Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

268
PENGKAJIAN INTEGRASI SAPI-PADI/JAGUNG DI LAHAN
KERING KALIMANTAN TENGAH
(Assessment of Integrating Cattle-Rice/Corn in the Dry Land Areas at
Central Kalimantan)
BAMBANG NGAJI UTOMO, AMIK KRISMAWATI dan ERMIN WIDJAJA
Balai Pengakajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah
ABSTRACT
The problems on farming system in dry land were unfertile soil, low of organic matter and highly acidity.
The role of organic fertilizer or compost became very important because the productivity is lower without
organic fertilizer, while the excessive use of inorganic fertilizer not only increase production cost, but also
decrease soil productivity. The organic fertilizer stock still limited and was supplied from another province.
Actually, two main problem faced by Central Kalimantan Government were: a) feed supply, b) rice of other
food crops supply. The problems could be overcome simultaneously by crop livestock system. The synergism
of this pattern could be realized by food crops waste utilization as feed and cattle manure the organic
fertilizer. The study was conducted in dry land of Rodok village, Dusun Tengah District, Barito Timur
Residency. The purpose of this study were: 1). To find out of characteristic information of the location, 2). To
know the adaption of high yielding varieties of paddy and corn in dry land, 3). To find out the technology
component of paddy or corn livestock system in dry land. The model of OFR actifity was used in this study.
The prior activity used PRA/RRA to know the location characteristic. The technology which has been
introduced as follows: adaptive tecnology test of corn (V1 = Sukmaraga; V2 =Lamuru, V3 = Semar 10) and
paddy (V1 = Towuti, V2 = Situbagendit, V3 = Situpatenggang). The doses of fertilizer were: P1 = 100 kg
urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl + 3.000 kg compost, P2 = 200 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl +
1.500 Compost, P3 = 250 kg urea + 125 kg SP36 + 75 KCl and P1 = 100 kg urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl
+ 2.000 kg compost, P2 = 200 kg urea + 50 kg SP 36 + 50 kg KCl + 1.000 compost, P3 = 250 kg urea + 150
kg SP 36 + 100 kg KCl for corn and paddy respectively. The other tecnology which has been introduced as
farm manure process, straw fermentation process for feed and stable group management. The observed
parameter to evaluate the study covered: soil, crops, livestock and integrated resources management system
aspect. The result of this study showed that the soil fertilizer was low due to lower macro element and highly
acidity. The avalibility of human resources, institution support, farmer institution, farming system institution,
information and service facilitaties making the possibility for increasing the productivity of farming system in
location. The corn adaptive varieties was Semar-10 and the best fertilizer was P2 = 200 kg urea + 100 kg
SP36 + 100 kg KCl + 1.500 kg compost. The result showed that combination gave corn seed yield as much as
6.83 ton/ha with R/C ratio 2.72. The paddy adaptive varieties was Situpatenggang and the best fertilizer was
P2 = 200 kg urea + 50 kg SP 36 + 50 kg KCl + 1.000 kg compost. The result showed that combination gave
paddy seed yield as much as 4.65 ton/ha with R/C ratio 2.12. The average body gain for female and male cow
were 0,28 kg/cow/day and 0,48 kg/cow/day resfectively by grass and cow straw application. The lack of
vigoreus male cow caused the reproduction activity was disturbed. The cow care by stable make easily to
collect the faeces and reached average 7,5 kg fresh weight/cow/day.
Key words: Cattle, paddy, corn, integrated, manure, straw fermentation
ABSTRAK
Masalah yang dihadapi pada sistim usahatani di lahan kering adalah tanahnya tidak subur, miskin bahan
organik dan tingginya tingkat kemasaman. Peranan pupuk organik (pupuk kompos) menjadi sangat penting,
sebab tanpa adanya pupuk organik produksi menjadi sangat rendah, sedangkan penggunaan pupuk anorganik
yang berlebihan, selain meningkatkan biaya produksi, juga menyebabkan menurunnya kualitas tanah. Namun
ketersediannya juga langka, terkait dengan rendahnya populasi ternak sapi, akibatnya pupuk organik sebagian
masih didatangkan dari luar Kalimantan Tengah. Dengan demikian, dua masalah penting yang dihadapi
Pemda Kalimantan Tengah adalah (a) penyediaan sapi/bakalan dan (b) penyediaan beras dan pangan lainnya.
Dua masalah tersebut secara simultan dapat diatasi dengan model usahatani terintegrasi (Crop Livestock
System). Sinergisme pola ini adalah pemanfaatan limbah pertanian tanaman pangan sebagai pakan ternak dan
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
269
limbah ternak (kotoran) sebagai pupuk organik. Kegiatan dilaksanakan di lahan kering Desa Rodok,
Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten BaritoTimur. Kegiatan dilakukan secara on farm research dan
diawali dengan karakterisasi lokasi pengkajian melalui PRA/RRA. Teknologi yang diintroduksikan adalah
penggunaan varietas unggul melalui uji adaptasi, untuk tanaman jagung (V1: Sukmaraga, V2: Lamuru dan
V3: Semar-10) dan padi (V1 = Towuti, V2 = Situbagendit, V3 = Situpatenggang). Perlakuan pemupukan
untuk jagung terdiri dari : P1 = 100 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl + 3.000 kg kompos, P2 = 200 kg
urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl + 1.500 kompos, P3 = 250 kg urea + 125 kg SP36 + 75 KCl. Perlakuan
pemupukan untuk tanaman padi P1 = 100 kg urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl + 2.000 kg kompos, P2 = 200
kg urea + 50 kg SP 36 + 50 kg KCl + 1.000 kompos, P3 = 250 kg urea + 150 kg SP 36 + 100 kg KCl.
Teknologi lain yang diintroduksikan adalah pengolahan pupuk kandang, pengolahan jerami fermentasi untuk
pakan ternak dan manajemen kandang kelompok. Parameter pengkajian meliputi aspek tanah, tanaman,
ternak dan sistim pengelolaan sumberdaya secara terpadu. Lahan tempat pelaksanaan pengkajian memiliki
kesuburan tanah rendah antara lain dicirikan dengan kandungan bahan organik dan unsur hara terutama unsur
makro rendah dan tingkat kemasaman yang tinggi. Ketersediaan SDM, kelembagaan penunjang, kelembagaan
petani, fasilitas usahatani, fasilitas penyuluhan dan pelayanan serta ketersediaan teknologi memungkinkan
produktivitas usahatani di lokasi pengkajian bisa lebih ditingkatkan lagi. Varietas jagung yang adaptif adalah
Semar-10 dengan dosis pemupukan P2 = 200 kg urea + 100 kg SP 36 + 100 kg KCl + 1.500 kg kompos
menghasilkan 6.83 ton/ha jagung pipilan kering dengan R/C rasio 2.72. Sedangkan varietas padi yang adaptif
adalah Situpatenggang dengan dosis pemupukan P2 = 200 kg urea + 50 kg SP 36 + 50 kg KCl + 1.000 kg
kompos menghasilkan 4,65 ton/ha gabah kering dengan R/C rasio 2,12. Rata-rata pertambahan berat badan
ternak yang diberi rumput dan jerami jagung dalam kisaran normal 0,28 kg/ekor/hari untuk sapi betina dan
0,48 kg/ekor/hari untuk sapi jantan. Kelangkaan pejantan mengakibatkan aktivitas reproduksi ternak
