Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 25

ANALISIS IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN

USAHA EKONOMI MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)


(Identifikasi Evaluasi Permasalahan, Kebutuhan, Potensi dan Pembinaan
Pengembangan Usaha Ekonomi Mikro Kecil dan Menengah di Kota Malang)

Sukesi*
* Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Dr. Soetomo Surabaya

ABSTRACT
To speed up economy restoration with brace development basement sustainability and with
justice based on in democracy economy system. Done to pass development at economy area
with development at Natural Resources (SDA) and environment. Make use wealth SDA
without neglecting principles sustainability and environment preservation. Effort
development micro intermediate little can give big contribution towards bational economy
restoration process so that necessary more be payed because, by using technics analysis
diskriptif, technics factor analysis, and doubled linear regression is found factors that
determine development success UMKM among others Human Resource (SDM),
capitalization, engine and device, effort management, marketing, basic commodity
availability, and information so that can do global access. Bear mission creats
generalization chances work and try to preserve culture, and support to export national.
Technicsly survey existence UMKM at unlucky city to effort areas classification
arrangement, effort stratification, and troubleshoot identification, need, and the potential,
with influential factors towards the development. Furthermore evaluation towards that got
and database that made based on the effort area classification operationally permanent refer
in construction masterplan and small industry development and intermediate with pay
attention potential region.
Keyword: UMKM; Enableness; Development; Implementation; Effort Opportunity

Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 20002004, terdapat 5 Prioritas
Pembangunan Nasional yaitu:
1. Membangun Sistem Politik yang Demokratis serta mempertahankan Persatuan
dan Kesatuan.
2. Mewujudkan Supremasi Hukum dan Pemerintahan yang baik.
3. Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat Landasan Pembangunan
yang berkelanjutan dan Berkeadilan yang berdasarkan Sistem Ekonomi
Kerakyatan.
4. Membangun Kesejahteraan Rakyat, Meningkatkan Kualitas Kehidupan
Beragama, dan Ketahanan Budaya.
5. Meningkatkan Pembangunan Daerah.

Guna mendukung Program Pembangunan Nasional Tahun 20002004


tersebut, khususnya prioritas untuk mempercepat pemulihan ekonomi serta
memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan
pada Sistem Ekonomi Kerakyatan, dilakukan melalui pembangunan di bidang
ekonomi serta pembangunan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sesuai dengan GBHN 1999
2004 adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan
pembangunan yang lebih kukuh bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Tujuan pembangunan tersebut dicapai dengan lebih memberdayakan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional terutama Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi
melalui pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan yang bertumpu pada
mekanisme pasar yang berkeadilan serta berbasis sumber daya alam, serta
sumberdaya manusia yang produktif dan mandiri.
Adapun sasaran pembangunan di bidang ekonomi adalah mempercepat
proses pemulihan ekonomi, antara lain ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang
meningkat secara bertahap mencapai sekitar 6 - 7 persen, dan laju inflasi terkendali
sekitar 3 5 persen, menurunnya tingkat pengangguran menjadi sekitar 5,1 persen
dan menurunnya jumlah penduduk miskin menjadi sekitar 14 persen pada tahun
2004. Sasaran selanjutnya adalah makin kukuhnya ketahanan ekonomi nasional
yang ditunjukkan oleh meningkatnya daya saing dan efisiensi perekonomian,
terciptanya struktur perekonomian yang kuat berlandaskan keunggulan kompetitif,
serta meningkatnya dan lebih meratanya ketersediaan sarana dan prasarana
pembangunan.
Untuk mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan tersebut, akan
dilaksanakan pembangunan di bidang ekonomi yang secara terpadu dikelompokkan
ke dalam tujuh kelompok program percepatan pemulihan ekonomi dan penciptaan
landasan ekonomi berkelanjutan. Adapun ketujuh kelompok program tersebut
adalah:
1. Menanggulangi kemiskinan dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
2. Mengembangkan Usaha Skala Kecil, Menengah, dan Koperasi sebagai tulang
punggung Ekonomi Kerakyatan dan memperluas partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.
3. Menciptakan stabilitas ekonomi dan keuangan agar tercipta iklim yang kondusif
bagi peningkatan investasi dan ekspor yang sangat penting bagi percepatan
pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
4. Memacu peningkatan daya saing terutama untuk meningkatkan ekspor non
migas, termasuk pariwisata, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
5. Meningkatkan investasi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi,
terutama investasi berdasarkan ekuitas daripada berdasarkan pinjaman.
6. Menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembangunan ekonomi
(transportasi, pos, telekomunikasi, informatika, listrik, energi, pertambangan,
serta pengairan dan irigasi).
7. Memanfaatkan kekayaan sumber daya alam nasional dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan (sustainability) dan kelestarian
lingkungan.
Pengembangan Sistem Ekonomi Kerakyatan merupakan pembangunan
sistem yang memungkinkan seluruh potensi masyarakat, baik sebagai konsumen,
pengusaha, maupun tenaga kerja, secara indiskriminatif untuk berpartisipasi aktif

dan meningkatkan taraf hidupnya dalam berbagai kegiatan ekonomi. Upaya lintas
bidang yang perlu dilakukan meliputi penegakan hukum dan prinsip keadilan,
penciptaan iklim usaha yang sehat, pemihakan dan pemberdayaan masyarakat,
peningkatan sumber daya manusia dan peningkatan akses atas sumber daya
pembangunan.
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang besar terhadap Proses Pemulihan Perekonomian Nasional sehingga
perlu lebih diperhatikan karena mengemban misi menciptakan pemerataan
kesempatan kerja dan berusaha, melestarikan budaya, dan mendukung ekspor
nasional.
Terdapat dua prioritas dalam pengembangan Usaha Skala Kecil dan
Menengah (UKM) sebagai tulang punggung Ekonomi Kerakyatan dan memperluas
partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu Prioritas Jangka Pendek diberikan
untuk mempercepat peningkatan skala Usaha Kecil, dan Menengah serta
meningkatkan aksesnya pada permodalan, Prioritas Jangka Menengah diarahkan
untuk meningkatkan akses Usaha Kecil, dan Menengah pada sumber daya produktif
dan mengembangkan kewirausahaan.
Dari data yang diketahui bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada
umumnya tersebar di sentra-sentra maupun di luar sentra yang diusahakan secara
turun temurun dan proses terbentuknya merupakan bagian dari kultur masyarakat
setempat. Usaha Kecil dan Menengah yang berkembang mampu berperan sebagai
inti dan sekaligus sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi desa/kelurahan sehingga
secara alamiah terjadi proses transformasi budaya dari masyarakat tradisional
menuju masyarakat yang maju dan modern. Lebih jauh akan memberikan dampak
yang besar pada peningkatan pendapatan masyarakat.
Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan Pengembangan Usaha Kecil
dan Menengah diantaranya adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM),
Permodalan, Mesin dan Peralatan, Pengelolaan Usaha, Pemasaran, Ketersediaan
Bahan Baku. dan Informasi agar bisa melakukan akses global.
Selama ini kualitas sumber daya manusia yang bekerja di Usaha Kecil dan
Menengah pada umumnya masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan dengan masih
rendahnya kualitas produk, terbatasnya kemampuan untuk mengembangkan produkproduk baru, lambannya penerapan teknologi, dan lemahnya pengelolaan usaha.
Ditinjau dari pola pembinaan dan pengembangan yang diterapkan selama ini
dengan model pembinaan yang cenderung seragam, berupa paket pembinaan dari
pusat belum tentu sesuai dengan kebutuhan kondisi sosial budaya yang berkembang
di lingkungan tempat Usaha Kecil dan Menengah itu berada. Hal ini disebabkan
kondisi dan potensi masing-masing daerah berbeda.
Mengacu pada penjelasan di atas, Ekonomi Kerakyatan adalah bagian
penting dari strategi pembangunan yang difokuskan pada pemberdayaan rakyat
miskin dan lemah. Ekonomi Kerakyatan bertujuan melakukan perubahan penting
untuk membebaskan rakyat dari ikatan dan halangan, seperti tradisi kepercayaan,
dan nilai-nilai yang sampai sekarang masih membelenggu dan merintangi kemajuan
masyarakat.
Untuk memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan kesejahtetaan dan
kemakmuran, khususnya masyarakat miskin sebagaimana tercantum dalam strategi
pembangunan Kota Malang tersebut di atas maka, pola pembinaan dan
pengembangan potensi Ekonomi Kerakyatan yang ada di Kota Malang harus

