Download-04 Muhsin Mahfudz PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks Muhsin Mahfudz

AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013


HERMENEUTIKA:
PENDEKATAN ALTERNATIF DALAM PEMBACAAN TEKS
Muhsin Mahfudz
Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata-Gowa, Sulawesi Selatan
e-mail: muhsinmahfudz@uin-alauddin.ac.id
Abstract;
Nowadays, the demand of reading text strongly require
sophisticated methodology, especially in the sacred texts such as the
religious scriptures . In this context , Islamic thinkers in the field of
Tafsir al - Qur'an trying to assess Hermeneutics, a branch of
interpreting texts that are no longer confirmed the creator/author.
As the relative truth contained by ta'wil (alegoric) known in the
classical interpretation of the Koran , Hermeneutics also presents
analysis of products containing relative truth . That is why,
Hermeneutics require the requirement of the product analysis as
close as possible to the text creator intent . The problem is how
Hermeneutics become an alternative approach in the study of the
interpretation of the Koran ? While the creator of the text is a
substance that can not be sensed. Through the analysis of the
philosophy of language , this article tries to provide a general
overview how hermeneutic approach can be aplied to the reading of
the text . Based on the analysis, it is found that hermeneutics is
possible when used in areas of scientific study, including
interpretation of the Koran , because hermeneutics not only used as
an approach that has had a philosophical framework, but also
methodologically formulated by scientists since the century -18 .
Keywords;
Hermeneutics, Methodology, Texts, Interpretation
Abstrak;
Tuntutan realitas pembacaan teks era sekarang meniscayakan
pengayaan metodologis, terutama pada teks-teks sakral semisal kitab
suci keagamaan. Dalam konteks ini, para pemikir Islam di bidang
Tafsir al-Quran mencoba mengkaji Hermeneutika, suatu cabang
ilmu menafsirkan teks yang tidak lagi memunginkan dikonfirmasi
kepada pencipta/penulisnya. Sebagaimana kebenaran relatif yang
dikandung oleh tawil (alegoric) yang dikenal dalam tafsir al-Quran
Muhsin Mahfudz Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
klasik, Hermeneutika juga menyuguhkan produk analisis yang
mengandung kebenaran relatif. Itulah sebabnya, Hermeneutika
membutuhkan rukun atau persyaratan agar produk analisisnya
sedekat mungkin kepada maksud pencipta teks. Persoalannya
adalah mungkinkah Hermeneutika menjadi pendekatan alternatif
dalam kajian tafsir al-Quran? Sementara Pencipta teksnya
merupakan Zat yang tak dapat diindera. Melalui analisis filsafat
bahasa, artikel ini mencoba memberikan gambaran umum
bagaimana hermeneutika bekerja sebagai suatu pendekatan dalam
pembacaan teks. Berdasarkan analisis tersebut ditemukan bahwa
hermeneutika sangat memungkinkan jika digunakan dalam wilayah-
wilayah kajian ilmiah, termasuk tafsir al-Quran, karena
hermeneutika bukan saja pendekatan yang telah memiliki pijakan-
pijakan filosofis, tetapi juga telah diformulasikan secara metodologis
oleh para ilmuan sejak abad ke-18.
Keywords;
Hermeneutika, Metodologi, Teks, Interpretasi
I. Pendahuluan
ecara semiotik apapun yang hadir di hadapan kita adalah teks yang
dalam bahasa al-Quran sering disebut al-ayat
1
. Teks itu pada dasarnya
berdiri sendiri tanpa makna. Maka untuk memahaminya, teks tersebut
sangat tergantung pada pemaknaan. Dan pemaknaan itu bisa terjadi karena ada
subyek pemberi makna dan ada konteks (qarinah) yang mengitari teks tadi. Jadi,
antara subyek, teks dan konteks adalah tiga hal yang tidak dapat diabaikan
dalam dunia herkeneutika.