terganggu. Pemeliharaan sapi dengan kandang kelompok memudahkan dalam koleksi kotoran dan dalam
jumlah banyak, rata-rata 7,5 kg/ekor/hari berat basah.
Kata kunci: Sapi, padi, jagung, integrasi, pupuk kandang, jerami fermentasi
PENDAHULUAN
Wilayah Kalimantan Tengah seluas
154.000 km
2
, di antaranya terdiri dari lahan
kering yang merupakan wilayah terbesar
dengan luas 7,7 juta hektar, berpotensi untuk
dikembangkan dalam rangka peningkatan
produksi pertanian.
Komoditas yang diusahakan petani di lahan
kering Kalimantan Tengah dan juga
merupakan program pemerintah daerah, untuk
tanaman pangan adalah padi dan jagung, selain
itu juga ada kedelai, ubi kayu dan ubi jalar,
sedangkan untuk ternak yaitu sapi, kambing,
ayam kampung, ayam potong dan bebek
(FACHRI et al., 2002). Permasalahan yang
dihadapi adalah sistim usahatani yang
diterapkan masih tradisional, umumnya belum
tersentuh teknologi, adanya masalah sosial,
ekonomi dan budidaya, SDM dan kendala
klasik berupa modal. Kondisi ini diperparah
dengan keadaan lahan kering itu sendiri,
umumnya mempunyai karakteristik: (1) tingkat
kemasaman tinggi, (2) kurang subur/miskin
bahan organik, (3) tanah didominasi jenis
podsolik merah kuning, (4) curah hujan tinggi
berkisar antara 2500-3000 mm dengan bulan
kering terjadi 2-3 bulan/tahun, dan (5) tingkat
erosi tinggi. Pengolahan lahan untuk
memperbaiki struktur tanah memerlukan pupuk
organik yaitu pupuk kandang/kompos.
Permasalahan yang dijumpai adalah
kelangkaan pupuk kandang. Pupuk kandang
bahkan harus didatangkan dari luar Kalimantan
Tengah, yaitu Kalimantan Selatan, yang
harganya relatif mahal, Rp.12.500,-/zak yang
berisi + 30 kg (UTOMO et al., 2002). Kenyataan
di atas berakibat pada penambahan biaya
produksi usahatani yang ditanggung dan
sekaligus mengurangi pendapatan petani,
walaupun poduksinya tinggi namun biaya
saprodi tinggi. Sulitnya memperoleh pupuk
kandang ada korelasi dengan lambatnya
perkembangan populasi ternak di Propinsi
Kalimantan Tengah, yang sampai saat ini
masih mendatangkan sapi dari luar sekitar
10.00013.000 ekor/tahun (DINAS
KEHEWANAN KALIMANTAN TENGAH, 2001),
sehingga ternak sapi kurang memberikan
kontribusi pada usahatani. Kondisi tersebut
dikhawatirkan penggunaan pupuk anorganik
(pupuk kimia) menjadi terlalu tinggi
takarannya, sehingga meningkatkan biaya
produksi. Penggunaan pupuk anorganik yang
berlebihan dalam jangka waktu yang panjang
menurut HARIYANTO et al. (2002) dipastikan
menjadi penyebab menurunnya kesuburan
lahan karena terjadinya perubahan struktur dan
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
270
tekstur tanah yang berakibat pada penurunan
kesuburan lahan dan berkurangnya potensi
ketersediaan unsur hara yang dapat diserap
tanaman.
Dengan demikian, dua masalah penting
yang dihadapi pemerintah daerah Kalimantan
Tengah, yaitu (a) penyediaan sapi bakalan, dan
(b) beras serta pangan lainnya. Hal tersebut
sebenarnya dapat diatasi secara simultan yaitu
dengan menerapkan pola integrasi atau dikenal
dengan nama Crop Livestock System (CLS).
Pola ini sesuai diterapkan karena berkaitan
pula dengan adanya kompetisi penggunaan
lahan di mana pengembangan komoditas tidak
bisa lagi secara monokultur. Pada prinsipnya
konsep CLS adalah meningkatkan efisiensi
usaha dengan memanfaatkan input produksi
dari dalam (internal input).
Tujuan pengkajian ini adalah mendapatkan
informasi karakteristik lokasi pengkajian,
mengetahui varietas unggul padi dan jagung
yang adaptif untuk lahan kering, mendapatkan
informasi produktivitas ternak sapi di lahan
kering, mendapatkan komponen teknologi
pemupukan dengan pupuk anorganik dan
kompos dan mendapatkan alternatif model
usahatani terpadu padi-jagung dengan ternak
sapi di lahan kering.
MATERI DAN METODE
Lokasi dan kooperator
Kegiatan pengkajian dilaksanakan pada
tipologi lahan kering di Desa Rodok,
Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito
Timur. Di daerah tersebut sudah terbentuk
kelompok tani dengan nama Bali I.
Pemilihan lokasi studi didasarkan pada
pertimbangan prioritas pembangunan pedesaan
yang memiliki tipologi lahan kering, berusaha
di bidang pertanian sebagai mata pencaharian
utama dengan pola usahatani dominan adalah
padi dan jagung, ada ternak sapi serta memiliki
tanah. Selain itu, akses menuju lokasi sangat
lancar, informasi struktur pendukung tersedia
dan jarak ke lokasi relatif dekat.
Karakterisasi lokasi pengkajian
Pengkajian integrasi ternak sapi-
padi/jagung di lahan kering adalah kegiatan
baru, sehingga berbagai informasi dasar sangat
diperlukan untuk mendukung kegiatan
selanjutnya. Studi karakteristik lokasi
pengkajian dilakukan untuk melihat berbagai
aspek aktivitas pertanian dan sumber daya serta
kelembagaan pendukung.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari
data primer dan sekunder. Data primer
dikumpulkan langsung dari kegiatan PRA
berupa sistem usaha tani, antara lain:
komoditas, pola tanam, pasca panen, input dan
output produksi; data sosial antara lain: tenaga
kerja, mobilitas penduduk, sistem
kelembagaan; data biofisik antara lain:
topografi, vegetasi dan jenis tanah. Data
sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi
terkait meliputi data: kependudukan, iklim,
tataguna lahan, jenis tanah, struktur organisasi
lokal.
Selain itu, dilakukan pengambilan sampel
tanah sebelum kegiatan perlakuan pupuk
diberikan untuk mengetahui status kesuburan
tanah serta faktor-faktor yang menjadi
penghambat pada lokasi pengkajian.
Teknologi yang dikaji
Sinergisme usahatani terpadu (terintegrasi)
adalah memanfaatkan limbah pertanian berupa
jerami (padi dan jagung) sebagai pakan ternak
dan memanfaatkan kotoran ternak untuk
dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Dengan
demikian, ada tiga komponen kegiatan yang
dilaksanakan, meliputi (1) teknologi budidaya
tanaman padi dan jagung, yaitu uji adaptasi
varietas unggul dan (2) teknologi budidaya
ternak sapi yang meliputi manajemen kandang
kelompok, teknologi pengolahan jerami
fermentasi dan teknologi pengolahan pupuk
kompos.
Budidaya tanaman jagung
1. Pola tanam : Monokultur
Perlakuan menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) yang terdiri dari dua
perlakuan, yaitu varietas dan dosis pupuk.
Perlakuan varietas jagung terdiri dari:
V0 : varietas jagung putih (lokal)
V1 : varietas Sukmaraga (komposit)
V2 : varietas Lamuru (komposit)
V3 : varietas Semar-10 (hibrida)
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
271
Perlakuan dosis pupuk terdiri dari:
P1:100 kg Urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl +
3.000 kg kompos
P2: 200 kg Urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl +
1.500 kg kompos
P3: 250 kg urea + 125 kg SP-36 + 75 kg KCl +
tanpa kompos
Dari dua macam perlakuan tersebut akan
diperoleh duabelas macam kombinasi
perlakuan yang diulang sebanyak empat kali,
sehingga ada empat puluh delapan kombinasi
perlakuan. Setiap perlakuan dicoba pada lahan
seluas 0,1 hektar dengan jarak antar perlakuan
(petak) 100 cm, sehingga luas pengkajian
adalah + 5,5 hektar.
Parameter tanaman yang diamati pada
laporan ini hanya difokuskan pada hasil pipilan
