Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

` Penatalaksanaan Skabies Infeksi Sekunder Anak Usia Sekolah dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga (Manuskript)

Oleh : Kharisma Wibawa Nurdin Putra, S.Ked (0918011052)

Pembimbing : Dr. Dian Isti Angraini, MPH.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014

TREATMENT OF SECONDARY INFECTION SKABIES IN SCHOOL-AGE CHILDREN WITH THE APPROACH OF FAMILY MEDICINE

Writen by Kharisma Wibawa Nurdin Putra 0918011052 Faculty of Medicine, University of Lampung

Background : Scabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei mite infestations. Primary health services play an important role in the enforcement of skabies disease in terms of diagnosis, therapy, and education communities in the prevention of disease, because the disease is easily transmitted mainly on dense settlement. Objective : Identification of risk factors and clinical treatment as well as skabies school age children based on patient centered and family approach. Methods : This is case report study. The primary data obtained through anamnesis (autoanamnesis and alloanamnesis, physical examination. Home visit, complete the family data, and psychosocial well as the environment. Assessment is based on a holistic diagnosis of the beginning, and the end of the study process quantitatively and qualitatively. Results : Internal and external data obtained in the form of a woman, aged 8 years, living in the family ekstended, mild activity, personal hygiene and the environment less, curative treatment patterns and good family relationships deals. Complaints of itching especially at night over and over since 2 months and experienced all the family members, never treated. After the intervention of holistically obtained clinical symptoms decrease and increase the cleanliness of the self and the environment. Conclusion : Family care medicine is effective in treatment skabies. Where the provider is not just clinical but also resolve the issue of tackling the risk of internal, external, environmental and psychosocial Keywords : Scabies , Family Care Medicine, Personal Hygiene.

PENATALAKSANAAN SKABIES INFEKSI SEKUNDER ANAK USIA SEKOLAH DENGAN PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA

Disusun oleh Kharisma Wibawa Nurdin Putra 0918011052 Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak
Latar Belakang : Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Tujuan : Identifikasi faktor resiko dan klinis serta penatalaksanaan skabies anak usia sekolah berdasarkan patient centered dan family approach. Metode : Studi ini bersifat laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis, pemeriksaan fisik. Kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil: Didapatkan data internal dan eksternal berupa, wanita usia 8 tahun, hidup dalam keluarga ekstended, aktifitas ringan, kebersihan diri dan lingkungan kurang, pola berobat kuratif dan hubungan antaranggota keluarga baik. Keluhan gatal terutama malam berulang sejak 2 bulan dan dialami semua anggota keluarga, tidak pernah diobati. Setelah dilakukan intervensi secara holistik didapatkan penurunan gejala klinis dan peningkatan kebersihan diri dan lingkungan. Kesimpulan: Pelayanan kedokteran keluarga efektif dalam penatalaksanaan skabies. Dimana provider tidak hanya menyelesaikan masalah klinis tetapi juga menanggulangi risiko internal, eksternal, psikososial dan lingkungan. Kata kunci: Skabies, Kebersihan diri, Pelayanan Kedokteran Keluarga

LATAR BELAKANG Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan (Tabri, 2003). Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kotakota besar seperti Jakarta. Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat, dan edukasi komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas, karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat. Transmisi atau perpindahan antar penderita dapat berlangsung melalui kontak kulit langsung yang erat dari orang ke orang. Hal tersebut dapat terjadi bila hidup dan tidur bersama, misalnya anak-anak yang mendapat infestasi tungau dari ibunya, hidup dalam satu asrama, atau para perawat. Selain itu perpindahan tungau juga dapat terjadi melalui kontak tidak langsung, yaitu melalui pakaian atau alat mandi yang digunakan bersama (Handoko 2007 & Meinking T dkk 1995). Kasus adalah seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang datang dengan keluhan gatal seluruh tubuh terutama malam hari selama dua bulan , tidak pernah berobat, dan keluarga dalam rumah memiliki gejala serupa. Penatalaksanaan kasus dilakukan di Puskesmas Kecamatan Panjang, Bandar Lampung. Masalah kesehatan yang terkait dengan faktor yang berpengaruh diidentifikasi dengan memperhatikan konsep Mandala of Health dan diselesaikan dengan pendekatan individual untuk penatalaksanaan klinisnya dan pendekatan keluarga dan komunitas untuk penyelesaian faktor yang berpengaruh. Pendekatan tersebut diterapkan secara menyeluruh, paripurna, terintegrasi dan berkesinambungan sesuai konsep dokter keluarga. Penatalaksanaan kasus bertujuan mengidentifikasi masalah klinis pada pasien dan keluarga serta faktor-faktor yang berpengaruh, menyelesaikan masalah klinis pada pasien dan keluarga, dan mengubah perilaku kesehatan pasien dan keluarga serta partisipasi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.