dikembangkan sesuai dengan kondisi dan potensi Kota Malang, agar pembinaan dan
pengembangan potensi Ekonomi Rakyat di Kota Malang lebih terarah maka perlu
melakukan pemetaan sesuai klasifikasi dan potensi usaha dengan melakukan kajian
tentang Implementasi
Pemberdayaan
Usaha Ekonomi Mikro Kecil dan
Menengah .
.
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah penyebaran stratifikasi bidang-bidang Usaha
Kecil dan
Menengah di Kota Malang saat ini.
2. Sejauhmanakah tingkat permasalahan, kebutuhan, dan potensi Usaha Kecil dan
Menengah di Kota Malang.
3. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap implementasi
pengembangan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Malang.
TUJUAN
1. Mengetahui bidang-bidang Usaha Kecil dan Menengah di Kota Malang dan
stratifikasi usahanya.
2. Identifikasi dan evaluasi permasalahan, kebutuhan, dan potensi Usaha Kecil dan
Menengah di Kota Malang.
3. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Usaha
Kecil dan Menengah di Kota Malang.
MANFAAT
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukkan bagi pembuat
kebijakan dalam merumuskan kebijakan tentang peningkatan pemberdayaan
potensi UMKM di Kota Malang
2. Terciptanya pedoman bagi instansi teknis dalam rangka pembinaan dan
pengembangan Usaha Kecil, dan Menengah di Kota Malang berlandaskan pada
sistem Ekonomi Kerakyatan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Hukum
Lebih lanjut jaminan atas hak yang sama bagi lagi-laki dan perempuan dituangkan
dalam GBHN (1999-2004), bahkan secara khusus ratifikasi CEDAW - atau UU
nomor 7 tahun 1978, menjadi bukti adanya perlindungan khusus Negara kepada
perempuan. Namun demikian realitasnya pembangunan memberikan manfaat dan
memiliki dampak yang berbeda bagi masyarakat, baik desa-kota, wilayah sentra,
pinggiran maupun pedalaman, bagi laki-laki dan perempuan, dan disadari sebagai
salah satu kelemahannya adalah dampak pembangunan tersebut menimbulkan
kesenjangan antar daerah.
Meskipun dalam laporan resmi Negara menunjukkan Indonesia mengalami
kemajuan ekonomi yang baik, dan terjadi angka pengurangan kemiskinan 18,2
persen dalam tahun 2002, dan menjadi 17,4 persen tahun 2003 (MGDs: 2004) tetapi
kemiskinan masih menjadi persoalan yang besar-terlebih lagi dengan adanya
bencana beruntun di Aceh, Sumatra Utara, dan Nias, serta dampak kenaikan BBM.
Kemiskinan dan keterbatasan lapangan kerja telah mendorong masyarakat untuk
pergi ke Luar Negeri. Pada tahun 1999 menunjukkan ratio terbesar dari perempuan

yang menjadi pekerja di Luar Negeri dibanding laki-laki, jumlah 242,6 per 100 lakilaki pekerja, sementara tidak ada perlindungan yang memadai, sehingga banyak
terjadi kasus-kasus kekerasan.
Faktor penyebab suramnya kondisi perempuan di Indonesia (termasuk di daerah
tertinggal) antara lain:
1)

Kebijakan yang tidak sensitive terhadap kebutuhan rakyat, khususnya


perempuan, yang tercermin pada rendahnya alokasi budget pembangunan
pada sektor-sektor yang dekat dengan rakyat (pendidikan, kesehatan,
pengembangan ekonomi).

2)

Kebijakan ekonomi makro yang berfokus pada pertumbuhan, berdampak


pada beban ganda perempuan karena urbanisasi, menjadi tenaga kerja
murah maupun penyedia hiburan, serta keterbatasan akses perempuan
dalam dunia public.

3)

Ideologi patriakhi yang melahirkan subordinasi perempuan

4) Ketergantungan Indonesia pada Negara donor, globalisasi maupun konflik


yang berkepanjangan.
Tidak jauh dari akibat permasalahan di atas, kondisi tertinggal yang dialami oleh
sebagian wilayah Indonesia merupakan realitas yang kita hadapi, apakah dengan
kekayaan alam yang mereka miliki masih memungkinkan mereka bertahan, berubah
atau dalam kondisi yang semakin terpuruk?. Ada banyak alternative yang bisa
dilakukan. Lebih khusus dalam upaya peningkatan kapasitas ekonomi
merekaperempuan selalu menjadi obyek, karena perempuanlah yang dianggap
fleksibel untuk melakukan fungsifungsi pengelolaan. Tetapi harus dipahami bahwa
perempuan telah dalam posisi yang marginal. Oleh karenanya upaya pengembangan
ekonomi tidak boleh menjadi upaya eksploitasi, tetapi sebaliknya menjadi alat
penguatan, dengan ASPPUK memberikan gambaran bahwa Usaha Kecil-Mikro
mampu menjadi pintu masuk dan media Penguatan Perempuan setidaknya yang
terjadi di 64 kabupaten di Indonesia, di mana partner ASPPUK bekerja.
2. Industri Kecil
Pengertian industri kecil sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di
kalangan para ahli maupun lembaga-lembaga yang terkait. Namun ada beberapa
kriteria yang bisa digunakan sebagai acuan untuk mendapatkan gambaran mengenai
industri kecil. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor:
133/M/SK/8?1979, industri kecil dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu:
1. Industri kecil yang mempunyai kaitan erat dengan industri menengah dan
industri besar:
a. Industri yang menghasilkan barang-barang yang diperlukan oleh industri
menengah dan besar.
b. Industri kecil yang membutuhkan produk-produk dari industri menengah dan
besar.
c. Industri kecil yang memerlukan bahan-bahan limbah dari industri menengah
dan besar.