Hermeneutika, meskipun merupakan salah satu aliran filsafat yang
sudah tua, kini diangkat kembali sebagai sebuah pendekatan dalam berbagai
kajian, terutama dalam kajian teks-teks keagamaan kuno semisal tafsir al-
Quran dan Bibel. Hermeneutika dianggap sebagai pendekatan yang tepat
karena ia mampu mendekatkan pemahaman pembaca dengan teks yang sudah
jauh melampaui zamannya. Demikian hermeneutika mengingatkan kita pada
istilah tawil
2
, sebuah ilmu dalam tafsir al-Quran yang juga berusaha membawa
teks kepada pemahaman yang paling dekat dengan pembaca.
Sebagaimana dalam dunia tafsir al-Quran, dunia hermeneutika juga tidak
lepas dari problema ketika subyek berhadapan dengan teks yang penciptanya
tidak hadir bersama dengan teks. Mungkinkah sebuah interpretasi atas teks
dapat dijamin kebenarannya atau bisakah sebuah apresiasi atas teks semacam
S
Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks Muhsin Mahfudz
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
itu sama dengan apa yang inginkan oleh penciptanya. Itulah problema-
problema yang harus dipecahkan oleh hermeneutika; bahwa ia harus selalu
memburu teks untuk memecahkan gagasan-gagasan yang dimaksud oleh
pengarang atau pencipta. Karena teks tersebut ingin dinegasikan dengan
pengarang, maka hermeneutika juga harus bersentuhan dengan bahwa
(semantik) sebagai media komunikasi.
Dari sini, baiknya pembicaraan tentang hermeneutika dalam diskusi ini
difokuskan pada persoalan: Apa sesungguhnya hermeneutika itu? Dan
bagaimana metode hermeneutika diterapkan sebagai sebuah pendekatan?.
II. Pengertian Hermeneutika.
Kata hermeneutika berasal dari bahsa Yunani, hermeneuein yang berarti
menafsirkan. Dalam arti mengubah sesuatu atau situasi ketidak- tahuan
menjadi mengerti.
3
Sebuah spekulasi historis lebih tepat disebut motos --
menyebutkan bahwa kata hermeneutika sebenarnya berasal dari kata Hermes,
salah satu nama Dewa yang bertugas menyampaikan sekaligus menerjemahkan
pesan Jupiter kepada umat manusia. Hermes digambarkan sebagai seorang
yang mempunyai kaki bersayap yang lebih dikenal dalam bahasa Latin dengan
sebutan Mercurius.
4
Seyyed Hossein Nasr menyebutnya sebagai istilah yang
diwarisi dari agama Zoroaster Kuno Persia, meskipun mungkin agama tersebut
adalah juga salah satu agama populer di zaman Yunani Kuno. Nasr setuju
dengan asumsi Afdal al-Din Kashani yang mengatakan bahwa Hermes tak lain
adalah Nabi Idris yang menerjemahkan teks Arab Kuno kepada masyarakat
Persia.
5
Profesi Nabi Idris yang konon sebagai tukang tenun jika dikaitkan
dengan motos Yunani tentang Dewa Hermes, ternyata memiliki korelasi positif.
Kata kerja memintal dalam bahasa Yunani disebut tegere sedangkan
produknya disebut textus atau text, yang memang merupakan issu sentral
dalam kajian hermeneutika.
6
Tentang makna hermeneutika, Zygmunt Bauman, seperti yang dikutip
oleh Komaruddin Hidayat, mengatakan:
hermeneutika adalah upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan
pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak jelas,
kabur, remang-remang dan kontradiksi sehingga menimbulkan
keraguan dan kebingungan bagi pendengar atau pembaca
7
Sampai di sini, upaya pemaknaan semacam ini juga dikenal dalam
tradisi intelektual Islam, yaitu apa yang disebut dengan ilmu tafsir. Ditambah
lagi dengan keterangan bahwa pada perkembangan awal, hermeneutika
memang hanya digunakan sebagai upaya memahami teks-teks Bibel.
