This document describes an experiment using paper chromatography to identify amino acids in unknown samples. The experiment determined the retention factor (Rf) values of various amino acid standards, including cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, and tyrosine, using two different solvent systems. The unknown samples were then analyzed and identified based on their Rf values matching those of the standards. The solvent systems used were a mixture of n-butanol, distilled water, and glacial acetic acid or phenol alone. Qualitative analysis identified the amino acids present in each unknown sample.
This document describes an experiment using paper chromatography to identify amino acids in unknown samples. The experiment determined the retention factor (Rf) values of various amino acid standards, including cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, and tyrosine, using two different solvent systems. The unknown samples were then analyzed and identified based on their Rf values matching those of the standards. The solvent systems used were a mixture of n-butanol, distilled water, and glacial acetic acid or phenol alone. Qualitative analysis identified the amino acids present in each unknown sample.
This document describes an experiment using paper chromatography to identify amino acids in unknown samples. The experiment determined the retention factor (Rf) values of various amino acid standards, including cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, and tyrosine, using two different solvent systems. The unknown samples were then analyzed and identified based on their Rf values matching those of the standards. The solvent systems used were a mixture of n-butanol, distilled water, and glacial acetic acid or phenol alone. Qualitative analysis identified the amino acids present in each unknown sample.
This document describes an experiment using paper chromatography to identify amino acids in unknown samples. The experiment determined the retention factor (Rf) values of various amino acid standards, including cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, and tyrosine, using two different solvent systems. The unknown samples were then analyzed and identified based on their Rf values matching those of the standards. The solvent systems used were a mixture of n-butanol, distilled water, and glacial acetic acid or phenol alone. Qualitative analysis identified the amino acids present in each unknown sample.
IDENTIFIKASI ASAM AMINO PADA SAMPEL UNKNOWN DENGAN
MENGGUNAKAN TEKNIK KROMATOGRAFI KERTAS Kadek Anggra Suprapta Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Ganesha Email: Dekanggra5@gmail.com Abstract The purpose of this lab is to compare the distribution coefficient (Rf) of various amino acids cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, tyrosine, and determine the amino acid content of the unknown samples A, B, C, D and E kromatgrafi through the paper with the ascending technique. In this paper chromatography experiment used a mixture of n- butanol, distilled water, and glacial acetic acid and phenol as an eluent. In this experiment, carried out a qualitative analysis of a solution containing several amino acids. From the above discussion, it can be concluded that: (i) In the experiment using the eluent mixture of n-butanol, distilled water, and glacial acetic acid, cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, tyrosine has Rf are respectively - also are 0.37, 0.77, 0.75; 0.24; 0.24; 0.62; 0.50; 0.40. While the Rf of the sample A, B, C, D and E respectively is 0.54; 0.72; 0.83; 0.26; 0.80, it can be identified that contain tryptophan sample A, sample B contained leucine, phenylalanine-containing sample C, sample D containing glycine and arginine, sample E contains phenylalanine. (Ii) In experiments using phenol eluent, Rf amino cysteine, phenylalanine, leucine, glycine, arginine, valine, tryptophan, tyrosine respectively - also is 0.92; 0.94; 0.99; 0.90; 0, 76; 1.00; 0.70; 0.90. While the Rf of the sample A, B, C, D and E, respectively, 0.84; 0.82; 0.89; 0.57; 0.79, it can be identified that sample A containing tyrosine or glycine, samplesB contains arginine, sample C containing tyrosine or glycine, tryptophan- containing sample D, sample E containing arginine. Keywords: paper chromatography, amino acid, Rf 1. PENDAHULUAN Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan atas perbedaan distribusi komponen sampel diantara dua fasa. Kromatografi selalu melibatkan dua fasa yaitu fasa diam (stationary phase) dan fasa gerak (mobile phase). Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau adsorben), sedangkan untuk fasa gerak dapat berupa cairan yang disebut eluen/pelarut, atau gas pembawa inert. Gerakan fasa gerak ini mengakibatkan terjadinya migrasi differensial komponen-komponen dalam sampel (Tika,2010). Dalam kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan sebagai berikut; (a) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan; (b) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk melekat pada permukaan padatan halus; (c) kecenderungan molekul-molekul komponen untuk bereaksi secara kimia (penukar ion); (d) kecenderungan molekul- molekul tereklusi pada pori-pori fasa diam. Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan migrasi zat zat yang menyusun suatu sampel. Hasil pemisahan dapat digunakan untuk keperluan identifikasi untuk analisis kualitatif, penetapan kadar untuk analisis kuantitatif, pemurnian suatu senyawa (Soebagio,dkk.2003). Ada beberapa macam jenis kromatografi, salah satunya adalah kromatografi kertas. Jenis kromatografi ini merupakan bidang khusus kromatografi cair cair. Fasa diam berupa lapis tipis cairan yang terserap oleh kertas. Pengerjaannya sangat sederhana. Penempatan satu tetes cuplikan pada ujung kertas dan kemudian mencelupkannya ke 2 dalam pelarut (eluen) sudah cukup untuk memisahkan komponen komponen cuplikan. Kromatografi kertas dapat dilakukan secara satu dimensi ataupun dua dimensi. Apabila macam komponen tidak terlalu banyak, maka cara dua dimensi seringkali dilakukan. Untuk itu diperlukan dua macam eluen, yang satu diperlukan untuk ke satu arah dan yang kedua diperlukan untuk ke arah lain yang tegak lurus pada arah elusi setelah kromatografi kertas kering. Dalam percobaan kromatografi kertas asam amino ini digunakan teknik ascending. Pengamatan dalam kromatografi kertas ini cukup sulit dilakukan mengingat asam amino yang terlarut tidak menunjukkan warna tertentu. Untuk mengantisipasi hal ini, maka setelah elusi dihentikan, posisi eluen ditandai dengan pensil kemudian kromatografi dikeringkan dan selanjutnya disemprotkan larutan ninhidrin. Ninhidrin akan bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa berwarna yaitu coklat dan ungu (Tika.2010). Setiap komponen memiliki harga R f tertentu. Besaran R f ini menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fasa diam. R f juga sering disebut faktor retensi. Harga R f dapat dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen (fasa gerak). dasar garis dari pelarut ditempuh yang Jarak dasar garis dari sampel ditempuh yang Jarak R f
Nilai R f dari suatu senyawa pada sistem kromatografi kertas tergantung pada banyak variabel di antaranya sistem pelarut, temperatur, lamanya elusi, dan jenis kertas. Karena dipengaruhi oleh banyaknya variabel, maka R f suatu senyawa yang sudah diketahui dijadikan standar atau patokan untuk menentukan R f senyawa lainnya. Dalam percobaan ini, dilakukan analisa secara kualitatif suatu larutan yang mengandung beberapa asam amino, yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan koefisien distribusi (Rf) dari berbagai asam amina terutama glisin, leusin, metionin, tirosin dan triptofan dan menentukan kandungan asam amino pada sampel melalui kromatografi kertas dengan teknik ascending. 