jagung per hektar.
Budidaya tanaman padi
1. Pola tanam: Monokultur
Perlakuan: Menggunakan rancangan acak
kelompok (RAK) yang terdiri dari dua
perlakuan, yaitu varietas dan dosis pupuk.
Perlakuan varietas padi terdiri dari:
V0 : varietas Pelita (petani)
V1 : varietas Towuti
V2 : varietas Situbagendit
V3 : varietas Situpatenggang
Perlakuan dosis pupuk terdiri dari:
P1: 100 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl
+ 2.000 kg kompos
P2: 150 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl
+ 1.000 kg kompos
P3: 250 kg urea + 125 kg SP-36 + 75 kg KCl +
tanpa kompos
Dari dua macam perlakuan tersebut akan
diperoleh duabelas macam kombinasi
perlakuan yang diulang sebanyak empat kali,
sehingga ada empat puluh delapan kombinasi
perlakuan. Setiap perlakuan dicoba pada lahan
seluas 0,1 hektar.
Sebagaimana pada tanaman jagung,
parameter yang diamati pada tanaman padi
difokuskan hanya pada hasil gabah kering
panen.
Budidaya ternak sapi
Usaha pemeliharaan ternak sapi pada
program integrasi tanaman padi/jagung-ternak
sapi ditujukan untuk pembibitan, yaitu
menghasilkan anak setiap tahunnya dan pupuk
(kotoran) untuk hariannya. Oleh karena itu,
penerapan teknologi adalah sangat penting
untuk mendukung keberhasilan program ini.
Teknologi yang diintroduksikan adalah (1)
manajemen kandang kelompok (2) teknologi
pengolahan pupuk kompos dan (3) teknologi
pengolahan jerami fermentasi untuk pakan
ternak.
1. Manajemen kandang kelompok
Sebagai percontohan dibuatkan kandang
kelompok dengan ukuran 4 x 10 meter dengan
kapasitas sekitar 12 ekor indukan. Sapi milik
angggota kelompok dikelola secara bersama
dalam satu kandang.
Pengelolaan kandang kelompok
berdasarkan hasil musyawarah para peternak
yang menitipkan ternaknya di kandang
kelompok, di antaranya menyangkut masalah
keamanan ternak, kebersihan kandang,
pemberian pakan, pengambilan kotoran dan
lain sebagainya.
Pakan diberikan secara cukup, yaitu pakan
jerami yang dicampur dengan rumput.
Demikian juga dengan air minum diberikan
secara tak terbatas. Pertambahan berat badan
ternak dimonitor setiap dua minggu sekali.
Parameter yang diamati pada pengelolaan
sapi pembibitan meliputi produksi kotoran per
hari, kejadian penyakit cacing, pertambahan
berat badan ternak dan aspek manajemen
pengelolaan.
2. Teknologi pengolahan jerami fermentasi
untuk pakan ternak
Jerami yang difermentasi adalah hanya
jerami padi, sedangkan jerami jagung tidak
demikian, karena ketersediaannya terbatas.
Teknik pembuatan jerami fermentasi mengacu
kepada panduan teknis yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor (HARYANTO et al., 2002).
Tempat pengolahan jerami fermentasi dengan
ukuran 4 x 10 meter ditempatkan di dekat
dengan kandang kelompok untuk memudahkan
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
272
pemberian pakan pada ternak, di samping itu
juga lokasinya dekat dengan lahan (penghasil
jerami), sehingga menghemat tenaga kerja
(tenaga angkut).
Pakan jerami jagung dan jerami padi
diberikan pada 10 ekor sapi yang dipelihara
dalam kandang kelompok, dengan kisaran
umur 1,5-2 tahun. Selain itu juga dimonitoring
sapi-sapi yang hanya diberi pakan rumput alam
saja.
Parameter yang diamati mencakup
pertambahan berat badan, konsumsi pakan
jerami, kandungan nutrisi jerami fermentasi.
Teknologi pengolahan pupuk kandang
(pupuk organik)
Tempat pemrosesan pupuk kandang
dibuatkan secara khusus dekat dengan kandang
kelompok untuk memudahkan pengangkutan
kotoran ternak. Kotoran ternak yang sudah
tertimbun di kandang kelompok diangkut ke
tempat pengolahan pupuk kandang, kemudian
diolah menjadi pupuk kandang dengan teknik
pengolahan mengacu kepada petunjuk teknis
yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan, Bogor (HARYANTO
et al., 2002).
Parameter yang diamati adalah lama proses
pembuatan pupuk kandang dan komposisi
kimia pupuk berdasarkan analisa laboratorium.
Analisa data
Data yang diperoleh berdasarkan informasi
dianalisa secara diskriptif.
Analisis tanah, pupuk, pakan ternak
berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
Analisis teknis agronomis, untuk
mengevaluasi penerapan teknologi
penggunaan pupuk organik menggunakan
ANOVA (Analysis of Variance),
sedangkan untuk membandingkan antar
rata-rata pengamatan setiap variabel yang
diuji digunakan Uji BNJ 5% (GOMEZ and
GOMEZ, 1993).
Analisis finansial untuk mengetahui tingkat
keuntungan yang diperoleh petani dalam
penggunaan pupuk digunakan R/C rasio.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik lokasi pengkajian
Sumberdaya biofisik
1. Topografi
Kecamatan Dusun Tengah, lokasi di mana
kegiatan integrasi ternak sapi dengan tanaman
pangan (padi dan jagung) dilaksanakan
memiliki luas wilayah 100,7 km. Secara
administratif terdiri dari delapan belas desa dan
satu kelurahan.
Topografi wilayahnya adalah datar,
bergelombang sampai berbukit yang membujur
dari timur ke barat dengan kemiringan 0-65%.
Bagian datar meliputi Ampah, Putai, Ampah II
dan Tampa, sedangkan yang lainnya adalah
bergelombang sampai berbukit.
2. Tanah
Tingkat kesuburan tanah di Kecamatan
Dusun Tengah adalah sedang dan kurang
subur, tersebar di semua wilayah Desa. Untuk
mendukung usaha pertanian didukung adanya
tata air makro, yaitu di Desa Talohen,
Netampin dan Tampa. Tata air mikro ada di
Desa Patung, wilayah dusun Pangkan.
Sedangkan untuk usaha pertanian tadah hujan
dan wilayah rawa tersebar diseluruh wilayah
Desa.
Luas lahan yang digunakan untuk pertanian
dan lain-lainnya adalah 103.149,5 ha, di mana
24,2% daripadanya didominasi untuk
perkebunan, sedangkan untuk sawah 14,9%,
lainnya diperuntukkan tegalan (8,4%),
pekarangan (14,5%), padang rumput (16%),
kolam (0,02%) dan lain-lain (49,5%).
Penggunaan lahan untuk sektor pertanian,
khususnya sub sektor tanaman pangan, dapat
dilaksanakan dengan pola intensifikasi dan non
intensifikasi.
Di samping potensi lahan, ada beberapa
potensi lain yang sangat mendukung
pembangunan pertanian di Kecamatan Dusun
tengah khususnya dan Kabupaten Barito Timur
umumnya, yaitu sumberdaya manusia,
kelembagaan petani dan kelembagaan
penunjang. Jumlah sumber daya manusia yang
bergerak di bidang pertanian dan perikanan
sebesar 24.769 orang dan sisanya 2.609 orang
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
273
bergerak di usaha lain. Di antara mereka yang
berusaha di bidang pertanian tergabung dalam
232 kelompok tani, yaitu kelompok tani
dewasa, kelompok wanita tani dan kelompok
taruna tani. Usaha pertanian juga didukung
oleh empat macam kelembagaan penunjang,
yaitu KUD, LSM, P3A dan KTNA kecamatan.
Faktor pendukung pembangunan pertanian di
Kecamatan Dusun Tengah ternyata lebih
lengkap lagi dengan adanya fasilitas usahatani
(traktor, power thresser, dll) dan fasilitas
penyuluhan dan pelayanan, yaitu BPP padi,
BPP ikan, Klinik Hewan, tenaga PPL, tenaga
pengamat hama & penyakit, dan tenaga
pengawas benih.
Keadaan usahatani
Ada berbagai komoditas yang
dikembangkan petani di Kecamatan Dusun
Tengah. Jenis tanaman pangan yang
diusahakan untuk padi adalah padi sawah dan
padi gogo, sedangkan untuk palawijanya yang
utama adalah jagung, kemudian kacang tanah,
kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. Pada sektor
perkebunan yang paling dominan adalah karet
(18.120 ha), kemudian kelapa (297 ha), kakao
(55 ha), aren (9 ha) dan kopi (3 ha). Adapun
jenis ternak yang dipelihara para petani adalah
sapi dengan populasi 340 ekor, kerbau 12 ekor,
babi 300 ekor, ayam buras 11.735 ekor dan
ayam ras 2.932 ekor.
Karakteristik rumah tangga petani responden
1. Sumber daya manusia (SDM)
Umur rata-rata responden adalah 40,5
tahun, dengan kisaran antara 28 hingga 60
tahun. Berdasarkan komposisi umur, 90%
responden dalam usia produktif (15-55 tahun)
dan hanya 10% pada usia non produktif (>55
tahun). Dengan demikian, mayoritas responden
yang sekaligus adalah kooperator pada
kegiatan pengkajian masih relatif kuat untuk
melaksanakan kegiatan on farm, off farm
maupun non farm.
Pendidikan merupakan salah satu tolok
ukur yang berpengaruh terhadap perilaku
petani dalam mengakses informasi, teknologi,
modal maupun pasar. Rata-rata tingkat
pendidikan responden adalah SD (60%),
sisanya SMA 10%, DII 10% dan tidak sekolah
20%. Dari gambaran terlihat bahwa tingkat
pendidikan petani masih didominasi SD,
sehingga perilaku dan tata cara dalam
mengelola usahataninya relatif sederhana,
walaupun pengalaman mereka dalam usahatani
di lahan kering cukup lama, rata-rata 12,9
tahun dengan kisaran antara 3 sampai 45 tahun.
Ketersediaan tenaga kerja sangat
berpengaruh akan keberhasilan sistim
usahatani. Tenaga kerja keluarga yang tersedia
dalam keluarga responden rata-rata 5,3 orang
dengan kisaran 3 sampai 11 orang per rumah
tangga petani. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa tenaga kerja tersedia cukup untuk
rumah tangga petani.
Hampir seluruh responden (90%) bekerja di
sektor pertanian dan hanya 10% yang
mempunyai pekerjaan di luar pertanian (off
farm). Seluruh aktivitas difokuskan ke sektor
pertanian, khususnya tanaman pangan dan
palawija serta perkebunan yang merupakan
sumber pendapatan utama mereka.
2. Sistim usahatani responden
Sistim usahatani yang diterapkan adalah
mix farming terdiri dari tanaman pangan,
ternak, hortikultura dan beberapa petani
menanam sayuran. Untuk tanaman pangan,
yaitu padi dan jagung ditanam secara
monokultur melalui pola tanam jagung (Juli
September) dan padi (OktoberMaret).
Sinergisme antar sub sektor kurang terlihat.
Tanaman pangan dipupuk menggunakan pupuk
anorganik, ternak diberi pakan rumput yang
tumbuh di sekitar desa, sedangkan limbah
pertanian belum dimanfaatkan, terutama
sebagai pakan ternak. Sapi digembalakan di
lahan pertanian agar kotorannya sekaligus bisa
dijadikan pupuk. Tidak ada upaya secara
khusus untuk membuat kotoran ternak menjadi
pupuk kandang. Tanaman pangan hanya
dipupuk dengan menggunakan pupuk kimia
(pupuk anorganik).
3. Tanaman pangan
Luas lahan yang digunakan responden
untuk berusaha di bidang petanian, terutama
tanaman pangan, disajikan dalam Tabel 1.
Tanaman pangan yang dominan diusahakan
adalah padi (100%) dan jagung (70%),
sedangkan untuk tanaman palawija, yaitu
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
274
kacang hijau dan kacang tanah, hanya 10%
responden yang menanam.
Usahatani jagung di lahan kering desa
Rodok memberikan keuntungan sebesar
Rp.1.397.500,- setiap hektar, dengan nisbah
penerimaan dibandingkan total biaya sebesar
1,8. Hal ini berarti bahwa setiap biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp.100,- dalam usahatani
jagung di lahan kering akan memberikan
penerimaan sebesar Rp.180,-. Sedangkan
usahatani padi di lahan kering dengan pola
petani memberikan keuntungan sebesar
Rp.642.500,- dengan nisbah penerimaan
dibandingkan total biaya sebesar 1,3. Hal ini
berarti bahwa setiap biaya yang dikeluarkan
sebesar Rp.100,- dalam usahatani padi di lahan
kering akan memberikan penerimaan sebesar
Rp.130,-
4. Peternakan
Populasi ternak di Kecamatan Dusun
Tengah berdasarkan laporan tahun 2002, untuk
ternak non unggas masih didominasi oleh sapi
potong (340 ekor), kemudian babi (300 ekor)
dan kerbau (12 ekor), sedangkan unggas yang
dikembangkan adalah ayam buras (11.735
ekor) dan ayam ras (2.932 ekor).
Jenis ternak utama yang dipelihara oleh
responden adalah sapi, dengan rata-rata
kepemilikan adalah 2,1 ekor dengan kisaran
antara 1 sampai 4 ekor. Jenis sapi yang
dibudidayakan adalah sapi Bali dan merupakan
sapi pribadi (85,7%), sisanya sapi bantuan
(14,3%). Pada umumnya sapi hanya
dikandangkan pada malam hari, siang sampai
sore hari dilepas di lahan. Sistim perkawinan
dilakukan secara alam dengan menggunakan
pejantan. Inseminasi Buatan belum pernah
dilaksanakan karena memang belum berjalan
di Kabupaten Barito Timur.
Kelembagaan tani responden
Kelompok tani BALI I terbentuk pada
tahun 1992, saat ini jumlah anggotanya 27
orang. Sebagian besar anggota kelompok
berasal dari Bali yang mengikuti program
transmigrasi. Ketua kelompok berasal dari
penduduk asli (lokal). Kegiatan rutin
pertemuan kelompok tani dilakukan sesuai
kebutuhan. Penyampaian informasi selain
melalui pertemuan, kebanyakan ketua
kelompok menyampaikan langsung kepada
anggotanya. Untuk mengatasi permasalahan,
selain didiskusikan dengan sesama anggota
lainnya, sering ketua kelompok mendatangai
BPP (Ampah) untuk membantu mencarikan
solusi persoalan mereka.
Keadaan lahan lokasi kegiatan pengkajian
Hasil rata-rata analisis tanah awal
menunjukkan bahwa kendala utama kesuburan
tanah di lokasi pengkajian adalah kemasaman
tinggi, ditunjukkan dengan nilai pH rendah dan
konsentrasi H
+
yang tinggi. Hasil analisis
beberapa sifat kimia tanah beserta kriterianya
disajikan pada Tabel 2.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah
menunjukkan kapasitas penyangga (buffer)
tanah yang rendah, sehingga unsur hara mudah
tercuci maupun terfiksasi (SOEPARDI, 1983).
Rendahnya pH tanah sangat mempengaruhi
ketersediaan unsur hara yang ditunjukkan
dengan rendahnya ketersediaan unsur hara N, P
dan K. Kandungan K-total tergolong sedang
namun tingkat ketersediaannya rendah, hal ini
disebabkan ion K
+
yang terlepas dari kompleks
jerapan tanah diisi oleh ion Al
+
dan H
+
.
Menurut SETIJONO (1996), ion K
+
yang
terlepas dari jerapan tanah akan digantikan
oleh ion Al
+
dan H
+
bila pH tanah rendah.
Tabel 1. Jenis tanaman pangan utama yang diusahakan responden (kooperator) di Desa Rodok, Kecamatan
Dusun Tengah, kab. Bartim
Rata-rata
Tanaman pangan
Luas lahan (ha) Luas garapan (ha) Hasil per ha (kg)
Padi
Jagung
1,38 (0,33-4,43)
0,98 (0,33-0,71)
1,1 (0,29-2,85)
1,0 (0,33-2,85)
2.782,4
2.400(NI)
3.000 (I)
NI: Non Intensifikasi; I: Intensifikasi
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
275
Tabel 2. Hasil pemeriksaan kimia tanah dari
sampel tanah lokasi pengkajian di Desa
Rodok, Kecamatan Dusun Tengah,
Kabupaten Barito Timur
Parameter Nilai Kriteria
pH H
2
O 4,8 Rendah
pH KCl 4,2 Rendah
C organik (%) 1,64 Rendah
N total (%) 0,14 Rendah
Rasio C/N 12 Sedang
P total 37 Sedang
K total 34,3 Sedang
P tersedia 0,97 Sangat rendah
Ca
-dd
7,18 Sedang
Mg
-dd
3,03 Tinggi
K
-dd
0,15 Rendah
Na
-dd
0,26 Rendah
KTK 11,59 Rendah
KB 84,67 Sangat tinggi
Tekstur Liat