2. Industri yang berdiri sendiri, yaitu industri yang langsung menghasilkan barangbarang untuk konsumen. Industri ini tidak mempunyai kaitan dengan industri
lain.
3. Industri yang menghasilkan barang-barang seni.
4. Industri yang mepunyai pasaran lokal dan bersifat pedesaan.
Menurut Biro Pusat Statistik, besar kecilnya industri dapat ditentukan atas dasar
kriteria jumlah tenaga kerja. Kriteria industri berdasarkan pemakaian jumlah tenaga
kerja adalah sebagai berikut:
1. Industri besar adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 100 orang atau
lebih.
2. Industri sedang adalah industri yang mempekerjakan tenaga kerja antara 20-99
orang.
3. Industri kecil adalah industri yang mempergunakan tenaga kerja 5-19 orang.
4. Industri rumah tangga adalah industri yang mempergunakan tenaga kurang dari
5 orang.
Jenis industri kecil jumlahnya cukup banyak, untuk menyederhanakan
sebagai upaya pembinaan dikolompokkan ke dalam sentra-sntra industri kecil yaitu
sentra industri pangan, sentra industri sedang dan kulit, sentra kimia dan bahan
bangunan, sentra industri kerajinan dan umum, serta sentra industri logam.
Karakteristik-karakteristik industri kecil dan kerajinan menurut Cahyono dan
Adi (1983) adalah:
1. Semangat kebabasan yang tinggi.
2. Semangat berusaha yang kuat.
3. Keseimbangan dominasi antara pengaruh pertimbangan-pertimbangan pribadi
dan keluarga dengan pengaruh pertimbangan profesional.
4. Pengaruh faktor ketidaksengajaan yang lebih kuat dari pada pengaruh faktor
rencana.
5. Keseksamaan dalam menggunakan waktu.
6. Pendidikan formal yang terbatas.
7. Harapan akan jangkauan hasil-hasil yang konkrit dan cepat.
Menurut Lempelius dan Thorne (1976: 74-84) mengemukakan masalahmasalah yang dihadapi industri kecil antara lain:
1. Sikap pasif dan bahkan menjahui persaingan.
2. Orientasi usahanya hanya sekedar untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
3. Orientasi usahanya hanya sekedar untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
4. Orientasi kegiatan lebih dicurahkan pada produksi dan kurang memadukan
dengan kegiatan pemasaran.
5. Sebagian industri kecil bersifat pengusaha tukang.
6. Bersikap irasional terutama tidak atau kurang diperhitungkannya produk secara
benar dalam memperoleh keuntungan.
7. Keterbatasan modal.
Hubungan industri kecil pengrajin batik dengan kewirausahaan adalah
industri kecil pengrajin batik merupakan salah satu dunia wirausaha yang
merupakan tantangan bagi generasi muda. Karena jumlah pencari kerja jauh lebih
besar dari penawaran pekerjaan, oleh karena itu harus menciptakan pekerjaan sendiri
atau berwirausaha. Menurut Nugroho (1984) seorang wirausaha adalah seorang yang

dapat menciptakan dirinya menjadi seorang usahawan yang berhasil. Apa yang
diperoleh melalui bangku sekolah adalah suatu modal dasar dari perkembangan
pemikiran. Tinggi rendahnya sekolah seseorang umumnya mempengaruhi jalan
pemikiran seseorang. Industri kecil pengrajin batik merupakan salah satu wujud
berwirausaha, yang mana merupakan satu dari sekian banyak macam industri kecil
kerajinan yang terbesar di seluruh Indonesia .
3. Posisi Strategis Usaha Kecil-Mikro
Kebijakan Negara yang sentralistik beberapa waktu yang lalu, masih
terasakan dampaknya. Lebih khusus dalam kebijakan ekonomi yang sentralistik dan
orientasi pembangunan yang menekan pada aspek pertumbuhan, dimana usaha besar
dijadikan sebagai roda penggerak ekonomi Nasional, ternyata tidak terbukti
memberikan nilai lebih, bahkan tidak mampu bertahan saat krisis melanda Indonesia
dan Asia pada umumnya. Kesalahan kebijakan investasi dan kebocoran di
berbagai sektor pemerintahan telah mengakibatkan dunia usaha terpuruk dan
selanjutnya menyeret keterpurukan pada sektor ekonomi yang lain.
Dalam kondisi diatas, maka usaha kecil terbukti mampu menjadi penyangga
perekonomian rakyat, karena keadaan tersebut mendorong inisiatif masyarakat
khususnya perempuan untuk melakukan kegiatan ekonomi pinggiran sebagai upaya
bertahan hidup. Hal ini nampak pada pertumbuhan secara kuantitatif jumlah pelaku
usaha kecil di Indonesia tahun 2001 yang mencapai 40.137.773 juta (99,86%) dari
total jumlah pelaku usaha 40.197.61 juta, sementara pelaku usaha mikro mencapai
97,6% dari jumlah pelaku usaha kecil (BPS 2001). Jumlah tersebut menunjukkan
kontribusi sangat besar UK terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut perhitungan
BPS dengan jumlah tersebut UK mampu menyediakan 99,04% lapangan kerja
Nasional, sumbangan terhadap PDB mencapai 63,11% dan memberikan pemasukan
sebesar 14,20% diluar non migas. (BPS, 2001).
Nilai strategis lain usaha kecil-mikro adalah kemampuannya menjadi sarana
pemerataan kesejahteraan rakyat. Karena jumlah besar, biasanya bersifat padat karya
sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang besar, meskipun ukuran unitnya kecil
tetapi jumlah banyak memungkinkan orang lebih banyak terlibat untuk menarik
manfaat didalamnya. Lebih lanjut, pada tahun sebelumnya (BPS, 2000) di katakan
bahwa dari jumlah 2.002.335 unit usaha kecil, dan 194, 564 unit usaha mikro, di
sektor pengolahan jumlah perempuan pelaku ada 896.047 (40,79%), dan angka
tersebut diyakini lebih besar lagi mengingat bahwa data tersebut dibuat berdasarkan
kepemilikan formal, bukan pelaku (riil) usaha. Keyakinan ini berdasarkan pada
realitas adanya hambatan mobilitas perempuan dalam usaha, bahkan beberapa
pengalaman menunjukkan bahwa usaha yang semula dirintis oleh perempuan,
setelah usaha tersebut berkembang pengelolaan dan kepemilikan formalnya bergeser
pada laki-laki, karena membutuhkan mobilitas tinggi.
Dengan mencermati data diatas, maka semakin jelas kontribusi Usaha kecilmikro khususnya perempuan dalam perekonomian keluarga dan Negara secara
umum. Meskipun terbukti kontribusi usaha kecil-mikro. Perempuan yang sangat
strategis, namun belum seimbang dengan perhatian dan pengakuan yang diberikan,
baik oleh pemerintah, maupun keluarga. Bahkan usaha kecil-mikro-perempuan
masih mengalami banyak permasalahan yang disebabkan ketidak adilan struktur
maupun budaya.

4. Mental Kewirausahaan
Para wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada
tindakan dan bermotivasi tinggi yang mengambil resiko dalam mengejar tujuannya.
Menurut Lokakarya (1977), profil dari wirausahawan mempunyai ciri-ciri dan sifatsifat mental sebagai berikut: ciri-ciri yaitu percaya diri, berorientasi tugas dan hasil,
pengambilan resiko, kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi ke masa depan.
Mental yaitu keyakinan, ketidaktergantungan, individualisme, optimisme, kebutuhan
akan prestasi, berorientasi kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan
inisiatif, kemampuan mengambil resiko, suka pada tantangan, bertingkah laku
sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan
kritik, inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber, serba bisa dan
pandangan ke depan.
Menurut Meridith, et al (1992) tidak semua wirausahawan sama baik dalam
sifat dan mental kewirausahaan. Sampai tingkat tertentu keberhasilan sebagai
seorang wirausahawan tergantung kepada kesediaan untuk bertanggung jawab atas
pekerjaannya. meskipun resiko kegagalan ada, para wirausahawan mengambil resiko
dengan jalan menerima tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Kegagalan
harus diterima sebagai pengalaman belajar. Beberapa wirausahawan berhasil setelah
mengalami banyak kegagalan.
Dengan demikian apapun profesi seseorang atau kelompok betapa sangat
membutuhkan sifat-sifat kewirausahaan. Segala jenis dan jumlah karunia Tuhan di
bumi ini perlu dinikmati melalui proses usaha dan perjuangan secara pantas. Ini
berarti dalam wirausaha tidak bisa dicapai dengan prinsip tujuan menghafalkan cara,
namun perlu ditempuh dengan cara wajar dan terhormat. Bagi seseorang
wirausahawan perlu berpedoman pada suatu rumus carilah kebutuhan dan
penuhilah. Seorang wirausahawan dituntut untuk disamping pandai menemukan
kebutuhan juga harus cekatan dalam memenuhi kebutuhan itu.
Dari beberapa uraian di atas ternyata tidak semua pengusaha otomatis
seorang wirausaha. Dengan demikian pengusaha termasuk pengrajin ada yang
berjiwa wirausaha dan ada yang bukan wirausaha. Kedua kelompok sama-sama
diperlukan dalam pembangunan, namun yang lebih didambakan adalah seorang
pengusaha yang sekaligus seorang wirausaha. Sebab tipe yang terakhir ini senantiasa
melakukan pembaharuan secara berkesinambungan baik dalam produk, bahan baku
(termasuk sumber bahan baku), metode, organisasi, dan pasar. Hal demikian akan
membuat tumbuh dan berkembangnya manusia-manusia kreatif, produktif, agresif,
ekspresif, aspiratif, antisipatif dalam pola pikir yang positif sehingga produktivitas
kerja secara kumulatif akan meningkat berlipat ganda. Pada gilirannya tingkat
kesejahteraan sosial akan semakin terpenuhi dan inilah menara akhir dari setiap
proses pembangunan.
Inovasi merupakan modal sederhana gelombang pertumbuhan ekonomi.
Berawal dari posisi ekuilibrium, terganggu oleh inovasi terjadi kenaikan output
barang konsumsi yang mendorong meningkatnya pengeluaran dan penyesuaian
aspek ekonomi serta pada saat-saatnya penurunan. Di saat suatu produk baru hasil
inovasi dilempar ke pasar akan menggeser barang dan jasa lain termasuk yang
gulung tikar. Pada gilirannya terjadi penyesuaian kembali dan terjadi penyerapan ke
dalam sistem baru. Keseimbangan baru ini cenderung lebih tinggi dari posisi
keseimbangan sebelumnya.

