Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

24 Sains Medika, Vol. 1, No.

1, Januari Juni 2009


Perbedaan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) dengan
Vaksinasi BCG dalam meningkatkan kualitas hidup penderita
Rinitis Alergi
The Difference between Allergen-specific Immunotherapy (SIT) and BCG
Vaccination for Improving Life Quality of Patients with Allergic Rhinitis
Andriana Tjitria Widi
1
ABSTRACT
Background: Allergen-specific immunotherapy (SIT) is a therapy for allergic disease with a common natural
allergen. BCG vaccination have been shown remedical clinical symptom and reduces drugs usage at asthma
patient. This research was conducted to prove that BCG vaccination is more effective compared to SIT for
remedical clinical symptom and life quality of allergic rhinitis patients.
Design and Method: The study was designed as a Control Group Pre test - Post test conducted between April
2004 and September 2005 in Ear and Nose Therapy (ENT) clinic at Dr. Kariadi Hospital, Semarang. All patients
with medium degree allergic rhinitis attending allergic clinic, part of ENT department at Dr. Kariadi Hospital
Semarang, were included in the study. Data was analyzed by Mann Whitney U test, Mc Nemar test, and Chi
Square test (p<0.05).
Result: The BCG and SIT group on clinical sympthom for every week showed no significant differences (p>0.05).
There was no significant difference between the BCG vaccination and SIT group on life quality (p>0.05).
Conclusion: The BCG vaccination and SIT were shown the same effect in improving and medicating clinical
symptoms and life quality, (Sains Medika, 1 (1) : 24-35).
Keywords: allergic rhinitis, allergen-specific immunotherapy (SIT), BCG, life quality
ABSTRAK
Pendahuluan: Imunoterapi alergen spesifik (ITS) adalah pengobatan penyakit alergi dengan paparan alergen
alami. Penggunaan vaksinasi BCG pada penderita asma menunjukkan perbaikan gejala klinik dan penurunan
penggunaan obat-obatan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa vaksinasi BCG lebih efektif
dibandingkan ITS terhadap perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup penderita Rinitis alergi.
Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan Randomized Control Group Pre test Post test Design
yang dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan September 2005 di Klinik Kesehatan THT RS Dr. Kariadi,
Semarang. Populasi penelitian adalah semua penderita Rinitis Alergika derajat sedang berat menurut kriteria
WHO yang berobat di Klinik Alergi, bagian THT RS. Dr. Kariadi Semarang. Analisis data menggunakan Mann
Whitney U test, Mc Nemar test, dan Chi Square Test. Derajat kemaknaan yang digunakan adalah p<0,05.
Hasil Penelitian: Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok dengan vaksinasi BCG dan kelompok dengan
ITS dalam memperbaiki gejala klinik (p>0,05). Tidak ada perbedaan secara signifikan antara kelompok dengan
vaksinasi BCG dan kelompok dengan ITS dalam memperbaiki kualitas hidup (p>0,05).
Kesimpulan: Vaksinasi BCG dan ITS mempunyai efek yang sama dalam memperbaiki gejala klinik dan kualitas
hidup, (Sains Medika, 1 (1) : 24-35).
Kata Kunci: rhinitis allergika, imunoterapi alergen spesifik (ITS), BCG, kualitas hidup
PENDAHULUAN
Rinitis alergi (RA) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi
hipersensitifitas tipe I yang diperantarai Ig E (Gell & Comb tipe I). Gejala klinik berupa
hidung buntu, bersin, gatal dan rinore.

Hidung buntu bisa bilateral unilateral dan
Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, (andriana_wardhani@yahoo.com)
1
25 Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA
berpindah-pindah terutama terjadi pada malam hari (Baraniuk, 1997; Durham, 1997;
Skoner, 2001). RA tidak mengancam jiwa, akan tetapi dapat mengganggu, menurunkan
kualitas hidup penderita dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk pengobatannya.
Menurut Malone (1999) 39 juta orang di Amerika Serikat terkena RA , namun hanya
12,3% (4,8 Juta) yang mendapat pengobatan. Angka absen kerja 811.000 hari dan absen
sekolah 824.000 hari, total biaya tahun 1994 US $ 1,23 milyar.