TUJUAN KASUS Penerapan pelayanan dokter keluarga yang berbasis EBM pasien skabies dengan infeksi sekunder pada anak usia sekolah identifikasi faktor resiko dan klinis serta penatalaksanaan berdasarkan patient centered dan family approach. Ilustrasi Kasus Anak N datang ke Puskesmas Panjang dibawa oleh ibunya dengan keluhan gatal-gatal hampir di seluruh tubuh sejak dua bulan yang lalu. Gatal dirasakan terutama pada malam hari di daerah selasela jari, tangan, lipatan bokong, punggung dan perut. Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga timbul koreng dan bekas luka. Kemudian 2 hari sebelum berobat sekitar lipatan jari dan punggung tangan timbul bisul. Pasien tidak pernah berobat sebelumnya. Selain pasien, anggota keluarga lainnya yang tinggal serumah juga memiliki keluhan yang serupa. Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci. Saat mandi pasien menggunakan handuk bergantian dengan anggota keluarga. Dalam sehari pasien mandi sebanyak dua kali. Pasien sering makan jajanan sembarangan di sekolah atau dirumah. Aktifitas pasien setelah pulang sekolah bermain dengan teman sebayanya dirumah. Ibu pasien mengaku bahwa 2 bulan lalu yang pertama kali mengalami gatal-gatal terutama malam. Beberapa hari kemudian keluarga yang kontak dengan ibu mengalami hal yang sama. Orangtua pasien tidak mengetahui apakah di lingkungan sekitar rumah memiliki keluhan yang serupa.

METODE Analisis studi ini dengan metode case report. Data primer diperoleh melalui anamnesis (alloanamnesis dari orangtua (ayah dan ibu)), pemeriksaan fisik dan kunjungan rumah, untuk melengkapai data keluarga, dan psikososial serta lingkungan. Data sekunder didapatkan dari rekam medis terdahulu. Dan tinjauan kepustakaan penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. HASIL Data Klinis Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tampak sakit ringan, status generalis dalam batas normal. Status gizi pasien baik: berat badan 20 kg, tinggi badan 125 cm. Status

dermatologik: di seluruh tubuh terutama di daerah tangan bawah, sela jari tangan dan kaki terdapat papul multipel berukuran milier sewarna kulit sebagian eritematosa. Juga terdapat pustul, erosi dan ekskoriasi yang ditutupi krusta merah kehitaman. Tampak bekas garukan (scratch mark). Mata, telinga dan hidung dalam batas normal. Tenggorokan pharinxs tidak hiperemis, tonsil T1T1, leher KGB tidak didapatkan pembesaran. Regio Thorax: cor dalam batas normal. Pada auskultasi pulmo didapatkan suara nafas vesikuler dikedua apex paru dan suara rhonki (-/-). Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal. Status neurologis : Refleks fisiologis normal, rekfleks patologis (-) Data Keluarga Pasien adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Memiliki 4 saudara laki-laki dan 3 saudari perempuan. Bentuk keluarga pasien adalah keluarga extended yaitu terdiri dari suami (pasien), istri, delapan orang anak, nenek dan buyut pasien. Pasien masih sekolah dasar kelas 2. Hubungan antar anggota keluarga baik, penyelesaian masalah dengan diskusi keluarga. Setelah pulang sekolah biasanya pasien kembali kerumah dan mengganti pakaian lalu main bersama teman-teman rumah atau. Keluarga mendukung untuk segera berobat jika terdapat anggota keluarga yang sakit. Perilaku berobat keluarga memeriksakan diri ke layanan kesehatan keluhan menggangu kegiatan sehari-hari. Keluarga pasien berobat ke puskesmas atau praktek dokter swasta. Jarak rumah ke puskesmas 500 meter.