Muhsin Mahfudz Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
Kemudian pada abad ke-18, Frederich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834)
mengembangkan pendekatan hermeneutika dengan melakukan kombinasi
historis, yaitu melakukan rekonstruksi historis atas sebuah teks. Kemudian
dianjutkan dikembangkan oleh Wilhelm Dilthey (1833-1911) dengan
melakukan rekonstruksi metodologis atas hermeneutika dan melahirkan
sebuah pendekatan kiritik sejarah dengan pendekatan hermeneutik.
8
Hingga
sekarang, Hermeneutika dianggap sebuah pendekatan yang sangat luwe dan
open-minded sebab kebenaran yang diperolehnya tergantung pada orang yang
melakukan interpretasi.
III. Hermeneutika Sebagai Suatu Pendekatan.
a. Wilayah Pendekatan Hermeneutika.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, sasaran operasional hermeneutika
sebenarnya selalu berhubungan dengan proses pemahaman (understanding),
penafsiran (interpretation) dan penerjemahan (translation).
9
Karena itu, pada
dasarnya wilayah yang dapat didekati dengan hermeneutika adalah teks yang
tertulis. Tapi kemudian muncul persoalan ketika pemahaman dilakukan pada
teks tanpa tuan, apakah pemahaman hanya terbatas pada teks yang nampak
atau mesti melibatkan aspek psioko-histiris penulisnya. Di sinilah muncul dua
aliran mazhab, yaitu mazhab hermeneutika transendental dan historis-
psikologis. Yang pertama berpandangan bahwa untuk menemukan sebuah
kebenaran dalam teks tidak harus mengaitkan dengan pengarangnya karena
sebuah kebenaran bisa berdiri otonom ketika tampil dalam teks. Yang kedua
berpandangan bahwa teks adalah eksposisi eksternal dan temporal semata dari
pikiran pengarangnya, sementara kebenaran yang hendak disampaikan tidak
mungkin terwadahi secara representatif dalam teks. Mazhab inilah yang
diperjuangkan oleh Schleiermacher dengan teorinya gramatical undrtanding
(pemahaman gramatikal) dan psychological understanding (pemahaman
psikologis).
10
Tapi dalam perkembangan selanjutnya, wilayah hermeneutika tidak lagi
terbatas pada dua mazhab di atas, akan tetapi telah diintegrasikan dalam
berbagai disiplin ilmu. Para ilmuan seperti sosiolog, antropolog, ekonom,
sejarahwan, teolog, filosof dan para sarjana agama menggunakan hermeneutika
dalam disiplin ilmunya. Maka lahirlah, misalnya pertama, teori baru tentang
perilaku manusia (human behavior) dalam ilmu jiwa yang dipahami sebagai
pengaruh dan manifestasi perasaan akibat intres sistem klas dalam masyarakat.
Kedua, pengembangan epistemilogis atas filsafat bahasa yang mengklaim
Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks Muhsin Mahfudz
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
bahwa apa yang disebut dengan realitas kultural sebenarnya adalah sebuah
fungsi struktur bahasa yang didasarkan pada pengalaman. Ketiga, argumentasi
tertinggi di kalangan filosof semisal Ludwig Wittengstein dan Martin
Heidegger, bahwa semua pengalaman manusia pada dasarnya adalah sebuah
penefsiran.
11
Bahkan, hermeneutika juga digunakan dalam sosiologi
interpretatif.
12
Dengan demikian, semakin meluasnya wilayah pendekatan
hermeneutika, maka klasifikasi studi hermeneutika juga menjadi terbagi, yaitu:
1. Exegesis (tafsir atas Bible).
2. Philology (interpretasi atas berbagai teks sastra kuno).
3. Technical Hermeneutics (interpretasi atas penggunaan dan
pengembangan kaedah-kaedah bahasa).
4. Philosophical Hermeneutics (interpretasi atas sebuah pemahaman
esensial).