Penanganan RA pada dasarnya adalah mengatasi gejala RA akibat reaksi alergi
fase segera (RAFS) dan reaksi alergi fase lambat (RAFL), dengan cara avoidance,
medikamentosa dan imunoterapi dengan alergen spesifik (Bousquet et al., 2001).
Penanganan cara tersebut saat ini belum dapat menyembuhkan dengan sempurna.
Imunoterapi dengan alergen spesifik (ITS) adalah pengobatan penyakit alergi
dengan paparan alergen alami sehingga mengurangi beratnya penyakit. ITS digunakan
pada pasien yang memerlukan pengobatan tiap hari untuk jangka waktu lama, karena
obat yang diberikan tidak memberikan respon yang cukup, biasanya merupakan terapi
akhir yang digunakan (Corey et al., 2000). ITS sampai saat ini masih digunakan sebagai
pilihan terakhir, walaupun mempunyai banyak kekurangan, antara lain: waktu pengobatan
yang lama atau merupakan pengobatan jangka panjang, untuk itu diperlukan kepatuhan
penderita dan biaya yang mahal sehingga sering menyebabkan penderita drop out. Maka
perlu dicari pengobatan RA yang lebih efektif dan efisien.
Penelitian yang menghubungkan antara efisiensi penggunaan BCG dan ITS dengan
perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup pada penderita penyakit atopi (alergi) khususnya
rinitis alergi masih sedikit dilakukan. Penyakit atopi, diantaranya asma bronkial, rinitis
alergi, dan dermatitis mempunyai mekanisme yang identi k, yaitu adanya
ketidakseimbangan antara sel Th1/Th2 sehingga terjadi polarisasi ke arah produksi sitokin
sel Th2 (IL-4, IL-5) dan peningkatan produksi Ig E oleh sel B (Baraniuk, 1997). Penelitian
menggunakan vaksinasi BCG pada penyakit atopi terutama asma sudah banyak dilakukan
yang menunjukan hasil berupa perbaikan pada gejala klinik asma dan kualitas hidupnya.
Akan tetapi, masih banyak ahli yang meragukan manfaat klinik terapi ini.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas vaksinasi BCG dibanding ITS
terhadap proporsi perbaikan gejala klinik dan kualitas hidup pada penderita rinitis alergi.
Penilaian terhadap gejala klinik dan kualitas hidup mengacu pada penelitian Choi & Koh
(2002) tentang efek BCG pada penderita asma yang menunjukkan perbaikan gejala klinik
26 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009
dan penurunan penggunaan obat-obatan. Hasil penelitian ini diharapkan bahwa BCG
dapat memberikan hasil yang baik pada rinitis alergi seperti pada penderita asma,
sehingga dapat dipakai sebagai terapi alternatif disamping imunoterapi.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan Randomized Control Group Pretest Posttest
Design. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2004 sampai dengan September 2005
di Klinik Kesehatan THT RS Dr. Kariadi Semarang.
Populasi penelitian adalah semua penderita Rinitis alergi derajat sedang berat
menurut kriteria WHO yang berobat di Klinik Alergi, bagian THT RS. Dr. Kariadi Semarang.
Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling. Pemilihan untuk tiap-tiap
kelompok dipakai secara acak dengan menggunakan tabel random.
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi. Dari
perhitungan dengan menggunakan software PEPI 2002 maka diperoleh jumlah sampel
sebanyak 19, dan untuk menghindari data yang tidak sempurna maka ditambah 10 % =
21 sampel untuk masing-masing kelompok.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah laki-laki dan wanita, umur 15 50 tahun
dengan hasil test alergi prick test positif 3 atau lebih terhadap satu/lebih aeroalergen
terutama mite, test PPD (Mantoux) negatif dan bersedia ikut penelitian sampai selesai.
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah penderita TBC aktif, penderita asma berat,
penderita mempunyai penyakit lain yang mempengaruhi hasil terapi seperti septum
deviasi, sinusitis, dan polip, pengguna steroid sistemik jangka lama sedikitnya 1 bulan
sebelumnya, pengguna obat-obatan Bloker, pernah mendapat imunoterapi, dan wanita
hamil atau menyusui.
