Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

1

ANALISA ALIRAN FLUIDA PADA MIXING CRUDE OIL STORAGE TANK


DENGAN CFD


Fachruddin Ali
1)
, Irfan Syarif Arief ST, MT
2)
, Ir. Toni Bambang M, PGD
2)
1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS
2)
Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS


ABSTRACT

This study relates to the influence of fluid flow on the mixing
crude oil in a stirred tank is so influential in the time required in
mixing to avoid precipitation ( mixing time ). The complexity of
the flow to be part of global change flow patterns from one type
to another type, alternately in a large scale. Because of this,
can provide a significant effect on the performance of mixing.
In this study using simulations based on Computational Fluid
Dynamics (CFD) using the model of Large Eddy Simulation
(LES) with multiphase flow modeling using mixture models. The
study was conducted in a cylindrical tank with flat bottom (flat
bottomed cylindrical tanks) with a diameter of 10 m and a Pitch
Blade Turbine ( PBT ) with a diameter of 3 m which is equipped
with a baffle width of each - each baffle of 1 / 12 H wall-
mounted symmetrically in the vertical direction. Simulations
performed by the method of unsteady with 27 variations (3
variable blade angle 30 , 45 and 60 , 3 variable number of
baffles with the use of 0, 2 and 4 and 3 variable speed rotating
impeller 150.200 and 250 rpm) and used the number of
iterations as much as 60 times for every 10 time step. From the
simulation results, to get the mixing time with achieve
homogenity, then the approach contained in the Use of Number
of Baffle as much as 4 to 60 Angle impeller (150 rpm).

Keywords: Pitch Blade Turbine ( PBT ), Large Eddy Simulation
( LES ), Mixture Model, Fluid flow, Mixing Time.

PENDAHULUAN

Industri Minyak merupakan suatu industri yang sangat vital
untuk menyokong industri-industri yang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara umum, proses yang
berlangsung dalam pengolahan minyak dapat digolongkan
menjadi 5 bagian, salah satunya adalah proses mixing. Minyak
mentah yang baru dipompa, memiliki karakteristik fluida yang
berbeda-beda ( misalnya : densitas, viskositas, titik didih rata-
rata, dll ) dari tiap sumur pengeboran. Agar dapat dimanfaatkan
secara optimal, minyak mentah tersebut harus diproses terlebih
dahulu. Karena minyak mentah merupakan campuran yang
amat kompleks yang tersusun dari berbagai senyawa
hidrokarbon. Di dalam proses mixing terjadi percepatan
perpindahan panas, baik yang disertai atau tidak disertai reaksi
kimia yang telah banyak diteliti oleh para peneliti terdahulu ,
Zwietering ( 1958 )
[12]
. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh
pengaduk yang mengubah energi mekanis tersebut menjadi
energi kinetik. Selanjutnya, energi kinetik ini menimbulkan
sirkulasi aliran fluida dan pusaran aliran di ujung blade yang
mengakibatkan terjadinya proses pencampuran.
Adapun tujuan dari proses mixing ini adalah untuk
menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada sistem
multi fase, memfasilitasi perpindahan massa atau energi di
antara bagian bagian dari sistem yang tidak seragam,
menunjukkan perubahan fasa pada sistem multi komponen
dengan atau tanpa perubahan komposisi. Sedangkan Faktor -
faktor yang mempengaruhi proses pengadukan dan
pencampuran (proses mixing) diantaranya ialah jenis pengaduk,
kecepatan putar pengaduk, ukuran serta perbandingan
( proporsi ) tangki, sekat dan agitator serta karakteistik fluida.
Pada penelitian penelitian sebelumnya masih banyak
permasalahan yang belum terselesaikan yang berhubungan
dengan apa yang terjadi pada skala partikel. Contohnya dalam
hal perpindahan massa dan panas, beban mekanis pada partikel
hasil dari benturan partikel partikel dan partikel dengan
pengaduk dan bagaimana adanya partikel dapat mempengaruhi
pola aliran secara local dan global pada tangki seperti struktur
pusaran disekitar pengaduk, kebutuhan tenaga, sirkulasi dan
waktu pencampuran makro ( macro mxing time ) dan
distribusi kuantitas turbulen ( Derkesen, 1999 )
[2]
. Pilpala dan
Mukhlas ( 2007 )
[10]
menunjukkan adanya perubahan pola aliran
fluida menyebabkan distribusi konsentrasi padatan tidak merata
dan akan menambah lama waktu pengadukan jadi hasilnya
tidak optimal. Dengan diketahuinya aliran dan kecenderungan
hidrodinamika dalam tangki berpengaduk diharapkan dapat
diprediksi mixing time yang selanjutnya dapat digunakan untuk
mendesain peralatan mixing.

