Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Kualitas Peresepan Obat Golongan Antiinflamasi Nonsteroid

(Saepudin dan Wulan Wiranti)




47

KUALITAS PERESEPAN OBAT
GOLONGAN ANTIINFLAMASI NONSTEROID
DI SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA DI
YOGYAKARTA

Saepudin dan Wulan Wiranti
Laboratorium Farmakologi-Farmakoterapi
Program Studi Farmasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta


ABSTRACT
Non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) are used widely for treatment a variety of
diseases. This research was aimed at knowing quality of NSAID prescribing for
hospitalized patients at a private hospital in Yogyakarta. Data of NSAIDs utilization during
1 July 2006 31 December 2006 were collected from hospital pharmacy division and
quantity of NSAIDs utilization were measured using ATC/DDD and DU90% methodology.
Quantity of NSAIDs utilization was expressed as number of DDD/100 bed days. Results
from this research showed there were 14 items of NSAIDs were prescribed with 37 brand
names. There were 5 items of NSAIDs included in DU90% segment : Ketorolac (38,63%),
ketoprofen (18,82%), mefenamic acid (16,59%), Diclofenac (15,36%), and meloxicam
(5,23%). Based on relative risk gastrointestinal toxicity of NSAIDs, the prescription of
NSAID at hospital where this research was conducted is not good because more than
50% NSAIDs were prescribed have a high risk of gastrotoxic effect such us ketorolac and
ketprofen.
Keywords: non-steroidal antiinflammation drug, quality of prescribing, hospital

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas peresepan obat-obat golongan AINS
berdasarkan tingkat keamanan relatif terhadap saluran pencernaan. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan sampel data peresepan obat selama 6 bulan, yaitu pada periode 1
Juli 2006 31 Desember 2006. Data penggunaan obat golongan AINS dikumpulkan dari
catatan penggunaan obat di instalasi farmasi dan data yang dikumpulkan meliputi jenis
obat, bentuk sediaan, kekuatan, serta jumlah penggunaan. Pengukuran kuantitas
penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan satuan unit DDD (Defined Daily Dose)
yang dinyatakan dengan DDD/100 hari rawat, dan kualitas peresepan AINS dianalisis
berdasarkan kriteria Drug Utilization 90% (DU90%). Dari penelitian yang dilakukan
diketahui terdapat 14 jenis obat golongan AINS yang digunakan di rumah sakit tempat
penelitian dilakukan, dengan 37 merek dagang, dan rata-rata penggunaan obat AINS
setiap bulan adalah sebesar 7,92 DDD/100 hari rawat. Obat-obat AINS yang kuantitas
penggunaannya berada pada segmen DU90% meliputi ketorolak, ketoprofen, asam
mefenamat, diklofenak, dan meloksikam dengan persentase berturut-turut 38,63%;
18,82%; 16,59%; 15,36%; dan 5,23%. Berdasarkan tingkat keamanan relatif obat
golongan AINS terhadap saluran pencernaan, kualitas peresepan obat golongan AINS di
rumah sakit tersebut masih kurang baik karena lebih banyak mengunakan obat dengan
risiko tinggi terhadap gangguan saluran pencernaan, seperti ketoprofen dan ketorolak
dengan penggunaan lebih dari 50%.
Kata kunci: obat anti-inflamasi non steroid, kualitas peresepan, rumah sakit
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 47 - 54



