Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

176 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA


GENETIKA UNTUK TIPE PRODUKSI HYBRI D AND FLEXI BLE
FLOWSHOP PADA INDUSTRI KEMASAN KARTON

Nora Azmi
1)
, Irawadi Jamaran
2)
, Yandra Arkeman
3)
, Djumali Mangunwidjaja
4)

1)
Staf pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti,
Mahasiswa Program Doktor Teknologi Industri Pertanian, IPB
2), 3), 4)
Staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pascasarjana, IPB

ABSTRACT
This research was intended to produce an order (job) scheduling model at Carton
Packaging Industries (CPI) that is useful for giving information about the time delivery to
customers. The proposed model is quite complicated because of the characteristic of Make to
Order (MTO) varies production process greatly between each order. The jobs schedule for CPI
is prepared for production process that consists of 5 stages where in each stage uses different
type of machinery. Not all jobs can be processed by all machines at a given production stage.
Every job flow through 5 stage in the same order, but not all stages have to visited by all jobs.
Stages may be skipped for a particular job. This condition makes CPI is classified as Hybrid
and flexible flowshop for machine eligibility (HFFME). HFFME is complicated and is difficult
to calculate by using conventional heuristic model. This research used genetic algorithm for
solving the complex problem of HFFME and the resulting model called the Genetic Algorithm
for hybrid and flexible flowshop with machine eligibility (GA-HFFME). This model is developed
to minimized makespan, the objective of scheduling. The experiment was conducted towards 11
orders and it was found that the GA-HFFME is effective to solve that problem.
Keywords : hybrid and flexible flowshop, machine eligibility, genetics algorithm


1. PENDAHULUAN
1

Industri kemasan karton (IKK) adalah
salah satu industri pendukung yang penting
bagi berbagai jenis produk manufaktur,
termasuk produk-produk agroindustri dan
pangan. Hal ini disebabkan karena kemasan
karton merupakan kemasan yang cukup
aman untuk digunakan, termasuk bagi
produk pangan dan agroindustri. Disamping
itu kemasan karton bersifat mudah
diuraikan sehingga tidak merusak
lingkungan, dapat didaur ulang sebagai
bahan baku untuk kemasan berikutnya, dan
dapat digunakan sebagai sumber energi atau
kompos (Coles, McDowell dan Kirwan,
2003).
Sebagian besar IKK skala kecil dan
menengah beroperasi berdasarkan pesanan
(make-to-order/MTO). Hal ini disebabkan
kenyataan bahwa kemasan karton seringkali
merupakan pesanan yang dirancang secara
khusus untuk konsumen tertentu sebagai

Korespondensi :
1
Nora Azmi
E-mail : noraazmi@yahoo.com
identitas atau pemberi informasi tentang
perusahaan kepada konsumen. Produksi
berdasarkan pesanan (MTO) membuat IKK
menghadapi beberapa masalah. Salah satu
masalah yang dihadapi adalah sulitnya
memberikan informasi waktu penyelesaian
yang akurat kepada konsumen terutama jika
ada beberapa pesanan yang harus
dikerjakan pada periode waktu yang sama.
Kegagalan dalam mengestimasi waktu
penyelesaian pesanan dapat mengakibatkan
beberapa pesanan terlambat daripada waktu
yang dijanjikan sehingga mengakibatkan
kekecewaan konsumen.
Pada penelitian ini dirancang suatu
model penjadwalan pesanan sebagai
metode yang terintegrasi dengan proses
manajemen pemesanan (ordering
management process) dengan tujuan agar
dapat mengestimasi waktu penyelesaian
pesanan secara lebih akurat.
Permasalahan yang dihadapi dalam
merancang model penjadwalan ini adalah
karakteristik proses produksi kemasan
karton yang memiliki banyak sekali variasi
antara satu produk dengan produk lainnya,

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 177
sehingga membutuhkan proses penjadwalan
yang lebih kompleks untuk
penyelesaiannya.
Proses produksi pada industri kemasan
karton merupakan tipe seri (flow shop),
dengan jumlah tahapan proses yang lebih
dari tiga tahap dimana setiap tahapan terdiri
dari beberapa mesin yang tidak identik.
Setiap tahapan juga tidak harus dilewati
oleh setiap pesanan (job), sehingga kasus
penjadwalan flowshop ini bisa digolongkan
ke dalam hybrid flowshop sekaligus flexible
flowshop. Kasus penjadwalan hybrid
flowshop dan flexible flowshop dengan
jumlah tahapan lebih dari tiga dapat
digolongkan sebagai kasus non-
deterministic polynomial yang sulit untuk
diselesaikan (NP-hard) dan tidak ada suatu
model matematik yang mampu untuk
menghasilkan solusi optimal (Wadhwa,
Madaan, Raina, 2007; Ruiz dan Maroto,
2006). Ponnambalam, Aravindan dan
Chandrasekaran (2001) menyatakan bahwa
ketika suatu masalah penjadwalan flowshop
termasuk kasus yang NP-hard maka
penyelesaiannya hanya bisa dilakukan
melalui pengembangan suatu teknik
enumeratif. Namun ketika masalah
bertambah kompleks (contoh : ketika
jumlah job, jumlah stage dan jumlah mesin
bertambah), maka area pencarian dengan
teknik enumeratif akan sangat besar
sehingga akan memakan waktu yang sangat
lama untuk dihitung walaupun secara
komputasional. Pada kondisi ini, harus
digunakan suatu teknik heuristik yang bisa
membantu mencari solusi masalah untuk
kasus-kasus yang kompleks seperti pada
kasus ini.
Pada penelitian ini algoritma genetika
digunakan untuk membantu mencari solusi
optimal untuk masalah penjadwalan pada
lantai produksi kemasan karton yang
memproduksi kotak karton bergelombang
(corrugated box) dan karton lipat (folding
carton). Algoritma genetika adalah suatu
teknik pencarian metaheuristik yang
menggunakan mekanisme seleksi alam dan
genetika untuk memperoleh solusi optimal.
Solusi optimal ini pada algoritma genetika
direpresentasikan dalam bentuk kromosom
terbaik (Goldberg, 1989; Boukef, Benrejeb,
Borne, 2007). Kriteria (tujuan) penjadwalan
adalah untuk meminimasi waktu
penyelesaian semua pesanan (meminimasi
makespan) pada lantai produksi.


