Kirinyuh (Bahan)

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

139

POTENSI DAUN KIRINYUH (Chromolaena odorata) UNTUK PENGOBATAN


PENYAKIT CACAR PADA IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) YANG
DISEBABKAN Aeromonas hydrophilla S
26

Potential of Chromolaena odorata Leaf as A Cure of Aeromonas hydrophila on Giant
Gouramy (Osphronemus gouramy)
Y. Hadiroseyani
1
, Hafifuddin
1
, M. Alifuddin
1
, dan H. Supriyadi
2

1
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680
2
Balai Penelitian Perikanan Tawar Sukamandi, Subang


ABSTRACT

This study was conducted to examine the potency of Chromolaena odorata leaf extract as a medicine for
skin eruption disease caused by Aeromonas hydrophila in giant gouramy Osphronemus gouramy. Leaf extract
of Chromolaena odorata for in vitro test was 0 (as control), 13000, 15000, 17000, 19000 and 21000 ppm,
poured onto TSA medium containing bacteria 103 cfu/ml, and then is incubated for 24 hours. In vivo test was
performed by injecting bacteria 0.1 ml of 10
9
cfu/ml intramuscularly into giant gouramy (14 g weight), and
then fish were maintained in the water containing 15000 ppm of Chromolaena odorata leaf extract. In vitro
study showed that prevention area of leaf extract against Aeromonas hydrophila was increase by increasing the
concentration of leaf extract used, reached 9,33 mm. Prevention zone of leaf extract by difusion tends to
constant, reached 7,6 mm. By in vivo test, survival rate of giant gouramy infected by Aeromonas hydrophila
was no significantly different between dosages of leaf extract. All treated fish, excluded control died after 24
hours infection.

Keywords: Aeromonas hydrophila, Osphronemus gouramy, Chromolaena odorata


ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi daun kirinyuh Chromolaena odorata sebagai obat untuk
penyakit cacar yang diakibatkan oleh Aeromonas hydrophila pada ikan gurame Osphronemus gouramy.
Konsentrasi ekstrak daun Chromolaena odorata untuk uji in vitro adalah 13000, 15000, 17000, 19000 dan
21000 serta 0 ppm sebagai kontrol, yang diletakkan di atas media TSA yang telah mengandung biakan bakteri
103 cfu/ml dan diinkubasi selama 24 jam. Uji in vivo dilakukan dengan menginjeksikan bakteri sebanyak 0,1
ml (10
9
cfu/ml) secara intramuskular ke ikan gurame (berat 14 g) dan kemudian ikan dipelihara dalam air yang
mengandung ekstrak daun kirinyuh 15000 ppm. Hasil uji in virto menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak daun kirinyuh basah semakin efektif dalam menghambat perkembangan A. hydrophila
dengan zona hambat tertinggi mencapai 9,33 mm. Zona hambat yang dihasilkan melalui metode difusi
cenderung konstan, mencapai 7,6 mm. Melalui uji in vivo, tingkat kelangsungan hidup ikan gurame yang tidak
berbeda nyata pada masing-masing perlakuan, bahkan terjadi kematian total dalam 24 jam pada semua
perlakuan, kecuali kontrol.

Kata kunci: Aeromonas hydrophila, Osphronemus gouramy, Chromolaena odorata


PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang menentukan
produktivitas usaha budidaya ikan adalah
penyakit. Sebagai contoh telah terjadi
penurunan produksi ikan mas akibat
terserang penyakit bercak merah pada akhir
tahun 1980 di daerah Jawa Barat dengan
total kematian mencapai 125 ton
(Djajadiredja & Cholik, 1983). Wabah yang
disebabkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila tersebut juga menyerang ikan
gurame, tawes, mola, nila, lele, sepat dan
belut. Penyerangannya bersifat akut yang
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 139144 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
140
berarti mengakibatkan kematian pada ikan
dalam beberapa hari (Taufik & Supriyadi,
1982). Wabah penyakit tersebut menyebar
ke seluruh negara di Asia Tenggara pada
tahun 1981 dan meluas ke Srilanka, India dan
Nepal pada tahun 1987 (Roberts et al., 1992
dalam Angka at al., 2000).
Indonesia merupakan negara dengan
spesies tumbuhan berguna yang cukup besar.
Pemanfaatan tumbuhan tersebut sudah
dipraktekkan dan digunakan baik pada hewan
maupun manusia meskipun dengan jumlah
yang tidak banyak. Pada dasarnya masing-
masing tumbuhan berguna tersebut
mengandung zat atau senyawa yang bisa
memberikan efek pengobatan atau
pencegahan terhadap penyakit.
Ekstrak daun kirinyuh diketahui
mengandung senyawa flavonoids (Biller et
al., 1993) yang diketahui dapat berfungsi
sebagai antivirus dan antibakteri (French &
Tower, 1992). Daun tersebut telah
diaplikasikan pada manusia untuk membantu
pembekuan darah akibat luka bisul atau
borok (Timbilia & Bramah, 1996),.
Sedangkan pemakaian daun kirinyuh pada
ikan budidaya khususnya gurame masih
dilakukan secara tradisional oleh para petani.
Namun belum terdapat bukti nyata yang
mendukung metode tersebut termasuk untuk
pengobatan pada ikan akibat infeksi bakteri
Aeromonas hydrophila.