Keberadaan bahan organik tanah rendah,
ditunjukkan dengan rendahnya kandungan C-
organik tanah, sehingga perlakuan penambahan
bahan organik atau kompos sangat diperlukan
untuk meningkatkan KTK tanah, sehingga
aplikasi pupuk dapat dimanfaatkan secara
maksimal bagi tanaman. Nisbah C/N rendah
menunjukkan proses nitrifikasi berjalan baik,
sehingga bila bahan organik yang ditambahkan
ke dalam tanah memiliki nisbah C/N tinggi
akan menyebabkan terjadinya fiksasi
(pengikatan) unsur hara oleh mikrobia tanah
untuk sementara waktu (SOEPARDI, 1983).
Ketersediaan P rendah dipengaruhi oleh
rendahnya pH tanah. MULLEN (1998)
menyatakan bahwa pada pH di bawah 6,5
ketersediaan P akan menurun akibat difiksasi
oleh Al
+
dan H
+
.
Budidaya tanaman jagung (uji adaptasi
varietas unggul)
Hasil pipilan kering/ha
Hasil analisa BNJ 5% menunjukkan
varietas Semar-10 berbeda nyata dengan semua
perlakuan sebagaimana disajikan pada Tabel 3
dan memberikan hasil tertinggi, yaitu 6,87
ton/ha.
Varietas Semar-10 memiliki hasil tertinggi
karena merupakan varietas hibrida yang diikuti
dengan aplikasi pupuk yang tinggi. Menurut
TJIONGERS (2001), jagung hibrida lebih
responsif terhadap pemupukan yang optimal
untuk memperoleh hasil yang tinggi dengan
pemberian pupuk 350 kg Urea/ha, 125 kg SP-
36/ha dan 75 kg KCl/ha memberikan hasil 8,5
ton/ha pipil kering pada varietas BISI- 2.
Pemupukan kompos 2 ton/ha mampu
memberikan hasil tertinggi, hal ini disebabkan
meningkatnya KTK tanah dan didukung oleh
pasokan unsur hara cepat tersedia dari pupuk
kimia, sehingga terjadi proses sinkronisasi
yang baik antara pelepasan hara dari pupuk dan
saat tanaman memerlukan unsur tersebut
(HAIRIAH, 2000).
Tabel 3. Pengaruh macam varietas dan dosis pupuk
terhadap hasil pipilan kering (ton/ha)
Perlakuan Hasil pipilan kering/ha
V0 3,31 a
V1 4,98 bc
V2 4,97 b
V3 5,15 c
BNJ 5% 0.22
Perlakuan Hasil Pipilan Kering/Ha
P1 8,13 a
P2 8,50 b
P3 7,92 a
BNJ 5% 0.29
Angka-angka di dalam kolom yang diikuti oleh
huruf yang sama, menunjukkan tidak ada
perbedaan yang nyata (P>0,05)
Analisa usahatani jagung varietas unggul
Tingkat keuntungan dan efisiensi usahatani
merupakan indikator keberhasilan usahatani
atau kelayakan teknologi usahatani yang
dikelola. Untuk itu perlu dilakukan analisis
finansial usahatani jagung varietas Semar-10
yang memperoleh hasil tertinggi, sebagaimana
disajikan pada Tabel 4.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
276
Tabel 4. Hasil analisa ekonomi usahatani jagung varietas Semar-10 di lahan kering Desa Rodok, Kecamatan
Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur
Uraian fisik Satuan (Rp) Nilai (Rp)
Biaya
Sarana Produksi
Benih
Pupuk kandang
Pupuk : Urea
SP-36
KCl
d. Roundup
e. Furadan
f. Kapur
Tenaga kerja
Pembersihan lahan
Pengolahan lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemeliharaan
Panen
Total Biaya
Penerimaan
Keuntungan usahatani
R/C Ratio