Pasien Tinggal dalam 1 rumah

Gambar 2. Hubungan antar keluarga Tn. FS Keterangan: : Hubungan erat : Hubungan sangat erat : Hubungan kurang erat Data Lingkungan Rumah Pasien tinggal di rumah dengan jumlah orang yang tinggal 12. Rumah berukuran 13x 8 meter berdinding bata plester sebagian di cat, lantai semen dengan jumlah kamar tiga, satu kamar mandi, 1 dapur dan 1 ruang keluarga pada bagian depan. Kamar pertama ditempati oleh 3 anak tertua, kamar kedua ditempati 7 orang yang berisi orangtua dan 5 anak terakhir termasuk pasien, dan kamar ketiga berisi 2 orang yaitu nenek dan buyut pasien. Sinar matahari hanya sebagian kecil dapat masuk ke dalam rumah, penerangan dibantu lampu pijar. Ventilasi kurang, rumah terasa lembab, terutama bagian kamar. hanya ada jendela kecil 30 cm x 50 cm. Kebersihan rumah kurang, lantai kotor, keadaan rumah lembab, banyak pakaian tergantung berserakan di lantai dan kasur. Sprei, sarung bantal, sarung kursi serta tirai jarang dicuci. Kamar mandi dengan wc jongkok. Fasilitas dapur menggunakan kompor gas. Air minum dan masak didapat dengan membeli air mineral isi ulang dalam galon, dan air untuk mandi-cuci-kakus dari pompa mesin. Saluran air dialirkan ke got belakang rumah yang mengalir. Tempat sampah berada di luar rumah setiap pagi diambil oleh petugas kebersihan. Tetapi keadaan rumah cukup banyak sampah berserakan. Gaji kepala keluarga (KK) Rp 1.000.000 / bulan.

Gambar 1. Genogram Tn. FS Keterangan : Laki-laki Perempuan Meninggal (lk) Meninggal (pr)

Selama ini keluarga berobat ke layanan kesehatan jika keluhan sudah benar-benar mengganggu dan tidak teratasi dengan obat warung. Dalam menetapkan masalah serta faktor yang mempengaruhi, digunakan konsep Mandala of Health. DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL 1. Aspek Personal Alasan kedatangan: Riwayat gatal-gatal lama serta timbul bisul. Pasien menjadi mengurangi kegiatan menulis disekolah karena terganggu bisul. Harapan : Gatal-gatal bisa hilang dan tidak timbul kembali dan beraktivitas kembali seperti semula. Kekhawatiran : Takut keluhannya bertambah berat dan tidak sembuh dari penyakitnya 2. Aspek Klinik Skabies dengan infeksi sekunder (ICD-10 B.86) 3. Aspek Risiko Internal Belum mengetahui penyebab dari penyakit yang dialami serta penyebaran dan penularan skabies. Lifestyle (menjaga kebersihan diri yang kurang, tidur bersama, pemakaian pakaian berulang sebelum dicuci, seprai jarang dicuci, menggunakan handuk bersamaan, dan sering kontak langsung dengan teman sebaya) 4. Masalah fungsi psikososial, dan lingkungan Keluarga berobat ke layanan kesehatan jika keluhan sudah benar-benar menggangu. Kebersihan rumah kurang Pencahayaan dan ventilasi di dalam rumah kurang baik Luas rumah tidak sebanding dengan banyaknya anggota keluarga yang ada. Tempat tinggal berada pada daerah pemukiman yang padat 5. Skala Fungsional: 2 yaitu pasien mampu melakuakan pekerjaan ringan sehari-hari di dalam dan luar rumah namun mulai mengurangi aktivitas.

d.

dan lingkungan. Lalu mencuci setiap hari pakaian, handuk, seprai, membersihkan dan menjemur tempat tidur dan sofa yang digunakan. Konseling kepada pasien dan keluarga mengenai cara pemakaian obat serta menyuruh seluruh keluarga menjalani pengobatan.

