Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

1

KECERNAAN BAHAN KERING BEBERAPA JENIS PAKAN PADA TERNAK SAPI


BALI JANTAN YANG DIPELIHARA DENGAN SISTEM FEEDLOT
, ALI BAIN
1
TAKDIR SAILI
1
*, LA ODE NAFIU
1
,
1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari 93232
*E-mail: takdir69@yahoo.com
ABSTRACT
Forages, such as gramineae, leguminose, and crop residue are the common feed of Bali
cattle. Since the species of forages vary greatly, its nutrient composition is also different
which in turn make a difference in its nutrient digestibility. Therefore, on this study, dry
matter digestibility of different feeds on Bali Cattle kept in feed lot feeding system was
studied. Random Block design was applied in this experiment with 4 treatments and 6
blocks. The treatment consist of forages, ad libitum (R
1
), 1% Gliricidia + forages ad libitum
(R
2
), Gliricidia ad libitum (R
3
), 1% rice bran + Gliricidia ad libitum (R
4
), while block was
designed based on life weigh differences. Analysis of varians was used to analyze the
effect of treatments on experimental unit and Least Significant Difference was applied to
evaluate the differences between treatments. Data collection conducted in two periods.
The result of variance analysis in period-1 showed that the treatment has significantly
effect (P<0.01) on digestibility of dry matter of Bali cattle feed. Dry matter digestibility of R
4
(45.880%) was the highest which significantly different (P<0.01) from R
1
(28.662%), R
2
(36.441%) and R
3
(37.282). In period-2, the treatments also had significantly effect
(P<0.01) on dry matter digestibility of the feeds but the highest dry matter digestibility was
occurred in R
1
(39.985%) instead of R4 in period-1 which significantly different (P<0.01)
from R
3
(25.992%) but not for R
2
(34.196%) and R
4
(36.186%). Based on the results, it
was concluded that dry matter digestibility of Gliricidia either in combination with rice bran
or forages was the good treatment concerning to the digestibility value but it is only
occurred in the short period. In the long period, digestibility of Gliricidia was decreased.
Key Words: digestibility, gliricidia, Bali cattle, dry matter
PENDAHULUAN
Pada umumnya ternak ruminansia khususnya sapi mengkonsumsi pakan dalam
bentuk hijauan yang terdiri atas berbagai jenis rumput dan daun-daunan. Sumber pakan
hijauan umumnya kurang memiliki unsur nutrisi yang lengkap sehingga tidak dapat
mendukung pertumbuhan sapi secara optimal.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan efisiensi produksi ternak diperlukan sumber-
sumber bahan baku pakan potensial dan mempunyai kualitas nutrisi yang baik untuk
mendukung pertumbuhan dan produktivitas ternak. Daun gamal memiliki kandungan
protein kasar 20 30% dan serat kasar 15% dari bahan kering (Gohl, 1981). Berdasarkan
komposisi tersebut maka daun gamal merupakan sumber protein yang sangat berharga
sebagai pakan dan digunakan sebagai suplemen hijauan yang berkualitas rendah
(Tangendjaja, 1991). Salah satu kriteria untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas
suatu bahan makanan adalah dengan mengetahui koefisien cernanya.
2
100 %
Konsumsi BK BK Feses
KcBK x
Konsumsi BK