48
PENDAHULUAN
Obat antiinflamasi non-steroid
(AINS) merupakan obat yang banyak
digunakan dalam pengobatan
berbagai penyakit yang melibatkan
proses inflamasi. Obat golongan AINS
tersebut merupakan kelompok
terbesar dari agen farmasetik yang
digunakan secara luas di seluruh
dunia. Pada populasi pasien usia
lanjut, AINS digunakan oleh sekitar
20% populasi.
Penggunaan AINS secara umum
banyak menyebabkan adverse drug
reaction (ADR) atau reaksi obat yang
tidak dikehendaki (ROTD) yang telah
dilaporkan oleh berbagai badan
regulasi obat pada berbagai uji klinik
dan studi epidemiologi. ROTD yang
paling sering terjadi adalah reaksi
yang mempengaruhi saluran
pencernaan, khususnya dispepsia
dan perdarahan saluran pencernaan
bagian atas. Risiko komplikasi saluran
pencernaan pada penggunaan AINS
umumnya tergantung dari
penggunaan AINS secara individual
(1). Gangguan saluran cerna akibat
penggunaan NSAID menunjukan
rentang tingkat keparahan yang
bervariasi, dari mulai kerusakan
mukosa yang bersifat asimptomatik,
keluhan-keluhan seperti nyeri
abdomen, heartburn dan dispepsia,
sampai komplikasi saluran cerna yang
bersifat serius seperti pembentukan
ulkus atau perdarahan saluran cerna
yang memerlukan perawatan di
rumah sakit. Semua bentuk keluhan
dan masalah yang timbul tersebut
melibatkan berbagai tingkat
kerusakan mukosa lambung yang
terjadi karena adanya penghambatan
prostaglandin (2)
Estimasi kejadian komplikasi
saluran cerna yang disebabkan oleh
penggunaan AINS sangat bervariasi.
Secara umum, paling tidak 10-20%
pasien yang menggunakan AINS
akan mengalami dispepsia.
Prevalensi secara keseluruhan lesi
gastrik yang ditemukan melalui
pemeriksaan endoskopi pada pasien
yang mengunakan AINS berkisar
antara 15-30%. Pada pasien artritis
rheumatoid yang mendapatkan terapi
AINS dalam kurun waktu 6 bulan,
sekitar 5-15% pasien akan
menghentikan penggunaan AINS
karena keluhan dispepsia. Angka
kematian pada pasien yang dirawat
dirumah sakit karena mengalami
perdarahan saluran cerna akibat
penggunaan AINS berkisar antara 5-
10% (2).
Semua NSAID tradisional telah
diketahui menunjukkan gangguan
saluran cerna. Namun demikian,
terdapat perbedaan di antara obat-
obat NSAID dalam hal frekuensi dan
intensitas gangguan saluran cerna
yang ditimbulkan. Ibuprofen
merupakan obat NSAID dengan risiko
gangguan saluran cerna yang paling
rendah. Diklofenak, naproksen, dan
indometasin memiliki risiko gangguan
saluran cerna yang sama, lebih tinggi
dari ibuprofen. Ketoprofen dan
piroksikam memiliki risiko paling tinggi
menyebabkan gangguan saluran
cerna (2). Obat-obat golongan AINS
yang lain seperti meloksikam,
tenoksikam, dan nabumeton belum
diketahui tingkat intensitas gangguan
saluran cerna yang ditimbulkannya,
begitupun dengan rofecoxib (3).
Terkait dengan adanya risiko
yang cukup besar dalam penggunaan
obat-obat golongan AINS, evaluasi
terhadap penggunaan dan peresepan
obat-obat golongan ini sangat penting
untuk dilakukan. Data statistik tentang
penggunaan obat-obat golongan
AINS sangat bermanfaat untuk
digunakan sebagai masukan dalam
upaya menurunkan risiko morbiditas
dan mortalitas akibat penggunaan
obat-obat golongan tersebut. Data
statistik penggunaan obat merupakan
salah satu perangkat yang cukup
Kualitas Peresepan Obat Golongan Antiinflamasi Nonsteroid
(Saepudin dan Wulan Wiranti)