Farmakologi a. Salep 2-4 digunakan minimal 3 hari berturutturut pada malam seluruh tubuh kecuali wajah. b. Amoxicillin untuk mengobati infeksi sekunder diberikan 3 kali sehari. c. Antihistamin sedatif CTM untuk mengurangi gatal diberikan 3 kali sehari. Intervensi yang diberikan dari tanggal 16 Maret 2013 hingga 29 maret 2014 berupa pemberian edukasi berupa media booklet dan poster mengenai penyebab penyakit, penularan, pencegahan, pengobatan dan cara pemakaian obat serta prognosis penyakit. Aspek Personal Pemberian edukasi mengenai skabies dan komplikasinya. Edukasi mengenai penyebab gatal berulang yang diderita dan prognosis. Aspek Klinik Pemberian intervensi medikamentosa. Aspek Risiko Internal Edukasi mengenai pola hidup bersih dan sehat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit skabies. Aspek Psikososial Keluarga dan Lingkungan Edukasi kepada keluarga dan pasien bahwa seluruh anggota keluarga juga harus diberikan pengobatan dan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dalam pengobatan skabies. DIAGNOSTIK HOLISTIK AKHIR 1. Aspek Personal Alasan kedatangan: Riwayat gatal-gatal yang dialami berkurang dan bisul yang dialami sembuh. Harapan : Penyakit ini dapat sembuh sempurna. Kekhawatiran : Kekhawatiran sakit tidak akan sembuh hilang. 2. Aspek Klinik Skabies (ICD-10 B.86) 3. Aspek Risiko Internal Keluarga dan pasien mengetahui penyebab dari penyakit yang dialami serta penyebaran dan penularan skabies.

INTERVENSI Nonfarmakologi a. Konseling kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab penyakit pasien b. Konseling kepada pasien dan keluarga penularan dan siklus hidup skabies. c. Konseling kepada pasien dan keluarga untuk melakukan tindakan menjaga kebersihan diri

Lifestyle (menjaga kebersihan diri yang meningkat, teap tidur bersama, mencuci pakaian berulang setelah dicuci, rutin mencuci seprai, mencuci handuk dan menjemur setelah dipakai tetapi masih digunakan bersama) 4. Masalah fungsi psikososial, dan lingkungan - Semua anggota keluarga melakukan pengobatan. - Kebersihan rumah tetap kurang. - Pencahayaan dan ventilasi tetap kurang. 5. Skala Fungsional: 1 yaitu pasien mampu melakuakan pekerjaan sehari-hari. PEMBAHASAN Studi kasus dilakukan pada pasien An. N, usia 8 tahun, dengan keluhan gatal di seluruh tubuh terutama malam hari sejak 2 bulan yang lalu. Pasien merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Penyebab keadaan ini adalah lingkungan rumah yang padat, higiene lingkungan dan higiene perorangan yang kurang sehingga dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabiei. Diagnosis skabies pada pasien ditegakkan atas dasar keluhan gatal pada seluruh tubuh terutama pada daerah lipatan yang dirasakan terutama pada malam hari dan ditemukannya gejala gatal serupa pada anggota keluarga yang tinggal serumah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi berupa papul papul milier sewarna kulit sebagian eritematosa tersebar di seluruh di seluruh tubuh terutama di daerah tangan bawah, sela jari tangan dan kaki. Sebagian berupa pustul dan erosi dan tampak bekas garukan/scratch mark. Faktor predisposisi terinfestasi skabies adalah kepadatan penduduk, imigrasi, kebersihan diri yang buruk, gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak seksual. Kontak langsung kulit-ke-kulit selama 15-20 menit dapat memindahkan tungang dari seseorang ke orang lainnya (Hicks dkk, 2009). Penegakkan diagnosis skabies dilakukan atas dasar terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu pruritus nokturnal, menyerang manusia secara berkelompok, ditemukannya terowongan, dan ditemukannya tungau (IKK RSCM, 2005). Diagnosis pasti dengan ditemukannya kutu, telur atau feses Sarcoptes scabiei secara mikroskopis dengan KOH 10%, uji tinta, tetrasiklin fluoresesi test, atau mineral minyak. Metode lain dengan epiluminescence light microscopy dan Sarcoptes scabiei DNA (Hicks dkk, 2009). Pada kunjungan pasien ke Puskesmas Panjang pasien diberi medikamentosa salep 2-4% yang dioleskan pada seluruh tubuh kecuali bagian wajah