TINJAUAN PUSTAKA

Pola Alir Liquid
Impeller Pitch Blade Turbine ( PBT ) adalah tipe impeller
dengan aliran aksial, sirkulasi aliran beroperasi secara pumping
down dan pumping up yang mana seringkali digunakan.
Menurut Nurtono,et,al ( 2009 )
[9]
. Aliran yang dihasilkan oleh
pumping down PBT terdapat tiga pola aliran yang dikenali
yaitu:
1. Double Circulation ( DC )
Pada Pola DC terdapat dua circulation loops, yang utama
melalui daerah dintara blades dan yang kedua dekat
dengan dasar tangki. Pola ini dipertimbangkan sebagai
aliran rata rata dari impeller PBT. Dua loops dihasilkan
dari jet yang diinduksi oleh impeller, mengenai dinding
yangki dibawah ketinggian impeller sebelum akhirnya
terpisah menjadi dua aliran. Satu langsung turun dan
dipantulkan oleh dasar tangki, menjadi loop kedua. Aliran
lain bergerak secara aksial mendekati dinding samping dari
tangki, dan kemudian kembali pada impeller shaft,
mengalir turun menuju impeller menjadi loop utama.
2. Full Circulation Discharge ( FC )
Pada Pola FC menggambarkan dimana impeller
menghasilkan pumping down circulation loop yang hampir
terjadi diseluruh tangki.
3. Main Circulation Interaction ( IP )
Pada Pola IP menggambarkan aliran yang berpotongan
melalui sumbu axis dari tangki. Bagian dari loop kedua
yang mengalir diatas dasar tangki berpotongan terhadap
boundary diantara loop utama dan kedua pada sisi yang
berseberangan.


2

Parameter Hidrodinamika dalam Tangki Berpengaduk
Menurut Geankoplis ( 2003 )
[8]
, dalam suatu peningkatan skala
pada tangki berpengaduk, jika kesamaan geometrik peralatan
skala kecil ke skala besar dipertahankan pada kondisi yang
sama , maka bagian bagian yang relevan dengan perilaku
cairan dalam tangki berpengaduk adalah tenaga yang digunakan
untuk agitasi ( P ) dan kecepatan putar pengaduk ( N ).
Konsumsi energi oleh tangki berpengaduk digambarkan dengan
Bilangan Power ( Power Number ). Bilangan Power merupakan
bilangan yang tak berdimensi yang diperoleh dengan
persamaan:
Np =P / N
3
D
t
5
( 1 )
Dimana :

Np =Bilangan Power (Power Number)

P =Tenaga eksternal dari agitator ( J /detik )

=Densitas cairan dalam tangki (kg/m
3
)

N =Kecepatan agitasi (Rpm)

D
t
=Diameter pengaduk (m )

Pergerakan cairan di dalam tangki berpengaduk dapat
digambarkan dengan bilangan tak berdimensi lain, yaitu
bilangan reynolds ( N Re ). Bilangan Reynolds merupakan rasio
antara inersia dengan kekentalan. Bilangan Reynolds ( N Re )
didefinisikan sebagai berikut :

N Re = N D
2
/ ( 2 )
Dimana :
N Re =Bilangan Reynolds
=Kekentalan ( kg/m.detik)
=Densitas cairan dalam tangki ( kg/m
3
)
N =Putaran Pengaduk (Rpm)
D
t
=Diameter pengaduk ( m )

Angka Aliran merupakan Fungsi dari ukuran relatif impeller
dan tangki. Angka Aliran dapat didefinisikan dengan persamaan
berikut :
=

3
( 3 )

Untuk rancangan bejana aduk bersekat, disarankan nilai nilai
berikut:
Untuk Propeller Kapal
13 b
( jarak bagi bujur sangar )
N
Q
=0,5
Untuk Turbin 4- daun 45
13 b
( W/D
t
=1/6 )
N
Q
=0,87
Untuk Turbin rata 6-daun
16
( W/D
t
=1/5)
N
Q
=1,3
Dimana :
N
Q
=Angka Aliran
Q =Laju Aliran Volumetrik
D
t
=Diameter Pengaduk
W =Lebar Daun Pengaduk
N =Putaran Pengaduk (Rpm)