49
penting yang diperlukan dalam
perencanaan, pemantauan, serta
evaluasi kebijakan penggunaan obat
di suatu institusi (4).
Untuk mencegah ROTD,
khususnya gangguan saluran cerna,
pada penggunaan AINS diperlukan
suatu perencanaan dalam
penggunaan AINS dan pengontrolan
kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendaki. Untuk mengetahui
penyebaran penggunaan AINS dan
menentukan rencana pencegahan
kejadian reaksi yang tidak
dikehendaki, diperlukan data-data
yang berasal dari hasil studi
penggunaan AINS itu sendiri.
Sistem ATC/DDD (ATC =
Anatomical Therapeutic Chemical,
DDD = Defined Daily Dose)
merupakan sistem klasifikasi dan
pengukuran penggunaan obat yang
saat ini telah menjadi salah satu pusat
perhatian dalam pengembangan
penelitian penggunaan obat. Sistem
ini pertama kali dikembangkan di
negara-negara Skandinavia dan
dengan cepat dikembangkan pula di
hampir seluruh negara Eropa. Pada
tahun 1996 WHO menyatakan sistem
ATC/DDD sebagai standar
pengukuran internasional untuk studi
penggunaan obat, sekaligus
menetapkan WHO Collaborating
Centre for Drug Statistics
Methodology yang berpusat di Oslo
dan kelompok ahli yang diberi nama
The WHO International Working
Group for Drug Statistics Methodology
untuk memelihara dan
mengembangkan sistem ATC/DDD
(5)
Dengan menggunakan metode
ATC/DDD, hasil evaluasi penggunaan
obat dapat dengan mudah
dibandingkan. Adanya perbandingan
penggunaan obat di tempat yang
berbeda sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya perbedaan
substansial yang akan menuntun
untuk dilakukannya evaluasi lebih
lanjut ketika ditemukan perbedaan
yang bermakna, yang pada akhirnya
akan mengarahkan pada identifikasi
masalah dan perbaikan sistem
penggunaan obat (6)
Penggunaan metode ATC/DDD
biasa dikombinasikan dengan metode
DU90% untuk pengukuran kuantitas
dan kualitas penggunaan obat.
Walaupun metode DU90% sendiri
memiliki beberapa keterbatasan, akan
tetapi metode tersebut sangat
sederhana, rasional, mudah
dipahami, serta mudah untuk
digunakan dalam pengukuran kualitas
dan kuantitas penggunaan obat.
Kombinasi metode ATC/DDD dengan
DU90% dapat memberikan informasi
yang sangat bermanfaat berkenaan
dengan pola penggunaan obat dan
sering kali digunakan sebagai dasar
untuk penyusunan guideline
peresepan obat. Kombinasi metode
ATC/DDD dengan DU90% juga
secara umum dapat digunakan untuk
memonitor tingkat kepatuhan
penulisan resep terhadap
rekomendasi yang telah ditetapkan
(7).
Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui kualitas
peresepan obat-obat golongan AINS
di salah satu rumah sakit swasta di
Yogyakarta. Kualitas peresepan
dinilai berdasarkan kriteria keamanan
relatif obat-obat golongan AINS
sesuai dengan kriteria dari Commitee
on Safety of Medicine (2) dengan
jalan menetapkan jenis-jenis obat
AINS yang masuk dalam segmen
DU90%. Pengukuran kuantitas
penggunaan obat untuk menentukan
daftar jenis obat yang masuk dalam
segmen DU90% diukur dengan
metode ATC/DDD berdasarkan
sistem klasifikasi ATC/DDD yang
dikeluarkan pada tahun 2007.

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 47 - 54



50
METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini meliputi data
penggunaan obat- obat golongan
AINS untuk pasien rawat inap dengan
mengambil sampel data semester
pertama tahun 2006 (1 Juli 31
Desember). Data penggunaan obat
dikumpulkan dari instalasi farmasi
rumah sakit dan data yang
dikumpulkan berupa total
penggunaan setiap obat golongan
AINS (dalam semua bentuk sediaan
dan kekuatan) yang dinyatatakan
dengan satuan gram. Di samping itu
juga dikumpulkan data total hari rawat
pasien selama kurun waktu 1 Juli
sampai 31 Desember 2006