BAHAN & METODE

Pembuatan ekstrak daun kirinyuh
Daun kirinyuh (Chromolaena odorata)
yang telah dicuci dikeringkan dalam oven
pada suhu 60 C selama 20 jam untuk
pembuatan ekstrak dari daun kering. Daun
digiling dan disaring sehingga didapatkan
bubuknya. Pembuatan konsentrasi 100000
ppm dilakukan dengan melarutkan 10 gram
bubuk tersebut dalam 100 ml akuades steril.
Pencampuran selama 10 menit menggunakan
blender dan disaring. Suspensi larutan yang
dihasilkan disentrifuse pada kekuatan 4000
rpm selama 15 menit dan kemudian
supernatan yang dihasilkan disaring
menggunakan filter membran steril. Hasil
proses tersebut merupakan cairan daun
kirinyuh kering dengan konsentrasi 10
5
ppm.
Untuk membuat ekstrak dari daun basah,
tidak dilakukan proses pengeringan terhadap
daun kirinyuh. Sebanyak 10 gram daun
kirinyuh segar dilarutkan kedalam 100 ml
akuades menggunakan blender selama 10
menit. Hasil larutan disaring dan disentrifuse
selama 15 menit dengan putaran 4000 rpm
sehingga didapat supernatannya. Penyaringan
dilakukan kembali menggunakan filter
membrane 0,45 m steril dan ditampung
dalam botol steril.

Uji efektifitas daun kirinyuh secara in
vitro
Uji in vitro dilakukan untuk melihat daya
antimikrobial dari ekstrak daun kirinyuh
yang berasal dari berat kering dan basah.
Metode yang digunakan adalah uji
pengenceran (dilution test) menggunakan
metode Bibiana-Hastowo dan uji difusi
(Diffusion method) cakram kertas yang
menggunakan metode Kirby-Bauer.
Uji pengenceran dilakukan dengan
mengencerkan bahan ekstrak daun sehingga
didapatkan konsentrasi perlakuan yang
berbeda-beda yaitu 13000, 15000, 17000,
19000 dan 21000 ppm serta 0 ppm sebagai
kontrol. Kedalam masing-masing konsentrasi
tersebut ditambahkan bakteri Aeromonas
hydrophila strain 26 dengan kepadatan 10
3

cfu/ml dengan volume 25 l dan diinkubasi
dalam media cair TSB (Tryptic Soy Broth)
selam 24 jam. Kemudian dilakukan
pengukuran tansmisi untuk melihat
kekeruhan masing-masing perlakuan.
Metode yang digunakan dalam uji difusi
adalah cakram kertas. Kertas serap berbentuk
bulat yang mengandung ekstrak daun
kirinyuh masing-masing 13000, 15000,
17000, 19000 dan 21000 serta 0 ppm sebagai
kontrol diletakkan di atas media TSA yang
telah mengandung biakan bakteri 103 cfu/ml
dan diinkubasi selama 24 jam. Parameter
yang diukur adalah zona hambat masing-
masing perlakuan yang ditandai dengan
wilayah jernih disekitar kertas cakram.