25 kg
1500 kg
200 kg
100 kg
100 kg
2 liter
2 kg
500 kg

10 HOK
15 HOK
15 HOK
10 HOK
10 HOK
15 HOK

6.830 kg




15.000
300
1.500
2.500
2.500
47.500
40.000
750

20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000

1.400


375.000
450.000
300.000
250.000
255.000
95.000
80.000
375.000

200.000
300.000
300.000
200.000
200.000
300.000
3.675.000
9.562.000
5.887.000
2,60

Budidaya tanaman padi (uji adaptasi
varietas unggul)
Hasil gabah kering panen
Hasil analisa BNJ 5% menunjukkan bahwa
pada hasil gabah, tidak ada pebedaan yang
nyata antara varietas Situpatenggang dengan
Situbagendit, tetapi berbeda nyata dengan
Towuti dan varietas lokal. Hasil pengamatan
hasil gabah disajikan pada Tabel 5.
Hasil analisa BNJ 5% menunjukkan bahwa
dosis pupuk 150 kg urea/ha + 100 kg SP-36/ha
+ 100 kg KCl/ha + 1.000 kg kompos/ha (P2)
berbeda nyata dengan dosis pupuk yang lain
terhadap hasil gabah. Ini menunjukkan bahwa
pemberian pupuk an-organik dengan dosis
tersebut di atas dikombinasikan dengan pupuk
organik (kompos) sebanyak 1 ton/ha dapat
meningkatkan hasil padi. Pupuk urea, SP-36
dan KCl sangat diperlukan oleh tanaman padi
gogo, karena ketersediannya di tanah sangat
kurang (ADININGSIH, 1998). Penelitian di
beberapa lokasi di Kalimantan Selatan
menunjukkan bahwa dosis pupuk 90 kg N + 90
kg P
2
O
5
+ 60 kg KCl merupakan takaran
optimum pupuk NPK bagi tanaman padi gogo,
dan jika dikombinasikan dengan pupuk
kandang atau kapur dapat meningkatkan hasil
25,5-28,20%.
Tabel 5. Pengaruh macam varietas dan dosis pupuk
terhadap hasil gabah
Perlakuan Hasil Gabah (ton/ha)
V0 3,51 a
V1 3,99 a
V2 4,70 b
V3 4,87 b
Perlakuan Hasil gabah (ton/ha)
P1 4,09 a
P2 4,44 b
P3 4,27 a
Catatan: Angka-angka di dalam kolom yang
diikuti oleh huruf yang sama, menunjukkan
tidak ada perbedaan yang nyata pada uji BNJ
5%
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
277
Analisa usahatani padi
Dengan memperhatikan aspek produksi,
varietas Situpatenggang menjadikan contoh
untuk analisa usahtani sebagaimana disajikan
pada Tabel 6.
Budidaya ternak sapi
Manajemen kandang kelompok
Kandang kelompok sudah dimanfaatkan
oleh anggota kelompok tani Bali I dengan
jumlah sapi yang masuk 10 ekor, sembilan
betina dan satu ekor pejantan. Jenis sapi yang
dipelihara adalah sapi Bali. Sapi dikandangkan
secara terus menerus untuk memproduksi
kotoran. Manajemen pengelolaan, terutama
memberi makan, membersihkan kandang dan
mengambil kotoran, sampai saat ini masih
belum ada masalah karena para pemilik sapi
masih ada hubungan kekeluargaan. Mereka
memberi pakan secara bergantian, tidak
membedakan masing-masing kepemilikan sapi.
Pakan yang diberikan adalah sebagian
besar rumput alam dan jerami jagung. Jerami
jagung diberikan saat panen jagung dan dalam
jumlah yang terbatas, karena panen jagung
tidak bisa secara serempak dan tidak sekaligus
habis dipanen, yaitu secara bertahap.
Jumlah kotoran sapi yang dihasilkan per
ekor per hari rata-rata 7,5 kg berat basah,
sehingga dalam satu hari dari 10 ekor sapi yang
dipelihara dalam kandang kelompok mampu
menghasilkan kotoran sejumlah 75 kg berat
basah dan kalau dibuat pupuk kandang menjadi
sekitar 35 kg. Untuk memenuhi kebutuhan
pupuk kompos dalam 1 hektar, sejumlah 2000
kg (2 ton), diperlukan waktu sekitar 114 hari
atau hampir 4 bulan.
Dari hasil monitoring terhadap penyakit
cacing ditemukan Strongylus (20%) dan
Strongyloides (10%). Penyakit cacing penting
seperti cacing hati (Fasciola sp.) tidak
ditemukan.
Tabel 6. Hasil analisa usahatani padi varietas Situpatenggang per hektar di lahan kering Desa Rodok,
Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Barito Timur
Uraian Fisik Satuan (Rp) Nilai (Rp)
Biaya
Sarana Produksi
Benih
Pupuk kandang
Pupuk : Urea
SP-36
KCl
Roundup
Kiltop
Tenaga kerja
a. Pembersihan lahan
b. Pengolahan lahan
Penanaman
Pemupukan
Pemeliharaan
Panen
Total Biaya
Penerimaan
Keuntungan usahatani
R/C Ratio


25 kg
1000 kg
200 kg
50 kg
50 kg
2 liter
1 liter

10 HOK
15 HOK
15 HOK
10 HOK
10 HOK
15 HOK

4.650 kg


15.000
300
1.500
2.500
2.500
47.500
45.000

20.000
20.000
20.000
20.000
20.000
20.000

1.300


375.000
300.000
300.000
125.000
125.000
95.000
45.000

200.000
300.000
300.000
200.000
200.000
300.000
2.865.000
6.045.000
3.180.000
2,12

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
278
Untuk reproduktivitas ternak, sapi-sapi
betina anggota kelompok Bali I hanya dilayani
oleh satu ekor pejantan yang masih muda.
Inseminasi Buatan masih belum berjalan.
Kondisi ini menyebabkan petani kesulitan
mengawinkan sapinya ketika sudah pada
birahi.
Dari hasil monitoring terhadap
pertambahan berat badan ternak, rata-rata
pertambahan berat badan hariannya (PBBH)
untuk sapi betina 0,28 kg, sedangkan sapi
pejantan memiliki rata-rata PBBH lebih tinggi,
yaitu 0,48 kg (Tabel 7). Pertambahan berat
badan tersebut dicapai dengan hanya diberi
rumput alam dan kadang-kadang jerami
jagung.
Semua responden yang memiliki sapi sudah
tersedia kandang. Kondisi kandang umumnya
kurang layak, baik dari segi ukuran maupun
kebersihan. Untuk menempatkan sapi-sapi
dalam suatu kandang kelompok, di mana
manajemen pengelolaannya dilakukan secara
bersama-sama masih sulit diterima oleh petani,
kondisi serupa dilaporkan oleh ELLA et al.
(2002). Untuk itu diberikan suatu kandang
kelompok percontohan, karena biasanya petani
akan meniru sesuatu yang baik berdasarkan
pengamatan di lapangan.
Dengan melihat kelebihan-kelebihan
mengenai pengelolaan kandang secara
berkelompok dan juga permasalahan-
permasalahan yang timbul, para petani akan
bisa menilai apakah manajemen kandang
kelompok nantinya bisa diterapkan di tempat
mereka. Sebagaimana tujuan utama
pemeliharaan sapi secara kandang kelompok
adalah untuk menghasilkan kotoran, rata-rata
produksi kotoran per hari yang dikumpulkan
petani pada pengeloaan kandang kelompok
sekitar 75 kg berat basah, jumlah ini jauh lebih
besar dan mudah mengumpulkannya
dibandingkan pada sapi-sapi yang dipelihara
secara tradisional kotorannya kececer dimana-
mana dan sulit dikumpulkan. Kotoran ternak,
selain untuk pupuk tanaman mereka sendiri,
sisanya bisa dijual untuk menambah
pendapatan bagi petani. Menurut DIWYANTO et
al. (2002) sekitar 40% pendapatan dari sistim
usahatani adalah berasal dari penjualan pupuk.
Keuntungan lain adanya manajemen
kandang kelompok adalah produktivitas ternak
dapat terkontrol, terutama dari segi
kesehatannya, reproduksinya dan pemberian
pakannya. Tingkat produktivitas ternak dapat
dilihat dari pertambahan berat badan hariannya
(PBBH). PBBH sapi pada pola pemeliharaan
petani ternyata lebih rendah (0,28 kg/ekor/hari)
dibandingkan dengan pola pemeliharaan yang
sama dan jenis sapi yang sama di pulau Bali,
yaitu sebesar 0,31 kg/ekor/hari (SUYASA et al.,
1998). Namun demikian, PBBH sapi yang ada
di lokasi pengkajian masih dalam kisaran
normal sebagaimana sapi-sapi yang dipelihara
secara tradisional. NITIS dan MADREM (1978)
menyatakan bahwa sapi yang dipelihara secara
tradisional hanya dapat meningkatkan
pertambahan berat badan harian berkisar 0,23-
0,27 kg/ekor/hari.
Teknologi pengolahan pakan jerami
Jerami yang akan diolah adalah jerami
padi, bukan jerami jagung, karena jerami
jagung sangat sedikit ketersediaaannya, selain
itu, dari kandungan nutrisinya yang relatif
sudah tinggi tidak memerlukan perlakuan
khusus lagi. Adapun jerami padi karena
jumlahnya banyak dan nilai nutrisinya relatif
rendah, diperlukan perlakuan khusus tidak
hanya untuk meningkatkan nilai cernanya saja
tetapi juga untuk meningkatkan daya simpan.
Kegiatan pengolahan jerami fermentasi sedang
dilaksanakan di lapangan dan belum
diaplikasikan pada sapi, sehingga datanya
belum bisa dilaporkan.
Tabel 7. Pertambahan berat badan sapi yang diberi pakan rumput dan jerami jagung
Rata-rata (kg)
Jenis kelamin sapi
Berat badan awal Berat badan akhir PBB
PBBH (kg/ekor/hari)
Betina
Jantan
240,4
171
254
194
13,6
23
0,28
0,48
PBB : Pertambahan berat badan; PBBH : Pertambahanberat badan harian
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
279
Jerami padi di lokasi pengkajian hampir
tidak pernah digunakan sebagai pakan ternak,
sehingga diperlukan penjelasan dan
percontohan kepada peternak. Pakan yang
umum diberikan hanyalah rumput alam dan
jerami jagung dan sangat jarang diberikan
pakan konsentrat (tambahan).
Teknologi pengolahan pupuk kompos (pupuk
kandang)
Pembuatan pupuk kompos bagi kelompok
tani Bali I khususnya merupakan hal yang
baru, di mana sebelumnya mereka belum
pernah membuatnya, sehingga terlebih dahulu
dilakukan percontohan tentang tata cara
pembuatan pupuk kandang yang baik dan
benar dan dibuatkan bangunan tempat
pengolahannya sebagai percontohan. Saat ini
kelompok tani Bali I sudah mampu
memproduksi sendiri pupuk kompos dengan
teknologi introduksi. Bahkan sekarang ini
sudah mulai memasarkan walaupun dengan
skala yang masih terbatas. Mereka sudah mulai
sadar bahwa pembuatan pupuk kandang, selain
bermanfaat untuk tanaman mereka sendiri, juga
bisa dijadikan sebagai usaha sambilan. Mereka
sudah secara rutin membuat pupuk kandang
secara gotong royong. Kotoran ternak
diperoleh tidak hanya dari kandang kelompok,
namun juga dari sapi-sapi yang dikelola secara
individu. Pembagian pupuk dan keuntungan
dimusyawarahkan bersama.
Teknologi pengolahan pupuk kompos ini
relatif mudah dilaksanakan oleh petani dan
tidak menyita tenaga dan waktu. Waktu
pemrosesan pupuk sampai siap digunakan
relatif singkat, yaitu 4 minggu dengan
komposisi kimia berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium disajikan dalam
Tabel 8.
Teknologi pengolahan pupuk organik
sangat sesuai diterapkan di lokasi pengkajian
dengan pertimbangan: (1) kondisi lahan
pertanian miskin akan bahan organik dan hal
ini sangat memerlukan pupuk kandang (pupuk
organik), (2) bahan utama pembuat pupuk
organik, yaitu kotoran sapi, tersedia di lokasi,
(3) bahan tambahan pembuat pupuk organik
seperti serbuk gergaji dan abu mudah diperoleh
di lokasi dan (4) tersedia teknologinya.
Tabel 8. Hasil analisis laboratorium terhadap
pupuk kompos produksi kelompok tani
Bali I
Parameter uji Satuan Hasil uji
Air
pH
Nitrogen
Phosphor (P)
Kalsium (K)
Magnesium (Mg)
Sulfur (S)
Zat organik (C organik)
C/N ratio
%
-
%
%
%
%
%
%
-
11,49
6,9
1,09
0,01
0,07
0,08
0,10
3,85
3,53
KESIMPULAN DAN SARAN
Lokasi pengkajian merupakan lahan kering
yang didominasi oleh jenis tanah marginal
dengan topografi miring, dan tanah-tanah tua.
Tanah-tanah tersebut memiliki kesuburan yang
rendah, antara lain dicirikan dengan kandungan
bahan organik dan unsur hara terutama unsur
makro rendah, tingkat kemasaman tinggi