5. Keberhasilan Perusahaan
Keberhasilan menunjukkan suatu tingkat kerja karena telah melahirkan suatu
aktivitas atau usaha. Di dalam mengukur keberhasilan, mungkin masing-masing
bidang memakai tolok ukur yang berbeda. Menurut pendapat Guiltinon dan
G.W.Paul (1994) untuk mengukur keberhasilan dilihat dari analisis kemampulabaan
(profitabilitas) yang dibedakan berdasarkan pada keputusan manajemen yang
diperlukan, yaitu:
a. Untuk keputusan manajemen marjin.
Ini adalah keputusan-keputusan mengenai biaya, biaya variabel serta biaya
pemasaran langsung yang dapat dikendalikan (controllable direct marketing cost)
b. Untuk keputusan manajemen kekayaan (asset management)
Ukuran ini diperlukan oleh manager dalam rangka membuat keputusan-keputusan
mengenai jumlah investasi ruang (kekayaan dalam bentuk fisik) dan persediaan
(kekayaan dalam bentuk dana) yang sesuai untuk suatu produk, lini produk atau
departemen tertentu.
Adapun 4 macam ukuran besar yang sering digunakan, yaitu:
a. Perputaran persediaan.
b. Penjualan per meter persegi ruangan.
c. Pengembalian laba kotor atas investasi persediaan.
d. Laba kotor per meter persegi ruangan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk memilih ukuran ini, para manajer perlu
mempertimbangkan dua pokok masalah yaitu:
1. Mana sumber daya yang lebih penting, apakah persediaan atau ruangan. Beberapa
perusahaan mungkin mempunyai ruangan yang cukup, tetapi sumber dananya
terbatas untuk membeli persediaan, atau sebaliknya ruangan yang langka. Bila
sumber dana terbatas untuk membeli persediaan, maka pengukuran yang penting
dititik beratkan pada sektor alokasi persediaan, yaitu diukur dengan perputaran
persediaan dan pengembalian laba kotor atas investasi persediaan. Sebaliknya bila
ruangan yang langka, maka ukuran di dasarkan pada penjualan.
2. Mana yang akan diperegunakan sebagai uukuran penghasilan, penjualan atau laba
kotor. Hal ini didasarkan pada kemudahan pengukurannya. Banyak pengrajin
batik yang menggunakan ukuran laba kotor.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Pemasaran
Di lungkungan pemasaran, setiap perusahaan harus memulai kembali secara
periodik efektivitas pemasarannya melalui suatu alat pengendalian. perusahaan
mengembangkan kombinasi variabel bauran pemasaran yang terdiri dari beberapa
faktor yang berada di bawah pengendaliannya, yaitu produk, harga, tempat dan
promosi. Untuk sampai pada kombinasi bauran pemasaran itu, perusahaan
mengelola empat sistem: sistem informasi pemasaran, sistem perencanaan
pemasaran, sistem organisasi pemasaran dan sistem pengedalian pemasaran. Sistemsistem tersebut berkaitan satu sama lain, sehingga informasi pemasaran, yang
selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi pemasaran dan hasil pelaksanaannya itu
ditinjau kembali dan dikendalikan.
Melalui semua sistem ini, perusahaan memonitor dan menyesuaikan diri
dengan lingkungan pemasaran. Perusahaan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya pada tingkat mikro, yang terdiri dari pedagang perantara, pemasok,
pesaing dan masyarakat. Perusahaan juga menyesuaikan diri dengan lingkungan

makro, yang terdiri dari kekuatan kependudukan/ekonomi, kekuatan politik/hukum,


kekuatan teknologi/fisik, dan kekuatan sosial budaya. Perusahaan harus mampu
memperhatikan para pelaku dan kekuatan-kekuatan di lingkungan pemasaran itu
dalam mengembangkan strategi dan menempatkan penawaran yang efektif.
a. Loyalitas Melalui Customer Relationship
Perubahan mendasar perkembangan ilmu pemasaran adalah perubahan dari
transaksional menjadi pemasaran berbasis hubungan (relationship-based
marketing). Pemasaran tidak lagi dilihat sebagai satu fungsi manajemen yang
terpisah. Setiap orang dalam perusahaan tersebut bertanggung jawab
mengelola pelanggan. Artinya, setiap orang bertanggung jawab untuk
memuaskan pelanggan.
Gambar: 1
Transaction Relationship Continuum
Transaction:
Distant
Discrete
Impersonal

Relationship:
Very close
Very Warm
Personal

Strategi marketing
Sebelum tahun 2000

Strategi marketing
Setelah tahun 2000

Sumber: James G.Barnes (1994; 561)

Menciptakan nilai buat pelanggan berkaitan erat dengan 4P, yaitu: Product,
Process, Performance, dan people. Produk atau jasa yang menjadi inti usaha
merupakan esensi yang harus disediakan oleh perusahaan dengan kualitas yang
tinggi. Sedangkan process merupakan cara untuk menjaga agar sistem terus bekerja
secara lancar. Performance merupakan janji kita kepada pelanggan yang harus
ditepati. Misalnya bisnis jasa penerbangan harus on time, produk bisnis bakery harus
hangat, bisnis hotel harus memiliki kamar yang tersedia dan bersih. Dalam hal ini,
ketidakpuasan yang muncul bukan diakibatkan oleh core product yang tidak
superior, tetapi oleh ketidakmampuan perusahaan untuk menyediakan kinerja sesuai
dengan yang dijanjikan. Terakhir adalah people, yaitu bagaimana pelanggan
memandang karyawan kita sebagai orang yang dapat melayani, kompeten, penuh
pengertian, dan sopan.

