32 114 1 PBGGGGGGGGG

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Naskah Publikasi Tugas Akhir Teknik Geologi FT UGM

PEMANFAATAN ENHANCED GAMMA-RAY INPEFA DALAM INTERPRETASI


LOG DAN MEKANISME SEDIMENTASI FORMASI LAMA, BLOK A, LAUT
NATUNA, CEKUNGAN NATUNA BARAT,
KEPULAUAN RIAU
(Utilization of Enhanced Gamma-Ray INPEFAfor Log Interpretation and
Sedimentation Mechanismof Lama Formation, Block A, Natuna Sea, West Natuna
Basin, Riau Archipelago)
Jarot Setyowiyoto
1
(j_setyowiyoto@yahoo.com)
Bambang Pujasmadi
2
Zilman Syarif
1
1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta-INDONESIA
2
Premier Oil Indonesia, Indonesia Stock Exchange Building, Tower 1, 10
th
floor, Sudirman Central
Business District, Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta-INDONESIA
ABSTRACT
Lama Formation is the oldest formation which is located in West Natuna Basin. This formation was
deposited above basement during syn-rift process in Eocene. When grabben happened at the first time,
local sediment deposits around the grabben were transported quickly because of high energy from
fluvial system and then fulfilled the grabben. The lithology of Lama Formation dominantly composed
by sandstone and inserted siltstone which is not that thick and this formation is potential for being a
good reservoir rock. In this case, INPEFA (Integral Prediction Error Filter Analysis) is trying to
analyze the gamma-ray log of Lama Formation and give the results of pattern that indicate the
boundary sequence. There are 4 wells available that reach Lama Formation for this research,
they are AW-5X, A-1X, PCG-1X and KR-2X. Lama Formation in research region was
categorized into 3 facieses, they are braided channel facies, sheet flood fan deposits, and
lacustrine deposit facies which developed in the middle of basin, especially at A-1X well..
Whereas all lacustrine deposits facieses developed very well during Benua Formation
deposition, which has younger age than Lama Formation. Depositional process of sediments
of Lama Formation primarily occurred in alluvial and fluvial setting and then after several
times developed as lacustrine deposits, which is a characteristic of Benua Formation. Most of
sediment supplies come from northwest to southeast (depositional direction). Sedimentation
process probably occurred on medium/high topography relief where climate change took a
part and controlled the sediment supplies and subsidence rate.
PENDAHULUAN
Dalam melakukan analisis bawah
permukaan,penerapan konsep stratigrafi serta
penggabungan data rekaman log dan core
nantinya akan sangat membantu dalam
menganalisis mekanisme pengendapan dari
suatu formasi dalam suatu basin. Ketika data ini
didukung dengan interpretasi seismik, maka
akan diperoleh suatu kerangka kerja yang
paling baik dalam analisis batuan induk, batuan
penutup, dan penyebaran batuan reservoir, baik
dalam skala lokal maupun skala regional. Pada
bawah permukaan, wireline logs merupakan
sumber data yang sempurna untuk analisis
matematis, dan kita dapat menggunakan
hasilnya untuk interpretasi stratigrafi. Untuk
tujuan ini, ENRES telah mengembangkan suatu
alat khusus untuk menganalisis variasi vertikal
di dalam data log sumur yang berupa bentu
perubahan log INPEFA.
Maksud dari penelitian ini adalah
untuk melakukan studi stratigrafi Formasi
Lama pada Blok Anoa dan Kakap Cekungan
Natuna Barat, dengan menggunakan data
rekaman log, seismic, dan INPEFA. Sedangkan
untuk tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui mekanisme sedimentasi Formasi
Lama berdasarkan interpretasi dan analisis
lanjutan dari data log gamma-ray, yaitu dengan
analisis INPEFA dari perengkat lunak
Cyclolog.
GEOLOGI REGIONAL
Cekungan Natuna Barat berada pada
lempeng benua Paparan Sunda. Lempeng ini
tersusun atas litologi berupa batuan beku dan
metamorf yang berumur Cretaceous Awal
sampai Cretaceous Akhir. Untuk proses rifting
pada Cekungan Natuna Barat berlangsung pada
Eosen Akhir hingga Oligosen, yang merupakan
akibat terjadinya patahan Paparan Sunda yang
dikarenakan adanya tumbukan antara sub-
benua India dengan Asia (Ginger dkk., 1993).