2. METODE
Asumsi dan Batasan Model
Proses produksi karton gelombang dan
karton lipat dikelompokkan menjadi lima
tahap (stage) yaitu pembuatan karton
gelombang (corrugating), pencetakan
desain kemasan (printing), pemotongan
pola kemasan (die cutting), tahap
penyambungan badan kemasan (finishing)
dan perlakuan tambahan (additional
treatment). Proses 1 (stage 1) terdiri dari
dua mesin corrugator, yaitu mesin C1 dan
C2. Proses cetak (stage 2) terdiri dari tiga
mesin printing yang disebut sebagai flexo
printing 1 (P1), flexoprinting 2 (P2) dan
mesin cetak offset (P3). Stage 3 atau proses
die cutting memiliki tiga mesin, yaitu mesin
die cut 1 (D1), die cut 2 (D2) dan die cut 3
(D3). Tahap ke 4 (stage 4) terdiri dari
mesin gluing semi atomatis (G1), mesin
gluing otomatis (G2) dan mesin Stitching
(S). Mesin-mesin yang terdapat pada stage
1 sampai 4 bersifat tidak identik (memiliki
spesifikasi dan kemampuan yang berbeda-
beda), sedangkan pada stage 5 terdapat tiga
unit mesin foil stamping yang bersifat
identik (Gambar 1).
Ciri-ciri dan gambaran lantai produksi
yang terdapat pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Semua pengerjaan job mengikuti
urutan / aliran produksi yang sama
Pada setiap tahapan produksi terdapat
lebih dari satu mesin yang tidak
identik satu sama lain.
Setiap job tidak harus melalui semua
tahapan (stage), proses produksi untuk
suatu job dapat melompati salah satu
stage
Tidak semua mesin pada suatu stage
dapat memproses suatu job. Ada
mesin-mesin yang diperuntukkan
khusus untuk memproses job dengan
tipe tertentu (eligible machine).
Setiap job pada suatu waktu hanya
boleh dikerjakan pada satu mesin.



178 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Corrugating
Machine I
Corrugating
Machine II
Flexo Printing I
Flexo Printing II
Offset Printing
Die cut machine
I
Die cut machine
II
Die cut machine
III
Semi automatic
gluing machine
Automatic gluing
machine
Stitching
machine
Additional
Treatment (foil
stamping,
embossing/
debossing)

Gambar 1. Proses Produksi Kemasan Karton Gelombang dan Karton Lipat

Selain ciri-ciri di atas juga terdapat
beberapa asumsi yang digunakan pada
model penjadwalan ini, yaitu :
a. Satu pesanan dianggap sebagai satu
job, kecuali jika jumlah item yang
dipesan sangat banyak, maka pesanan
bisa dibagi menjadi beberapa job.
Proses pembagian pesanan menjadi
beberapa job dilakukan berdasarkan
kesepakatan dengan konsumen.
b. Pada saat proses produksi sedang
berlangsung, tidak diperkenankan
adanya job sisipan
c. Waktu proses setiap job pada setiap
mesin bersifat deterministik.
d. Waktu transportasi tidak
diperhitungkan dan dianggap
merupakan bagian dari waktu setup.
e. Waktu setup setiap mesin dihitung dan
digabungkan ke dalam waktu proses
setiap mesin.
f. Waktu proses setiap tahapan tidak
tergantung kepada urutan job (job
independent setup)

Adanya kondisi dimana setiap job
tidak harus melalui semua tahapan (dapat
melompati salah satu atau lebih tahapan)
membuat proses produksi kemasan karton
ini dapat disebut sebagai flexible flowshop
(Kurz dan Askin, 2003). Kondisi dimana
pada setiap stage terdapat lebih dari satu
mesin dan terdapat mesin-mesin tertentu
yang diperuntukkan untuk job tertentu
memberikan proses produksi kemasan
karton juga dapat disebut sebagai hybrid
flowshop with machine eligibility (Ruiz dan
Maroto, 2006). Selanjutnya kasus
penjadwalan pada industri kemasan karton
ini disebut sebagai Hybrid and Flexible
Flowshop with Machine Eligibility
(HFFME).