Gambar: 2
4 P dari Sisi yang Berbeda
Kemampuan

10

Menambah value
Product
Esensi (core
product) apa yang
kita tawarkan
kepada customer

Proces
Sistem dan
kegiatan yang
mendukung core
product/service

Performance
Menjadikan
product/jasa yang
diberikan sesuai
dengan yang
dijanjikan kepada

People
Interaksi dengan
karyawan
Bagaimana customer
dilayani
Kemampuan membuat
diferensiasi
Sumber: Christian Gronoroos, (1990;137)

b. Citra Perusahaan
Usaha pembentukan citra dan sikap perusahaan yang positif akan
sangat membantu usaha perusahaan dalam kegiatan pemasarannya, karena
dalam kondisi bagaimanapun suatu perusahaan akan selalu berusaha
menempatkan dirinya sebaik mungkin di mata pelanggan. Perusahaan perlu
menciptakan citra yang positif untuk mempengaruhi sikap dan citra
pelanggan yang positif terhadap perusahaan. Citra terhadap perusahaan
mempunyai beberapa makna, ada perusahaan yang dinilai baik, biasa saja,
dan ada yang dinilai kurang bahkan tidak baik. Itu semua merupakan hasil
dari usaha perusahaan tersebut di dalam memberikan layanan yang mampu
memuaskan pelanggannya. Seperti yang disampaikan Mauludin (1999;88),
bahwa keberhasilan perusahaan dalam membentuk citra yang positif tentunya
akan memberikan kontribusi positif baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang terhadap peningkatan jumlah pelanggan yang dilayani dan
juga akan berdampak pada peningkatan laba perusahaan. Hal ini merupakan
konsekuensi logis sebagai akibat dari interaksi antara perusahaan dengan
berbagai jenis pelanggan, sehingga dengan sendirinya mereka yang
berhubungan itu akan merasakan, dan mengamati kinerja perusahaan. Oleh
karena itu penting bagi perusahaan menciptakan, menunjukkan, dan selalu
membangun citra dirinya di mata pelanggan.
Brown (1985;64) menunjukkan beberapa manfaat yang bisa
diperoleh perusahaan yang telah memuaskan pelanggannya melalui
penyampaian pelayanan yang berkualitas dalam gambar di bawah ini.

11

Menciptakan Citra
Perusahaan
Pelayanan yang
memuaskan

Meningkatkan
Loyalitas

PROFITABILITAS

Selalu Diingat
Pelangan

Gambar: 3
Customer Satisfaction/Revenue Enhancement Model
Sumber: Diadaptasi dari Brown (1995:8)

Sedangkan beberapa faktor-faktor internal perusahaan yang bisa


mempengaruhi citra perusahaan, seperti yang disampaikan oleh Swasto
(1992) adalah sebagai berikut:
Pemasaran

Operasi

Pelanggan
Citra
Perusahaan

Komunikasi

Personil

Masyarakat

Gambar: 4
Citra Perusahaan Dipandang Dari Sudut Pelanggan Dan
Masyarakat Umum Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya
Dari gambar di atas terlihat bahwa citra perusahaan dari pandangan
konsumen (pelanggan) dan masyarakat umum dipengaruhi oleh aktivitas
perusahaan yang berkaitan dengan aspek pemasarannya, kegiatan operasi dan
personil yang melayaninya. Jika harapan-harapan konsumen terpenuhi
melalui ketiga aspek tersebut dalam arti terpuaskan dan tidak dikecewakan
maka mereka akan memberikan persepsi yang positif kepada perusahaan.

METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian

12

Jenis penelitian ini adalah deskriptif-evaluatif, yaitu sebuah penelitian


menggambarkan fenomena dan berbagai persoalan yang ada. Penelitian ini
mengamati dan menganalisis fenomena dengan menggunakan metode before after
yaitu; menganalisis penggunaan pedoman yang dijadikan landasan oleh Pemerintah
Kota malang dalam berbagai kebijakan pemberdayaan UMKM
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Kota Malang dan studi sampling ditetapkan secara
purposive, yaitu usaha/industri kecil di daerah selain mempunyai karakteristik
produk sejenis dan juga iklim daerah yang tidak jauh berbeda stratifikasi usaha.
3. Ruang Lingkup Kegiatan
Adapun lingkup kegiatan Pembuatan Buku Pedoman dan Petunjuk Teknis
Tentang Implementasi Ekonomi Kerakyatan di Kota Malang ini adalah swakelola
yang dikerjasamakan dengan LPM UM meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan survey keberadaan Usaha Kecil dan Menengah di Kota Malang
guna pembuatan data base yang bermaterikan Klasifikasi bidang-bidang usaha,
Stratifikasi usaha, dan Identifikasi permasalahan, kebutuhan, dan potensinya,
serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangannya.
2. Melakukan evaluasi terhadap data yang diperoleh dan database yang telah dibuat
berdasarkan klasifikasi bidang usahanya.
3. Merumuskan hasil evaluasi berupa langkah-langkah pemecahan masalah dan
analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan per bidang
usaha dan menurut stratifikasi usahanya, serta menemukan bidang-bidang usaha
yang paling menentukan bagi pertumbuhan perekonomian di Kota Malang.
4. Menyusun telaah rumusan hasil evaluasi terhadap implikasi sistem ekonomi
kerakyatan yang paling sesuai dengan kondisi Kota Malang.
5. Membuat Buku Pedoman dan Petunjuk Teknis Tentang Implementasi Ekonomi
Kerakyatan di Kota Malang per bidang usaha dan menurut stratifikasi usahanya
yang menyebutkan langkah-langkah pembinaan dan pemecahan masalah, serta
pengembangan potensi.
4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data penelitian yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh
melalui observasi atau interview, dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
laporan-laporan, meliputi: RPJM, Disperindagkop, Partisipasi Angkatan Kerja,
laporan masing-masing dinas terkait tentang UMKM.
Data penelitian dilakukan melalui studi kasus dan studi komparatif melalui
telaah kajian sebelumnya dan referensi kebijakan, agar diperoleh data yang cukup
dan dapat dipertanggungjawabkan. Studi kasus dilakukan pada obyek sasaran
UMKM sesuai kriteria yang sudah ditetapkan.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
(participatory research). Peneliti terlibat secara langsung atau melakukan observasi
(pengamatan) dan mengadakan interview mendalam ke stakeholder dan pejabat
publik yang terlibat langsung dalam pengelolaan pemberdayaan UMKM.
6. Metode Analisa

13

Hasil dari penelitian dianalisis dengan metode survey dan kunjungan


(partisipatoris) ke sejumlah lokasi UMKM di Wilayah Kota Malang dan terkait
kebijakan instansi terkait yang dijadikan obyek penelitian ini
1. Analisis potensi, permasalahan dan pengembangan meliputi kegiatan:
- Identifikasi potensi dan permasalahan (mapping) per sektor usaha serta
nilai produksi .
- Identifikasi potensi, permasalahan dan pengembangan komoditi produk
unggulan per jenis komoditi per sektor nilai produksi.
2. Analisis terhadap sumberdaya UMKM yang dimiliki saat ini meliputi
kegiatan:
- Identifikasi sumberdaya: SDM, tangible, dan intangible
- Identifikasi kapabilitas sumberdaya UMKM
3. Analisis terhadap manajemen
4. Analisis kebijakan
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Malang
Keadaan yang diperlukan agar pemberdayaan UKM dapat dilaksanakan yaitu:
- Lingkungan yang kompetitif
- Akses pendanaan
- Kompetensi teknis dan pengusahaan
- Dasar hukum
Sangat disayangkan, seperti halnya di banyak negara berkembang, di
Indonesia keadaan tersebut belum sepenuhnya tercipta. Sampai saat ini masih ada
begitu banyak permasalahan yang berhubungan dengan persaingan domestik,
pendanaan, keterbatasan teknis serta belum adanya dasar hukum dan perundangundangan. Bahkan saat ini UKM juga sedang mengalami kelemahan struktural.
Penelitian LPEM (The Kian Wee, 1999) menunjukkan berbagai karakteristik dan
permasalahan intern yang dihadapi UKM. Permasalahan yang dihadapi tersebut
berupa permasalahan yang berhubungan dengan kualitas Sumber Daya Manusia
termasuk rendahnya tingkat pendidikan pemilik maupun karyawan serta terbatasnya
akses dan kemudahan bagi program pelatihan. Dalam hal produksi, permasalahan
yang dihadapi adalah tingginya harga mesin-mesin serta langkanya akses teknologi
atau pakar, dan hal-hal yang menjamin pasokan untuk produksi (jarak, kelangsungan
dan harga).
2. Evaluasi Umum
Kondisi UKM di Kota Malang, umumnya tidak jauh berbeda dengan kondisi
UKM di kota-kota lain, yaitu suatu usaha yang sebagian besar tidak dikelola secara
profesional, tanpa manajemen yang jelas dan hanya sekadar untuk menghidupi
keluarga. Sebenarnya UKM ini dapat berkembang pesat bila dikelola secara
profesional. Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di Kota Malang tersebar di 5
Kecamatan dan 57 Kelurahan, dengan jumlah UKM yang terdata pada saat ini
adalah 1078 buah, seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel: 1