Proses extension yang terjadi di
Cekungan Natuna Barat menghasilkan dua pola
rifting yang berbeda. Pola yang pertama
berarah barat laut-tenggara, dan pola kedua
berarah timur laut-barat daya. Adapun pola
yang pertama ini sejajar dengan pola utama
yang terdapat pada Cekungan Malaysia dan
terus berkembang hingga South Kakap Graben.
Sedangkan pola yang kedua merupakan pola
yang umum terdapat di Cekungan Natuna
Barat, terutama pada Anambas Graben dan
terus meluas hingga Vietnam Basin.
Graben yang dihasilkan oleh proses
rifting ini kemudian terisi oleh endapan
sedimen yang berumur Eosen sampai Oligosen
sebagai hasil erosi pada high paleotopography
yang terdapat di sekeliling graben. Graben ini
nantinya terus meluas dan bergabung selama
fase post-rift subsidence (Gunarto dkk., 2000).
Pada cekungan Natuna Barat, Formasi
Lama merupakan formasi yang tertua. Formasi
Lama ini dapat dibagi menjadi beberapa siklus
pengendapan, yang masing-masing dibatasi
oleh serpih lakustrin (lacustrine shale). Dalam
satu siklus pengendapan Formasi Lama ini
dapat terendapkan fluvial channel deposit,
crevasse splay deposit, dan delta
front/mouthbar deposit. Umur formasi ini
adalah Eosen dan dengan lingkungan
pengendapan berupa lingkungan fluvial sampai
lakustrin.
Pada awal terjadinya graben, material-
material sedimen lokal yang berada di sekitar
graben terangkut dengan cepat karena adanya
energi yang tinggi yang berasal dari sistem
fluvial sehingga mengisi graben tersebut.
Graben yang berada di dekat basin menerima
material sedimen yang melimpah dengan
komposisi butir yang tersortasi dengan buruk.
Lebih ke tengah graben, maka jumlah sedimen
yang diterima akan semakin berkurang dan
terisi oleh air. Peristiwa regresi ditunjukkan
dengan adanya endapan klastik kasar di dalam
graben (Base Upper Lama SB).
PRINSIP KERJA INPEFA
INPEFA adalah singkatan dari Integral
Prediction Error Filter, yang merupakan
bagian dari perangkat lunak Cyclolog yang
dikembangkan oleh ENRES International yang
terdiri dari analisis statistik matematis dari data
log numerik. Analisis pada INPEFA ini
didasarkan pada pangenalan struktur spektral
dalam data log. Dengan cara ini maka informasi
yang biasanya tidak terlihat pada data log
sumur akan dapat diekstraksi dan
memungkinkan untuk membuat kerangka
korelasi pada sumur. Pada bawah permukaan
(subsurface), wireline logs merupakan sumber
data yang sangat sempurna untuk analisis
matematis, dan hasilnya dapat digunakan untuk
interpretasi stratigrafi. Unutk ini ENRES telah
mengembangkan sebuah alat yang unik untuk
menganalisis variasi vertikal di dalam data log
sumur Transformasi Log INPEFA.
Pola perubahan pada INPEFA
mengidentifikasi ketidakmenerusan, arah
pengendapan dan pola tatanan stratigrafi.
Disini dipercaya bahwa fitur-fitur yang
ditampilkan pada grafik INPEFA menunjukkan
perubahan yang disebabkan adanya perubahan
iklim, dan dengan itu menjadikan pola INPEFA
dapat memprediksinya, bukan hanya secara
deskriptif. Hasilnya dapat membantu geologist
dalam pendekatan korelasi stratigrafi bawah
pemukaan dan membuat interpretasi
geologinya. Pola yang ditampilkan pada
INPEFA bersifat objektif, karena langsung
berdasarkan data yang dioperasikan dengan
perangkat lunak Cyclolog. Dalam
pengoperasian INPEFA, data log yang dipakai
adalah data log gamma ray (GR). Kurva
menunjukkan perubahan uphole pada bentuk
gelombang yang tersembunyi dari data log
numerik dan menampilkan permukaan yang
tidak menerus beserta pola-pola tertentu.
Dalam analisa stratigrafi, INPEFA
menunjukkan pola dan interval dengan arah
pengendapan yang berbeda yang dipisahkan
dengan adanya perubahan pola
ketidakmenerusan di permukaan.