Kriteria drop-out penelitian ini adalah penderita yang mengalami efek samping
obat yang berat meliputi gejala klinik makin berat dan shock anapilaktif, serta penderita
yang kemudian diketahui hamil.
Ekstrak alergen yang digunakan untuk tes tusuk kulit dibuat oleh LAPI Jakarta.
Dikerjakan dengan cara intrakutan, yaitu dengan menyuntikan ekstrak alergen sehingga
timbul bentol (wheal) dan eritema. Sebagai kontrol positif dipakai larutan histamin dan
kontral negatif dipakai larutan buffer fosfat yang merupakan pelarut alergennya. Reaksi
histamin positif diberi skor 3+, buffer fosfat skor (-). Berbagai macam alergen disuntikkan
27 Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA
di regio volar lengan bawah, ditunggu 15 menit. Reaksi dibandingkan dengan kontrol (+)
dan (-). Reaksi yang timbul sama dengan histamin diberi skor 3+, lebih besar dari histamin
4+, reaksi antara keduanya diberi nilai 2+ dan 1+.
Vaksin BCG yang digunakan adalah vaksin BCG kering yang mengandung kuman
hidup dari biakan Bacillus Calmete & Guerin Institut Pasteur Paris No. 1173 P2 buatan
Biofarma Bandung. Vaksin dilarutkan dengan pelarutnya kemudian disuntikkan di regio
deltoid kiri dengan dosis 0,1ml sampai membentuk wheal berdiameter 8 - 10 mm. ITS
adalah terapi menggunakan alergen spesifik dari ALK-ABELLO Spanyol, terdiri dari 4 botol
dengan label berbeda. ITS 1 (label abu-abu) berisi alergen dengan konsentrasi 1:1000.
ITS 2 (label hijau) berisi alergen dengan konsentrasi 1: 100. ITS 3 (label kuning) berisi
alergen dengan konsentrasi 1:10, sedangkan ITS 4 (label merah) berisi alergen dengan
konsentrasi 1:1.
Kuisioner data penderita dan catatan harian penderita yang berisi pertanyaan
tentang skor berat ringannya gejala-gejala hidung dan kuisioner kualitas hidup sebelum
dan sesudah mendapat terapi.
Penderita diminta untuk mengisi kuisioner gejala klinik, efek samping setiap hari
yang diisi di rumah selama 7 hari. Setiap 1 minggu diminta kontrol untuk dinilai kembali
gejala klinik melalui kuesioner. ITS disuntikkan secara subkutan pada penderita 2x per
minggu dengan dosis yang dinaikkan secara bertahap. Evaluasi berjalan selama 8 minggu.
Penilaian gejala klinik dalam penelitian ini menggunakan skor total gejala klinik
(GK ). GK merupakan suatu jumlah dari skor gejala yang dinilai pasien untuk: bersin,
rinore, hidung gatal dan hidung buntu. Masing- masing gejala dinilai berdasarkan 4
(empat) skala meliputi skala 0 (tidak ada gejala/pilek), skala 1 (gejala pilek ringan, tidak
mengganggu), skala 2 (gejala pilek mengganggu tapi tak mengganggu aktifitas atau tidur),
skala 3 (gejala pilek mengganggu aktifitas dan atau tidur).
Gejala total hari tersebut adalah jumlah skor dari masing-masing gejala, sedangkan
skor gejala dalam 1 minggu adalah nilai rerata skor gejala harian dalam 1 minggu. Respon
terapi gejala klinik dibagi menjadi skor baik bila rentang nilai 0 4 dan skor buruk bila
mempunyai rentang nilai 4,1 12.
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi pada saat pertama datang, tiap minggu
dan minggu terakhir penelitian. Respon positif (+) atau berhasil apabila selama 1 minggu
28 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009
sebelum evaluasi skor dari setiap gejala maksimal 1 atau rerata jumlah skor maksimal ke
4 gejala pokok RA = 4.
Penilaian kualitas hidup menggunakan skor dari kuesioner dengan 7 skala meliputi
skala 0 (tidak terganggu) sampai dengan skala 6 (sangat terganggu sekali). Skala ini
digunakan untuk menilai 7 domain kualitas hidup yaitu aktifitas, gangguan tidur, gejala
non hidung/non mata, masalah praktis, gejala hidung, gejala mata dan emosi.