14

Penyebaran UKM di Lima Kecamatan Kota Malang


No.
1.
2.
3.
4.
5.

Kecamatan
Sukun
Klojen
Lowokwaru
Blimbing
Kedungkandang

Jumlah

Jumlah UKM
274
257
228
213
106
1078

Sumber: Data survey Disperindag Kota Malang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Sukun memiliki jumlah
UKM paling banyak yaitu 274 UKM, Kecamatan Klojen 257 UKM, Kecamatan
Lowokwaru 228 UKM, Kecamatan Blimbing 213 UKM dan Kecamatan dengan
jumlah UKM paling sedikit adalah Kecamatan Kedungkandang, yaitu 106 UKM.
Dari hasil survey tentang UKM di Kota Malang, menunjukkan fenomena
dari aspek umum pada UKM di Kota Malang, terlihat memiliki beberapa
karakteristik yaitu antara lain bahwa sebagian besar UKM di Kota Malang
mempunyai kelemahan dalam bidang kelembagaan dimana umumnya masih bersifat
home industri yang tidak jelas struktur organisasinya, pembagian tugasnya, serta
wewenangnya. Kesemrawutan seperti inilah yang kadangkala menjadi pangkal
ketidakberhasilan perusahaan kecil (UKM). Dan jika ini dibiarkan berlarut-larut
akan dapat berakibat lebih parah. UKM, sebaiknya sejak awal sudah mengenal dan
menerapkan prinsip keorganisasian, karena pada dasarnya, setiap organisasi
betapapun kecilnya, termasuk UKM, harus menjalankan prinsip-prinsip
keorganisasian. Tidak perlu rumit, cukup yang sederhana dan luwes agar mudah
dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan yang baru. Yang penting, orang
dalam organisasi harus tahu betul apa tugas, wewenang dan tanggungjawabnya
masing-masing.
Mengenai pembinaan, sebagian besar UKM di Kota Malang belum pernah
mendapat pembinaan dari instansi terkait dan hanya sedikit yang menerima
pembinaaan dari instansi terkait. Di sinilah diharapkan peranserta pemerintah untuk
mendongkrak kreatifitas yang dimiliki oleh pengusaha kecil ini untuk dapat
menggali kemampuan dirinya agar mampu bersaing dalam kancah perniagaan di
negeri ini. Pembinaan dari Pemerintah ataupun pembinaan dari instansi terkait
seharusnya telah dapat dinikmati oleh pengusaha UKM dalam pengembangan
usahanya, namun nampaknya realisasinya belum berjalan sepenuhnya. Kondisi di
atas memberi kesan bahwa nampaknya komitmen lembaga-lembaga yang terkait
dengan program pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) belum cukup kuat
dalam merespon keinginan pelaku Usaha Kecil Menengah untuk lebih
mengembangkan usaha yang digelutinya. Program-program pengembangan UKM
hanya merupakan rumusan tertulis yang kurang disertai dengan komitmen yang
terus-menerus untuk mengangkat derajat UKM. Bisa jadi hal ini terjadi karena
pemerintah dihadapkan kepada permasalahan anggaran pembinaan yang terbatas
pada instansi terkait serta kurangnya koordinasi antar pelaksana kebijakan yang
saling berhubungan. Dan hal ini akhirnya menuntut Usaha Kecil Menengah untuk
bisa memberdayakan diri dan memompa kreatifitasnya, sehingga diharapkan Usaha
Kecil Menengah yang dirintis menjadi tangguh, mandiri dan juga dapat berkembang
menjadi Usaha Besar dan sejajar dengan pengusaha-pengusaha lainnya.

15

Dari aspek tenaga kerja, diperlukan usaha keras pemerintah untuk terus
mendorong keberadaan usaha UKM seperti mengembangkan industri-industri kecil
baru/meningkatkan sentra-sentra industri agar tenaga kerja yang terserap di sektor
UKM lebih banyak lagi. Dan hal ini secara tidak langsung akan mengurangi jumlah
pengangguran yang semakin hari semakin banyak. Namun walaupun demikian,
pengusaha harus tahu berapa beban kerja yang harus diselesaikan, bagaimana batasbatas tuntutan kerja dan berapa jumlah karyawan yang dibutuhkan. Pengusaha juga
harus tahu apakah karyawan yang telah dimiliki sudah mencukupi jumlah maupun
kemampuannya. Mekanisme pengendalian yang sederhana seperti ini dimaksudkan
untuk mendapatkan kemampuan yang memadai dan membatasi biaya berdasarkan
beban tugasnya.
Dari aspek modal, sebagian besar UKM di Kota Malang dalam permasalahan
modal sebenarnya bukan masalah utama bagi pengelola UKM, dan mereka sudah
tidak terlalu bergantung pada pemberi modal seperti bank atau koperasi, karena
umumnya modal usaha adalah dari mereka sendiri. Tetapi walau demikian, secara
umum pada hakekatnya mereka juga tidak menolak tambahan modal terutama
apabila ada bantuan-bantuan kredit yang bersifat lunak. Namun kenyataannya, untuk
mengharapkan sisa dari kebutuhan finansial sepenuhnya dibiayai oleh dana
perbankan jauh dari realitas. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika hingga saat ini
walaupun begitu banyak skim-skim kredit dari perbankan dan dari bantuan BUMN,
namun pengusaha UKM tidak dapat menikmatinya. Hal ini disebabkan oleh
sejumlah alasan, diantaranya adalah persyaratan yang terlalu berat, urusan
administrasi yang bertele-tele, dan kurangnya informasi mengenai skim-skim
perkreditan yang ada dan prosedurnya.
Secara spesifik pembinaan dan pengembangan yang perlu diperhatikan
dalam bidang finansial/permodalan bagi UKM adalah:
a. Pemberian informasi sumber-sumber kredit
b. Advokasi pengajuan penjaminan dari berbagai sumber lembaga peminjaman
c. Mediator terhadap sumber-sumber pembiayaan
d. Pemberian informasi dan tatacara penyertaan modal
e. Membantu akses permodalan
Kondisi aspek produksi juga harus menjadi perhatian, karena memberikan
dampak yang cukup besar dalam proses produksi. Aspek produksi pada UKM di
Kota Malang meliputi volume produksi dan biaya produksi.
Volume produksi UKM di Kota Malang, sebagian besar masih tergantung
pada pesanan. Tentu saja hal ini sangat besar pengaruhnya pada kemajuan usaha
tersebut. Suatu usaha yang berproduksi dengan hanya mengandalkan pesanan, maka
usaha tersebut tidak akan mampu berkembang dan bersaing dibandingkan dengan
usaha lain. Sedangkan biaya produksi yang dibutuhkan dalam suatu produksi
tergantung pada besarnya volume produksi dan besarnya pun tidak tetap tergantung
pada banyak sedikitnya pesanan, bila pesanan banyak maka biaya produksi pun juga
akan bertambah.
D isamping kedua hal tersebut di atas, terdapat juga aspek teknologi dan
bahan baku, seperti dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Tabel: 2
Aspek Produksi

16

No.