5. Social Hermeneutics (interpretasi atas perilaku manusia baik individu
maupun sosial)
13
Nampak dengan jelas bahwa meskipun pada awalnya wilayah
operasional hermeneutika terbatas pada teks-teks kitab suci semata, tetapi pada
perkembangan selanjutnya hermeneutika telah dibawa memesuki wilayah-
wilayah lain dan ternyata mampu diaplikasikan secara ilmiah.
b. Langkah-Langkah Pendekatan Hermeneutika.
Dibandingkan dengan metode fenomenologi yang mencoba
mengungkapkan dan mendiskripsikan hakekat agama, maka metode
hermeneutika mencoba memahami kebudayaan melalui interpretasi. Karena
pada mulanya metode ini diterapkan untuk menginterpretasikan teks-teks
keagamaan, maka tidak heran jika tradisi tekstualitas masih tetap melekat,
dalam arti masih mendudukan teks sebagai perhatian sentral. Sehingga
langkah-langkah yang perlu diikuti dalam melakukan penelitian dengan
pendekatan hermeneutik adalah sebagai berikut:
1. Telaah Atas Hakekat Teks.
Di dalam hermeneutika, teks diperlakukan sebagai sesuatu yang mandiri,
dilepaskan dari pengarangnya, waktu penciptanya, dan konteks kebudayaan
pengarang maupun kebudayaan yang berkembang dalam ruang dan waktu
ketika teks itu di ciptakan. Karena wujud teks adalah tulisan dan yang ditulis
adalah bahasa, maka yang menjadi pusat perhatiannya adalahhakekat bahasa.
Sebagaimana diketahui, bahasa merupakan alat komunikasi, alat
menyempaikan sesuatu. Sebagai akibatnya, terdapat hubungan antara alat
Muhsin Mahfudz Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
penyampaian dan apa yang disampaikan. Tujuan dari metode ini adalah
mengerti tentang apa yang disampaikan dengan cara menginterpretasikan alat
penyampaiannya, yaitu teks atau bahasa tulis.
Dengan demikian, kemandirian teks yang dimaksud sebelumnya adalah
kemandirian dalam semantik, yaitu interpretasi yang dilakukan harus melalui
pendekatan sematik untuk mengerti pesan yang disampaikan oleh teks. Selain
semantik, semiotik juga sering menjadi metode pendukung dalam
hermeneutika; yaitu melihat teks sebagai sebuah tanda yang harus dimaknai.
2. Proses Apresiasi.
Proses ini, sesungguhnya adalah bentuk ketidakpuasan atas kebenaran
tekstual. Karena itu, proses ini mencoba mengapresiasikan secara historis
penulis atau pengarang teks. Menurut Dilthey, sebuah teks mesti
diproyeksikan kebelakang dengan melihat tiga hal: a). Memahami sudut
pandang atau gagasan para pelaku sejarah yang berkaitan dengan teks. b).
Memahami makna aktivitas mereka pada hal yang berkaitan langsung dengan
teks. c). Menilai peristiwa tersebut berdasarkan gagasan yang berlaku pada saat
teks tercipta.
14
Dengan demikian, seorang pembaca atau peneliti tidak dibiarkan
tenggelam dalam lautan teks, tetapi juga harus menyelam ke dunia di mana
teks diciptakan. Maka hingga di sini, pembaca akan memahami teks secara
berbeda, karena wawasan masing-masing-masing berbeda pula. Jika pembaca
memiliki wawasan yang luas maka mungkin kebenaran yang akan diperoleh
akan menaji luas pula demikian juga sebaliknya.
3. Proses Interpretasi.
Inilah bentuk terakhir dari proses pengkajian dengan pendekatan
hermeneutika. Ketika berhadapan dengan teks maka pembaca dinyatakan
dalam situasi hermeneutika, yaitu berada pada posisi antara masa lalu dan
masa kini, atau antara yang asing dan yang tak asing. Masa lalu dan asing
karena tidak mengetahui masa lalu teks dan masa kini dan tak asing karena
mengetahui teks yang sedang dihadapi.
Sebagai seorang yang menempati posisi antara, maka ia harus
menjembatani masa lalu dan masa kini melalui interpretasi. Pembaca atau
peneliti harus mampu menghadirkan kembali makna-makna yang
dimaksudkan ketika teks dicipta di tengah-tengah situasi yang berbeda.
Agar benar-benar memperoleh interpretasi yang benar (sesuai dengan
pencipta teks), maka pembeca atau peneliti juga dituntut memiliki kesadaran
Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks Muhsin Mahfudz
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
sejarah, karena salah dalam memahami sejarah maka proses hermeneutika akan
menjadi keliru.
15
Ketiga proses di atas tidak dapat dipisahkan dalam tradisi
hermenautika, karena hanya akan menimbulkan kebenaran a priori. Contoh
dekat ketika mengabaikan salah satunya adalah sebagai berikut:
Sekedar sebagai illustrasi aktual, ketika Pramoedra Ananta Toer
menerima penghargaan sastra dari Yayasan Magsaysay di Pilipina. Bagi
Mochtar Lubis, yang juga pernah menerima penghargaan serupa, sangat
keberatan terhadap Yayasan Ramon Magsaysay yang memberikan
penghargaan tersebut. Alasannya, antara karya sastra dan karier politik pribadi
Pramoedya sangat bertentangan. Meskipun karya sastranya memiliki semangat
kemanusiaan dan perlawanan terhadap penjajahan, namun pengarangnya
sendiri, semasa Orde Lama, kata Mochtar Lubis, berlumuran dosa kemanusiaan
dan penindasan. Lalu, tanya Moctar Lubis, bagaimana seandainya nanti ada
orang semacam Hitler menulis karya sastra yang mengutuk penindasan,
apakah layak sang Hitler digelari tokoh kemanusiaan?.
16
Polemik semacam inilah yang menjadi problem tersendiri dalam dunia
hermeneutika jika mengabaikan proses-proses di atas. Maka sekali lagi, teks,
baik tulisan maupun simbol-simbol alam (matluw dan gayr matluw) yang hadir
di hadapan kita bukanlah satu-satunya pusat perhatian terbatas, tapi harus
melampaui teks tersebut menjangkau esensi dan konteks kelahiran teks.
Dengan kata lain, pembaca harus mampu berdialog dengan teks dengan segala
hal yang dapat membantu pemahaman yang paling dekat kepada kebenaran.
IV. Penutup
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hermeneutika sebenarnya adalah seni membaca dan menafsirkan bacaan.
Artinya ketika membaca dengan pendekatan hermeneutika, maka
kebenaran pemahaman dalam bentuk interpretasi akan semakin mendekati
korelasi positif dengan pemilik teks.
2. Meski sebagai ilmu seni membaca, hermeneutika sangat tepat jika
digunakan dalam wilayah-wilayah kajian ilmiah, karena hermeneutika
bukan saja pendekatan yang telah memiliki pijakan-pijakan filosofis, tetapi
juga telah diformulasikan secara metodologis oleh para ilmuan sejak abad
ke-18.
3. Hermeneutika sesungguhnya adalah sebuah pendekatan yang sangat
menintikberatkan aspek pembaca, teks, pencipta dan konteks historis di
Muhsin Mahfudz Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
mana pencipta hidup bersamaan dengan teks. dan korelasi tersebut akan
melahirkan penafsiran yang sesuai dengan kehendak penulis.
1
Misalnya Q.S. Ali Imran (3): 97:
... ...
2
Nasr Hamid Abu Zaid dalam beberapa hal menyamakan hermeneutika dengan tawil,
lihat misalnya Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhum al-Nash Dirasah fi Ulum al-Quran diterjemahkan
oleh Khoirun Nahdliyyin dengan judul Tekstualitas al-Quran Kritik Atas Ulum al-Quran (Cet.I;
Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 327.