Bilangan tak berdimensi ini menunjukkan perbandingan antara
gaya inersia dengan gaya gravitasi. Bilangan Fraude dapat
dihitung dengan persamaan berikut :

=

2
.
=
( )
2
.
=

( 4 )
Dimana:
Fr =Bilangan Fraude
N =Kecepatan putaran pengaduk (Rpm)
D =Diameter pengaduk
G =Percepatan gravitasi (m/s
2
)

Bilangan Fraude bukan merupakan variabel yang signifikan.
Bilangan ini hanya diperhitungkan pada sistem pengadukan
dalam tangki tidak bersekat. Pada sistem ini bentuk permukaan
cairan dalam tangki akan dipengaruhi gravitasi sehingga
membentuk pusaran ( vortex ). Vorteks menunjukkan
keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya inersia.
Menurut Galletti et al. (2004)
[3]
hubungan antara Bilangan
Power ( Np ) dengan Bilangan Reynolds ( N Re ) biasanya
digunakan untuk menggambarkan hubungan antara konsumsi
energi dengan kecepatan pengadukan. Hubungan ini
digambarkan dalam bentuk kurva tenaga ( power curve ).
Kurva ini diperoleh dengan cara memplotkan nilai nilai Np
dan N Re berdasarkan data hasil percobaan yang meragamkan
nilai kecepatan pengaduk ( N ), diameter pengaduk ( D ),
densitas ( ), dan viskositas ( ) cairan pada tiap tiap
pengaduk yang mempunyai kesamaan geometrik tertentu.
Berdasarkan nilai Bilangan Reynolds diperoleh tiga pola aliran,
yaitu :
1) Aliran Laminer ( viscous flow ), pada N Re <10 ( aliran
didominasi oleh tingginya kekentalan cairan ).
2) Aliran transisi ( transient ) pada N Re 10 - 10
4

3) Aliran turbulen ( turbulent flow ) pada N Re > 10
4
(
pencampuran terjadi lebih cepat )

Kurva hubungan antara Bilangan Power ( Np ) dan bilangan
Reynolds ( N Re ) untuk berbagai jenis pengaduk dapat dilihat
pada gambar dibawah ini


Gambar 1. Kurva hubungan Bilangan Power ( Np ) dan
Bilangan reynolds ( N Re ) untuk beberapa jenis pengaduk pada
tangki berbaffle (a) Propeller, (b) Flat-blade turbines, (c) Disk
Flat blade, (d) Curved blade turbines, (e) Pitched Blade
turbines, (f) Flat-blade turbines tidak berbaffle ( Treybal, 1985 )

Waktu pencampuran (mixing time) adalah waktu yang
dibutuhkan sehingga diperoleh keadaan yang homogen untuk
menghasilkan campuran atau produk dengan kualitas yang telah
ditentukan.Sedangkan laju pencampuran (rate of mixing) adalah
laju dimana proses pencampuran berlangsung hingga mencapai
kondisi akhir. Pada operasi pencampuran dalam tangki
berpengaduk, waktu pencampuran ini dipengaruhi oleh
beberapa hal :
1. Yang berkaitan dengan alat, seperti :
Ada tidaknya baffle atau cruciform vaffle.
Bentuk atau jenis pengaduk (turbin, propele,
padel).
Ukuran pengaduk (diameter, tinggi).
Laju putaran pengaduk.
Kedudukan pengaduk pada tangki, seperti :
a. J arak pengaduk terhadap dasar tangki.
b. Pola pemasangan :
- Center, vertikal.
- Miring (inclined) dari atas.
- Horizontal.
c. J umlah daun pengaduk.
d. J umlah pengaduk yang terpasang pada poros
pengaduk.




3

2. Yang berhubungan dengan cairan yang diaduk :
Perbandingan kerapatan atau densitas cairan yang
diaduk.
Perbandingan viskositas cairan yang diaduk.
J umlah kedua cairan yang diaduk.
J enis cairan yang diaduk (miscible, immiscible).