Respon terapi dari skor kualitas hidup dan skor total masing-masing domain dibagi
menjadi: skor baik bila mempunyai rentang 0 3 dan skor buruk bila mempunyai rentang
3,1 6. Perbaikan kualitas hidup apabila terdapat perbedaan pengurangan skor kualitas
hidup sebelum dan sesudah terapi.
Imunoterapi setelah 2 tahun efektif pada 90% pasien dan akan tetap membaik
selama 2-3 tahun setelah dihentikan. Pada penelitian ini imunoterapi yang digunakan
adalah dosis eskalasi selama 8 minggu. Hasil penelitian ini dianggap efektif bila lebih dari
25%. Perhitungan minum obat, dilakukan dengan menghitung rerata dan dilakukan
dengan skor sedikit bila minum obat 1-3 perminggu dan banyak bila minum obat 4-7
perminggu.
Data yang diperoleh dianalisa menggunakan Mann - Whitney U test untuk menguji
perbedaan umur antar kelompok, menggunakan Mc Nemar test untuk menguji proporsi
respon terapi dalam kelompok BCG dan ITS, dan menggunakan Chi Square test untuk
menguji proporsi respon terapi antar kelompok BCG dan ITS. Derajat kemaknaan yang
digunakan adalah p<0,05.
HASIL PENELITIAN
Dari 44 penderita rinitis alergi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta
bersedia mengikuti penelitian, 42 penderita menyelesaikan sampai akhir penelitian (21
penderita kelompok ITS dan 21 penderita kelompok BCG), 1 penderita tidak melanjutkan
oleh karena pindah alamat dan 1 penderita tidak dapat dihubungi. Banyaknya minum
obat pada kelompok BCG dibanding ITS pada tiap-tiap minggu tampak perbedaan yang
tidak bermakna (p>0,005).
29 Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA
Karakteristik subyek penelitian menurut umur dan jenis kelamin
Umur responden kelompok BCG rata-rata 26,7 tahun dengan umur termuda 15
tahun dan umur tertua 44 tahun. Umur responden kelompok ITS rata-rata 31,1 dengan
umur termuda 18 tahun dan umur tertua 50 tahun (Tabel 1.).
Jenis kelamin responden kelompok BCG 33,3% laki-laki dan 66,7% perempuan.
Jenis kelamin responden kelompok ITS 38,1 % laki-laki dan 61,9 % perempuan. Pada
kelompok BCG ada riwayat alergi keluarga 40,0 % dan tidak ada riwayat alergi keluarga
59,1 %. Kelompok ITS ada riwayat alergi keluarga 60,0 % dan tidak ada riwayat alergi
keluarga 40,9 % (Tabel 2.). Distribusi berdasarkan jenis kelamin (p=0,75) dan riwayat
alergi keluarga (p=0,22) antara dua kelompok tidak ada perbedaan bermakna.
Keluhan utama sebelum mendapat terapi BCG maupun ITS
Sebelum mendapat BCG responden yang mengalami hidung gatal 9,5%; bersin
47,5%; hidung berair 28,6%; dan hidung tersumbat 14,3%. Sebelum ITS responden yang
mengalami hidung gatal 19,0%; bersin 19,0%; hidung berair 33,3%; dan hidung tersumbat
28,6% (Tabel 3). Distribusi berdasarkan umur antara dua kelompok tidak ada perbedaan
bermakna (p=0,24).
Gejala klinik BCG maupun ITS per minggu
Hasil uji Chi Square perbaikan gejala klinik per minggu, selama 8 minggu pada
pengobatan BCG dibandingkan dengan ITS menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
(p>0,05), sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Tabel 1. Karakteristik responden kelompok BCG dan ITS menurut umur
p= Mann- Whitney U
Tabel 2. Karakteristik responden kelompok BCG dan ITS menurut jenis kelamin dan
riwayat alergi
p =Chi Square
30 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009
Tabel 3. Keluhan utama responden sebelum mendapat BCG maupun ITS
Tabel 4. Gejala klinik tiap minggu kelompok BCG dan ITS
p =Chi Square
Kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG maupun ITS
Pada kelompok BCG sebelum terapi terdapat 3 (14,3%) penderita dengan kualitas
hidup baik, dan 18 (85,7%) penderita kualitas hidup buruk. Dari jumlah tersebut yang
mengalami perbaikan kualitas hidup sejumlah 15 (71,4%) penderita dan 6 (28,6%)
penderita tetap buruk (Tabel 5). Hasil uji McNemar menunjukkan perbedaan yang
bermakna (p<0.05) pada kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG.