Berdasarkan hal tersebut, telah dilakukan suatu penelitian tentang kecernaan


bahan kering beberapa jenis pakan pada ternak sapi Bali jantan yang dipelihara dengan
sistem feedlot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecernaan bahan kering
beberapa jenis pakan yang diberikan pada tenak sapi Bali jantan.
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Ternak percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi Bali jantan
berjumlah 24 ekor dengan kisaran bobot badan 74 - 115 kg. Sedangkan kandang tempat
pemeliharaan ternak selama penelitian adalah kandang individual dengan ukuran 2,40 x
1,25 meter. Untuk kelancaran penelitian ini, beberapa peralatan yang digunakan antara
lain; timbangan digital kapasitas 30 kg dengan tingkat ketelitian 0,002 kg, yang berfungsi
untuk menimbang pakan dan air minum. Selain itu juga digunakan timbangan digital
berkapasitas 2 ton dengan skala ketelitian 0,5 kg, (Excellent XK3190-A12E) untuk
menimbang sapi perecobaan.
Bahan baku pakan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas
hijauan lapangan potongan, gamal, dan dedak, yang diberikan sesuai dengan perlakuan
masing-masing.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu tahap pendahuluan (preliminary
research) selama satu minggu dan tahap kedua pangambilan data selama lima
minggu. Pengambilan data konsumsi pakan dilakukan setiap hari sedangkan data
kecernaan dikumpulkan pada minggu kedua dan kelima selama masing-masing tujuh
hari.
Peubah yang Diamati dan Cara Pengukurannya.
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering pakan
(sesuai perlakuan). Perhitungan kecernaan bahan kering dilakukan dengan menggunakan
data hasil analisis bahan kering pakan yang diberi, pakan sisa dan feses ternak
percobaan. Adapun rumus kecernaan bahan kering tersebut adalah :
Keterangan :
KcBK = Kecernaan Bahan Kering
BK = Bahan Kering
(Budiman dan Tanuwiria, 2005).
3
a. Pakan Beri
Pakan yang diberikan kepada ternak terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui
konsumsi pakan yang diberikan setiap hari. Representasi sampel pakan yang
diberikan kepada ternak diambil setiap hari dan dikumpulkan selama tujuh hari
dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium untuk mengetahui kadar bahan
keringnya.
b. Pakan Sisa
Sampel pakan sisa yang dikumpulkan setiap hari untuk masing-masing ternak
selama satu minggu, pada akhir periode koleksi mingguan dilakukan sampling
terhadap total pakan sisa tersebut dan selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk
mendapatkan kandungan bahan keringnya.
c. Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering diperoleh dengan cara menghitung selisih antara pakan
beri dan pakan sisa berdasarkan bahan keringnya.
d. Koleksi Feces
Koleksi feses dilakukan minggu ke-2 dan minggu ke-5 dengan menimbang berat
feses selama 24 jam, 10% diambil sebagai sampling pada masing-masing ternak
selama satu minggu kemudian dihomogenkan dan diambil sampling sebagai berat
basah feses, lalu dikeringkan dan selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan kadar
bahan keringnya.
e. Kadar Bahan Kering
Analisis bahan kering dilakukan dengan memasukan sampel yang telah diketahui
beratnya ke dalam oven dengan suhu 103
0
C selama 16 jam. Selanjutnya sampel
tersebut dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang
untuk mengetahui kadar bahan keringnya. Untuk meningkatkan akurasi data yang
dinalisis, sampel dianalisis dalam bentuk duplo.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 4
perlakuan dan 6 ulangan (blok/kelompok). Adapun perlakuan yang dicobakan pada
penelitian ini adalah hijauan lapangan potongan (ad libitum) (R1), Gamal 1% dari bobot
badan + hijauan lapangan potongan (ad libitum) (R2), Gamal (ad libitum) (R3) dan Dedak
padi 1% dari bobot badan + gamal (ad libitum) (R4).
4
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis ragam Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Untuk menguji beda antar perlakuan digunakan uji beda nyata
terkecil (BNT) (Gaspersz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecernaan Bahan Kering Pakan pada Periode Pertama
Rataan kecernaan bahan kering ransum sapi Bali dari masing-masing perlakuan
pada periode pertama ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1: Rataan Kecernaan Bahan Kering (%) Ransum Sapi Bali dari Masing- Masing
Perlakuan pada Periode Pertama (Minggu II).
Ulangan
Perlakuan
R
1
R
2 R
3
R
4
1 22.88 33.41 39.70 43.55
2 30.35 33.71 33.88 40.88
3 27.53 29.50 36.53 43.31
4 32.20 39.10 36.84 43.69
5 26.45 45.72 38.25 52.06
6 32.57 37.20 38.49 51.79
Rataan 28.66
a
36.44
b
37.28
b
45.88
c
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata pada taraf 1% (P<0,01)
Hasil analisis varians pada periode pertama menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kecernaan bahan kering ransum sapi Bali.
Hal tersebut diperkirakan erat kaitannya dengan aktivitas mikroorganisme rumen yang
relatif tidak sama dalam mencerna berbagai bagian dari beberapa jenis komposisi pakan
tersebut. Kondisi tersebut terjadi karena respon aktivitas mikroorganisme rumen dalam
proses pencernaan bahan kering pakan yang berbeda dari komposisi protein dan energi
beberapa jenis pakan sapi Bali pada masing-masing perlakuan yang berbeda pula. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Norton (1973) bahwa tinggi rendahnya kandungan
energi dan protein merupakan faktor pembatas aktivitas mikroorganisme rumen yang
berpengaruh pada daya cerna.
Hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering
pakan pada sapi Bali yang mendapat ransum R
1