Waktu pencampuran dapat diperkirakan dari korelasi mengenai
aliran total yang dihasilkan dari berbagai jenis impeller. Untuk
turbin
= 0,92
3
(

) ( 5 )

t
T

= 5

2

4

1
0,92
2

( 6 )

atau (

)
2

= konstan =4,3 ( 7 )

Waktu pencampuran akan jauh lebih besar bila angka Reynolds
berkisar antara 10 sampai 1.000 walaupun konsumsi daya tidak
banyak berbeda daripada keadaan turbulen. Faktor waktu
pencampuran dapat disusun kembali untuk menunjukkan
bagaimana perbedaannya dari yang diramalkan untuk rejim
turbulen
=
(
2
)
2/3

1/6

1/2

= (

)
3/2
(

)
1/2
(

)
3/2

( 8 )


Gambar 2. Korelasi waktu untuk zat cair mampu campur
didalam bejana dengan pengaduk turbin ( Menurut Norwood
dan Metzner ).

Menurut Andr Bakker dalam Blend Times in Stirred Tanks
( Reacting Flows - Lecture 9 ). Evaluasi kinerja pencampuran:
1. Metode untuk mengevaluasi kinerja pencampuran:
Karakterisasi homogenitas.
Blending time.
2. Metode umum untuk mengkarakterisasi homogenitas:
Keseragaman Visual.
Kuantitatif perubahan dalam konsentrasi lokal sebagai
fungsi waktu.
Kajian statistik seketika tentang distribusi spasial dari
spesies.
Rata-rata konsentrasi.
Minimum dan maksimum.
Standar deviasi dalam konsentrasi.
Koefisien variasi CoV =standar deviasi /
rata-rata.
CFD ( Computational Fluid Dynamic )
CFD merupakan analisa sistem yang melibatkan aliran fluida,
perpindahan panas, dan fenomena yang terkait lainya seperti
reaksi kimia dengan menggunakan simulasi komputer. Metode
ini meliputi fenomena yang berhubungan dengan aliran fluida
seperti sistem liquid dua fase, perpindahan massa dan panas,
reaksi kimia, dispersi gas atau pergerakan partikel tersuspensi.
Secara umum kerangka kerja CFD meliputi formulasi
persamaan-persamaan transport yang berlaku, formulasi kondisi
batas yang sesua, pemilihan atau pengembangan kode-kode
komputasi untuk mengimplementasikan teknik numerik yang
digunakan. Suatu kode CFD terdiri dari tiga elemen utama yaitu
pre-processor, solver dan post processor.

Large Eddy Simulation ( LES )
LES merupakan metode komputasi dimana pusaran besar
dihitung dan yang kecil dimodelkan dengan subgrid scale
(SGS). Yang perlu digaris bawahi adalah pusaran besar secara
langsung dipengaruhi oleh kondisi batas, sebagian besar
mempengaruhi Reynolds stress dan harus diselesaikan.
Turbulensi skala kecil adalah yang terlemah, kurang
mempunyai kontribusi terhadap Reynold stress. Selain itu lebih
mendekati isotropic dan mempunyai karakteristik universal,
sehingga lebih cocok dimodelkan.Karena LES meliputi
permodelan smallest eddy ( pusaran terkecil ), finite difference
cell yang terkecil dapat lebih besar dari pada kolmogorov
length, dan dapat mencapai time step yang jauh lebih besar dari
pada yang bisa dicapai Direct Numerical Simulation ( DVS ).
Oleh karena itu, untuk biaya komputasional yang diberikan,
akan lebih mudah untuk mencapai bilangan Reynolds yang
lebih tinggi bila digunakan LES dibandingkan dengan DNS,
dengan kata lain untuk bilangan Reynolds yang dapat
diselesaikan dengan biaya yang lebih murah.

Permodelan Pengaduk
Sliding mesh merupakan permodelan yang cocok untuk
permasalahan yang melibatkan interaksi rotor / stator dan
melibatkan 2 daerah mesh yaitu daerah yang berdekatan dengan
rotor sebagai zona bergerak dan daerah yang berdekatan dengan
stator sebagai zona diam, dimana kedua daerah tersebut dibatai
oleh sebuah slipping plane .
Untuk suatu tangki pencampur yang dilengakapi impeller, dapat
didefinisikan suatu kerangka acuan yang berputar ( rotating
reference frame ) yang melibatkan impeller dan aliran di
sekitarnya, dan menggunakan kerangka diam ( stationary frame
) untuk aliran di luar impeller. Contoh dari konfigurasi ini dapat
diilustrasikan pada gambar dibawah ini ( garis putus putus
menunjukkan interface antara dua kerangka acuan

METODOLOGI

Sistem yang Dipelajari
Pembuatan sistem dalam penelitian ini, menggunakan peranti
lunak ANSYS 13. Untuk permodelan geometri menggunakan
Design Modeler dengan penentuan grid dan jumlah node
menggunakan Meshing dan perhitungan iterasi simulasi CFD
menggunakan FLUENT.


Gambar 3. Bentuk Tangki Berpengaduk




4


Tabel 1. Rincian Dimensi Tangki

Tabel 2. Karakteristik Fluida
Material Density Spesific
Heat
Thermal
Conductivity
Viscosity
kg/m j/Kg.K w/m.K Kg/m.s
Fluid
CO 1.1233 0.025 1.75E-05
C3H8 1.91 0.0177 7.95E-06
C3H6 1.7 0.0168 8.70E-06
O2 1.2999 0.0246 1.92E-05
CH4 0.6679 0.0332 1.09E-05
H2S 1.46 0.0134 1.20E-05
C2H4 1.137 0.0214 1.03E-05
C2H6 1.263 0.0207 9.29E-06
N2 1.138 0.0242 1.66E-05
Material Density Spesific
Heat
Thermal
Conductivity
Electrical
Conductivity
kg/m j/Kg.K w/m.K 1/Ohm.m
Solid
Steel 8030 502.48 16.27 8330000

Kondisi Batas
Kondisi batas yang digunakan untuk sistem yang dipelajari
antara lain :
1. Dinding Tangki dan dasar tangki dianggap sebagai wall
dimana Interfacenya dengan liquid didekati dengan no slip
condition.
2. Shear stress pada dinding didekati dengan model standart
wall function.
3. Poros pengaduk ( Shaft ) dianggap sebagai impermeable
moving wall.
4. Pengaduk digambarkan seperti bentuk aslinya, dianggap
sebagai moving wall dimana interfacenya dengan liquid
didekati dengan no slip condition.
5. Interface antara permukaan liquid dengan udara luar
didekati dengan kondisi no shear dan dianggap datar.
6. Pergerakan pengaduk dimodelkan dengan sliding mesh.
7. Fluida dibagi menjadi dua bagian yaitu zona diam (
stationary zone ) dan zona bergerak ( moving zone )


Gambar 4.Penentuan Kondisi Batas pada tangki
Bidang Pengamatan
Bidang yang diamati pada Tugas Akhir ini adalah 2 posisi
kemiringan

Gambar 5. Bidang Pengamatan Tangki ( Tampak Atas )
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Aliran Fluida

( a ) ( b )

( c ) ( d )

Variabel Tetap
1 Tangki
Diameter ( Dt ) 10 m
Tinggi Fluida ( H ) 10 m
Lebar Baffle ( J ) 0.83 m

J arak Propeller dari dasar
tangki ( C )
3 m
2 Pengaduk
Berjenis Pitch Blade Turbine
J umlah Blade 4 daun
Tebal Blade 5 cm
Lebar Balde ( W ) 0.75 m
Diameter Blade ( D ) 3 m
Posisi Blade Center Vertikal
Diameter Shaft ( B ) 0.3 m
Variabel berubah
1 Sudut Blade ( ) 30, 45 dan 60
2
Kecepatan Putar
Pengaduk ( N )
150,200 dan 250 Rpm
3 Baffle 0, 2 dan 4
Shaft sebagai
Impermeable
moving wall
Interface
Dinding dan
Dasar tangki
dianggap
sebagai Wall
( No slip
Condition )
Interface
Shaft sebagai
Impermeable
moving wall
Bidang Pengamatan
1
Bidang Pengamatan
2


5


( e ) ( f )
Gambar 6. Pola Aliran Fluida pada bidang pengamatan 1
(Baffle 2, Sudut Impeller 30 dan kecepatan Putar 150 Rpm)
(a) Pada Detik 10, (b) Pada Detik 20, (c) Pada Detik 30,
(d) Pada Detik 40, (e) Pada Detik 50, (f) Pada Detik 60.

Pada Baffle 0

Gambar 7. Arah Aliran Fluida pada Baffle 0
( Tampak Samping )

Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 0 ialah
Pola aliran berjenis Lain. Hal ini disebabkan karena aliran
fluida tidak merata diseluruh tangki dan banyak terjadi di
sekitar shaft dan impeller. Sehingga pada Baffle 0 dapat
menimbulkan pusaran ( vortex ) yang menghambat laju
homogenisasi.