Aspek Produksi

1.

Teknologi

2.

Asal Bahan Baku

%
40,86
37,21
21,93
68,11
18.27
11.30
1,66
0,66

Keterangan
Masih tradisionil
Semi Modern
Modern
Dari Malang dan sekitarnya
Malang, Luar Kota (Satu Propinsi)
Luar Kota Satu Propinsi
Luar Kota Luar Propinsi
Dari Malang dan Luar Propinsi

Sumber: Hasil survey

Dari aspek produksi pada UKM di Kota Malang, terlihat memiliki


kelemahan yaitu bahwa teknologi yang dipakai dalam proses produksi umumnya
masih bersifat tradisional walaupun juga sudah cukup banyak yang menggunakan
teknologi semi modern. Kalau hal ini tetap dibiarkan akan mempengaruhi terhadap
perkembangan UKM tersebut untuk bersaing dengan industri yang lain yang sudah
menggunakan teknologi modern.Keterbelakangan teknologi ini bukan hanya
membuat rendahnya seluruh faktor produksi dan efisiensi dalam proses produksi,
tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat. Pada era mendatang, keunggulan
komperatif bagi suatu UKM bukan hanya pada tersedianya bahan baku dan SDM
yang murah, tetapi keunggulan kompetitif pada teknologi dan SDM yang handal.
Secara spesifik, pembinaan dan pengembangan yang perlu diperhatikan
dalam bidang teknologi pada UKM di Kota Malang oleh pihak terkait adalah:
a. Perbaikan, inovasi dan alih teknologi
b. Pengadaan sarana dan prasarana produksi sebagai percontohan
c. Perbaikan produksi dan kontrol kualitas
d. Pengembangan desain dan rekayasa produksi
Sedangkan dalam aspek bahan baku, UKM di Kota Malang tidak terlalu
kerepotan untuk memperolehnya karena sebagian besar bahan baku sudah tersedia di
Malang dan sekitarnya. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa di beberapa sentra
UKM banyak yang mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input
lainnya (walaupun di sekitar Malang banyak tersedia) yang disebabkan karena
harganya yang mahal akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Berdasarkan survey yang dilakukan, Aspek Pemasaran pada UKM di Kota
Malang dapat disederhanakan dalam tabel di bawah ini. Pada umumnya UKM
memiliki lingkup daerah pemasaran yang sempit, yaitu daerah pemasaran dalam dan
luar kota, sedangkan daerah pemasaran ekspor belum menjadi sasaran utamanya,
padahal bila jeli dalam menangkap peluang pasar, maka UKM bisa menjadikan
perbedaan komoditi dalam suatu daerah/negara untuk memasukkan komoditinya ke
daerah/negara yang membutuhkan, sehingga terjadi hubungan timbal balik satu
sama lain, yang pastinya akan mendatangkan profit bagi UKM itu sendiri dan devisa
bagi negara.
Maka dalam hal ini tugas pemerintahlah yang harus memberikan bantuan
informasi tentang peluang pasar terutama peluang ekspor, dan ini juga terkait
dengan rencana pasar yang dibidik. Pada umumnya UKM di Kota Malang hanya
membidik lingkup daerah pemasaran yang sempit, yaitu daerah pemasaran lokal
sedangkan daerah pemasaran luar kota dan ekspor belum menjadi sasaran utamanya.
Walaupun begitu, mereka juga banyak yang berkeinginan untuk membidik pasar di

17

luar daerahnya tetapi mereka tidak berani mengambil peluang untuk memasarkan
produknya ke luar daerah bahkan untuk ekspor.
Tabel: 3
Aspek Pemasaran
No.

Aspek

1.

Daerah Pemasaran

2.

Segmen Pasar

3.

Teknik Pemasaran

4.

Rencana Pasar Yang Dibidik

5.

Jenis Promosi

6.

Jaringan Distribusi

%
59,47
33.89
4.65
1,66
0.33
77,08
15.61
7,31
41,86
21.26
20.93
5.65
3.99
2.66
1.33
0,33
50,83
17.28
10.30
8.97
7.31
4.98
0,33
70,12
12.63
4.99
1.33
1.00
0,33
62,79
37,21

Keterangan
Dalam dan Luar Kota
Dalam Kota
Luar Kota
Dalam, Luar Kota dan Ekspor
Luar Kota dan Ekspor
Menengah ke Atas dan ke Bawah
Menengah ke Bawah
Menengah ke Atas
Langsung dan Pesanan
Langsung, Pesanan dan Dititipkan
Pesanan
Langsung
Langsung, Pesanan, Dititipkan, LL
Order dan Dititipkan
Langsung, Pesanan, lain-lain
Dititipkan ke orang lain
Dalam Kota dan Luar Kota
Luar Kota
Luar Kota dan Ekspor
Dalam Kota
Dalam Kota, Luar Kota dan Ekspor
Ekspor
Ekspor dan Dalam Kota
Tanpa Promosi
Kartu Nama
Pameran
Sales
Brosur,koran
Koran, pameran, spanduk dll
Tidak ada jaringan distribusi
Ada jaringan distribusi

Sumber: Hasil survey

Adapun tentang teknik pemasaran, banyak pengusaha UKM di Kota Malang


yang memasarkan produknya berdasarkan pesanan dan langsung pada konsumen.
Hal ini tidak terlepas dari karakter pengusaha UKM yang mengelola pemasaran
usahanya dengan mengandalkan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku saja. Di
masa lalu hal ini dapat dijalankan karena masih langkanya proses produksi. Tetapi
dengan kondisi persaingan yang makin tajam seperti saat sekarang ini, semua
keputusan pemasaran harus didasarkan atas fakta-fakta yang nyata dan data-data
yang memadai. Ini merupakan prinsip pengusahaan ilmiah. Unsur-unsur kebiasaan
dan pengusahaan berdasarkan perkiraan yang bersifat naluriah sudah tidak
mencukupi lagi untuk saat ini Pimpinan perusahaan harus senantiasa memantau dan
mengelola pemasaran usahanya secara terus menerus. Bagaimana sistem
pemasarannya, distribusi, penentuan harga, kemasan produk, cara penawaran dan
pembayaran serta promosi merupakan sasaran pengusahaan pemasaran yang harus
terus menerus diperhatikan. Dalam geraknya, sistem pemasaran hendaknya

