasi. 2. Persentase parasitasi T. evanescens di laboratorium tinggi pada telur O. furnacalis yang baru diletakkan yaitu 92,50% dan menurun dengan bertambahnya umur telur (dua dan tiga hari) yaitu 25,58 dan 0,00%. 3. Persentase parasitasi T. evanescens di rumah kaca tinggi jika pias parasitoid dan telur O. furnacalis berada pada daun yang sama yaitu pada daun kelima dengan persentase parasitasi masing-masing adalah 58,61% yang diinfeksikan 15 ekor; 85,67% diinfeksi 30 ekor dan 83,64 dinfeksi 45 ekor. 4. Pelepasan pupa parasitoid T. evanescens pada 4 MST dan seterusnya dengan interval 7 hari dengan dosis 250.000 ekor/ha/palikasi, persentase parasitasinya mencapai 69,84% pada pengamatan 7 dan 8 MST. 5. Pelepasan pupa parasit T. evanescens pada 4 MST dosis 500.000 ekor/ha/aplikasi, luas pertanaman jagung 90 x 90 m. Parasitoid T. evanescens dapat menjangkau inang sampai jarak 40 m dari titik pelepasan. 6. Tingkat parasitasi T. evanescens terhadap telur O. furnacalis di lapangan sangat ditentukan oleh ketersediaan inang dan kecepatan angin. DAFTAR PUSTAKA Alam, N.S.M. 2002. Taking biological control to famers. http://www.pakistaneconomis.com. Alba, M.C. 1989. Eggs parasitoids of Lepidoptera pest economic importance in the Philippines. Biological Control of Pest. Biotrop special Publ. No.36:123-139. Asikin, S., M. Thamrin, dan N. Djahab. 1993. Status dan pengendalian hama jagung. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III Puslitbangtan. pp.10951104. Baco, D. dan J. Tandiabang. 1988. Hama utama jagung dan pengendaliannya. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. P.185-204. Bayrami, A. and Kornosor.1998. Biological features of Trichogramma evanescens Westwood (Hymenoptera, Trichogrammatidae) on the eggs of Sesamia nonagrioides Lefebre (Lepidoptera, Noctuidae). http://www.infolomd.at

558

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

Berger, J. 1962. Maize Production and Manuring of Maize. Centre Edute del Aazote 5 Guinea.315 p. Chundurwar, R.D. 1989. Sorghum stemborer in India and Southeast Asia. International Workshop on Shorgum Stemborers. ICRISAT. pp.19-25 de Bach, P. (ed). 1964. Biological Control on Insect Pest and Weeds. Chapman & Hall. Ltd. London. 884 p. Djuwarso, T. dan E.A. Wikardi. 1999. Teknik perbanyakan Trichogramma spp. di laboratorium dan kemungkinan penggunaannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.18 (4):111-119. Gonzales, P.G. and E.P. Cadapan. 2001. Trichogramma parasitoids. National Crop Protection Center UPLB-CA. pp.1-5. Granados, G. 2000. Maize Insects. Tropical Maize. Improvement and Production. Food and Agriculture Organization of The United Nations. pp.81-347. Hassan, S.A. 1994. Strategies to select Trichogramma spesies for use in biological control. Dalam Wajnberg, E. & S.A. Hassan (ed). Biological Control With Egg Parasitoid. Oxon UK. CAB. International. Hal.55-73. Knutsen, A.1998. The Trchogramma Manual. Texas Agricultural Extension Service. http://www.infoland.at Litsinger, J.A., V. Hasse, T.B. Alberto, and H. Schuttener. 1991. Response of Ostrinia furnacalis (Guenee) Lepidoptera : Pyralidae to intercropping. Environmental. Entomol. 20(4):988-1004. Nonci, N. dan D. Baco. 1987. Pengaruh waktu infestasi dan jumlah larva Ostrinia furnacalis Guenee terhadap kerusakan pada tanaman jagung. Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros. 2(2):49-59. Nonci, N. dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung Ostrinia furnacalis (Guenee) pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea maysi). Agrikam. Balittan Maros. Vol. 6, No.3. Hal. 95-101 Nonci, N., J. Tandiabang, D. Baco. 1996. Kehilangan hasil oleh penggerek jagung Ostrinia furnacalis pada berbagai stadia tanaman jagung. Hasil Penelitian Hama/Penyakit. 1995/1996. Balitijas. Maros. Nonci, N. dan M.S. Pabbage. 1999. Tingkat parasitasi Trichogramma evane-scens pada telur penggerek batang jagung. Ostrinia furnacalis di rumah kaca. Laporan Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 1999/2000. pp. 14-16. Nonci, N., M.S. Pabbage, dan D. Baco. 2000. Keefektifan Trichogramma evanescens dalam mengendalikan penggerek batang jagung, Ostrinia furnacalis (Guenee). Laporan Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 2000. pp. 15-20.