141
Uji efektifitas daun kirinyuh secara in vivo
Uji in vivo dilakukan pada ikan gurame
(Osphronemus gouramy) yang berukuran
140,5 cm dengan cara perendaman
(dipping). Sebelum dilakukan pengujian
secara in vivo, dilakukan uji patogenitas
untuk mengetahui lethal dosis Aeromonas
hydrophila strain 26 dengan menyuntikkan
sebanyak 0,1 ml, 10
9
cfu/ml bakteri tersebut
pada ikan gurame secara intramuscular. Ikan
diamati selama 24-48 jam dan dilakukan
identifikasi menggunakan metode Bullock
setelah terlihat gejala klinisnya.
Setelah diketahui bakteri yang
menginfeksi ikan gurame adalah Aeromonas
hydrophila, dilakukan pengujian in vivo.
Ikan uji yang akan digunakan diadaptasikan
selama 6 hari dengan pakan berupa daun
sente secara ad libitum. Bakteri yang
diinfeksikan pada ikan sebanyak 0,1 ml
dengan konsentrasi 10
9
cfu/ml. Perlakuan
pada ikan uji dilakukan dengan
merendamnya dalam larutan daun kirinyuh
15000 ppm (konsentrasi minimum yang
menghambat aktifitas bakteri pada uji in
vitro) dengan waktu perendaman sesuai
perlakuan yaitu;
a. Perlakuan I (kontrol negatif), ikan
gurame dipelihara tanpa infeksi
Aeromonas hydrophila S
26
dan tanpa
perendaman dalam larutan ekstrak
daun kirinyuh
b. Perlakuan II (kontrol positif), ikan
gurame dengan infeksi Aeromonas
hydrophila S
26
tanpa perendaman
dalam larutan ekstrak daun kirinyuh
c. Perlakuan III, ikan gurame dengan
infeksi Aeromonas hydrophila S
26

dan perendaman dalam larutan
ekstrak daun kirinyuh selama 2 jam
d. Perlakuan IV, ikan gurame dengan
infeksi Aeromonas hydrophila S
26

dan perendaman dalam larutan
ekstrak daun kirinyuh selama 2,5 jam
e. Perlakuan V, ikan gurame dengan
infeksi Aeromonas hydrophila S
26

dan perendaman dalam larutan
ekstrak daun kirinyuh selama 3 jam
Setelah perendaman, ikan dipelihara
dalam bak semen ukuran 606020 cm
dengan kepadatan 5 ekor/wadah dan diamati
selama 8 jam, 16 jam dan 24 jam. Pakan
yang digunakan selama pemeliharaan adalah
daun sente segar secara ad libitum. Kualitas
air yang diukur selama pemeliharaan antara
lain suhu, pH, DO dan ammonia.


HASIL & PEMBAHASAN

Hasil uji secara in vitro manunjukkan
zona hambat terhadap A. hydrophila terbukti
semakin tinggi dengan bertambahnya
konsentrasi ekstrak daun basah yang
dicobakan, namun cenderung konstan untuk
ekstrak kering (Gambar 1). Zona hambat
ekstrak daun basah tertinggi mencapai 9,33
mm dan hanya mencapai 7,6 mm untuk
ekstrak daun kering yang terjadi pada
konsentrasi 17000 mg/l. Konsentrasi ekstrak
daun kering tertinggi (21000 mg/l) justru
menghasilkan zona hambat terkecil (6,17
mm) dibandingkan dengan perlakuan
lainnya. Secara statistik, hubungan korelasi
antara konsentrasi daun kirinyuh basah
dengan nilai zona hambatnya lebih kuat
dibandingkan dengan ekstrak daun kirinyuh
kering.
Nilai konsentrasi hambat minimum
(Minimum Inhibitory Concentration)
berdasarkan nilai transmisi dari uji in vitro
menggunakan metode pengenceran (Dillution
test) ditunjukkan oleh konsentrasi 15000
mg/l ekstrak daun kirinyuh basah. Nilai
transmisi terbesar ekstrak daun kirinyuh baik
basah maupun kering dicapai oleh
konsentrasi 13000 mg/l dengan nilai sebesar
4,2 untuk ekstrak daun basah dan 3,53 untuk
daun kering. Nilai transmisi yang dihasilkan
semakin kecil dengan meningkatnya
konsentrasi akibat adanya cyanidin yang
memberi warna cokelat pada larutan ekstrak
daun. Karena ekstrak yang dibuat masih
berbentuk kasar sehingga semakin
meningkatnya konsentrasi, volume ekstrak
yang digunakan juga semakin besar. Hal ini
akan meningkatkan kepekatan dari setiap
perlakuan dan mempengaruhi nilai
transmisinya.