Pengolahan dan Analisis Data
Kuantitas penggunaan tiap obat
golongan AINS dihitung
menggunakan metode ATC/DDD
dengan mengacu pada sistem
ATC/DDD yang dikeluarkan oleh
WHO Collaborating Centre for Drug
Statistics Methodology tahun 2007.
Total DDD dari setiap obat diperoleh
dengan jalan menbagi total
penggunaan obat yang bersangkutan
(yang dinyatakan dengan satuan
gram) dibagi dengan DDD untuk obat
yang bersangkutan. Total DDD dari
setiap obat selanjutnya dinyatakan
dalam bentuk DDD/100 hari rawat
dengan jalan membagi total DDD obat
yang bersangkutan dengan total hari
rawat/100. Persentase penggunaan
setiap obat dihitung dengan jalan
membagi DDD/100 hari rawat obat
yang bersangkutan dengan total
DDD/100 hari rawat semua obat
golongan AINS. Persentase DDD
yang diperoleh selanjutnya diurutkan
dari persentase terbesar sampai
terkecil. Dan dijumlahkan secara
kumulatif untuk mendapatkan segmen
DU90%.
kualitas peresepan obat golongan
AINS dikategorikan baik jika
ditemukan terdapat lebih dari 50%
obat golongan AINS yang diresepkan
merupakan obat dengan risiko
gangguan saluran pencernaan rendah
sampai sedang dan dikategorikan
kurang baik jika ditemukan terdapat
lebih dari 50% obat golongan AINS
yang diresepkan merupakan obat
dengan risiko tinggi menimbulkan
gangguan saluran pencernaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kuantitas penggunaan obat-
obat golongan AINS berdasarkan
nama generik yang dinyatakan
dengan satuan DDD/100 hari rawat
disajikan pada Tabel 1. Total jumlah
pemakaian obat-obat golongan AINS
adalah sebanyak 16170.8 DDD dan
rata-rata pemakaian perbulannya
adalah 2695.13 DDD.
Dari data pada Tabel 1 diketahui
bahwa obat-obat golongan AINS yang
diresepkan untuk pasien rawat inap di
rumah sakit tempat penelitian
dilakukan berdasarkan nama
generiknya ada 14 jenis dengan
kuantitas penggunaan tiap macam
obat yang cukup beragam. Selama
periode enam bulan peresepan
diketahui penggunaan obat AINS
yang paling tinggi yaitu ketorolak
(6246,34 DDD), sedangkan
penggunaan obat AINS yang
terendah selama periode tersebut
adalah etodolak dengan (10 DDD).
Ketorolak umumnya digunakan
melalui injeksi intramuskular untuk
mengatasi reaksi yang tidak
dikehendaki dari penggunaan obat
tersebut. Pada penggunaan ketorolak
secara IM dilaporkan 28%-35%
pasien yang mengunakan ketorolak
IM mengalami gangguan saluran
cerna.
Berdasarkan perhitungan total
DDD/100 hari rawat obat AINS setiap
Kualitas Peresepan Obat Golongan Antiinflamasi Nonsteroid
(Saepudin dan Wulan Wiranti)


51
bulannya selama periode 1 Juli 2006
sampai 31 Desember 2006 dapat
diketahui kualitas peresepan AINS.
Data pada Tabel 2 menunjukkan
jumlah DDD/100 hari rawat dan
persentase penggunaan obat-obat
golongan AINS berdasarkan nama
generik di rumah sakit tempat
penelitian dilakukan. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa total
DDD/100 hari rawat obat-obat selama
6 bulan tersebut adalah 47,5
DDD/100 hari rawat atau dibulatkan
menjadi 47 DDD/100 hari rawat. Hal
ini dapat diartikan bahwa diantara 100
pasien yang dirawat inap terdapat
sekitar 47 pasien yang mendapatkan
1 DDD obat golongan AINS.