Titik balik INPEFA atau permukaan
tidak menerus
o Titik balik negatif (negative
turning point) merupakan titik
dimana arah pengendapan (ke
arah atas) berubah dari positif
menjadi negatif (berlawanan
arah jarum jam)
o Titik balik positif (positive
turning point) merupakan titik
dimana arah pengendapan (ke
arah atas) berubah dari
negative menjadi positif
(searah jarum jam)
Arah pengendapan INPEFA
o Arah pengendapan antara
permukaan batas negatif
(Negative Bounding
Surface/NBS) dan permukaan
batas positif (Positive
Bounding Surface/PBS)
menunjukkan suatu arah
berlawanan jarum jam ke arah
atas dan kemudian dinamakan
arah negatif atau N-Trend.
o Arah pengendapan antara PBS
dan NBS menunjukkan searah
jarum jam ke arah atas dan
disebut arah positif atau P-
Trend
Interval stratigrafi INPEFA
Interval antara dua NBS utama
disebut sebagai paket stratigrafi INPEFA
(INPEFAstratigraphic package) atau StratPac.
Idealnya paket stratigrafi INPEFA ini memiliki
bentuk huruf C (lihat Gambar.)
INTERPRETASI DAN ANALISIS DATA
Data Log Sumur
Dalam melakukan proses dan tahap
korelasi ini, data yang digunakan yaitu data log
sumur yang berupa log gamma ray dan data
INPEFA yang berupa short term INPEFA.
Untuk menentukan fasies dan posisi marker
kronostratigrafi di dalam data log tiap sumur
mengacu kepada data deskripsi litologi oleh
petugas lapangan dengan data log sumur.
Dalam tahap korelasi ini diawali dengan
menentukan jalur korelasi seluruh sumur yang
relatif berarah barat-timur-tenggara. Dalam
melakukan korelasi, arah yang ditentukan
memotong relatif tegak lurus terhadap pola
arah arus sedimentasi yang mengontrol
stratigrafi. Hal ini dilakukan supaya
penampang korelasi yang dihasilkan mampu
untuk menampilkan geometri yang sebenarnya.
Jika ditinjau dari hasil peneliti terdahulu, maka
arah arus sedimentasi berasal dari arah barat
laut menuju tenggara yang materialnya berasal
dari pengangkatan Khorat Swell di Thailand
dan dari barat menuju timur yang materialnya
bersumber dari paleohigh yang membatasi
antara West Natuna Basin dengan Penyu Basin
di Malaysia.
Dalam penentuan marker
kronostratigrafi juga berdasarkan data INPEFA
yang berupa short term INPEFA yang sangat
sensitif terhadap perubahan pola log gamma
ray. Dalam penelitian ini marker
kronostratigrafi yang digunakan dalam korelasi
adalah maximum flooding surface (MFS) dan
batas sikuen (sequence boundary) yang pada
INPEFA menunjukkan titik (point) maksimum.
Marker MFS ditunjukkan dengan litologi
serpih yang tebal, dan pada short term INPEFA
ditunjukkan dengan adanya defleksi pattern ke
arah kanan yang tebal dan membatasi antara
NBS dan PBS.
Datum yang dipakai dalam korelasi
ini adalah batas sikuen (sequence boundary)
Formasi Benua, yaitu Top Benua. Dari
kesemua sumur, Top Benua memiliki
karakteristik dari Formasi Benua itu sendiri
yang berupa serpih yang tebal yang diatasnya
diendapkan Formasi Lower Gabus.
Jika dilihat Formasi Lama pada sumur
AW-5X dan A-1X, maka secara umum
memiliki susunan dan pola yang relatif sama.
Namun pada sumur A-1X, endapan sedimen
yang sangat tebal menandakan bahwa ruang
akomodasi (accommodation space) yang
terdapat pada lokasi tersebut memiliki ruang
yang besar jika dibandingkan dengan endapan
sedimen pada sumur AW-5X di sebelah barat
laut. Disini sangat penting untuk diperhatikan
bahwasanya Formasi Lama dalam proses
sedimentasinya belum terpengaruh dan
dipengaruhi oleh arus laut, karena proses
pengendapan terjadi pada daerah fluvial dan
alluvial fan.