31 Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA
Pada kelompok ITS sebelum terapi terdapat 5 (23,8%) penderita dengan kualitas
hidup baik dan 16 (76,2%) penderita kualitas hidup buruk. Dari jumlah tersebut yang
mengalami perbaikan kualitas hidup menjadi 19 (90,5%) penderita dan 2 (9,5%) penderita
tetap buruk (Tabel 6.). Hasil uji McNemar menunjukkan perbedaan yang bermakna
(p<0.05) pada kualitas hidup sebelum dan sesudah ITS.
Kualitas Hidup Sesudah BCG dan Sesudah ITS
Hasil uji Chi Square pada perbaikan kualitas hidup sesudah vaksinasi BCG dan
sesudah ITS menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05), sebagaimana
disajikan pada Tabel 7.
Kualitas Hidup Masing Masing Domain Sesudah BCG dan Sesudah ITS.
Untuk mengetahui kualitas hidup masing-masing domain sesudah BCG dan ITS
digunakan statistik non parametrik dengan uji Chi Square (Tabel 8). Kualitas hidup masing-
masing domain kelompok BCG dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna (p>0,05).
Tabel 5. Kualitas hidup sebelum dan sesudah BCG
p = McNemar test
Tabel 6. Kualitas hidup sebelum dan sesudah ITS
p = McNemar test
Tabel 7. Kualitas hidup sesudah BCG dan ITS
p =Chi Square
32 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009
Tabel 8. Kualitas hidup masing-masing domain sesudah BCG dan ITS
p =Chi Square
PEMBAHASAN
Gejala Klinik
Vaksinasi BCG memberikan perbaikan bermakna (p<0,0001) pada gejala klinik
sesudah minggu ke-8. Hal ini sesuai dengan penelitian Choi & Koh (2002) bahwa vaksinasi
BCG pada penderita asma menurunkan skor gejala asma secara bermakna pada minggu
ke-8 sampai minggu ke-16.

Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Jing Li et al.
(2005) didapatkan penurunan skor gejala klinik rinitis lebih rendah secara bermakna
pada hari ke-36 dan 72 ( minggu ke-5 dan ke-10). Protein mikobakterium terikat pada
TLRs makrofag, sehingga makrofag menjadi aktif. Makrofag aktif ini memproduksi IL-12
yang akan menginduksi sel Th1 untuk menghasilkan IFN . IFN merupakan counterbalance
sitokin sel Th2, menghambat produksi IgE sehingga produksi mediator inflamasi sel mast
berkurang dan selanjutnya gejala klinik alergi akan berkurang (Baraniuk, 1997; Supomo,
1995). Dengan demikian terjadi perbaikan gejala klinik sesudah pemberian BCG.
Gejala klinik sesudah mendapat ITS terjadi perbaikan bermakna (p<0,05) pada
penderita rinitis alergi. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori bahwa paparan alergen
dosis eskalasi berhubungan dengan peningkatan produksi IL-4 dan penurunan produksi
IFN sehingga perbaikan gejala klinik belum ada (Creticos, 2000; Haugaard, 1999).
Zhikang et al. (1991) melaporkan bahwa perbaikan gejala klinik rinitis alergi
dengan ITS dosis moderat tidak tampak sampai 2 tahun.

Corey (2000) melaporkan

bahwa
akan terjadi perbaikan gejala klinik sejak minggu ke-12 dan akan terus meningkat dalam
33 Efektifitas ITS dan Vaksinasi BCG pada Penderita RA
periode 1 sampai 2 tahun. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Akdis & Blaser (2000)
yang melaporkan bahwa kadar IgE belum menunjukkan penurunan setelah dilakukan
ITS selama 6 bulan, sehingga perbaikan gejala kliniknya pun masih belum ada.
Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian (belum dipublikasikan) dengan
menggunakan subyek yang sama, didapatkan hasil ITS dosis eskalasi sudah menyebabkan
penurunan kadar IL-4 yang tidak bermakna dan belum dapat meningkatkan kadar IFN
(Sudarmini, 2006). Hal ini dimungkinkan karena sel T reg sudah terpacu, dimana Sel T
reg ini dapat menghambat respon sel Th1 dan Th2, sehingga secara aktif menghambat
reaksi autoimun dan respon alergi (Jing et al., 2005), sehingga sudah dapat memperbaiki
gejala klinik. Pada penelitian ini tidak diukur rasio IL4/IFN maupun IL10 yang merupakan
produk dari sel T reg.
Pada penelitian ini banyaknya hari minum obat mingguan pada kelompok BCG
dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna, sehingga dapat disimpulkan gejala
klinik pada kelompok BCG maupun ITS tidak dipengaruhi dengan banyaknya hari minum
obat.

Berdasarkan

hasil penelitian ini, gejala klinik mingguan pada kelompok BCG
dibanding ITS tidak berbeda bermakna. Apabila diamati lebih lanjut terlihat bahwa
perbaikan gejala klinik pada kelompok ITS lebih banyak dibandingkan kelompok BCG,
tetapi tidak berbeda bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa kedua terapi mempunyai
pengaruh yang sama terhadap perbaikan gejala klinik atau dengan kata lain BCG tidak
lebih efektif dibandingkan dengan ITS.
Penelitian lain (belum dipublikasikan) dengan menggunakan subyek kelompok
BCG yang sama, didapatkan hasil kenaikan rasio IL-4/IFN dan skor gejala klinik yang
tidak berbeda bermakna dengan kontrol (Sudrajat, 2006). Hal ini kemungkinan disebabkan
faktor genetik, strain BCG, dan dosis vaksinasi yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan
vaksin BCG strain 1173 P2 Paris dengan dosis 0,1 ml (210
5
CFU), merupakan vaksin BCG
yang direkomendasikan di Indonesia untuk mengurangi resiko terjadinya tuberkulosis.
Pada penelitian Koh et al. (2002) di Korea dengan menggunakan vaksin BCG strain 172
Tokyo dengan dosis 58,210
7
CFU. Dosis ini 10 kali lebih besar dari dosis yang digunakan
di Eropa menghambat terjadinya asma, dimana penderita asma diasumsikan sama dengan
rinitis alergi.
34 Sains Medika, Vol. 1, No. 1, Januari Juni 2009
Kualitas Hidup
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sesudah BCG dan ITS sama-sama
bermakna terhadap peningkatan kualitas hidup. Peningkatan kualitas hidup pada masing-
masing domain antara kelompok BCG dan kelompok ITS tidak berbeda bermakna. Hal ini
menunjukkan bahwa BCG dan ITS sama-sama efektif untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita rinitis alergi. Okubo et al. (2005) melaporkan bahwa perbaikan kualitas hidup
pada penderita RA berhubungan secara signifikan dengan perbaikan gejala klinik.
Peningkatan kualitas hidup terjadi pada masing-masing domain yaitu pada aktivitas yang
terganggu, masalah praktis, gejala hidung dan gejala mata. Masalah praktis, gejala mata,
dan keterbatasan aktivitas

mengalami perbaikan secara signifikan.
Durham (2005) menyimpulkan bahwa penggunaan imunoterapi serbuk sari dapat
meningkatkan kualitas hidup pada penderita RA musiman dan menurunkan gejala asma
musiman dan asma bronkhial. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan gejala klinik lebih
dari 25% pada kelompok BCG maupun kelompok ITS setelah minggu ke-8. Namun
perbaikan gejala klinik kelompok BCG dibanding kelompok ITS tidak berbeda bermakna,
sehingga dapat disimpulkan bahwa vaksinasi BCG tidak lebih efektif dibanding ITS.
KESIMPULAN
Vaksinasi BCG dan Imunoterapi Alergen Spesifik (ITS) mempunyai efek yang sama
dalam memperbaiki gejala klinik dan kualitas hidup penderita rinitis alergi.