Algoritma Genetika untuk Penjadwalan
Hybrid dan flexible Flowshop
Penggunaan algoritma genetika
(Genetics Algorithm/GA) untuk
penjadwalan hybrid atau flexible flowshop
telah cukup banyak diteliti. Jin et al (2002)
meneliti kasus penjadwalan hybrid
flowshop yang terdiri dari tiga stages
dimana setiap stages terdiri dari mesin-
mesin yang bersifat paralel. Penelitian ini
menggunakan kriteria makespan, dan
membuat banyak eksperimen yang
merubah-rubah jumlah mesin pada setiap
stages dengan tujuan memperoleh
penjadwalan dapat meminimasi bottleneck
disamping meminimasi makespan.
Penjadwalan yang diselesaikan dengan GA
ini membuktikan bahwa GA dapat
menyelesaian kasus yang cukup kompleks
seperti pada penelitian ini. Lantai produksi
yang diteliti berbentuk hybrid flowshop,
namun tidak ada fleksibilitas dalam melalui
urutan produksi.
Penelitian penjadwalan hybrid
flowshop lainnya dilakukan oleh Ruiz dan
Maroto (2006) yang menyatakan bahwa
kasus penjadwalan flowshop yang terdiri
dari dua stages sudah merupakan kasus
yang sulit untuk diselesaikan secara
manual. Penelitian Ruiz dan Maroto
difokuskan pada penjadwalan pekerjaan
pada lantai produksi hybrid flowshop
dengan multiple processor dan waktu set up

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 179
yang tergantung pada urutan job (sequence
dependents set up time/SDST). Penelitian
yang dilakukan pada pabrik keramik ini
diselesaikan menggunakan GA dengan
kriteria meminimasi makespan.
Kompleksitas kasus ini semakin bertambah
dengan karakteristik mesin-mesin yang
tidak paralel pada setiap stages, dan adanya
kendala peruntukan mesin untuk setiap job
(machine eligibility constraint). Penelitian
ini menunjukkan bahwa GA dapat
memecahkan masalah penjadwalan yang
kompleks ini dengan baik. Di sisi lain
kekurangan dari riset ini adalah adanya
keharusan setiap job untuk melewati setiap
stages, sehingga penjadwalan ini bukan
termasuk kasus fleksible flowshop.
Liu (2010) mengembangkan suatu
algoritma penjadwalan flowshop multi
pesanan (multiple order) yang terdiri dari
tiga mesin. Ketiga mesin merupakan mesin
proses per unit, mesin proses dalam bentuk
lot, dan mesin proses per batch. Berbeda
dengan dua penelitian sebelumnya, model
ini menggunakan kriteria meminimasi total
weighted tardines sebagai tujuan
penjadwalan. Kasus penjadwalan ini
menjadi semakin kompleks dengan adanya
kendala kapasitas job, jumlah job yang
dibatasi, ukuran pesanan yang tidak
seragam, waktu kedatangan job yang
random, adanya batas waktu penyelesaian
pesanan (job due dates) dan adanya
perbedaan kapasitas mesin proses perbatch.
Pada kasus ini penyelesaian dilakukan
dengan menggunakan GA yang juga
dibandingkan dengan beberapa teknik
heurustik lainnya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan
penjadwalan menggunakan GA Lebih baik
dibandingkan pendekatan heuristik lainnya
dan dapat memperoleh solusi yang
mendekati optimal dalam waktu pencarian
yang dapat diterima (reasonable).
Walaupun telah terdapat beberapa
penelitian yang menggunakan GA pada
kasus hybrid flowshop, kasus flexible
flowshop atau kasus-kasus flowshop
lainnya, namun belum ditemukan penelitian
yang mengaplikasikan GA pada kasus
HFFME seperti yang dilakukan pada
penelitian ini.

Rancangan Model Penjadwalan HFFME
pada Industri Kemasan Karton
Model penjadwalan ini dirancang
untuk mengestimasi waktu penyelesaian
pesanan (lead time) pada IKK secara lebih
akurat. Kriteria yang digunakan untuk
menjadwalkan adalah untuk meminimasi
makespan (F
max
). Kriteria makespan adalah
kriteria yang paling umum digunakan pada
penjadwalan flowshop. Makespan dari suatu
jadwal (schedule) adalah waktu selesainya
semua pekerjaan yang ditandai oleh waktu
selesai pekerjaan yang terakhir pada lantai
produksi. Penggunaan kriteria makespan
akan memungkinkan pihak perusahaan
melihat berapa banyak pesanan (job) yang
mampu untuk ditangani dalam periode
waktu tertentu (Raaymakers dan Weijters,
2003). Penjadwalan yang bertujuan untuk
meminimasi makespan dengan sendirinya
dapat meningkatkan jumlah job yang
mampu ditangani oleh perusahaan dalam
periode waktu tertentu. Pada saat yang
sama informasi mengenai kapan waktu
penyelesaian setiap pesanan tetap dapat
diberikan kepada konsumen.
Diagram alir deskriptif penjadwalan
pada lantai produksi HFMME dengan
menggunakan algoritma genetika dapat
dilihat pada Gambar 2.
Representasi atau pemberian kode
kromosom (encoding) merupakan tahap
awal dari penyelesaian masalah
penjadwalan menggunakan algoritma
genetika. Terdapat beberapa cara
representasi kromosom, seperti binary
encoding, octal encoding, hexadecimal
encoding dan permutation (real number)
encoding. Pada model ini digunakan real
number encoding karena menurut
Sivanandam dan Deepa (2008) cara
representasi kromosom ini paling sesuai
untuk masalah pengurutan (sequencing).



180 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
Start
Jumlah stage (s)
Jumlah dan Jenis
mesin pada tiap
stage (m)
Waktu proses setiap
job pada setiap
mesin / waktu
subkontrak
pembentukan populasi awal
Hitung makespan dan nilai
fitness setiap kromosom
pada populasi awal
Seleksi kromosom
Pindah silang (Crossover)
Mutasi
Apakah g=G ?
Selesai
Hitung nilai fitness
Peluang
crossover (Pc)
Representasi kromosom
Jumlah
pesanan /
job
Jumlah Populasi
Jumlah generasi (G)
Peluang
mutasi (Pm)
Hitung makespan dan waktu
penyelesaian setiap job
ya
Penggantian
populasi
tidak

Gambar 2. Diagram Alir Deskriptif Algoritma Genetika Pada Penjadwalan HFFME

Pembentukan populasi awal atau
inisialisasi populasi bertujuan untuk
membangkitkan sebuah populasi yang
terdiri dari sejumlah kromosom. Dua aspek
penting dari inisialisasi populasi adalah
bagaimana cara membangkitkan populasi
tersebut dan berapa ukuran (jumlah
kromosom) yang terdapat pada populasi
tersebut (Suyanto, 2005; Sivanandam dan
Deepa, 2008). Pada model ini inisialisasi
populasi dilakukan secara random, tanpa
menggunakan bantuan suatu metode
heuristik. Pada beberapa penelitian
mengenai penjadwalan job pada lantai
produksi flowshop dengan algoritma
genetika, terkadang digunakan bantuan
metode heuristik tertentu untuk
mendapatkan populasi awal. Tujuan
penggunaan metode heuristik ini adalah
untuk mendapatkan nilai fitness yang cukup
baik pada populasi awal sehingga algoritma
genetika lebih cepat menemukan solusi
yang mendekati optimum. Namun
kompleksnya permasalahan pada model
HFFME yang disebabkan jenis mesin yang
tidak identik pada setiap stage,

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 181
menyebabkan sulit untuk menerapkan
metode heuristik tertentu untuk
mendapatkan solusi (populasi) awal.
Setelah mendapatkan populasi awal,
langkah selanjutnya adalah menghitung
nilai kebugaran (fitness) dari setiap
kromosom yang terdapat pada populasi
tersebut. Pada algoritma genetika, individu
(kromosom) yang mempunyai nilai fitness
tinggi akan bisa bertahan hidup, sehingga
tujuan dari algoritma genetika adalah
memperoleh individu dengan nilai fitness
yang maksimal.
Nilai fitness dari suatu kromosom
merupakan fungsi tujuan dari penjadwalan
yang dilakukan. Dalam hal ini fungsi tujuan
penjadwalan adalah untuk meminimasi
makespan (F
max
). Makespan adalah waktu
penyelesaian paling akhir dari semua
pesanan (job) pada semua mesin dan stage.
Jika terdapat n pesanan dan s stage, maka :
F
max
= max F
i,j,(k)
(1)

Karena tujuan penjadwalan adalah
untuk meminimasi makespan sementara
prinsip algoritma genetika adalah untuk
memaksimasi nilai fitness (f), maka nilai
fungsi fitness pada kasus ini menjadi :

(2)

Notasi yang dipergunakan pada
perhitungan makespan ini adalah sebagai
berikut :
i = pesanan (job) = 1, 2, ... n
j = stage = 1,..... s
(k) = urutan job, di mana k = 1,...n
e
i,j,(k)
= mesin yang eligible untuk job i
pada stage j dan urutan ke (k)
t
e(i),j,(k)
= waktu proses mesin yang eligible
untuk job i pada stage j dan
urutan ke (k)
M
j
= mesin-mesin yang terdapat pada
stage j
C
i,j,(k)
= waktu selesai proses (completion
time) job i yang berada pada
urutan (k) di stage j
tc
i,j
= waktu subkontrak job i pada
stage j
j
L
= Stage terakhir (sebelumnya)
yang dilalui oleh job i
i
L
= job terakhir (sebelumnya) yang
menggunakan mesin-mesin yang
diperuntukkan (eligible) untuk
job i

= Completion time job i yang


berada pada urutan ke (k) pada
stage sebelum nya.

= Final time job i yang berada


pada urutan ke (k) pada stage j

= Waktu additional treatment job i


yang berada pada urutan ke (k)

Algoritma untuk perhitungan waktu
penyelesaian pesanan (makespan)
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
algoritma untuk menghitung waktu
penyelesaian setiap pesanan (completion
time) pada stage 1, dan algoritma untuk
menghitung completion time pada stage 2
sampai stage 4.