Tabel 1
Kuantitas penggunaan obat AINS Berdasarkan Nama Generik
periode 1 Juli 31 Desember 2006
No. Obat AINS Jumlah Penggunaan (DDD)
Juli Agt Sept Okt Nov Des Total
1 Fenilbutazon 3.33 0,67 33,33 37,3
2 Diklofenak 259 433 398,3 263,25 497,25 613,75 2483,5
3 Etodolak 2,5 2,5 5 10
4 Ketorolak 1602 1158,67 858 829,33 808,67 989,67 6246,3
5 Piroksikam 5 2 3,75 22 32,8
6 Tenoksikam 18 0 12 53 83
7 Meloksikam 111,5 86,5 68,5 119 126 334 846
8 Ibuprofen 15,04 13,60 2 13,33 6,96 9,04 60
9 Ketoprofen 534,33 483,33 463,7 375 457 730,33 3043,7
10 Dexketoprofen 12,67 20 25,3 16 19,33 39,33 132,7
11 Asam
mefenamat
361,25 391,5 452,8 510,25 438,75 529,25 2683,8
12 Selekosib 25 15 30 32 35 137
13 Glukosamin 34,17 28,33 6,67 20 25 41,67 155,8
14 Nimesulida 38,5 46,5 20,5 1 31,5 81,5 219,5
Total 2974,3 2705,1 2300,2 2179,2 2458,2 3535,9 16170,8
Rata-rata 495,7 450,9 383,4 363,2 409,7 589,3 2695,1

Data pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa obat yang mempunyai nilai
DDD/100 hari rawat yang tertinggi
adalah ketorolak sebesar 18,36
(38,63%), sedangkan obat yang
menpunyai nilai DDD/100 hari rawat
yang terendah adalah etodolak, yaitu
0,03 (0,06%). Dari data persentase
penggunaan setiap obat yang sudah
diketahui, selanjutnya dapat diketahui
obat-obat yang berada pada segmen
DU90%. Obat-obat yang berada pada
segmen DU90% dapat diketahui
dengan jalan mengurutkan obat dari
yang persentase penggunaannya
paling besar sampai yang paling kecil,
dan kemudian dihitung persentase
kumulatifnya. Obat-obat yang
termasuk ke dalam segmen DU90%
adalah obat-obat yang masuk ke
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 47 - 54



52
dalam akumulasi 90% penggunaan.
Berdasarkan perhitungan
kumulatif persentase penggunaan
obat yang telah dilakukan, diketahui
bahwa obat-obat yang termasuk
dalam segmen DU90% terdiri dari 5
jenis obat, yang meliputi ketorolak
38,63%; ketoprofen 18,25%; asam
mefenamat 16,59%; diklofenak
15,36% dan meloksikam 5,23%.
Dengan demikian, 10 jenis obat AINS
lain yang digunakan di rumah sakit
tempat penelitian dilakukan
penggunaannya hanya sekitar 10%
dari total penggunaan. Gambaran
keseluruhan persentase penggunaan
obat-obat golongan AINS beserta
obat-obat yang berada pada segmen
DU90% disajikan pada Gambar 1.

Tabel 2
Persentase Penggunaan Obat Golongan AINS Berdasarkan
Nama Generik Periode 1 Juli 2006 31 Desember 2006
No. Nama Generik DDD/ 100 hari rawat Penggunaan (%)
1 Fenilbutazon 0,11 0,23
2 Diklofenak 7,29 15,36
3 Etodolak 0,03 0,06
4 Ketorolak 18,36 38,63
5 Piroksikam 0,1 0,21
6 Tenoksiam 0,24 0,51
7 Meloksikam 2,48 5,23
8 Ibuprofen 0,18 0,37
9 Ketoprofen 8,94 18,82
10 Dexketoprofen 0,39 0,82
11 Asam mefenamat 7,89 16,59
12 Selekosib 0,4 0,87
13 Glukosamin 0,46 0,96
14 Nimesulida 0,64 1,36
Total 47,51 100

Rata-rata 7,92


Berdasarkan profil DU90%
sebagaimana tergambar pada
Gambar 1 dapat diketahui bahwa
obat-obat golongan AINS yang
banyak diresepkan untuk pasien
rawat inap di rumah sakit tempat
penelitian dilakukan adalah bukan
obat-obat yang memiliki resiko paling
rendah terhadap saluran pencenaan.
Semua obat AINS tradisional telah
diketahui menunjukkan gangguan
saluran cerna, namun demikian
terdapat perbedaan di antara obat-
obat AINS dalam hal frekuensi dan
intensitas gangguan saluran cerna
yang ditimbulkan. Ibuprofen
merupakan obat AINS dengan resiko
gangguan saluran cerna yang paling
Kualitas Peresepan Obat Golongan Antiinflamasi Nonsteroid
(Saepudin dan Wulan Wiranti)


53
%

P
e
n
g
g
u
n
a
a
n

rendah, sedangkan diklofenak,
naproxen, dan indometasin memiliki
resiko gangguan saluran cerna yang
lebih tinggi dari Ibuprofen dalam arti
berada dalam tingkat resiko
menengah. Ketoprofen dan
Piroksikam memiliki resiko paling
tinggi menyebabkan gangguan
saluran cerna (6).