2. METODE Eksperimen identifikasi kandungan asam amino pada sampel unknown dengan menggunakan teknik kromatografi kertas ini dilakukan pada tanggal 14 Maret 2014 yang bertempat di Lab Kimia Organik Undiksha. Dalam eksperimen ini digunakan alat-alat dan bahan sebagai berikut: pipa kapiler, ruang kromatografi, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 100 mL, 2 buah batang pengaduk, 1 buah spatula, 2 buah pipet tetes, 1 buah penggaris, 1 buah gunting, dan 1 buah heater. Sedangkan bahan yang digunakan terdiri dari larutan elusi n-butanol, asam asetat glasial dan akuades, kertas kromatografi, larutan glisin, larutan leusin, larutan metionin, larutan tirosin, larutan triptofan, larutan arginin larutan valin, larutan fenilalanin, larutan sampel unknown A, B, C dan D, larutan ninhidrin, dan larutan fenol. Prosedur kerja darlam eksperimen ini adalah sebagai berikut: Pembuatan Larutan Elusi Ditambahkan sebanyak 100 mL akuades kedalam larutan n-butanol 100 mL dan 24 mL asam asetat glacial. Kemudian ketiga larutan tersebut ditempatkan ke dalam corong pisah dan dikocok. Penyiapan Kertas Kromatografi Disiapkan kertas kromatografi dengan ukuran yang disesuaikan dengan wadah kromatografi kemudian pada bagian sekitar 1,5 cm dari tepi bawah kertas ditandai dengan pensil. Proses Kromatografi dengan Eluen Fenol Kertas kromatografi dengan ukuran 15 x 25 cm ditotolkan dengan larutan asam amino standar (sistein, fenilalanin, leusin, glisin, arginin, valin dan tryptophan) dan larutan sampel unknown A, B, C, D dan E menggunakan pipet kapiler. Jarak totolan antara satu dengan yang lain adalah 1,5 cm. Perlu diperhatikan tiap tetesan harus dikeringkan terlebih dahulu dengan diangin- 3 anginkan sebelum tetesan berikutnya ditotolkan. Besar noda hendaknya jangan melebihi 0,4 cm. Kertas dijaga bersih dan sedapatnya tidak tersentuh jari. Selanjutnya, kertas digantungkan dalam ruang kromatografi selama beberapa jam agar elusi dapat berjalan. Setelah larutan elusi berjalan kurang lebih 10 cm dari batas sampel, elusi dihentikan dan kertas kromatografi dikeluarkan dari ruang kromatografi. Kemudian, batas larutan ditandai dengan pensil dan kertas kromatografi dikeringkan pada suhu 100-105 o C. Setelah itu, kertas yang telah dikeringkan disemprot dengan larutan ninhidrin yang selanjutnya dikeringkan kembali dalam oven. Kemudian, diukur jarak eluen dengan jarak warna yang dibentuk. Proses Kromatografi dengan Eluen Campuran N-Butanol, Asam Asetat Glasial dan Akuades Siapkan kertas kromatografi dengan ukuran 15 x 25 cm dan ditandai dengan pensil 1,5 cm dari tepi bawah. Kemudian, dengan pipa kapiler ditotolkan larutan standar asam amino dan sampel berdampingan dengan jarak 1,5 cm. Larutan ujung terletak 2 cm dari pinggir kertas. Setelah itu, tiap-tiap tetesan harus dikeringkan. Sedangkan besar diameter totolan adalah 0,4 cm. Kertas kromatografi harus bersih dan tidak boleh terkena sentuhan jari, gunakan pinset. Proses elusi dilakukan setelah ruang kromatografi telah jenuh oleh uap eluen. Kemudian kertas tersebut digantungkan dalam ruang kromatografi dan dicelupkan tepi bawah kertas kromatografi dalam eluen. Elusi asam amino standar dan sampel kira-kira eluen menempuh jarak 10 cm. Elusi dihentikan dan ditandai jarak yang ditempuh oleh eluen dengan pensil. Kertas kromatografi selanjutnya dikeringkan pada suhu 105-110 o C. Kemudian kertas disemprot dengan larutan ninhidrin dan dikeringkan kembali pada suhu 105-110 o C selama 5 menit. Noda-noda asam amino yang akan terlihat. Selanjutnya dapat dihitung harga Rf-nya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam praktikum ini digunakan kromatografi kertas untuk mengidentifikasi asam amino yang terdapat dalam campuran asam amino. Teknik yang digunakan adalah teknik ascending. Dalam praktikum ini digunakan dua eluen yang pertama adalah eluen fenol dan yang kedua adalah campuran antara akuades, n-butanol dan asam asetat glacial. Eluen dengan campuran n-butanol, akuades dan asam asetat glacial dibuat dengan cara mencampurkan n-butanol, akuades dan asam asetat glacial dengan volume masing- masing 100 mL, 100 mL dan 24 mL. Setelah itu dilakukan pengocokan dengan menggunakan corong pisah. Setelah pengocokan selesai dilakukan, tampak dari campuran ini membentuk dua lapisan yang menandakan campuran ini tidak tercampur secara sempurna. Air dan asam asetat dapat bercampur secara sempurna mengingat ke dua campuran tersebut merupakan senyawa kovalen polar, demikian juga dengan n- butanol dan asam asetat dapat bercampur sempurna, ke dua-duanya sama-sama merupakan senyawa organik Lapisan bawah yang tidak berwarna digunakan sebagai penjenuh ruangan kromatografi, sedangkan lapisan atasnya digunakan sebagai eluen. Gambar 