sehingga ketersediaan hara menjadi rendah.
Selain itu, ketersediaan unsur makro seperti N
tersedia, P tersedia, K tersedia rendah,
meskipun kandungan N total dalam tanah
tergolong sedang, dan P total sangat tinggi.
Untuk basa-basa seperti Na, Ca, Mg tergolong
rendah sampai tinggi, Kapasitas Tukar Kation
(KTK) tanah tergolong tinggi. Berjenis
Podsolik Merah Kuning (PMK) yang
didominasi oleh Ultisols, memiliki
ketersediaan unsur hara N, P2O5 dan K2O
yang bervariasi antara sangat rendah sampai
sedang, sehingga perlu penambahan pupuk,
baik pupuk organik maupun pupuk anorganik,
untuk dapat meningkatkan produksi dan
pendapatan yang lebih baik.
Ketersediaan sumber daya manusia
pertanian, yaitu petani dan rumahtangganya,
dan aparat pertanian, kelembagaan penunjang,
kelembagaan petani, fasilitas usahatani,
fasilitas penyuluhan dan pelayanan serta
ketersediaan teknologi sangat memungkinkan
produktivitas usahatani di lokasi pengkajian
bisa lebih ditingkatkan lagi.
Varietas jagung yang paling adaptif adalah
Semar-10, dengan dosis pemupukan, urea: 100
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
280
kg, SP36: 100 kg, KCl: 100 kg dan pupuk
kompos 1.500 kg, mendapatkan hasil 6,83
ton/ha jagung pipilan kering dengan R/C ratio
2,6.
Varietas padi yang paling adaptif adalah
Situpatenggang, dengan dosis pemupukan,
urea: 200 kg, SP36: 50 kg, KCl: 50 kg dan
pupuk kompos 1.000 kg, mendapatkan hasil
4,65 ton/ha gabah kering dengan R/C ratio
2,12.
Rata-rata pertambahan berat badan ternak
dengan diberikan pakan rumput dan jerami
jagung dalam kisaran normal.
Reproduktivitas ternak mengalami kendala
akibat kurang tersediaanya pejantan dan tidak
adanya inseminasi buatan.
Ketersediaan ternak sapi di lokasi
pengkajian memungkinkan untuk penyediaan
pupuk organik secara kontinyu.
Dengan sistim dikandangkan (kelompok),
kotoran ternak lebih mudah dikoleksi dan
dalam jumlah lebih banyak (rata-rata 7,5
kg/ekor/hari). Pengolahan pupuk kandang
secara aerob lebih mudah dilaksanakan oleh
petani.
Ketersediaan pejantan dibutuhkan untuk
memacu peningkatan populasi ternak.
PRAKIRAAN DAMPAK DAN RENCANA
TINDAK LANJUT
Introduksi teknologi berupa varietas unggul
padi dan jagung serta penggunaan pupuk
kandang (organik) dapat meningkatkan
produksi dan pendapatan petani, hal ini bisa
dilihat dari hasil analisa usahatani. Kondisi ini
diharapkan akan bisa mengubah pola pikir
petani yang selama ini hanya mengusahakan
usahatani secara tradisional. Kotoran ternak,
yang selama ini tidak pernah dikelola untuk
dijadikan kompos, ternyata mampu
memberikan kontribusi bagi peningkatan
produksi. Demikian halnya dalam penggunaan
varietas, ternyata varietas unggul lebih tahan
terhadap penyakit dan memberikan produksi
yang jauh lebih tinggi. Adanya hasil yang
demikian, introduksi teknologi dimungkinkan
secara bertahap akan diadposi oleh petani yang
pada gilirannya mampu meningkatkan
pendapatan dan taraf kehidupan mereka.
Kegiatan pengkajian ini baru berjalan satu
tahun dan merupakan kegiatan baru dan masih
banyak hal-hal yang perlu diperbaiki.
Pemilihan varietas unggul di antara 3 varietas
yang terbaik masih akan diuji lagi dalam skala
lebih luas di tahun anggaran 2004 dan
perbaikan pengelolaan kotoran ternak sampai
pembuatan pupuk komposnya masih perlu
dilakukan monitoring untuk meningkatkan
kualitas pupuknya dan peluang pemasaran
pupuk. Sedangkan untuk ternaknya sendiri
teknologi kecukupan pakan, terutama dengan
memanfaatkan limbah jerami padi yang diolah
secara amonia-fermentasi, masih akan
dilanjutkan pada tahun berikutnya (2004).
Dengan demikian, akhir dari kegiatan ini suatu
paket teknologi yang lengkap tentang
pengelolaan tanaman pangan dan ternak secara
terintegrasi dan berkelanjutnya dapat
dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
ADININGSIH, J.S. 1998. Peranan efisiensi
penggunaan pupuk untuk melestarikan
swasembada pangan. Inovasi Teknologi
Pertanian. Seperempat Abad Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Buku I. hlm. 151-
162.
DINAS KEHEWANAN KALIMANTAN TENGAH. 2001.
Kebijakan dan strategi pembangunan
peternakan di Kalimantan Tengah tahun 2001-
2005. Disampaikan pada Temu Aplikasi Paket
Teknologi dan Teku Informasi Pertanian Sub
Sektor Peternakan, Tanggal 13-14 Nopember
2001 di Palangka Raya.
DIWYANTO, K., BAMBANG R. PRAWIRADIPUTRA dan
D. LUBIS. 2002. Integrasi tanaman-ternak
dalam pengembangan agribisnis yang berdaya
saing, berkelanjutan dan berkerakyatan.
Wartazoa, Vol. 12, No. 1. hlm.1-8.
ELLA, A., M. SARIUBANG, D. BACO dan S. SAENONG.
2002. Crop livestock system di Sulawesi
Selatan: Suatu pendekatan sistim pertanian
secara terpadu. Makalah disampaikan pada
Apresiasi Teknis Program Litkaji Sistim
Usahatani Tanaman Ternak (Crop-Animal
Systems), Pasuruan, 28 Mei3 Juni 2002.
FACHRI, S., M.S. MOKHTAR, B.N. UTOMO, AMIK, K.,
A. HARTONO, SUNARDI dan R. JAYA. 2002.
Laporan hasil studi pemahaman sistim
usahatani di lahan kering (Kasus Kelurahan
Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota
Palangka Raya). Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kalimantan Tengah, Palangka Raya.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
281
GOMEZ, A.A and K.A. GOMEZ. 1993. Statistical
Procedures for Agricultural Research, The
International Rice Research Institute, Los
Banos.
HAIRIAH, K. 2000. Pengelolaan Tanah Masam
Secara Biologi. ICRAF, Bogor.
HARIYANTO, B., I. INOUNU, I.G.M. BUDI ARSANA dan
K. DIWYANTO. 2002. Panduan teknis sistim
integrasi padi-ternak. Departemen Pertanian.
MULLEN, M.D. 1998. Transformation of Other
elements. In: Principles and Applications Soil
Microbiology. Prentice-Hall, New Jersey.
SETIJONO, S. 1996. Intisari Kesuburan Tanah. IKIP
Malang Press, Malang.
SUYASA, NYM., I.A. PARWATHI, S. GUNTORO,
SUPRAPTO dan S., Widiyazid. 1998. dampak
introduksi paket teknologi probiotik dalam
pengembangan sapi potong berwawasan
agribisnis dengan pendekatan partisipatif di
Bali. JPPTP No. 1. hlm. 51-68.
TJIONGERSS, M. 2001. Jagung Hibrida, Komoditas
Andalan Sulawesi Selatan. Abdi Tani. PT.
Tanindo Subur Prima, Surabaya.
UTOMO, B.N., S. FACHRI, M.S. MOKHTAR, AMIK, K.,
A. HARTONO, SUNARDI dan R. JAYA. 2002.
Peranan ternak pada sistim usahatani lahan
kering di Kalimantan Tengah. Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner di Bogor,
29-30 September 2002.

You might also like