Gambar 1. Profil DU 90% Obat-obat Golongan AINS Berdasarkan
Nama Generik yang diresepkan periode 1 Juli 31 Desember 2006

Dilihat dari penggunaan
keseluruhan obat AINS di rumah sakit
tempat penelitian dilakukan selama
periode peresepan 1 Juli 2006 31
Desember 2006, didapatkan
perbandingan persentase
penggunaan obat berdasarkan resiko
gangguan saluran pencernaan secara
berurutan mulai dari resiko tinggi,
sedang, dan rendah adalah 58,68%;
32,04%; dan 9,28%.
Berdasarkan kriteria yang
ditetapkan dalam penelitian ini,
kualitas peresepan obat golongan
AINS di rumah sakit tempat penelitian
dilakukan termasuk kategori kurang
baik karena lebih dari 50% obat yang
digunakan termasuk kategori obat
yang memiliki risiko tinggi
menimbulkan gangguan saluran
pencernaan. Hal ini menarik dan
penting untuk dicermati dan
ditindaklanjuti melaui evaluasi
penggunaan obat secara kualitatif
untuk memastikan vefikasi dan
keamanan obat-obat AINS yang
diresepkan, sehingga dapat
mengoptimalkan hasil terapi dan
meminimalkan efek yang tidak
diharapkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap
data kuantitas penggunaan obat
golongan AINS dapat disimpulkan
bahwa kualitas peresepan obat
golongan AINS di rumah sakit tempat
penelitian dilakukan masih kurang
baik. Perlu adanya evaluasi secara
kualitatif untuk memastikan kualitas
peresepan tersebut, di samping
perlunya perhatian tenaga kesehatan
yang terlibat untuk mewaspadai efek
yang tidak diharapkan akibat dari
penggunaan obat golongan AINS.

Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 4 No. 1 Januari 2008: 47 - 54



54
DAFTAR ACUAN
1. Diaz, SH., Rodriguez, AG.,
Association Between Nonsteroidal
Anti-Inflammatory Drugs and Upper
Gastrointestinal Tract
Bleeding/Perforation,
Arch.Intern.Med. 160 (2000) : 2093-
2099
2. Commitee on Safety of Medicines,
Relative Safety of Oral Non-Aspirin
NSAIDs, Curr Probl
Pharmacovigilance (1994) 20 : 9-11
3. Bergman, U., Risinggard, H.,
Palcevski, VV., Ericson, O., Use of
Antibiotics at Hospitals in Stockholm :
a Benchmarking project using
internet, Pharmacoepidemiology and
Drug safety (2004) 13 : 465-471
4. Birkett, DJ., The Future of ATC/DDD
and Drug Utilization Research, WHO
Drug Information 16 (2002) 3 : 238-
239)
5. Hasle, AKL., Drug Utilization Statistics
and Health Policy, WHO Drug
Information 16 (2002) 3 : 235
6. Lee, A., Morris, J., Gastrointestinal
Disorder in Adverse Drug Reaction,
Lee, A. (ed), 2001, Pharmaceutical
Press
7. Vukusic, I., Stimac, D., Culig, J., Cost-
Efficiency of Nonsteroidal Anti-WHO
Collaborating Centre For Drug
Statistics Methodology, ATC/DDD
Index 2007,
http://www.whocc.no/atcddd/indexdat
abase/ American Society of Hospital
Pharmacist, American Hospital
Formulary Drugs Information,
American Society of Hospital
Pharmacist. Inc., Bethesda, 2005,
1030-1031

You might also like