142
6,00 6,00
6,17 6,17
9,33
8,67
7,67 8,00
6,83 7,17
6,33
6,83
0
2
4
6
8
10
12
14
0 13000 15000 17000 19000 21000
Konsentrasi (ppm)
Z
o
n
a

h
a
m
b
a
t

(
m
m
)
Daun basah Daun kering


Gambar 1. Zona hambat ekstrak daun kirinyuh terhadap bakteri Aeromonas hydrophila S
26



79,53
67,33
4,20 4,00
2,87 2,47 2,27
79,53
67,33
3,53 2,93 2,73
2,20 2,00
0
20
40
60
80
100
0 (K-) 0 (K+) 13000 15000 17000 19000 21000
Konsentrasi (ppm)
T
r
a
n
s
m
i
s
i

(
%
)
Daun basah Daun kering


Gambar 2. Nilai transmisi ekstrak daun kirinyuh terhadap bakteri Aeromonas hydrophila S
26
. K-:
tanpa ekstrak daun kirinyuh dan tanpa infeksi Aeromonas hydrophila; K+: tanpa
ekstrak daun kirinyuh dengan infeksi Aeromonas hydrophila


Pada pengujian secara in vitro baik
metode cakram kertas maupun pengenceran
memperlihatkan adanya pengaruh bahan obat
terhadap A. hydrophila. Luas daerah hambat
merupakan petunjuk kepekaan
mikroorganisme terhadap antibakteri (Atlas,
1984). Nilai-nilai zona hambat maupun
transmisi yang berbeda pada masing-masing
konsentrasi dapat diakibatkan oleh banyak
faktor dan keadaan yang mempengaruhi efek
antimikrobial (Pelczar & Chan, 1981). Pada
konsentrasi 21000 mg/l sebagai konsentrasi
terbesar diduga bahan antimikrobial berupa
flavonoid dan senyawa terpena yang terdapat
pada ekstrak daun kirinyuh basah
menyebabkan daya hambat yang luas. Daun
143
ekstrak segar diduga juga mengandung bahan
antimikrobial yang lebih banyak daripada
ekstrak daun kering. Bahan antimikrobial
daun kering diduga ada yang hilang akibat
proses pengeringan. Kemungkinan cara kerja
antimikrobial dari Flavonoid dan terpena
terhadap A. hydrophila adalah dengan
penghambatan pembentukan enzim berupa
toksin ekstraseluler yang mungkin
merupakan faktor virulen (Buckley et al.,
1981).
Pada awal pengujian, ikan gurame pada
masing-masing perlakuan yang diinfeksi
dengan A. hydrophilla memperlihatkan gejala
klinis yang nyata pada 2 jam pertama setelah
perendaman daun kirinyuh basah 15000
mg/l. Gejala klinis yang terlihat merata pada
setiap perlakuan berupa radang (inflamasi)
dengan ciri pembengkakan pada bekas
suntikan. Gejala tersebut berlanjut dengan
haemorrhage (pendarahan) yang dicirikan
dengan keluarnya pada kulit dan berbentuk
nekrosis yang ditandai dengan terlihatnya
daging mati dan membusuk. Sedangkan pada
kontrol negatif tidak terlihat adanya gejala
radang, pendarahan maupun nekrosis.
Nilai kelangsungan hidup ikan gurame
(Osphronemus gouramy) selama uji in vivo
tidak berbeda nyata. Kondisi tersebut terjadi
dapat dikarenakan terjadinya stres pada ikan
akibat pergantian air yang mendadak dan
konsentrasi bahan obat yang terlalu tinggi
untuk ikan gurame. Perendaman ikan gurame
dalam larutan daun kirinyuh sebanyak 15000
mg/l dapat menyebabkan kematian hingga
100% dalam waktu 5 jam yang diduga karena
kandungan zat toksik yang menyebabkan
nekrosis pada hati dan insang (Marni, 2001).
Daun kirinyuh dapat digunakan untuk
menyuburkan lahan pertanian tetapi juga
mempunyai daya untuk meracuni ikan,
namun belum diketahui jenisnya (Biller et
al., 1993). Kematian ikan tersebut diduga
juga karena flavonoid bersifat racun bagi
ikan. Flavonoid dapat menghambat
transportasi asam amino leusin melalui
membran usus ulat sutera dan mempunyai
daya toksik yang tinggi terhadap udang
Artemia salina. Ikan gurame pada perlakuan
perendaman dalam larutan daun kirinyuh
selama 2 jam; 2,5 jam dan 3 jam serta kontrol
positif mengalami kematian 100% dalam 24
jam. Sedangkan ikan pada kontrol negatif
tidak terjadi kematian kematian selama
proses pengamatan. Beberapa parameter
kualitas air yang diukur menunjukkan
kondisi yang masih baik untuk kehidupan
ikan gurame.