Tebalnya sedimen pada sumur A-1X
dapat disebabkan karena daerah ini merupakan
lokasi tempat pengendapan sedimen. Hal ini
dikarenakan proses sedimentasi yang
berlangsung dari tinggian yang berada
disebelah utara yang berupa Belumut high.
Posisi selatan yang berupa cekungan
menyebabkan proses sedimentasi berlangsung
juga dari arah utara menuju selatan yang
merupakan cekungan sebagai lokasi sedimen
terendapkan.
Dari data log gamma ray menunjukkan
bahwa Formasi Lama memiliki dominasi pola-
pola yang bentuknya relatif seragam
(cylindrical) yang mencirikan proses
pengendapan yang dikontrol oleh energy yang
relatif konstan. Selain pola cylindrical, juga
terdapat pola-pola yang menghalus keatas
(fining upward) yang pada log gamma ray
ditunjukkan dalam bentuk bell.
Untuk fasies braided channel dan
alluvial fan memiliki pelamparan yang relatif
cukup luas pada Formasi Lama dari bagian
barat-timur. Luasnya penyebaran sedimen
sangat berhubungan dengan lingkungan tempat
fasies tersebut diendapkan, yaitu pada
lingkungan braided channel dan alluvial fan.
Data INPEFA Sumur
Berdasarkan analisis INPEFA
Formasi Lama, maka dapat diperhatikan bahwa
pola INPEFA pada sumur AW-5X dan A-1X
memiliki pola yang sama, begitu juga antara
sumur PCG-1X dan KR-2X.
Pada kesemua sumur diakukan
korelasi INPEFA sehingga dalam hal ini dapat
membantu dalam melakukan korelasi
stratigrafi. Dalam hal paleoiklim itu sendiri
sangat bergantung pada proses insolasi (jumlah
radiasi sinar matahari yang diterima oleh bumi)
yang sangat erat hubungannya dengan jarak
bumi terhadap matahari seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. Pada saat N-Trend
maka menandakan climate stratigraphy yang
berlangsung adalah proses pendinginan dan
pada saat P-Trend maka climate stratigraphy
yang berlangsung adalah proses warming.
Dan perlu diperhatikan bahwa faktor tektonik
berpengaruh terhadap mekanisme sedimentasi
dalam kurun waktu 500.000 tahun bahkan lebih
lama dibandingkan dengan siklus iklim yang
dapat mengalami perubahan dalam kurun
waktu 10.000 tahun (Nio, et al., 2006).
Mekanisme Sedimentasi
Berdasarkan data log, seismik, dan
INPEFA yang dilanjutkan dengan pengolahan
data berupa interpretasi dan analisis, maka
dapat ditinjau kemungkinan dalam mekanisme
sedimentasi dan lingkungan pengendapan yang
terbentuk pada saat itu. Dari peta struktur
kedalaman yang dihasilkan untuk meninjau
pengendapan Formasi Lama dapat diketahui
bahwasanya terdapat 2 sub-cekungan yang
berbeda dalam pengendapan sedimen di
wilayah penelitian. Adapun pemisah diantara
kedua sub-cekungan tersebut yaitu dengan
adanya paleohigh. Sebelah utara dari
subcekungan sumur AW-5X dan A-1X terdapat
paleohigh berupa Belumut High. Pada bagian
selatannya terdapat Northern Central High
yang juga merupakan suatu paleohigh dan
sekaligus yang memisahkan diantara kedua
sub-cekungan yang terdapat pada lokasi
penelitian.
Untuk sub-cekungan sumur PCG-1X
dan KR-2X, pada bagian utara berupa
paleohigh Northern Central High dan pada
bagian selatannya terdapat Cumi-cumi High
yang juga merupakan paleohigh.
Dari kesemua data yang didapat,
maka dapat juga meneliti tentang arah
mekanisme pengendapan sedimen pada tiap-
tiap sub-cekungan di lokasi penelitian. Untuk
sub-cekungan utara, maka mekanisme
pengendapannya berarah utara-selatan dimana
Belumut High merupakan pemasok utama
material sedimen kearah selatan. Selain itu
pasokan sedimen juga berasal dari arah barat ke
timur yang bersumber dari paleohigh yang
membatasi dengan Penyu Basin di Malaysia.