1. Campuran n-butanol, akuades dan asam amino glasial 4 Tujuan dilakukan penambahan asam asetat ke dalam campuran n-butanol, akuades dan asam asetat glacial adalah untuk mendistribusikan ke pelarut yang tidak saling bercampur. Air dan n-butanol akan sama- sama terdistribusi dalam larutan asam asetat sehingga pada perbandingan volume tertentu, diperoleh campuran yang mengandung n- butanol - asam asetat - air dalam satu fasa. Campuran ini bermigrasi ke seluruh kertas sehingga komponen polar yaitu air akan teradsorpsi pada media pendukung (kertas), dimana komponen penyusun kertas tersebut adalah selulosa Kemudian dilakukan juga penjenuhan dengan tujuan mengkondisikan agar proses kromatografi berjalan lebih cepat karena ketika udara dalam kromatografi sudah jenuh begitu pula dengan kertasnya maka ketika elusi sampel dimulai fokus kerja dari n- butanol tersebut hanyalah mengelusi komponen sampel. Dalam hal ini, Air yaitu pelarut polar bertindak sebagai fasa diam, sedangkan n-butanol yaitu pelarut non-polar bertindak sebagai fase gerak. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap larutan asam amino dengan cara menotolkan larutan itu pada kromatogram dengan menggunakan pipa kapiler. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah kertas kromatogram sebaiknya dipegang dengan menggunakan pinset bukan dengan tangan. Hal ini bertujuan agar tidak mengganggu proses kromatografi. Apabila menggunakan tangan atau kontak dengan tangan, akan mengganggu proses kromatografi. Keringat yang dikeluarkan tubuh mempunyai komponen utama zat organik seperti urea dan minyak. Senyawa-senyawa organik tersebut akan ikut bermigrasi sebagai fase non-polar (gerak) sehingga akan mempengaruhi hasil pengamatan pada proses kromatografi. Yang kedua adalah besar noda hasil penotolan larutan asam amino pada kromatogram hendaknya jangan sampai melebihi 0,4 cm. Totolan yang terlalu besar (lebih dari 0,4 cm) menyebabkan perembesan fase gerak dan fase diam menjadi tegas. Dengan demikian warna terdeteksi menyebar. Setiap menotolkan larutan yang akan diuji, keringkan totolan tersebut baru selanjutnya menotolkan kembali larutan lain yang akan diuji. Hal ini bertujuan agar antara larutan satu dengan yang lain tidak bercampur. Kertas kromatografi ini kemudian dimasukkan ke dua ruang kromatogram yang pertama berisi eluen fenol dan yang kedua berisi campuran n-butanol, akuades dan asam asetat glasial. Ketika ruang kromatografi dan kertas telah jenuh maka elusi dapat dimulai. Elusi dihentikan setelah eluen bergerak dengan menempuh jarak 10 cm. Proses yang terjadi selama elusi adalah Eluen (fenol atau campuran n-butanol, asam asetat dan akuades) akan bermigrasi ke seluruh kertas. Komponen polar dari campuran ini (air) akan teradsorpsi pada media pendukung kertas, dimana komponen penyusun kertas adalah selulosa. Kemudian terjadilah suatu interaksi antara serat-serat selulosa dengan uap air sehingga timbul suatu kompleksitas. Dengan adanya adsorpsi molekul air pada permukaan kertas ini akan menghasilkan ribuan noda-noda kecil (spot) yang teradsorpsi pada media pendukung. Noda-noda kecil (spot) ini kemudian dilewati oleh fasa gerak, yaitu komponen nonpolar pada eluen (fenol dan n- butanol) dengan arah ke atas (ascending) sehingga pemisahan sampel campuran terjadi. Setelah eluen bergerak dengan jarak tempuh kurang lebih 10 cm, maka proses elusi dihentikan dan kertas kromatografi dikeluarkan dari ruang kromatografi. Selanjutnya, kertas kromatografi ini dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 o C. Setelah itu dilakukan penyemprotan dengan menggunakan laruta Ninhidrin, timbul warna ungu kebiruan yang mengindikasikan adanya asam amino yang terdistribusi. Dalam hal ini terjadi reaksi antara asam amino dan Ninhidrin. 5 Gambar 2. O O OH OH + O O OH NH CHR C O O H -CO 2 - H 2 O H 2 NCHROO 2 H -H 2 O 100 o C Ninhidrin O O - +NH CHR H 2 O RCHO + O O NH 2 Ninhidrin O O N HO O O -H 2 O O O - N O O Gambar 3. Persamaan reaksi asam amino dengan ninhidrin Jarak yang ditempuh oleh setiap asam amino dari garis dasar dan jarak tempuh pelarut/eluen diukur. Sehingga dari sini harga R f dapat dihitung. R f merupakan perbandingan jarak yang ditempuh oleh sampel dari garis dasar dengan jarak yang ditempuh eluen dari garis dasar. Harga R f dapat dihitung setelah timbul noda pada kertas kromatografi. Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut dasar garis dari eluen ditempuh yang Jarak dasar garis dari komponen ditempuh yang jarak f R diketohidrindilidena- diketohidrindamida (pigmen warna biru-ungu) (a) Hasil kromatografi kertas dengan eluen fenol; (b) Hasil kromatografi kertas dengan eluen fenol (a) (b) 6 Dalam praktikum ini ada delapan asam amino yang akan ditentukan harga R f nya yaitu triptofan, leusin, tirosin, metionin, sistein, fenilalanin, arginin, dan glisin serta lima sampel unknown (A, B, C, D dan E) yang akan ditentukan kandungan asam aminonya. Berdasarkan hasil eksperimen dan rumus di atas, maka dapat dibuat tabel sebagai berikut: Tabel 1. Jarak tempuh komponen dan eluen serta nilai R f Sampel Eluen Fenol Eluen Campuran n-Butanol, Akuades, dan Asam Asetat Glasial Jarak Tempuh Komponen (cm) Jarak Tempuh Eluen (cm) R f Jarak Tempuh Komponen (cm) Jarak Tempuh Eluen (cm) R f Sistein 10,5 11,4 0,92 3,7 10 0,37 Fenilalanin 10,7 11,4 0,94 7,7 10 0,77 Leusin 11,3 11,4 0,99 7,5 10 0,75 Glisin 10,3 11,4 0,90 2,4 10 0,24 Arginin 8,7 11,4 0,76 2,4 10 0,24 Valin 11,4 11,4 1,00 6,2 10 0,62 Tryptophan 8 11,4 0,70 5 10 0,50 Tyrosin 10,3 11,4 0,90 4 10 0,40 A 10,6 12,6 0,84 5,4 10 0,54 B 10,4 12,6 0,82 7,2 10 0,72 C 11,2 12,6 0,89 8,3 10 0,83 D 7,2 12,6 0,57 2,6 10 0,26 E 10 12,6 0,79 8 10 0,8 Dari tabel di atas, dengan membandingkan nilai R f dari larutan asam amino standar dengan sampel A, B, C, D dan E, maka kandungan asam amino yang terkandung di dalam sampel A, B, C, D dan E dapat ditentukan. Dari tabel di atas dengan menggunakan eluen eluen campuran n- butanol, akuades lalu membandingkan nilai Rfnya dengan sampel, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel A mengandung tryptophan, sampel B mengandung leusin, sampel C mengandung fenilalanin, sampel D mengandung glisin dan arginin, sampel E mengandung fenilalanin. Sedangkan dengan menggunakan eluen fenol lalu membandingkan nilai Rfnya dengan sampel, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel A mengandung tyrosin atau glisin, sampel B mengandung arginin, sampel C mengandung tirosin atau glisin, sampel D mengandung triptophan, sampel E mengandung arginin. 4. SIMPULAN Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: (i) Pada percobaan dengan menggunakan eluen campuran n- butanol, akuades, dan asam asetat glasial, asam amino sistein, fenilalanin, leusin, glisin, arginin, valin, tryptophan, tirosin memiliki harga R f yang berturut turut yaitu 0,37; 0,77; 0,75; 0,24; 0,24; 0,62; 0,50; 0,40. Sedangkan harga R f dari sampel A, B, C, D dan E berturut-turut yaitu 0,54; 0,72; 0,83; 0,26; 0,80, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel A mengandung tryptophan, sampel B mengandung leusin, sampel C mengandung fenilalanin, sampel D mengandung glisin dan arginin, sampel E mengandung fenilalanin. (ii) Pada percobaan dengan menggunakan eluen fenol, harga R f amino sistein, fenilalanin, leusin, glisin, arginin, valin, tryptophan, tirosin berturut turut adalah 0,92; 0,94; 0,99; 0,90; 0,76; 1,00; 0,70; 0,90. Sedangkan harga R f dari sampel A, B, C, D dan E berturut-turut adalah 0,84; 0,82; 0,89; 7 0,57; 0,79, maka dapat diidentifikasi bahwa sampel A mengandung tyrosin atau glisin, sampel B mengandung arginin, sampel C mengandung tirosin atau glisin, sampel D mengandung triptophan, sampel E mengandung arginin. 5. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. I Nyoman Tika, M.Si., sebagai dosen pengampu mata kuliah Praktikum Biokimia, Kadek Dewi Wirmandianthy, S.Pd selaku asisten dosen, dan I Dewa Subamia selaku laboran di Jurusan Pendidikan Kimia atas masukan dan sarannya sehingga percobaan ini dapat dilaksanakan dengan baik. 6. REFERENSI Tika, I Nyoman. 2010. Penuntun praktikum Biokimia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Chairil Anwar, dkk. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Thenawijaya, Maggy. 1982. Dasar-Dasar Biokimia jilid 1. Jakarta: Erlangga Redhana. 2010. Penuntun Pratikum Biokimia. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha