Energi, karbohidrat, lemak, and protein intake correlates with Nutritional Status of Patient HIV / AIDS. Protein intake not significant with Nutritional Status (r = 0.260, p=0.106>0,05) Lack of food intake caused by anorexia, depression, fatigue, nausea, vomiting, dispnae, and diarrhea.
Energi, karbohidrat, lemak, and protein intake correlates with Nutritional Status of Patient HIV / AIDS. Protein intake not significant with Nutritional Status (r = 0.260, p=0.106>0,05) Lack of food intake caused by anorexia, depression, fatigue, nausea, vomiting, dispnae, and diarrhea.
Energi, karbohidrat, lemak, and protein intake correlates with Nutritional Status of Patient HIV / AIDS. Protein intake not significant with Nutritional Status (r = 0.260, p=0.106>0,05) Lack of food intake caused by anorexia, depression, fatigue, nausea, vomiting, dispnae, and diarrhea.
Energi, karbohidrat, lemak, and protein intake correlates with Nutritional Status of Patient HIV / AIDS. Protein intake not significant with Nutritional Status (r = 0.260, p=0.106>0,05) Lack of food intake caused by anorexia, depression, fatigue, nausea, vomiting, dispnae, and diarrhea.
ABSTRACT Background : At Patient HIV/AIDS deteriorates their nutritional status because of multifaktor, one of them is less intake of food. Lack of food intake caused by anorexia, depression, fatigue, nausea, vomiting, dispnae, and diarrhea. Objective : To know the relation of macro nutrient intake ( energy, protein, fat, and carbohydrate) with nutritional status based on body mass index of patients with HIV / AIDS. Method : Analytic research non eksperimental with cross sectional design. Location of research resides in Bangsal Penyakit Dalam and Polyclinic Edelweis Hospital Dr. Sardjito Yogyakarta. Research subject 40 patients HIV/AIDS with consideration of researcher. Intake nutrient data were taken with method food recall during 1 days and food record during 2 days, while nutritional status were taken by measurement of patient body weight and body height HIV/AIDS. Data were analysed with Pearson correlation statistic test (bivariat). Result : Pearson correlation statistic test (bivariat) were showed that energi had significant with nutritional status (r =0.380, p =0,016< 0.05), lemak had significant with nutritional status (r = 0.344, p=0.03<0.05), karbohidrat had significant with nutritional status (r = 0.379, p=0.016<0.05), but correlation protein intake not significant with nutritional status (r = 0.260, p=0.106>0,05). Conclusion : Intake energy, fat and carbohydrate correlates with nutritional status of patient HIV/AIDS, while intake protein there is no relationship with nutritional status of patient HIV/AIDS. Key Word : Intake Energy, Protein, Fat, and Carbohydrate, Nutritional Status, Body Mass Index, and Patient HIV/AIDS
2
A. PENDAHULUAN Situasi infeksi HIV/AIDS di Yogyakarta dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pendataan yang telah dilakukan sejak 1993 menunjukkan kasus infeksi HIV/AIDS yang terjadi di Provinsi Yogyakarta tercatat 684 untuk HIV, 244 AIDS, dan 70 kasus meninggal.
Menurut, dr. Sri Wulanningsih Ka.Bid. P2-PL Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta kasus terbanyak ditemukan berdasarkan tempat penemuannya adalah Rumah Sakit Dr. Sardjito. 4
Rumah sakit Dr. Sardjito memiliki Poliklinik Edelweis yang memberikan pelayanan berupa VCT (Voluntary Counseling and Testing) dan ART (Antiretroviral Terapy) kepada para penderita infeksi HIV/AIDS. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. AIDS merupakan tahap akhir perjalanan infeksi HIV. Tahap pertama infeksi HIV merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik yang terjadi 6 minggu setelah terinfeksi HIV dan akan memasuki tahap AIDS 8 - 10 tahun (dapat 3-13 tahun) kemudian. Berbagai faktor dapat mendorong progressivitas infeksi HIV ke arah AIDS. 2
Penatalaksanaan yang optimal dapat mencegah terjadinya progressivitas kearah tingkat penyakit yang lebih berat. Antiretroviral terapy (ART) merupakan terapi yang salah satu tujuannya untuk menekan replikasi virus serendah dan selama mungkin. Namun, terapi ini belum optimal jika tidak diikuti dengan dukungan gizi yang baik untuk orang dengan infeksi HIV/AIDS (ODHA). 2 Pada Penderita infeksi HIV/AIDS terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi baik zat gizi makro yang terdiri dari energi, karbohidrat, protein dan lemak maupun mikro yang terdiri dari mineral dan vitamin untuk proses metabolisme sehubungan dengan infeksi akut. 3
Pada pasien HIV/AIDS memburuknya status gizi bersifat multifaktor, terutama disebabkan oleh kurangnya asupan makan, gangguan absorpsi dan metabolisme zat gizi, infeksi oportunistik serta kurangnya aktifitas fisik. Kurangnya asupan makanan disebabkan oleh anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak nafas, diare, infeksi, dan penyakit saraf yang menyertai penyakit HIV/AIDS . 1
3
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis penelitian non eksperimental dengan desain cross sectional. Pelaksanaan penelitian ini di Bangsal Penyakit Dalam dan Poliklinik Infeksi HIV/AIDS Edelweis Rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada Juni-Juli 2010. Subyek penelitian adalah pasien HIV/AIDS di Rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta dengan jumlah pasien sampai Bulan Januari 2010 sebesar 219 orang. Kriteria pasien yang diteliti sebagai berikut : a. Pasien yang mengambil obat ARV pada bulan Juni - Juli 2010 b. Pasien usia 18 sampai 60 tahun c. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian d. Bisa menulis dan membaca Variabel bebas penelitian ini adalah Asupan zat gizi makro (energi, protein, lemak, dan karbohidrat) pasien HIV/AIDS Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, sedangkan variable terikat adalah status gizi berdasarkan indeks massa tubuh pasien HIV/AIDS Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Data asupan zat gizi makro diperoleh melalui metode food recall selama 1 hari dan food record selama 2 hari dan dibandingkan dengan angka kebutuhan gizi pasien HIV/AIDS untuk mendapatkan tingkat asupan zat gizi makro. Data status gizi berdasarkan IMT diperoleh melalui mengukur tinggi badan dan berat badan dan data dibandingkan dengan standar IMT ASIA untuk mendapatkan kategori status gizi. Tabulasi silang digunakan untuk menganalisa tingkat asupan zat gizi makro dengan status gizi yang digambarkan dalam bentuk tabel,sedangkan uji hipotesis dilakukan dengan uji korelasi Pearson dengan progam SPSS V.16.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Jumlah responden adalah sebanyak 40 pasien HIV/AIDS yang terdiri dari 34 pasien HIV/AIDS dari poli rawat jalan dan sebanyak 6 pasien HIV/AIDS berasal dari pasien rawat inap. Dari total responden responden yang diteliti terdapat 25 responden (62,5%) berjenis kelamin laki-laki dan selebihnya 15 responden (37,5 %) berjenis kelamin wanita. Berdasarkan usia pasien HIV/AIDS menunjukkan 32 pasien HIV/AIDS (80%) berada pada rentang usia 21-40 tahun dan sebanyak 8 pasien HIV/AIDS (20%) berada pada rentang 4
usia 41-65 tahun. Pasien HIV/AIDS tidak ditemukan pada kelompok usia 0-20 tahun dan usia > 65 tahun.
2. Tingkat Asupan Zat Gizi Makro dan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Prosentase tingkat asupan zat gizi makro (energi, protein, lemak dan karbohidrat) dan status gizi pasien HIV/AIDS di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dapat dilihat pada tabel 1dibawah ini. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Beberapa Variabel Variabel n % Tingkat asupan Energi a. Kurang b. Sedang c. Baik
24 8 8
60 20 20 Tingkat asupan Protein a. Kurang b. Sedang c. Baik
17 13 10
42,5 32,5 25 Tingkat asupan Lemak a. Kurang b. Sedang c. Baik
23 3 14
57,5 7,5 35 Tingkat asupan Karbohidrat a. Kurang b. Sedang c. Baik
27 7 6
67,5 17,5 15 Status Gizi a. Underweight b. Normal c. Overweight & Obesitas
13 22 5
32,5 55 12,5
Pada variabel tingkat asupan energi pasien HIV/AIDS menunjukkan distribusi terbanyak pada kategori tingkat asupan energi kurang, yaitu 24 pasien HIV/AIDS (60 %). Beberapa faktor yang menyebabkan asupan energi kurang berdasarkan hasil wawancara, adalah Pasien mengalami rasa mual, penyakit kandidiasis, ekonomi dan kesibukan kerja. Rasa mual pada pasien HIV/AIDS dapat disebabkan karena penggunaan obat ARV yang beberapa jenisnya memiliki efek samping asidosis laktat yang menimbulkan gejala seperti mual, muntah, nyeri perut, dll. 2 Asupan makan yang kurang juga dapat disebabkan oleh penyakit kandidiasis yang berupa luka kemerahan dan rasa sakit di dalam mulut yang dapat menyebar sampai ke tenggorokan menyebabkan kesulitan 5
untuk mengunyah dan menelan makanan. 5 Penurunan jumlah sel T-CD4 pada pasien HIV/AIDS menyebabkan semakin rentan terhadap berbagai infeksi sekunder seperti bakteri, virus, parasit dan jamur. 3
Untuk tingkat asupan protein menunjukaan distribusi terbanyak pada kategori tingkat asupan protein yang kurang, yaitu sebanyak 17 pasien HIV/AIDS (42,5 %). Berdasarkan hasil recall 24 jam dan record asupan makan, kebanyakan pasien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber protein hewani, seperti telur, ikan, daging dan susu. Sumber protein yang banyak dikonsumsi adalah dari protein nabati, seperti tempe dan tahu. Hanya sebagian pasien HIV/AIDS yang mengkonsumsi makanan sumber protein hewani. Padahal bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutu. 1
Hasil tingkat asupan lemak menunjukkan distribusi terbanyak pada kategori tingkat asupan lemak yang kurang, yaitu 23 pasien HIV/AIDS (57,5 %). Asupan lemak yang kurang berhubungan dengan konsumsi yang kurang dari makanan sumber lemak. Hal ini ditunjukkan dari pola makan pasien HIV/AIDS yang berdasarkan hasil recall dan record yaitu beberapa pasien HIV/AIDS mengkonsumsi makanan terdiri dari makanan pokok, lauk nabati, dan sayur. Sumber lemak diperoleh berasal dari minyak yang digunakan untuk menggoreng. Permasalahan ekonomi yang sering dikeluhkan pasien HIV/AIDS yaitu keterbatasan untuk membeli makanan yang termasuk dalam sumber lemak.
Hasil tingkat asupan Karbohidrat menunjukkan distribusi terbanyak pada kategori tingkat asupan karbohidrat yang kurang, yaitu 27 pasien HIV/AIDS (67,5%). Asupan karbohidrat yang kurang pada pasien HIV/AIDS disebabkan oleh ketidakteraturan pola makan pasien HIV/AIDS. Berdasarkan hasil food recall dan food record menunjukkan pasien HIV/AIDS hanya makan 1-2 kali dalam 1 hari. Hal ini akan mengurangi asupan karbohidrat yang kebanyakan terkandung dalam bahan makanan pokok, seperti nasi,singkong, mie,roti,dll. 1
6
Hasil pengukuran status gizi menunjukkan distribusi terbanyak pada kategori status gizi normal, yaitu sebanyak 22 pasien HIV/AIDS (55 %). Status gizi normal pada pasien HIV/AIDS dihubungkan dengan penyakit penyerta dan asupan zat gizi mereka. Hasil dari pengambilan data penyakit penyerta oleh dokter atau dari rekam medis menunjukkan hampir setengah dari jumlah pasien HIV/AIDS yang mempunyai status gizi normal ternyata belum mempunyai penyakit penyerta. Penyakit penyerta dapat memperburuk status gizi pasien HIV/AIDS. Pasien HIV/AIDS mulai menampakkan gejala mempunyai penyakit penyerta seperti penurunan berat badan, demam lama, diare, tuberculosis, infeksi jamur, dan lain - lain setelah kekebalan tubuh dalam kondisi buruk yang ditandai dengan rendahnya jumlah sel T-CD4. Lama perjalanan infeksi HIV untuk merusak kekebalan tubuh pasien adalah selama 8-10 tahun setelah terinfeksi HIV/AIDS, tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan sangat cepat hanya sekitar 2 tahun. 3 Berbagai faktor menentukan progresivitas infeksi adalah faktor imun, status nutrisi dan proses apoptosis. 2 Status gizi normal pada pasien HIV/AIDS didukung dengan asupan zat gizi. Status gizi normal akan dapat berubah menjadi status gizi dengan kategori underweight jika tubuh tidak mendapatkan asupan zat gizi sesuai dengan kebutuhan. 1
3. Analisis Tabel Silang antara Tingkat Asupan Zat Gizi Makro dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS a. Tingkat Asupan Energi dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Tabel silang antara tingkat asupan energi pasien HIV/AIDS berdasarkan status gizi dapat dilahat pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Tabel silang Tingkat Asupan Energi Pasien HIV/AIDS RS Dr. Sardjito Yogyakarta Berdasarkan Status Gizi Tingkat asupan energi Status Gizi Total Underweight Normal Overweight& Obesitas n % n % n % n % Kurang 9 37,5 14 58,3 1 4,2 24 100 Sedang 3 37,5 2 25 3 37,5 8 100 Baik 1 12,5 6 75 1 12,5 8 100 Total Pasien 40
7
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pada pasien HIV/AIDS tingkat asupan energi kurang dengan status gizi normal, yaitu pada tingkat asupan energi kurang sebanyak 14 pasien HIV/AIDS (58,3 %) mempunyai status gizi normal. Hal ini terjadi karena beberapa pasien HIV/AIDS masih dalam kondisi kesehatan yang baik, yaitu belum mempunyai penyakit penyerta. Asupan energi yang kurang masih dapat memenuhi kebutuhan pasien HIV/AIDS dan belum menyebabkan status gizi pasien HIV/AIDS dalam kategori underweight. Jika, hal ini terjadi dalam jangka lama maka status gizi pasien HIV/AIDS yang dalam kategori normal akan menjadi status gizi underweight karena kebutuhan energi yang tinggi pada pasien HIV/AIDS berkaitan dengan infeksi maka juga memerlukan asupan energi yang tinggi pula dari makanan. 3
b. Tingkat Asupan Protein dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Tabel silang antara tingkat asupan protein pasien HIV/AIDS berdasarkan status gizi dapat dilahat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Tabel silang Tingkat Asupan Protein Pasien HIV/AIDS RS Dr. Sardjito Yogyakarta Berdasarkan Status Gizi Tingkat Asupan Protein Status Gizi Total Underweight Normal Overweight& Obesitas n % n % n % n % Kurang 4 23,5 11 64,7 2 11,8 17 100 Sedang 6 46,2 5 38,5 2 15,4 13 100 Baik 3 30 6 60 1 10 10 100 Total Pasien 40
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pada pasien HIV/AIDS tingkat asupan protein kurang dengan status gizi normal, yaitu pada tingkat asupan protein kurang sebanyak 11 pasien HIV/AIDS (64,7%) mempunyai status gizi normal. Beberapa pasien HIV/AIDS memiliki kondisi yang baik., yaitu tanpa penyakit penyerta. Sehingga, asupan protein yang kurang belum berdampak pada status gizi pasien HIV/AIDS. Kebutuhan protein yang tinggi pada pasien HIV/AIDS berkaitan dengan infeksi, sehingga harus diimbangi dengan asupan protein yang cukup agar 8
pasien HIV/AIDS tetap dalam status gizi baik. 3
c. Tingkat Asupan Lemak dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Tabel silang antara tingkat asupan lemak pasien HIV/AIDS berdasarkan status gizi dapat dilahat pada tabel 4 dibawah ini:
Tabel 4. Tabel silang Tingkat Asupan Lemak Pasien HIV/AIDS RS Dr. Sardjito Yogyakarta Berdasarkan Status Gizi Tingkat Asupan Lemak Status Gizi Total Underweight Normal Overweight& Obesitas n % n % n % n % Kurang 8 34,8 13 56,5 2 8,7 23 100 Sedang 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100 Baik 5 35,7 7 50 2 14,3 14 100 Total Pasien 40
Pada tabel 4 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pada pasien HIV/AIDS tingkat asupan lemak kurang dengan status gizi normal, yaitu pada tingkat asupan lemak kurang sebanyak 13 pasien HIV/AIDS (56,5 %) mempunyai status gizi normal.
d. Tingkat Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Tabel silang antara tingkat asupan karbohidrat pasien HIV/AIDS berdasarkan status gizi dapat dilahat pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Tabel silang Tingka Asupan Karbohidrat Pasien HIV/AIDS RS Dr. Sardjito Yogyakarta Berdasarkan Status Gizi Tingkat Asupan Karbohidrat Status Gizi Total Underweight Normal Overweight& Obesitas n % n % N % n % Kurang 9 33,3 16 59,3 2 7,4 27 100 Sedang 2 28,6 4 57,1 1 14,3 7 100 Baik 2 33,3 2 33,3 2 33,3 6 100 Total Pasien 40
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa prosentase terbesar pada pasien HIV/AIDS tingkat asupan karbohidrat kurang dengan status gizi normal, yaitu pada tingkat asupan karbohidrat kurang sebanyak 16 pasien HIV/AIDS (59,3 %) mempunyai status gizi normal.
9
Hasil ini menggambarkan asupan makan tidak mempengaruhi status gizi Pasien HIV/AIDS. Padahal status gizi baik (normal) terwujud karena didukung oleh asupan makanan yang baik pula. Pada penelitian ini pasien HIV/AIDS mempunyai pola makan kurang teratur. Sehingga, mengurangi asupan karbohidrat. Pola makan yang kurang teratur disebabkan penyakit-penyakit yang menyebabkan penurunan nafsu makan, seperti influenza dan sariawan Namun asupan karbohidrat yang kurang tersebut belum mempengaruhi status gizi karena beberapa pasien HIV/AIDS masih dalam kondisi baik, yaitu tidak ada penyakit peyerta.
4. Uji Korelasi Pearson antara Asupan Zat Gizi Makro (Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat) dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS a. Uji Korelasi Pearson antara Asupan Energi dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Hasil uji menunjukkan ada hubungan searah antara asupan energi dengan status gizi Pasien HIV/AIDS (r = 0.380,p=0.016<0.05). Kebutuhan energi yang tinggi pada pasien HIV/AIDS jika tidak dapat terpenuhi asupan energi dari makanan maka tubuh akan memecah cadangan energi dalam tubuh. Kondisi ini akan menghabiskan cadangan energi jika terjadi dalam waktu yang lama dan terlihat pada nilai IMT yang dibawah standar normal (underweight). Hal sebaliknya terjadi jika konsumsi energi berlebihan akan disimpan dalam lemak tubuh dan akan terlihat pada nilai IMT diatas batas normal (overweight) .1
b. Uji Korelasi Pearson antara Asupan Protein dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan asupan protein dengan status gizi pasien HIV/AIDS (r=0.260, p=0.106<0.05). Pada pembahasan sebelumnya menyatakan bahwa status gizi pasien banyak dalam kategori normal walaupun asupan protein kurang. Beberapa pasien HIV/AIDS belum mempunyai penyakit penyerta sehingga belum menyebabkan perubahan status gizi pasien. Asupan protein pasien 10
HIV/AIDS masih mencukupi kebutuhan tubuh. Asupan protein yang kurang disebabkan oleh faktor pola makan yang kurang teratur, yaitu pasien HIV/AIDS terkadang mengkonsumsi makan dalam jumlah banyak dan terkadang makan jumlah sedikit tergantung dari nafsu makan mereka dan konsumsi makanan yang kurang dari makanan sumber protein hewani. Beberapa penyakit yang menggangu nafsu makan pasien HIV/AIDS, seperti influenza dan sariawan. Namun, kondisi ini jika terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan kekurangan protein yang ditunjukkan dengan nilai IMT yang dibawah normal. c. Uji Korelasi Pearson antara Asupan Lemak dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Hasil uji menunjukkan ada hubungan searah antara asupan lemak dengan status gizi pasien HIV/AIDS (r = 0.344,p=0.030<0.05). Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Pasien HIV/AIDS membutuhkan asupan lemak yang tinggi berkaitan dengan penyakit infeksi yang diderita. 3 Lemak merupakan salah satu sumber energi. Sehingga, jika asupan makan pasien HIV/AIDS lebih sedikit dibandingkan kebutuhan maka tubuh akan memecah lemak untuk dijadikan energi. Sehingga, jika hal ini terjadi dalam waktu yang lama maka cadangan lemak akan bekurang. Cadangan lemak berkurang dapat terlihat pada nilai IMT yang dibawah standar normal. Hal sebaliknya terjadi jika konsumsi lemak berlebihan maka akan disimpan dalam lemak tubuh. 1
d. Uji Korelasi Pearson antara Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Pasien HIV/AIDS Hasil uji menunjukkan ada hubungan searah antara asupan karbohidrat dengan status gizi (r = 0.379,p=0.016<0.05). Sama halnya lemak karbohidrat merupakan sumber energi. Kelebihan konsumsi karbohidrat akan disimpan dalam bentuk glikogen dalam hati dan jaringan otot dan juga diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Sehingga jika tubuh membutuhkan energi yang lebih seperti pada pasien HIV/AIDS maka akan memecah lemak untuk dijadikan energi. Dan jika hal ini terjadi dalam 11
waktu yang lama maka cadangan tersebut akan berkurang. 1 KESIMPULAN 1. Tingkat asupan zat gizi makro (energi, protein, lemak dan karbohidrat) pasien HIV/AIDS menunjukkan hasil terbesar pada kategori kurang 2. Status Gizi pasien HIV/AIDS berdasarkan IMT menunjukkan hasil terbesar pada kategori normal 3. Ada hubungan searah antara asupan energi, lemak dan karbohidrat dengan status gizi pasien HIV/AIDS dan tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi pasien HIV/AIDS
SARAN Bagi Instansi diharapkan memberikan penyuluhan berupa penambahan informasi dan motivasi kepada pasien HIV/AIDS tentang pentingnya asupan zat gizi bagi kesehatannya dan memberikan informasi mengenai cara mengatasi gangguan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi HIV/AIDS. Pasien HIV/AIDS yang diserang penyakit kandidiasis sehingga kesulitan mengunyah dan menelan dapat mengkonsumsi makanan tambahan berupa makanan padat energi seperti susu, sedangkan pada pasien HIV/AIDS yang mengalami mual diusahakan tetap mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan dengan pola makan porsi kecil tapi sering.
Daftar Pustaka 1. Almatsier, Sunita.2005.Penuntun Diet.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama 2. Nasronudin. 2007.HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan Sosial. Surabaya : Airlangga University Press 3. Nursalam dan Ninuk D. Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba medika 4. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan R.I.2007.Situasi HIV/AIDS Di Indonesia Tahun 1987-2006. Jakarta 5. WartaAIDS. 2002. Perawatan AIDS di Luar Rumah Sakit. Yayasan Spiritia