Stage 1
1. Pada stage j=1, urutkan job i secara
acak dimana i = 1,....n, sehingga
diperoleh urutan ke (k) dimana k =
1,...n
2. Pada T=0, pilih mesin eligible
(e
(i),1,(i)
) yg tersedia dengan waktu
proses terkecil untuk memproses job i,
stage 1 urutan ke 1 (min t
e(i),1,(1)
)
dimana e
(i),j,

(k)
M
j
.
3. Hitung waktu selesai job i, stage 1
pada urutan (1)
C
i,1,(1)
= 0 + min t
e(i),1(1)
Jika tidak ada mesin eligible yang
tersedia (job tidak diproses di j=1), set
C
i,1,(1)
= 0.
4. Cek apakah masih ada mesin tersisa
pada stage 1 (M
1
0). Jika masih ada
mesin tersisa, tugaskan job pada urutan
berikutnya ((k) ) untuk diproses pada
t=0, jika tidak tunggu sampai ada
mesin yang selesai berproses.
5. Jika ada mesin selesai berproses,
tugaskan job pada urutan berikutnya
((k+1)) pada mesin tersebut, jika job
yang berada pada (k+1) tidak sesuai
dengan mesin yang tersedia, maka
penugasan bisa diberikan pada job
urutan berikutnya ((k+2)) dan
seterusnya.
6. Hitung waktu penyelesaian job i yang
telah ditugaskan terhadap satu mesin,
sehingga :

182 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
C
i,1,(k)
= waktu selesai job sebelumnya
pada mesin tsb + min t
e(i),1,(k)

7. Cek apakah i=n dan k=n ? Jika tidak,
kembali ke langkah 5. Jika ya,
penempatan job-job pada stage 1
selesai.

Stage 2, 3 dan 4:
1. Untuk stage j=2,...,s, urutkan job i
berdasarkan waktu selesai terkecil
pada stage sebelumnya (C
i,j-1,(k)
)
dimana i = 1,....n, sehingga diperoleh
urutan ke (k) dimana k = 1,...n
2. Untuk job i yang berada pada urutan
pertama ((1)) stage j, pilih mesin
eligible (e(i),j,(1)) yg tersedia
dengan waktu proses terkecil (min
t
e(i),j,(1)
) dimana e
(i),j,(1,)
M
j

3. Hitung waktu selesai job i, stage j pada
urutan (1)
C
i,j,(1)
= C
i,j-1,(1)
+ min t
e(i),j,(1,)
Jika tidak ada mesin eligible yang
tersedia (job tidak diproses di j=1), set
C
i,j,(1)
= C
i,j-1,(1)

4. Cek apakah masih ada mesin tersisa
pada stage j (M
j
0). Jika masih ada
mesin tersisa, tugaskan job pada urutan
berikutnya ((k)) untuk diproses pada
t=0, jika tidak tunggu sampai ada
mesin yang selesai berproses.
5. Jika ada mesin selesai berproses,
tugaskan job pada urutan berikutnya
((k+1)) pada mesin tersebut, jika job
yang berada pada (k+1) tidak sesuai
dengan mesin yang tersedia, maka
penugasan bisa diberikan pada job
urutan berikutnya ((k+2)) dst.
6. Hitung waktu penyelesaian job i yang
telah ditugaskan terhadap satu mesin
(finish time), shg :
C
i,j,(k)
= max {C
iL,j,(kL)
, C
i,,j-1,(k)
} +
min t
e(i),j,(k)

7. Cek apakah i=n dan k=n ? Jika tidak,
kembali ke langkah 5, jika ya lanjutkan
ke langkah berikutnya.
8. Cek apakah j=S ? Jika tidak kembali
ke langkah 1, jika ya, lanjutkan ke
langkah berikutnya
9. Hitung waktu penyelesaian akhir (final
time)
F
i,j,p(k)
= C
i,j,p(k)
+ ta
i,p(k)
10. Tentukan makespan (Fmax) = max
F
i,j,p(k)


Proses perlakuan tambahan (additional
treatment) yang merupakan stage 5 tidak
melalui tahapan penjadwalan dengan
menggunakan algoritma genetika. Untuk
mendapatkan waktu penyelesaian akhir
(final time) dari suatu job, completion time
pada stage 4 ditambahkan dengan waktu
proses pada stage 5.
Setelah didapatkan nilai makespan dan
nilai fitness untuk setiap kromosom pada
populasi awal, tahap berikutnya adalah
seleksi kromosom. Seleksi kromosom
dilakukan untuk mendapatkan kromosom-
kromosom unggulan yang memiliki nilai
fitness yang baik untuk dipindah silangkan
(cross over). Seleksi kromosom pada model
ini dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik
roda rolet (roulette wheel) dan seleksi
turnamen (tournament selection).
Pada metode roda rolet kromosom
orang tua (parents) yang akan dipindah-
silangkan dipilih berdasarkan nilai
fitnessnya. Nilai fitness dari masing-masing
kromosom dibagi dengan total nilai fitness
seluruh kromosom yang ada pada populasi.
Setiap kromosom dianggap merupakan
potongan/bagian dari roda rolet dengan
ukuran potongan yang proporsional dengan
nilai fitnessnya. Suatu nilai target antara
angka nol dan angka satu ditetapkan
secara acak. Kemudian roda rolet diputar
sebanyak N kali, dimana N adalah jumlah
individual atau kromosom dalam populasi.
Dari setiap putaran, kromosom dengan nilai
fitness yang berada di bawah nilai target
dipilih untuk menjadi parents bagi generasi
berikutnya.
Berbeda dengan seleksi roda rolet,
seleksi turnamen memilih kromosom
dengan cara mengadakan kompetisi/
turnamen di antara individu-individu yang
menjadi anggota populasi. Individu terbaik
dari hasil turnamen adalah yang memiliki
nilai fitness terbesar, yang disebut sebagai
pemenang (winner). Pemenang diletakkan
pada kolam kompetisi (mating pool).
Turnamen diulang hingga mating pool
untuk menghasilkan generasi baru penuh.
Mating pool akan berisi pemenang-
pemenang turnamen dengan nilai fitness
tertinggi (Sivanandam dan Deepa, 2008).
Pada proses seleksi kromosom ini
diterapkan prinsip elitisme. Elitisme adalah

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 183
proses untuk mengcopy dan menempatkan
individu atau kromosom-kromosom terbaik
pada populasi baru dengan tujuan agar
individu-individu terbaik ini tidak hilang
atau rusak karena proses pindah silang atau
mutasi (Sivanandam dan Deepa (2008).
Kromosom-kromosom terpilih
kemudian dipindahsilangkan dengan
menggunakan teknik Partially Matched
Crossover (PMX). Langkah-langkah proses
pindah silang dengan teknik PMX adalah
sebagai berikut (Rajkumar dan
Shahabudeen, 2009) :
1. Tentukan dua titik secara random
untuk membagi parents. Area yang
terletak antara dua titik pada
kromosom orang tua (parents) disebut
area pemetaan (mapping).


Gambar 3. Pindah Silang dengan Metode PMX

2. Pertukarkan area mapping dari dua
parent untuk diturunkan kepada anak
(child /offspring). Area mapping dari
parent pertama dicopy untuk
diturunkan pada child ke 2, sedangkan
area mapping dari parent ke 2 dicopy
untuk diturunkan pada child pertama.
3. Definisikan pemetaan pada area
mapping antara dua parent. Pada
contoh kasus ini pemetaan gennya
adalah sebagai berikut :

4. Isi offspring dengan gen yang dicopy
secara langsung dari parent secara
berurutan dari kiri ke kanan. Jika gen
tersebut sudah terdapat pada area
mapping yang dicopykan sebelumnya,
lakukan pengisian gen dengan
melakukan pemetaan.

Salah satu parameter penting dalam
melakukan crossover adalah nilai peluang
crossover (Pc). Untuk mendapatkan hasil
terbaik, dilakukan uji coba beberapa nilai
Pc.
Setelah proses pindah silang tahap
berikutnya adalah mutasi kromosom. Tenik
mutasi yang digunakan pada model ini
adalah shift mutation. Pada teknik shift
mutation, salah satu gen dipilih secara acak
dan kemudian dimasukkan (di insert) pada
posisi lain secara acak juga.

Gambar 4. Shift mutation (Rajkumar dan
Shahabudeen, 2009)

Proses mutasi bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan solusi yang
dihasilkan merupakan local optimum.
Proses mutasi bisa mengembalikan gen-gen
yang hilang, tapi sebaliknya juga bisa
merusak gen-gen yang ada sekarang. Pada
proses mutasi juga diperlukan parameter
nilai peluang mutasi (Pm).
Hasil pindah silang dan mutasi
menghasilkan kromosom anak (offsprings)
yang akan menggantikan populasi pada
generasi pertama. Kromosom anak yang
diperoleh dari hasil pindah silang dan
mutasi kemudian dihitung nilai fitnessnya.
Jika kriteria penghentian sudah
tercapai, maka proses pencarian dengan
algoritma genetika dihentikan. Kriteria
penghentian pada model ini adalah jumlah
generasi maksimum. Jika kriteria
penghentian belum tercapai, maka
dilakukan penggantian populasi generasi
sebelumnya dengan hasil operator genetika
(pindah silang dan mutasi) sehingga
terbentuk generasi baru. Proses
penjadwalan selanjutnya kembali ke

184 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
langkah sebelumnya, yaitu seleksi
kromosom yang akan dipindah silangkan.
Keluaran dari model ini adalah
makespan, waktu selesai proses (final time)
untuk setiap job dan pada mesin mana saja
yang memproses masing-masing job pada
setiap stage. Jika konsumen menetapkan
batas waktu (due date) terhadap pesanan,
model pejadwalan ini bisa memperlihatkan
apakah perusahaan mampu memenuhi batas
waktu tersebut atau tidak. Jika tidak, maka
perusahaan dapat melakukan negosiasi
ulang mengenai waktu penyelesaian kepada
konsumen.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Model penjadwalan HFFME pada
industri kemasan karton ini diuji coba
dengan menggunakan data sebelas pesanan
kemasan. Setiap pesanan dianggap
merupakan satu job. Data urutan proses
produksi kesebelas job beserta waktu
prosesnya masing-masing dapat dilihat
pada Tabel 1.