559

Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005

Nonci, N., J. Tandiabang, Masmawati, dan A. Muis. 2000a. Inventarisasi musuh alami penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) di sentra produksi Jagung di Sulawesi Selatan. Penelitian Pertanian. Vol.19(3):38-49. Nonci, N., Masmawati, A. Muis, dan D. Baco. 2001. Jarak jelajah dan tingkat parasitasi Trichogramma evanescens Westwood pada telur penggerek batang (Ostrinia furnacalis Guenee). (Belum dipublikasi). Nonci dan Masmawati. 2002. Kemampuan jelajah Trichogramma evanescens Weswood parasitoid telur penggerek. (Belum dipublikasi). Nurariaty A. 1991. Biologi parasitoid telur Trichogramma sp. (Hym. Trichogrammatidae) dan Telenomus sp. (Hym. Scelionidae) pada penggerek batang kuning. Sc. Incertulas (Lepidoptera : Pyralidae). Tesis FPS-IPB. Oztemiz, S. and S. Kornosor. 1998. The effect of different irrigaton systems on inundative release of Trichogramma evanescens Westwood (Hymenoptera : Trichogrammatida) Against Ostrinia nubilalis Hubner (Lepidoptera : Pyralidae) in the meditertanean region of Turkey. http://www.infoland.at Pabbage, M.S., dan D. Baco. 2000. Efektivitas beberapa spesies/strain Trichogramma sp. pada telur penggerek batang jagung Ostrinia furnacalis. Seminar Mingguan Balitas. Sabtu 29 April 2000. 5 hal. Pabbage, M.S., N. Nonci dan D. Baco.1999a. Keefektifan Trichogramma evanescens pada berbagai umur telur penggerek batang jagung, Ostrinia furnacalis. Laporan Hasil Penelitian Hama dan Penyakit. 1999/2000. hal.25-27. Pabbage, M.S., N. Nonci, dan D. Baco. 1999b. Keefektifan beberapa spesies parasitoid Trichogrammatidae pada telur penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera : Noctuidea) di laboratorium. Laporan Hama dan Penyakit 1999/2000. hal.28-32. Pabbage, M.S., N. Nonci, dan D. Baco. 2000. Efektivitas beberapa spesies parasitoid Trichogrammatidae pada telur penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera Hubner di laboratorium. Laporan Hama dan Penyakit 2000. Hal.10-15. Rauf, A. dan P. Hidayat. 1999. Pengembangan program pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid telur Trichogramma dan Trichogrammatoidea. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB. 23 p. Schreiner, I.H. and D.M. Nafus. 1987. Detasseling and insecticide for control of Ostrinia furnacalis (Lepidoptera : Pyraldiae) on sweet corn. Journal of Econ. Entomol. Vol. 80(1):263-267. Smith, S.M. 1996. Biological control with Trichogramma : advances, sucsesses and potential of their use. Annu. Rev. Entomol. 41:375-406. Sudaryanto, T., K. Nockman, dan F. Kasrino. 1998. Kedudukan komoditas jagung dalam perekonomian Indonesia. Jagung. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian.

560

Nurnina Nonci : Pemanfaatan Parasitoid Telur Trichogramma evanescens Westwood

Sekretariat Badan Pengendali Bimas. 1996. Gerakan kemitraan petani jagung dengan pengusaha ternak. Departemen Pertanian. Jakarta. Tseng, C.T. 1998. Use of Trichogramma ostriniae (Hymenoptera Trichogrammatidae), to control the Asian Corn Borer, Ostrinia furnacalis (Lepidoptera : Pyralidae). Proceeding of the seventh Asian Regional Maize Workshop, Los Baos, Philippines, February 23 27, 1998. pp.340-356. Valdez, L.C. and C.B. Adalla. 1983. The biology and behavior of the Asian Corn Borer. Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae : Lepidoptera) on Cotton Philipp. Ent. 6 (5 and 6):621-631. Van der Laan, P.A. 1981. Pest of Crops in Indonesia English translation and revision published of De Plagen de Cultuurgewassen. Ichtiar Baru. Van Hoeve. Jakarta. Wajnberg, E., J. Pizzol, and M. Babault. 1989. Genetic variation in progeny allocation in Trichogramma maidis. Entomol Exp. Appl. 53:177-187. Wang, B., D.N. Ferro, and D.W. Hosmer. 1997. Importance of plant size. distribution of egg masses, and weather conditions on egg parasitism of the european corn borer. Ostrinia nubilalis by Trichogramma ostriniae in sweet corn. Entomologia Experimentalis et Applicata 83:337-345. Ying L.L. dan Guzagzhou. 1998. Synergist for improving in vitro rearing Trichogramma spp. http://www/bba.de

561

You might also like