Dari pemodelan paleogeografi pada
sub-cekungan utara, maka lokasi sumur AW-
5X merupakan sheetflood fan deposits,
sedangkan pada sumur A-1X merupakan
endapan dari braided fluvial channel dan
braided fan delta. Pada gambar tampak
bahwasanya Formasi Lama pada sub-cekungan
utara ini terbentuk pada saat fase syn-rift yang
mejadikan proses pengendapan sedimen pada
cekungan ini berlangsung ketika proses rifting
sehingga mengakibatkan pelamparannya hanya
pada bagian-bagian tertentu saja pada
Cekungan Natuna Barat. Dari hasil pemodelah
paleogeografi Formasi Lama pada sub-
cekungan selatan seperti gambar diatas, maka
sumur PCG-1X merupakan sheetflood fan
deposits dengan kedalaman yang relatif
dangkal pada tepi sisi punggungan lembah. Hal
inilah yang menyebabkan pada rekaman data
log, sumur PCG-1X mencapai permukaan
basement. Pada sumur KR-2X terlihat bahwa
lingkungan pengendapannya terkontrol oleh
adanya aktivitas fluvial dan juga alluvial fan.
Hal ini yang menyebabkan karakteristik
rekaman log sumur KR-2X yang butiran
sedimennya tidak begitu halus dan mengalami
sortasi yang buruk.
KESIMPULAN
Formasi Lama diendapkan secara lokal
dengan pelamparan yang tidak menyeluruh di
Cekungan Natuna Barat selama fase rifting
(syn-rift). Diketahui adanya dua sub-cekungan
syn-rift dalam pengendapan Formasi Lama
pada Cekungan Natuna Barat, yaitu: sub-
cekungan utara dimana sumur AW-5X dan A-
1X berada dan sub-cekungan selatan dimana
sumur PCG-1X dan KR-2X berada.
Formasi Lama pada lokasi penelitian
dikelompokkan menjadi 3 fasies, yaitu fasies
fasies braided channel, fasies sheetflood fan
deposits, dan fasies lacustrine deposit yang
hanya berkembang pada tengah cekungan,
khsusnya pada sumur A-1X. Sedangkan fasies
lacustirne deposits lebih berkembang pada
Formasi Benua yang usianya lebih muda
daripada Formasi Lama yang berada
dibawahnya. Proses deposisi material sedimen
Formasi Lama pada Cekungan Natuna Barat,
utamanya berlangsung pada setting alluvial dan
fluvial yang kemudian setelah beberapa selang
waktu berkembang menjadi endapan lakustrin
yang merupakan ciri dari Formasi Benua.
Sebagian besar suplai sedimen datang dari arah
barat laut-tenggara (depositional direction).
Proses sedimentasi kemungkinan terjadi pada
wilayah relief topografi sedang hingga tinggi
dimana perubahan iklim mempengaruhi dan
mengontrol suplai air tawar, dan kemudian
proses struktural juga mempengaruhi suplai
sedimen dan laju subsiden.
DAFTAR PUSTAKA
Ginger, D.C., Ardjakusumah, W.O., Hedley,
R.J. & Pothecary, J., 1993, Inversion
History of the West Natuna Basin:
Examples from the Cumi-Cumi PSC,
Proc., 22
nd
Ann. Conv., Ind. Pet. Assoc.,
p.635-658.
Nio, Djin, et al., 2006. The INPEFA Log
Transform and Stratigraphic
Interpretation Models, Open File
Report. ENRES International:
Netherland.
Posamentier, H. W., and Allen G. P., 1999.
Silisiclastic Sequence Stratigraphy
Concept and Aplication, Society for
Sedimentary Geology: Tulsa,
Oklahoma.
Sturrock, Simon, et al., 2001. West Natuna Sea
Block A, Regional Prospectivity
Review, Final Report. Premier Oil:
Jakarta
Gambar 1- Peta lokasi daerah penelitian (Premier Oil 2012)
Gambar 2- Bagan alir yang menunjukkan mekanisme pola INPEFA(ENRES International, 2011)
Gambar 3 - Korelasi fasies daerah penelitian
Gambar 4 - Deliniasi sub-basin pada peta penampang struktur kedalaman Top Formasi Lama
Gambar 5 Analisis korelasi INPEFA Formasi Lama pada tiap sumur
Gambar 6 - Paleogeografi Formasi Lama pada sub-cekungan selatan (Sturrock, Simon, et al., 2001
dengan modifikasi)

You might also like