Tabel 1. Data Pesanan (Job), Urutan Proses Produksi dan Waktu Proses
No.
Job
Waktu Proses (jam) Add
treat
ment
Stage I Stage 2 Stage 3 Stage IV
C1 C2 P1 P2 P3 D1 D2 D3 G1 G2 S
1 1,4 1,1 23,7 49,0 13,3 10,0 9,43 4,5 1,8
2 6,8 4,3 38,7 27,0 13,8
3 1,8 1,3 25,3 50,0 16,7 12,0 10,86 7,0 3,2
4 6,6 4,2 38,7 58,0 43,3 28,0 22,29 27,0 13,8
5 24,1 14,7 39,2 10,0 8,0 8,00 52,0 27,2
6 1,7 1,3 26,2 50,5 18,3 13,0 11,57 8,3 3,8 5,0
7 7,5 4,7 39,2 76,7 48,0 36,57 52,0 27,2
8 2,1 1,5 23,7 49,0 13,3 10,0 9,43 4,5 1,8
9 3,2 2,2 26,2 50,5 18,3 13,0 4,43 8,3 3,8
10 3,1 2,1 30,3 53,0 26,7 18,0 15,14 14,5 7,2
11 14,9 9,2 30,3 26,7 18,0 15,14 7,6

Tabel 1 memperlihatkan bahwa ada
job yang tidak diproses pada semua
tahapan, seperti job 2 yang tidak diproses
pada stage 3 (proses die cutting). Beberapa
job juga hanya bisa diproses pada mesin
tertentu pada setiap stage (contoh : job 5
dan job 7 hanya bisa diproses pada mesin
P1 di stage 2, sedangkan job 11 hanya bisa
diproses pada mesin S pada stage 4). Selain
itu hanya job 6 yang mendapatkan proses
perlakuan tambahan (additional treatment).
Penjadwalan ini diselesaikan dengan
menggunakan program penjadwalan
Genetics Algorithm for Hybrid and Flexible
Flowshop with Machine Eligibility (GA-
HFFME) yang dibuat pada sofware matlab
versi 10. Untuk menjalankan operator
genetika diperlukan input berupa cara
seleksi kromosom, operator pindah silang
(crossover), peluang pindah silang (Pc),
peluang mutasi (Pc), dan jumlah generasi.
Pada kasus ini dilakukan beberapa kali
percobaan untuk menghasilkan kromosom
dengan nilai makespan yang paling kecil.
Dari beberapa kali percobaan,
diperoleh hasil penjadwalan dengan nilai
fitness sebesar 0,0055 dan nilai makespan
180,74 jam. Hasil ini diperoleh dengan
menggunakan seleksi turnamen, nilai Pc
sebesar 0,7, Pm sebesar 0,01, jumlah
populasi 20 dan jumlah generasi 100
(Gambar 5).



Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 185

Gambar 5. Hasil Penjadwalan GA-HFFME


Gambar 6. Waktu Selesai Setiap Pesanan (Job)

Model ini juga menghasilkan output
berupa waktu penyelesaian (completion
time) setiap job yang diproses dengan
algoritma GA sampai stage 4, dan waktu
penyelesaian secara keseluruhan job sampai
stage 5 (final time). Pada Gambar 6 dapat
dilihat waktu penyelesaian job 1 yang
berada pada urutan pertama adalah 36 jam,
atau 4,5 hari jika dalam waktu satu hari
hanya tersedia waktu kerja selama 1 shift (8
jam).
Lebih jauh model ini memperlihatkan
mesin-mesin yang terpilih untuk
mengerjakan suatu job pada setiap stage
(Gambar 7 dan 8). Sebagai contoh, job 1
pada stage 1 diproses pada mesin C2
dengan waktu penyelesaian 1,074 jam, pada
stage 2 diproses pada mesin P2 dengan
waktu penyelesaian 24,74 jam, pada stage 3
menggunakan mesin D3 dengan waktu
penyelesaian 34,17, dan di stage 4 diproses
pada mesin G2 dengan waktu penyelesaian
36,002 jam.


186 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 7. Mesin Terpilih dan Waktu Penyelesaian Pada Stage 1 sampai 3


Gambar 8. Mesin Terpilih dan Waktu Penyelesaian Pada Stage 2 sampai 4


Gambar 9. Grafik Nilai Fitness dan Makespan Tiap Generasi Pada Penjadwalan GA-HFFME
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.01
Flowshop Hybird menggunakan Algoritme Genetika
Fitness terbaik: 0.0055
Min Makespan: 180.7407
Generasi
F
i
t
n
e
s
s

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 187
Gambar 9 menunjukkan grafik nilai
fitness dan makespan yang dihasilkan tiap
generasi oleh algoritma GA-HFFME. Dari
grafik dapat dilihat bahwa nilai fitness
maksimum (optimal) sudah mulai tercapai
pada generasi ke 30. Sebeum generasi ke 30
masih terjadi fluktuasi nilai fitness yang
disebabkan oleh proses pindah silang dan
mutasi yang dilakukan oleh operator
genetika.
Sampai generasi ke-30, jumlah
alternatif solusi (Na) yang telah dievaluasi
oleh algoritma genetika mencapai :
Na = 30 generasi x 20 alternatif
solusi/generasi = 600 alternatif solusi
Jumlah total alternatif solusi dalam ruang
pencarian (Ns) adalah :
Ns = jumlah permutasi job = 11! =
39.916.800 alternatif solusi
Pencarian yang dilakukan oleh algoritma
genetika dalam ruang pencarian (Psearch)
yang tersedia adalah :
Psearch = (Na/Ns) x 100 % =
(600/39.916.800) x 100% = 0,0015 %