SARAN
Vaksinasi BCG dapat dipakai sebagai terapi kombinasi dengan imunoterapi pada
penderita rinitis alergi. Penelitian terkait vaksinasi BCG dengan dosis BCG yang
ditingkatkan atau dengan strain BCG yang berbeda perlu dilakukan agar diperoleh hasil
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Akdis C.A. and Blaser K., 2000, Mechanisms of Allergen Spesific Immunotherapy, Allergy,
55 : 522-30.
Baraniuk J.N., 1997, Patogenesis of Allergic Rhinitis, J Allergy Clin Immunol, 99: 763-72.
35 Hubungan Paparan Debu Kayu dan TMSH
Bousquet J., Cauwenberge P.V., and Khaltaev N., 2001, Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma, J Allergy Clin Imunol, 108.
Choi S.I. and Koh Y.I., 2002, Therapeutic Effect of BCG Vaccination in Adult Astmatic Patiens:
a Randomized Controlled Trial, Ann Allergy Asthma Immunol, 88: 584 591.
Corey J.P., Kemker B.J., Branca J.T., Kuo F., Chang Y., and Gliklich R.E., 2000, Health Status
in Allergic Rhinitis, Otolaryngol Head and Neck Surgery, 122: 681- 5.
Creticos P.S., 2000, The Consideration of Immunotherapy in the Treatment of Allergic
Asthma, J Allergy Clin Immunol, 105: S 559-74.
Durham S.R., 2005, Grass Pollen Immunotherapy using a Cluster Regime for Seasonal
Rhinitis and Asthma, Royal Brompton Hospital, NHLI Imperial College London
United Kingdom.
Haugaard L., 1999, Immunologic Effect of Immnutherapy, Allergy, 54 (suppl. 58): 56 8.
Jing L., DingFen L., Sui-ying L., Bao-Qing S., and Nan-Shan Z., 2005, Efficacy of
Intramuscular BCG Polysaccharide Nucleotide on Mild to Moderate Bronchial
Asthma Accompanied with Allergic Rhinitis: a Randomized, Double Blind, Placebo-
Controlled Study, Chinese Medical Jurnal, 19: 1559-1603.
Koh Y.I., Choi I.S., and Park S.C., 2000, BCG Infection During Pre-Sensition or Even Post-
Sensition Inhibits Airway Sensitions in an Animal Model of Allergyc Asthma, J
Korean Med Sci, 15: 265 272.
Malone D.C., Lawson K.A., Smith D.H., Arrighi H.M., Battista C.A., 1999, Cost of Illness
Study of Allergic Rhinitis in the United States, J Allergy Clin Immunol, 1007: 22-7.
Okubo K., Gotoh M., Shimada K., Ritsu M., Okuda M., and Crawford B., 2005, Fexofenadine
Improves the Quality of Life and Work Productivity in Japanese Patients with
Seasonal Allergic Rhinitis during the Peak Cedar Pollinosis Season, Allergy and
Immunology, 136: 148-154.
Skoner D.P., 2001. Allergy Rhinitis: Definition, Epidemiology, Pathofisiologhy, Detection
and Diagnosis, J Allergy Clin Immunol, 108: 2-8.
Sudarmini M., 2006, Pengaruh ITS terhadap Rasio IL-4/IFN Perbaikan Gejala Klinik Rinitis
Alergi (belum dipublikasi), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik
dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher, Semarang.
Sudrajat H., 2006, Pengaruh Vaksinasi BCG terhadap Rasio IL-4/IFN Perbaikan Gejala
Klinik Rinitis Alergi (belum dipublikasi), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, Universitas Diponegoro, Semarang.
Supomo S., 1995, Manfaat Kortikostiroid Topikal pada Rinitis Alergi, Dalam: Losin K., (ed.),
Kumpulan Naskah Konas XI Perhati Yogyakarta: 21-34.
Zhikang P., Robert N.M., Philips N.S., and Franklin N.A., 1991, Quantitative IgE and IgG
Subclass Responses During and After Long Term Ragweed Immunotherapy,
Division of Allergy and Clinical Immunology, Departement of Medicine, The Johns
Hopkins University School of Medicine, 519-527.

You might also like