0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
0 8 16 24
waktu (jam ke)
k
e
l
a
n
g
s
u
n
g
a
n

h
i
d
u
p

(
%
)
0 (K-) 0 (K+) 2 2,5 3


Gambar 3. Kelangsungan hidup ikan gurame yang diinfeksi dengan Aeromonas hydrophila. K-: tanpa
ekstrak daun kirinyuh dan tanpa infeksi Aeromonas hydrophila; K+: tanpa ekstrak daun
kirinyuh dengan infeksi Aeromonas hydrophila
144
Tabel 1. Kualitas air selama pemeliharaan ikan gurame (Osphronemus gouramy)

Parameter Satuan
Waktu perendaman (jam)
0 (K-)* 0 (K+)** 2 2,5 3
DO mg/l 6,16-6,41 6,17-6,39 6,23-6,91 6,09-6,35 6,31-6,57
pH Unit 7,77-8,35 7,62-7,69 7,70-8,36 7,25-7,55 7,68-7,75
Suhu
C 26-27 26,0-27,0 26,5-27,5 26,7-26,8 27,3-28,2
NH
3
-N mg/l 0,024-0,096 0,019-0,030 0,020-0,130 0,009-0,015 0,020-0,080
Keterangan; * K- : tanpa ekstrak daun kirinyuh dan tanpa infeksi Aeromonas hydrophila;
** K+: tanpa ekstrak daun kirinyuh dengan infeksi Aeromonas hydrophila


KESIMPULAN

Daun kirinyuh (Chromolaena odorata)
dari berat basah menghasilkan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum (Minimum
Inhibitory Concentration) sebesar 15000
mg/l dengan zona hambat rata-rata sebesar 8
mm. Daun kirinyuh berpotensi menghambat
pertumbuhan bakteri hanya dalam uji in vitro
dan tidak memperlihatkan pengaruh yang
nyata pada uji in vivo berdasarkan tingkat
kelangsungan hidup ikan gurame
(Osphronemus gouramy).


DAFTAR PUSTAKA

Angka S. L., B. P. Priosoeryanto, B. W. Lay
and E. Harris. 2000. The pathological
haematological effect of Aeromonas
hydrophila on walking catfish (Clarias
gariepenus). Indonesian Journal Tropical
Agriculture, 9 (3): 65-72.

Atlas, R. M. 1984. Microbilogy
Fundamentals and Application. Mcmillan
Publishing Company, New York and
Collier Macmillan Publisher, London. P.
572-581.











Biller, A. Boppere, M. Ludge Witte and
hartamnn, T,. 1993. Pyrrolizidine
Alkaloids in Chromolaena odorata:
Chemical and Chemoecological Aspects.
Phytochemistry, 35(3): 615-619.

Buckley, J. T., Halasa, L. N., Lund, K. D.
and Mac Intyre, S. 1981. Purifications
and some properties of the haemolytic
toxin aerolysin. Can. J. Biochem., 56:
430-435.

Djajadiredja, R. dan F. Cholik. 1982.
Penanggulangan Wabah Penyakit Ikan.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Bogor.

French, W. J. and Towers, G. H. N. 1992.
Phytochemistry. 3017-3020 p.

Pelczar and Chan. 1981. Element of
Microbilogy.

Supriyadi, H., P. Taufik dan Taukid. 2003.
Karakteristik Patogen, Inang Spesifik dan
Sebaran Mycobacteriosis. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 9(2).

Taufik, P. dan H. Supriyadi. 1982.
Kemampuan Rhodicin 1 Terhadap
Aeromonas hydrophila. Bull Penelitian
Perikanan Darat Bogor 3(2): 40-43.

You might also like