Pada Baffle 2

Gambar 8. Arah Aliran Fluida pada Baffle 2
(Tampak Samping)

Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 2 ialah
Pola aliran berjenis Main Circulation Interaction ( IP ). Aliran
bergerak dari impeller menuju ke bagian dasar tangki yang
kemudian melalui sumbu axis dari tangki. Bagian dari loop
kedua yang mengalir diatas dasar tangki berpotongan terhadap
boundary diantara loop utama dan kedua pada sisi yang
berseberangan.. Pada sisi yang tidak terdapat sekat terjadi
pusaran aliran yang saling berpotongan.






Pada Baffle 4

Gambar 9. Arah Aliran Fluida pada Baffle 4
(Tampak Samping)

Dari gambar diatas dapat terlihat pola aliran pada Baffle 4 ialah
Pola aliran berjenis Full Circulation ( FC ). Hal ini disebabkan
karena aliran fluida hampir merata diseluruh tangki. Aliran
fluida bergerak dari bawah ke atas secara teratur di celah sekat.
Sehingga dalam hal pencampuran, zat didalamnya tercampur
dengan baik.

Identifikasi Nilai Densitas

( a ) ( b )

( c ) ( d )

( e ) ( f )

Gambar 10. Contour Densitas pada bidang pengamatan 1
(Baffle 2, Sudut Impeller 30 dan kecepatan Putar 150 Rpm)
(a) Pada Detik 10, (b) Pada Detik 20, (c) Pada Detik 30,
(d) Pada Detik 40, (e) Pada Detik 50, (f) Pada Detik 60.












6

Pada Baffle 0


Gambar 11. Iso Surface Densitas pada Baffle 0


Gambar 12. Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Statiz Zone pada Baffle 0 )


Gambar 13 Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Moving Zone pada Baffle 0 )

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa Nilai Densitas tidak
memenuhi dari nilai yang ditentukan. Hal ini dikarenakan pada
Baffle 0, terjadi vortex yang dipengaruhi oleh aliran fluida yang
terjadi. Sehingga pada Baffle 0 membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai homogenitas dari campuran tersebut.













Pada Baffle 2


Gambar 14. Iso Surface Densitas pada Baffle 2


Gambar 15. Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Statiz Zone pada Baffle 2 )


Gambar 16. Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Moving Zone pada Baffle 2 )

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa Nilai Densitas tidak
memenuhi dari nilai yang ditentukan. Sehingga pada Baffle 2
perlu membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai
homogenitas campuran tersebut
















7

Pada Baffle 4


Gambar 17. Iso Surface Densitas pada Baffle 4


Gambar 18. Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Statiz Zone pada Baffle 4 )



Gambar 19 Grafik Perbandingan Time dengan Densitas
( Moving Zone pada Baffle 4 )

Dari Gambar diatas dilihat bahwa memiliki nilai Densitas yang
sama pada Moving Zone dan Static Zone. Dengan nilai densitas
1.2367 kg/m, maka yang mendekati terdapat pada Penggunaan
J umlah Baffle sebanyak 4 dengan Sudut impeller 30 ( 150
Rpm ), Sudut impeller 45 ( 250 Rpm ), dan Sudut impeller 60
( 150 Rpm ). Hal ini disebabkan karena pada Baffle 4 dapat
menghindari pusaran aliran. Selain itu dengan inovasi berupa
lubang pada bagian sekatnya dapat menjangkau zat yang
terletak pada bagian tepi sekat sehingga dapat tercampur
dengan baik.

( b )






Dilhat dari Pressure


( a ) ( b )
Gambar 20. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 0
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 0


( a ) ( b )
Gambar 21. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 2
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 2


( a ) ( b )
Gambar 22. (a ) Iso Surface Pressure pada Baffle 4
( b ) Pressure pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 4


Gambar 23 Grafik Perbandingan Rpm dengan Pressure
( Static Zone pada detik ke - 60 )



8


Gambar 24 Grafik Perbandingan Rpm dengan Pressure
(Moving Zone pada detik ke - 60 )

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat kesamaan
pressure pada Moving Zone dan Static Zone. J ika dilihat nilai
pressure dari beberapa variasi, maka ditemukan bahwa pada
Baffle 0 nilai tekanan lebih besar dibandingkan dengan Baffle
4. Pada Baffle 0 tekanan terjadi di bagian tepi tangki
berpengaduk. Hal ini dikarenakan pada bagian tersebut tanpa
adanya sekat terjadi pusaran aliran yang menyebabkan tekanan
membesar. Dibandingkan dengan Baffle 4 yang mana dengan
sekat tekanan hampir terjadi di bagian yang bersekat dan saling
berpotongan. Sehingga hampir terjadi di seluruh area tangki
berpengaduk.