3
E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat (Cet.V; Yogyakarta: Kanisius, 1999),
h. 23
4
Ibid., h. 23-24.
5
Kepercayaan seperti ini menurut Nasr digambarkan dalam karya Kashani, Yanbu al-
Hayat yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Nasaih of Hermes. Lihat, Seyyed
Hossein Nasr, The Islamic Intellectual Tradition in Persia (Cet.I; Britain: Curzon Press, 1996), h.
196.
6
Lihat Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik (Cet.I;
Jakarta: Paramadina: 1996), h. 125-126.
7
Ibid., h. 126.
8
Lihat, E. Sumaryono, op.cit., hh. 41, 53.
9
Lihat Dedy Djamaluddin [et.al.], Zaman Baru Islam Indonesia (Cet.I; Jakarta: Wacana
Mulia, 1998), h. 73.
10
Mircea Eliade (Ed), The Encyoclopedia of Religion, Volume 7 (New York: Macmillan
Publishing Company, 1993), h. 281.
11
Ibid., h. 280.
12
Pendekatan hermeneutika dalam kasus ini untuk memaknai perilaku sosial lewat
aktor-aktor sosial. Lihat, Devid Jary [et.al.], The Harper Collin Dictionary of Sociology (New York:
Harper Collin, 1991), h. 249. Sosiologi interpretatif menggunakan hermeneutic dan doble
hermeneutic yang dalam devinisi Mohamed Arkoun disebut understanding of understanding.
Lihat Komaruddin Hidayat Tragedi Raja Midas Moralitas Agama dan Krisis Modernisme (Jakarta:
Paramadina, 1998), h. 117.
13
Dedy Djamaluddin, op.cit., h. 64.
14
Demikian yang dikutip oleh E. Sumaryono, op.cit., h. 57.
15
Proses-proses ini disadur dari Noerhadi Megatsari, Penelitian Agama Islam dalam
M. Deden Ridwan (Ed.), Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin Ilmu (Cet.I;
Bandung: Nuansa, 2001), h. 221-223.
16
Pro-kontra masalah ini dimuat dalam majalah Gatra, nomor 46, tahun I, 30 September
1995, h. 20.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zaid, Nasr Hamid, Mafhum al-Nash Dirasah fi Ulum al-Quran
diterjemahkan oleh Khoirun Nahdliyyin dengan judul Tekstualitas al-
Quran Kritik Atas Ulum al-Quran Cet.I; Yogyakarta: LKiS, 2001.
Hermeneutika: Pendekatan Alternatif dalam Pembacaan Teks Muhsin Mahfudz
AL-FIKR Volume 17 Nomor 2 Tahun 2013
Djamaluddin, Dedy, [et.al.], Zaman Baru Islam Indonesia. Cet.I; Jakarta: Wacana
Mulia, 1998.
Eliade, Mircea (Ed), The Encyoclopedia of Religion, Volume 7 (New York:
Macmillan Publishing Company, 1993.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik.
Cet.I; Jakarta: Paramadina: 1996.
---------, Tragedi Raja Midas Moralitas Agama dan Krisis Modernisme. Jakarta:
Paramadina, 1998.
Jary, Devid [et.al.], The Harper Collin Dictionary of Sociology. New York: Harper
Collin, 1991.
Majalah Gatra, nomor 46, tahun I, 30 September 1995, h. 20.
Megatsari, Noerhadi, Penelitian Agama Islam dalam M. Deden Ridwan (Ed.),
Tradisi Baru Penelitian Agama Islam Tinjauan Antar Disiplin Ilmu. Cet.I;
Bandung: Nuansa, 2001.
Nasr, Seyyed Hossein, The Islamic Intellectual Tradition in Persia. Cet.I; Britain:
Curzon Press, 1996.
Sumaryono, E., Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat. Cet.V; Yogyakarta:
Kanisius, 1999.

You might also like