(28,66%) berbeda sangat nyata atau
lebih rendah dibandingkan R
2
(36.44%). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya
serat kasar dan rendahnya protein kasar pada perlakuan R
1
(hijauan lapangan potongan
ad libitum) sementara perlakuan R
2
walaupun ada pemberian hijauan lapangan potongan
secara ad libitum namun dengan adanya gamal yang memiliki kandungan protein yang
tinggi yakni berkisar antara 18-30% (Anonimous, 2006) dapat membantu untuk
5
meningkatkan kecernaan pada perlakuan R
2
. Perlakuan R
1
(28,66%) berbeda sangat
nyata atau lebih rendah dibandingkan R
3
(37,28%). Hal ini mungkin disebabkan juga oleh
tingginya serat kasar dan rendahnya protein kasar pada perlakuan R
1
tersebut jika
dibandingkan dengan kandungan protein pada perlakuan R
3
(gamal ad libitum) yang
tinggi. Perlakuan R
1
(28,66%) berbeda sangat nyata atau lebih rendah dibandingkan R
4
(45,88%). Hal ini disebabkan tingginya jumlah zat gizi atau bahan kering yang terdapat
pada perlakuan R
4
(45,88%) sehingga jumlah zat gizi atau bahan kering yang terdeposit di
dalam tubuh ternak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan R
1
(28,66%). Hal yang
menyebabkan perlakuan R
4
memperoleh nilai kecernaan yang tertinggi karena dedak padi
diberikan terlebih dahulu dan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 13,4 %
BK (Kartadisastra, 1995) dan terlebih lagi ditambah daun gamal yang memiliki kandungan
protein yang tinggi yakni berkisar antara 18-30% (Anonimous, 2006). Sehingga kenyataan
ini memungkinkan tingginya aktivitas mikroorganisme rumen untuk mencerna bahan
kering. Perlakuan R
3
(37,28%) berbeda sangat nyata atau lebih rendah dibandingkan R
4
(45,88%). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kombinasi pakan pada perlakuan R
4
(dedak padi dan gamal) sementara perlakuan R
3
tanpa adanya kombinasi ransum yakni
gamal. Perlakuan R
2
memberikan rataan kecernaan sebesar 36,44% berbeda sangat
nyata atau lebih rendah dibandingan dengan perlakuan R
4
(45.88%) yaitu berupa
kombinasi dedak dan gamal.
Kecernaan Bahan Kering pakan Periode Kedua
Rataan kecernaan bahan kering (%) ransum sapi Bali dari masing-masing
perlakuan pada periode kedua ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 2: Rataan Kecernaan Bahan Kering (%) Ransum Sapi Bali dari Masing-Masing
Perlakuan pada Periode Kedua ( Minggu V).
Ulangan
Perlakuan
R
1
R
2
R
3
R
4
1 56.57 42.92 30.83 55.44
2 40.32 36.60 21.47 34.32
3 40.82 29.20 23.52 29.37
4 27.76 37.05 26.00 28.36
5 37.37 31.80 27.91 41.12
6 37.06 27.61 26.22 28.50
Rataan 39.99
b
34.20
ab
25.99
a
36.19
b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata pada taraf 1% (P<0,01)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis pakan yang diberikan
pada sapi Bali berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kercernaan bahan keringnya.
Selanjutnya, uji BNT menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering pakan pada sapi Bali
yang mendapat ransum R
3
(25.99%) berbeda sangat nyata atau lebih rendah
6
dibandingkan dengan R
4
(36.19%). Tingginya kecernaan pada perlakuan R
4
kemungkinan
disebabkan adanya dedak dalam ransum, dimana dedak itu sendiri memberikan
kontribusi yang cukup baik dalam pemenuhan kebutuhan energi mudah tercerna untuk
mikroba rumen sehingga mikroba rumen lebih mampu mencerna bahan kering yang
terdapat di dalam pakan. Demikian pula perlakuan R
3
(25.99%) berbeda sangat nyata
atau lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan bahan kering ransum perlakuan R
1
(39,99%). Hal ini kemungkinan disebabkan pakan pada perlakuan R
3
berupa pakan
tunggal (100% gamal), dimana diketahui bahwa mempunyai zat anti nutrisi seperti Nitrat
(NO
3
) yang bisa menjadi zat penghambat dalam proses pencernaan ternak sapi Bali.
KESIMPULAN
Nilai kecernaan bahan kering gamal (Gliricidia sepium) baik kombinasi dedak
dengan gamal, gamal dengan hijauan lapangan potongan, maupun gamal sebagai pakan
tunggal tetap tinggi jika diberikan tidak dalam waktu yang lama (periode kedua), namun
jika diberikan dalam waktu yang lama nilai kecernaannya cenderung akan berkurang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang didanai oleh ACIAR
melalui proyek SMAR/2007/013. Kami mengucapkan terima kasih kepada Saudara Erlan
Prasetya dan Kamaliddin yang telah banyak membantu dalam proses penelitian dan
kepada bapak Prof. Marsetyo yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan
penelitian. Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dennis Poppi
dan Dr. Simon Quigley masing-masing sebagai project leader dan research officer pada
proyek SMAR/2007/013 yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
melaksanakan penelitian ini di Universitas Haluoleo, Kendari.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2006. Hijauan Pakan Ternak Gamal (Gliricidia sepium). http://manglayang.
blogsome. com. (26 Februari 2008).
Budiman, A, I. dan U.H. Tanuwiria, 2005., Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 5 (1):55-63.
Gaspersz,V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung.
Gohl, B. 1981. Tropical Feeds; Feed Information Summaries and Nutritive Values. FAO
Animal Production and Health Series, No. 12. FAO, Rome, Italy, 529pp.
Kartadisastra, H.R., 1995. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia.
Kanisius. Yogyakarta.
Norton, B.W., 1973. Nutrition Biochemestry of Cattle. Production Course University
Agriculture Malaysia, Australia- Asean University Corporation Scheme.
Tangenjaja, B. 1991. Pemanfaatan Gamal. Balai Penelitian Ternak. Departemen
Pertanian, Ciawi-Bogor.

You might also like