Dilihat dari Reaksi


( a ) ( b )
Gambar 25. (a ) Iso Surface Reaksi pada Baffle 0
( b ) Reaksi pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 0


( a ) ( b )
Gambar 26 (a ) Iso Surface Reaksi pada Baffle 2
( b ) Reaksi pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 2


( a ) ( b )
Gambar 27 (a ) Iso Surface Reaksi pada Baffle 4
( b ) Reaksi pada Bidang Pengamatan 1 pada Baffle 4


Gambar 28. Grafik Perbandingan Rpm dengan Reaksi
(Static Zone pada detik ke - 60 )


Gambar 29. Grafik Perbandingan Rpm dengan Reaksi
(Moving Zone pada detik ke - 60 )

Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai phase 1 pada static
zone lebih besar dibandingkan dengan moving zone. Static zone
pada Rpm 150 lebih merata dibandingkan dengan putaran
lainnya. Sedangkan pada moving zone tidak merata. Terlihat
pada detik 60, pada baffle 4 fase lebih merapat dibandingkan
dengan Baffle 0 serta memiliki kesamaan nilai didaerah static
dan moving zone berkisar 9.40E+14 kgmol/m3-s.

Dilihat dari Volume Fraction


( a ) ( b )


9



( c )
Gambar 30. Iso Surface Volume Fraction (a ) Pada Baffle 0
( b ) Pada Baffle 2 ( b ) Pada Baffle 4

Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada Gambar (a )
Masih belum terjadi pencampuran. Hal ini dapat dilihat pada iso
surface pada Baffle 0 detik ke 60, contur yang dihasilkan masih
sama. Pada Gambar ( b ) terjadi pencampuran atau dikatakan
mengalami disperse dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada iso
surface pada Baffle 2 detik ke 60, muncul gumpalan
gumpalan fraksi yang saling menyerap antar molekul.
Sedangkan Pada Gambar ( c ) terjadi pencampuran atau
dikatakan mengalami disperse dengan baik dibandingkan yang
tanpa menggunakan Baffle dan dengan Baffle 0 . Hal ini dapat
dilihat pada iso surface pada Baffle 4 detik ke 60, lebih banyak
muncul gumpalan gumpalan fraksi yang saling menyerap
antar molekul. Karena dengan demikian, merupakan salah satu
faktor yang perlu diamati dalam mencapai homogenitas.

Dilihat dari Molecular Viscocity


( a ) ( b )

( c )
Gambar 31. Iso Surface Molecular Viscocity (a ) Pada Baffle 0
( b ) Pada Baffle 2 ( b ) Pada Baffle 4

Dari Gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada Gambar (a)
Nilai Viscocity yang dihasilkan masih besar yaitu berkisar
0.00001268 kg.m/s. Pada Gambar ( b ) Nilai Viscocity yang
dihasilkan 0.00001247 kg.m/s. Sedangkan Pada Gambar ( c )
Nilai Viscocity yang dihasilkan 0.00001233 kg.m/s. Hal ini
diakibatkan dalam proses mixing terjadi percepatan
perpindahan panas, yang disertai reaksi kimia Hal ini dapat
terjadi karena pengaruh pengaduk yang mengubah energi
mekanis tersebut menjadi energi kinetik. Sehingga dalam hal ini
perpindahan panas pada Baffle 4 lebih besar dibandingkan
dengan yang tanpa Baffle dan yang menggunakan Baffle 2.
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan yang telah
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Kompleksitas aliran dari pola alir satu ke tipe yang lain
secara bergantian dalam skala yang besar, dapat
memberikan efek yang signifikan pada kinerja
pengadukan. Hal ini terlihat pada pemakaian Baffle 0 :
Pola FC=19%, Pola IP=28%, Pola DC=9%, dan Pola
Lain=44% , Baffle 2 : Pola FC=31%, Pola IP=32%, Pola
DC=11% dan Pola Lain=25% sedangkan pada pemakaian
Baffle 4: Pola FC=69%, Pola IP=1%, Pola DC=5% dan
Pola Lain=26%.
Dari variasi variasi yang telah dilakukan, untuk
mendapatkan nilai homogenitas dengan mixing time yang
cepat, maka digunakan Baffle 4 dengan sudut Impeller
60 dan Kecepatan Putar 150 Rpm. Dikarenakan pada
aliran fluida cenderung hampir terjadi diseluruh tangki
dengan pola FC. Sehingga mempengaruhi tekanan dalam
tangki berpengaduk yang menyebabkan tekanan yang
dhasilkan lebih merata dan tidak terlalu besar dari pada
pada Baffle 0 dan 2. Pada reaksi fase 1 dan fase 2 di static
dan moving zone memiliki nilai kesamaan pada detik ke-
60 berkisar 9.40E+14 kgmol/m3-s, serta lebih banyak
muncul gumpalan gumpalan fraksi yang saling menyerap
antar molekul. Karena dengan demikian, merupakan salah
satu faktor yang perlu diamati dalam mencapai
homogenitas.