minimal pemberian 3 hari. Hal ini sesuai dengan tatalaksana skabies. Salep 2-4% dipakai selama 2-3 hari karena obat ini hanya dapat membunuh tungau dan nimfa tetapi tidak dapat membunuh telur sehingga menunggu telur menetas menjadi nimfa membutuhkan waktu 3 hari. Obat ini juga aman untuk bayi walaupun obat ini memiliki bau yang tidak enak (Kartowigno,2012). Pasien juga diberikan antihistamin sedatif untuk mengurangi rasa gatal yaitu CTM tiga kali sehari. Serta diberikan antibiotik sistemik amoxicillin untuk infeksi sekundernya. Obat-obat anti-skabies idealnya memiliki syarat berikut: - Efektif untuk semua stadium tungau - Tidak iritasi dan tidak toksik - Tidak berbau dan tidak mengotori - Tidak merusak dak mewarnai pakaian - Mudah diperoleh dengan harga yang murah Namun demikian, tidak mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang ideal seperti tersebut diatas (Handoko, 2007). Obat skabies yang ada di Puskesmas Panjang adalah salep 2-4. Salep 2-4 terdiri dari asam salisilat 2% dan sulfur 4%. Obat ini sudah dipakai sejak dahulu untuk pengobatan skabies. Obat ini dipakai malam hari selama 3 hari berturut-turut (Julie 2000 & Orkin 1999). Harga pengobatan skabies menggunakan salep 2-4 dalam 1 periode (60 gram) rp. 12.000,(Chandra, 2004). Selain salep 2-4, ada obat antiskabies yang dapat digunakan yaitu: emulsi benzil-benzoat (20-25%), krim lindan, krim permetrin 5%,lotio malation 0,5%, solusio sulfiram 25%, krim krotamiton 10%,dan ivermektin (Kartowigno, 2012). Pengobatan skabies terbaik adalah topikal permetrin atau oral ivermectin, tetapi regimen optimal masih belum jelas (Shimose dkk, 2013). Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel syaraf parasit yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit (Maxine, 2007). Obat ini efektif pada semua stadium tungau. Cara pemberian dengan cara mengoleskan pada seluruh tubuh kecuali wajah. Penggunaan selama 8-12 jam lalu dicuci bersih. Apabila belum sembuh, penggunaan dapat diulang 5 sampai 7 hari kemudian (Kartowigno, 2012). Menurut Chandra (2004) pemberian permetrin 5% pada penderita skabies memberikan kesembuhan klinis 100%. Sedangkan penderita yang menggunakan salep 2-4 memberikan kesembuhan klinis dengan prosentase 87,5%. Hal ini tidak ada

perbedaan yang bermakna (p=0,0484) dalam penyembuhan klinis skabies antara penggunaan permetrin 5% dengan salep 2-4. Infeksi sekunder pada skabies sebagian besar disebabkan oleh Streptococci Grup A dan Staphylococcus aureus (Hay RJ dkk, 2012). Menurut Whithall J dkk 2013 dari hasil swap 113 pasien skabies 71 persen didapatkan bakteri Streptococci Grup A yang semuanya sensitif terhadap penicillin. Pada pasien diberikan antibiotik amoxicillin, suatu golongan penicillin. Sehingga pemberian obat ini sudah sesuai dengan literatur yang ada. Penularan skabies terutama melalui kontak langsung yang erat, maka untuk keberhasilan terapi seluruh keluarga yang tinggal dalam 1 rumah harus diobati dengan anti skabies secara serentak. Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan penting, maka dilakukan edukasi kepada keluarga pasien untuk mencuci pakaian, sprei, gorden dan menjemur sofa dan tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi kekambuhan (Sungkar, 2005). Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya. Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan lingkungan (Gan dkk 2004). Masalah ekonomi yang dialami adalah tidak adanya tabungan keluarga. Hal ini karena rendahnya pendapatan keluarga sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang. Keluarga dimotivasi untuk menambah sumber pendapatan tambahan melalui pemanfaatan waktu luang, seperti berdagang atau menjadi pramuwisma paruh waktu. Masalah lingkungan rumah pada keluarga adalah ventilasi dan penerangan di dalam rumah yang masih kurang serta banyaknya pakaian ditumpuk dan digantung di sembarang tempat, yang merupakan lingkungan yang baik untuk berkembang biaknya parasit seperti skabies. Keluargadimotivasi untuk memperbaiki ventilasi dan penerangan dengan membuka pintu rumah pada siang hari dan menggunakan kipas angin yang selalu dibersihkan, serta selalu mencuci dan menyeterika pakaian setelah digunakan dan menyimpannya dalam lemari. Kesimpulan

1.

2.

3.

4.

Diagnosis sakbies dan intervensi yang dilakukan pada kasus ini disesuaikan dengan telaah beberapa literatur. Terdapat beberapa faktor internal maupun eksternal yang memicu terjadinya skabies yang ditemukan dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Pilar penatalaksanaan skabies terdiri dari edukasi mengenai penyebab penyakit, penularan, kebersihan lingkungan dan diri sendiri serta cara pemakaian obat dan intervensi farmakologis semua anggota keluarga yang terkena. Tanpa adanya perubahan perilaku berupa pola hidup bersih dan sehat serta mengobati seluruh anggota keluarga yang sakit, skabies akan sulit dihentikan dan berulang.

Saran 1. Untuk pembina berikutnya Pada praktik layanan primer, peningkatan upaya pelayanan kesehatan baik dilakukan dengan layanan yang berkesinambungan, holistik dan komprehensif sehingga terbentuk hubungan interpersonal yang efektif antara dokter dan pasien. 2. Untuk pasien dan keluarga Diperlukan kerja sama antara anggota keluarga dengan provider kesehatan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditemukan. Pasien dan keluarganya agar lebih terbuka kepada pemberi pelayanan kesehatan jika ingin mengetahui tentang penyakitnya. 3. Pelaksana pelayanan kesehatan Perlunya pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, komprehensif, terpadu dan kesinambungan. Perlunya mengedukasi pasien mengenai penyakit, penularan dan cara penggunaan obat yang benar.

Daftar Pustaka 1. Tabri F.2003. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.p.62-79. 2. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. 1995. Dalam: Schachner LA, Hansen RC, editor. Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone Inc.1347-89. 3. Handoko RP.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Shimose L, Munoz-Prince LS. 2013. Diagnosis, prevention, and treatment of scabies. Current infectious disease reports. Oktober 2013; 15(5):426-31 5. Maxine, A. P., McPhee, J. S. 2007, Current Medical Diagnosis and Treatment, Lange, McGrwaw-Hill. 6. Bagian Kulit dan Kelamin.2005. Pedoman pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Perjan RSCM.Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. 7. Hicks MI, Elston DM. 2009. Scabies. Dermatologic Therapy. Juli-Agustus 2009 ;22(4):279-92. 8. Sungkar S. 2005. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. 9. Kartowigno Soenarto. 2012. Sepuluh Besar Kelompok Penyakit Kulit. Departemen Ilmu Kesahatan Kulit dan Kelamin. FK Unsri. Palembang. 10.Chandra E N. 2004. Uji Banding Efektifitas Krim Permetrin 5% dan Salep 2-4 pada Pengobatan Skabies. Program Studi Ilmu Kesahatan Kulit dan Kelamin. Program Pendidikan Dokter Spesialis 1. FK Undip 11. Julie SP. 2000. Scabies and lice. Dalam: Harper J, Oranye A, Pediatric Dematology. Vol 2. London: Blawell Science Ltd. 12.Orkin M, Maibach HI. 1999. Scabies and Pediculosis. Dalam: Fitzpatrick TB. Eizen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in General Medicin 4ed . New York. MgGraw Hill. 2677-80. 13.Whitehall J, Kuzulugil D, Sheldrick K, Wood A. 2013. Burden of paediatric pyoderma and scabies in North West Queensland. Journal of paediatrics and child health. Februari 2013; 49(2):141-3. 14.Hay RJ, Steer AC, Engelman D, Walton S. 2012.Scabies in the developing world--its prevalence, complications, and management. Clinical microbiology and infection : the official publication of the European Society of Clinical Microbiology and Infectious Diseases. April 2012;18(4):313-23.

You might also like