Dari nilai di atas dapat dilihat bahwa
algoritma genetika bekerja sangat efisien,
dengan melakukan pencarian sebesar
0,0015% dari ruang pencarian yang ada,
algoritma genetika sudah bisa memperoleh
suatu solusi yang mendekati optimum.
Penggunaan algoritma genetika untuk
kasus penjadwalan flowshop yang
kompleks dan termasuk area NP-hard
seperti model GA-HFFME ini
menunjukkan bahwa suatu hasil yang
optimal bisa diperoleh dalam waktu yang
singkat dengan proses pencarian yang
efisien.


4. KESIMPULAN
Kesimpulan
Model penjadwalan flowshop untuk
industri kemasan karton terdiri dari 5 stage
dimana stage 1 sampai 4 terdiri dari mesin-
mesin yang tidak identik dan diperuntukkan
khusus untuk memproduksi kemasan
tertentu. Pesanan yang datang tidak harus
melewati setiap stage, tetapi dapat
melompati stage tertentu. Karakteristik ini
membuat kasus ini diklasifikasikan sebagai
hybrid and flexible flowshop with machine
eligibility (HFFME) dan model yang
dihasilkan disebut Genetic Algorithm for
Hybrid and Flexible Flowshop with
Machine Eligibility (GA-HFFME).
Model diuji cobakan pada 11 pesanan
dengan karakteristik proses produksi yang
berbeda-beda. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa model GA-HFFME
dapat memberikan solusi penjadwalan yang
memuaskan. Nilai fitness dan makespan
yang mendekati optimum dapat diperoleh
dalam waktu running program yang singkat
dan efisien. Efisiensi pencarian dengan
model GA-HFFME ditunjukkan oleh
eksplorasi ruang pencarian yang hanya
sebesar 0,0015% dari seluruh ruang
pencarian yang tersedia.

Saran
Model penelitian ini dapat dilanjutkan
dengan algoritma genetika yang bersifat
hybrid, yaitu dengan mengkombinasikan
beberapa operator pindah silang dan
operator mutasi untuk mendapatkan solusi
yang lebih optimal. Kompleksitas model
juga dapat ditambah dengan menambah
jumlah stage dalam proses produksi dan
memberikan lebih banyak fleksibilitas
produksi melalui kemungkinan kasus
subkontrak pada salah satu atau beberapa
stage.


5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Boukef, H., M. Benrejeb and P. Borne.
2007. A Proposed Genetic Algorithm
Coding for Flow-Shop Scheduling.
International Journal of Computers,
Communications & Control, II (3) :
229-240.
[2] Coles, R., D.M. Dowell dan M.J.
Kirwan. 2003. Food Packaging
Technology. London : Blackwell
Publishing, CRC Press.
[3] Goldberg, D. 1989. Genetic
Algorithms in Search, Optimization
and Machine Learning. Addison-
Wesley.
[4] Jin, Z.H., K. Ohno, T. Ito dan S.E.
Elmaghraby. 2002. Scheduling hybrid
flowshop in printed circuit board
assembly lines. POMS Series in
Technology and Operations
Management, Vol. 11.

188 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340
[5] Kurz, M.E. dan R.G. Askin. 2003.
Comparing scheduling rules for
flexible flow lines. Int. J. Production
Economics 85 : 371-388.
[6] Liu, C.H. 2010. A genetic algorithm
based approach for scheduling of jobs
containing multiple orders in a three-
machine flowshop. International
Journal of Production Research 48
(15) : 4379-4396
[7] Ponnambalam, S.G., P. Aravindan dan
S. Chandrasekaran. 2001. Constructive
and improvement flowshop scheduling
heuristics : an extensive evaluation.
Production Planning & Control 12 (4)
: 335-344.
[8] Rajkumar, R dan P. Shahabudeen.
2009. An improved genetic algorithm
for the flowshop scheduling problem.
International Journal of Production
Research 47(1) : 233-249.
[9] Raaymakers, W.H.M. dan A.J.M.M
Wejters. 2003. Makespan estimation in
batch process industries : A
comparioson between regression
analysis and neural networks.
European Journal of Operational
Research 145 : 14-30.
[10] Ruiz, R dan C. Maroto. 2006. A
genetic algorithm for hybrid flowshop
with sequence dependent setup times
and machine eligibility. European
Journal of Operational Research 169
: 781-800.
[11] Sivanandam, S.N. dan S.N. Deepa.
2008. Introduction to Genetic
Algorithms. Berlin : Springer-Verlag.
[12] Suyanto. 2005. Algoritma Genetika
Dalam Matlab. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
[13] Wadhwa, S., J. Madaan dan R. Raina.
2007. A Genetic Algorithm Based
Scheduling for a Flexible System.
Global Journal of Flexible Systems
Management 8(3) : 15-24.

You might also like