Saran
Adapun saran yang ingin penulis berikan melalui penulisan
tugas akhir ini antara lain :
Untuk meneliti secara mendalam tentang tangki
berpengaduk yang berkaitan dengan mixing time,
diperlukan analisa lebih lanjut dari beberapa aspek lainnya
seperti : membandingkan beberapa model tipe impeller dan
off bottom clereance ( C ).
Untuk mendapatkan data yang akurat diperlukan time step
yang lebih banyak dan iterasi yang lebih kecil.
Perlu penambahan dalam memperhitungkan dari segi biaya
produksi dan operasional. Kerena dengan demikian, maka
akan didapatkan model tangki berpengaduk yang efektif
dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
1.Bakker, A,Fasano, J .B,Myers, K.J , Effects of flow Pattern on
the Solids Distribution in a Stirred Tanks, The Online
CFM Book at http://www.bakker.org/cfm,1998.
2.Derkesen, J . J., Doelman, M. S., and Van den Akker, H. E.A.,
1999, Three - Dimensional LDA Measurements in
the Impeller Region of a Turbulently Stirred Tank,
Exp. Fluids, 27, pp. 522532.
3.Galletti, C., Paglianti, A. Lee, K.C. Yianneskis, M., 2004,
Reynolds Number and Impeller Diameter Effect on
Instabilities in Stirred Vessles, AlChe J ournal, 50,
pp.2050 2063.
4.Ika Putri W., Cahyanto Mufti, 2008, Makroinstabilitas (MI)
dalam Tangki Berpengaduk Single Fan Turbine
Multifasa ( Solid Liquid ), Teknik Kimia - ITS,
Surabaya.
5.Inra Sumahamijaya, Achmad Dzakil Fikri, 2010,
Makroinstabilitas (MI) dalam Tangki Berpengaduk
dengan 6 Blade 45 Pitch Blade Turbine untuk


10

suspense ( Solid - Liquid ) , Teknik Kimia - ITS,
Surabaya.
6.Kresta, S.M., Wood, P.E., 1993, The Flow Field Produced
by Pitched Blade Turbine : Characterization of The
Dissipation Rate, Chem. Eng. Sci 48, p 1761 1774.
7.Marshall, E.M.Bakker, A. Computational Fluid Mixing,
Fluent Inc. Lebanon, New Hampshire, USA
Reprinted, with changes, from the Handbook of
Industrial Mixing, sponsored by the North American
Mixing Forum, edited by Edward L.Paul, Victor
Atiemo-Obeng, and Suzanne m. Kresta, to be
published by J oh Wiley and Sons in Spring of 2003,
copyright 2003 john Wiley and Sons, Inc.
8.McCabe L. Warren, Smith C J ulian, dan Harriot Peter, 1991,
Operasi Teknik Kimia , Erlangga, J akarta.
9.Nurtono. T, H. Setyawan, A. Altway, S. Winardi, 2009,
Macroinstability Characteristic in Agitated Tank
Based On Flow Visualization Eksperiment and Large
Eddy Simulations , Chemichal Engineering Research
and Design, Accepted for Publication.
10.Pilpala, R.S., Mukhlas A.N., 2007, Analisa MI dalam
Tangki Berpengaduk untuk Suspensi Padat Cair ,
Teknik Kimia ITS, Surabaya.
11.Rizhkov D. Annisa, Renita Permata Sari, 2008,
Makroinstabilitas (MI) dalam Tangki Berpengaduk
Double Impeller Fan Turbine Multifasa ( Solid
Liquid ) , Teknik Kimia - ITS, Surabaya.
12.Zwietering, Th.N., 1958. Suspending of Solids Particles in
Liquid by Agitators , Chemical Engineering
Science.,8, pp. 244-253.

You might also like