18

menyusun program yang efektif berdasarkan situasi pasar yang berlaku yang
sebelumnya telah diteliti
Dalam aspek promosi, sebagian besar UKM di Kota Malang tidak
melakukan promosi. Kebanyakan UKM enggan melakukan promosi ala perusahaan
besar. Akibatnya, hasil usahanya kurang dikenal masyarakat luas sehingga kurang
berkembang. Sementara itu, para pesaing makin getol berpromosi dengan terarah
dan intensif. Akibatnya omset penjualan makin menurun, merugi dan salah-salah
dapat gulung tikar karena kalah bersaing. Dalam persaingan yang kian keras ini,
promosi nampaknya sudah menjadi keharusan.
Promosi merupakan suatu kegiatan untuk memperkenalkan kebaikan,
manfaat, harga yang murah dan sebagainya kepada calon konsumen. Promosi secara
tidak langsung membujuk dan merangsang calon konsumen untuk mengenal,
berminat dan akhirnya sampai pada keputusan untuk membeli. Promosi hendaknya
dilakukan secara terus menerus meskipun produk sudah laku dan dibeli orang.
Dalam hal ini promosi bertujuan mempertahankan pelanggan agar tetap membeli
dan bahkan membeli lebih banyak, serta berusaha menambah jumlah pelanggan.
Satu hal yang perlu diperhatikan, bagaimana pun cara promosi dilakukan, yang
penting harus jujur, terbuka dan mudah dimengerti sehingga orang merasa senang
dan tidak kecewa. Disamping itu, perlu juga dilakukan pembaharuan dalam promosi
terutama dicari bentuk-bentuk yang belum pernah dilakukan perusahaan lain.
Seorang pengusaha yang kreatif akan selalu berusaha dan menemukan cara-cara
baru tersebut.
Sedangkan mengenai jaringan distribusi pada UKM di Kota Malang, pada
umumnya mereka tidak memiliki. Padahal agar produk sampai kepada konsumen
dengan cepat, jaringan distribusi ini sangat diperlukan. Namun demikian, jaringan
distribusi ini hendaknya cukup sederhana, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu
banyak melibatkan lembaga pemasaran (pedagang besar, tengkulak, pengecer dan
sebagainya). Semakin panjang jalur yang ditempuh berarti akan menambah biaya
yang memungkinkan makin tingginya harga dan mengurangi laba. Perlu diingat
bahwa untuk setiap kelembagaan pemasaran akan memerlukan ongkos, baik untuk
angkutan, penyimpanan, potongan harga maupun komisi bagi para penyalur. Hal ini
berarti menambah biaya pemasaran dan rentetannya akan dibebankan kepada
konsumen dengan harga yang menjadi lebih tinggi
Dari penjelasan tentang seluruh unsur dalam aspek pemasaran di atas, secara
spesifik pembinaan dan pengembangan yang perlu diperhatikan dalam bidang
pemasaran bagi UKM di Kota Malang adalah
a. Memberikan bantuan tentang akses pasar dan informasi pasar
b. Mengembangkan jaringan usaha di daerah-daerah lain (luar kota atau ekspor)
c. Membantu melakukan identifikasi pasar dan perilaku konsumen
d. Membantu meningkatkan mutu produk dan kualitas kemasan
KESIMPULAN
Berdasarkan evaluasi UKM di Kota Malang, dapat disimpulkan kekuatan dan
kelemahan yang terdapat pada UKM pada tiap-tiap aspeknya, yaitu:
1. Kekuatan dan Kelemahan Usaha

19

Tabel: 4
Kekuatan dan Kelemahan UKM
1.

ASPEK
USAHA
Manajemen

2.

Lingkungan

3.
4.

Infrastruktur
Produksi

5.

Pemasaran

6.

Keuangan

7.

SDM

No.

2.

No.
1.

KEKUATAN
Sudah memiliki merk
Hubungan antar pengusaha baik
Hubungan antar pekerja baik
Kedisiplinan pegawai baik
Tidak ada limbah industri
Adanya industri sejenis
Semua aspek infrastruktur baik
Tenaga kerja cukup
Bahan baku tersedia
Kondisi mesin & peralatan baik
Permintaan pasar kontinyu
Model pembayaran penjualan baik
Memiliki strategi pemasaran
Memiliki teknik pemasaran
Lokasi usaha strategis
Memiliki modal cukup

Tidak memiliki struktur organisasi


Kurangnya pelatihan
Kurangnya pembinaan dr instansi terkait
Tidak ada pengembangan usaha lain
Tidak ada variasi kemasan produk
Tidak memiliki akses jaringan internet
Tidak ada promosi produk
Tidak memiliki jaringan distribusi
Tidak ada daerah pemasaran tertentu
Tidak memiliki administrasi keuangan yang
sesuai dengan pembukuan
Administrasi keuangan cukup baik
Pemahaman pegawai ttg produk baik Tidak ada pembatasan umur pegawai
Memiliki tenaga khusus produksi
Tingkat pendidikan pegawai krg baik
Sedikit tenaga khusus pemasaran
Tidak ada tenaga khusus keuangan
Tidak ada tenaga khusus promosi
-

Berdasarkan perumusan hasil evaluasi UKM di Kota Malang dapat disimpulkan


bahwa ada empat aspek yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
UKM pada tiap-tiap jenis usaha dengan pemecahan masalahnya:
Tabel: 5
Perumusan Hasil Evaluasi & Pemecahan Masalah Sebagian Jenis Usaha
Jenis Usaha & Faktor
Berpengaruh
Roti
a. Akses Jalan Raya

b. Kedisiplinan Pegawai
c. Teknik Pemasaran

d. Tenaga khusus keuangan


2.

KELEMAHAN

Kembang Gula
a. Akses Jalan Raya
b. Tenaga khusus keuangan
c. Kedisiplinan Pegawai
d. Teknik Pemasaran

Perumusan Hasil Evaluasi dan Pemecahan Masalah


 Usaha di pinggir jalan dengan kondisi jalan yang bagus
dan lahan parkir yang memadai.
 Membuka lahan usaha baru di pinggir jalan
 Memancing prestasi pegawai agar tanggung jawab tinggi
terhadap pekerjaan.
 Agar menarik dari segi rasa, warna, kemasan dan harga
 Agar memiliki sales keliling dengan gerobak,sepeda,
sepeda motor dan mobil.
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
 Pembuatan jalan yang lebar untuk bongkar muat barang
dan untuk memudahkan konsumen.
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
 Pelatihan pegawai agar menguasai komposisi bahan,
pengolahan rasa dan warna serta pengemasan.
 Menarik dari segi rasa, warna, kemasan dan harga
 Melakukan jenis-jenis promosi yang menarik

20

3.

Kerupuk/Keripik
a. Kedisiplinan Pegawai
b. Teknik Pemasaran
c. Akses Jalan Raya
d. Tenaga khusus keuangan

4.

Mie dan Soun


a. Aspek SDM

b. Aspek Pemasaran

5.

6.

Es Krim
a. Aspek Keuangan
b. Aspek Infrastruktur
Kecap dan Saos
a. Tenaga Khusus Keuangan
b. Teknik Pemasaran

7.

c. Akses Jalan Raya


Sirup, Minuman dan Jamu
a. Teknik Pemasaran

 Melatih pegawai agar terampil dalam mengolah,


menggoreng dan mengemas.
 Agar memiliki tenaga khusus pemasaran yang memakai
sepeda, sepeda motor dan gerobak.
 Menjajakan dagangan di pinggir jalan
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
 Menemukan dan mengenal posisi yang akan diisi
pegawai serta tanggung jawab, ketrampilan dan latar
belakang yang bersangkutan.
 Menjalankan fungsi karyawan sesuai dengan job
description.
 Menetapkan kebijakan yang sehat untuk menjalankan
fungsi pengadaan, perkembangan, pemeliharaan tenaga
kerja.
 Mengusahakan agar karyawan turut berpartisipasi dalam
mengembangkan ide/kreatifitas
 Mengadakan evaluasi
 Perencanaan dan keputusan mengenai mie/soun yang
akan ditawarkan kepada konsumen mencakup mutu.
 Perencanaan dan penentuan harga
 Perencanaan mengenai distribusi produk ke konsumen
 Mempengaruhi masyarakat agar tertarik dengan produk.
 Membuat rencana dan administrasi keuangan yang baik
 Sudah baik
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
 Membuat kemasan yang berbeda untuk masing-masing
segmen pasar seperti botol, plastik
 Agar memiliki tenaga khusus pemasaran
 Lebar jalan untuk bongkar muat harus diperhatikan.

 Pemasaran berdasarkan kebiasaan lama harus dirubah


dengan teknik-teknik yang proaktif
 Pembuatan kemasan yang menarik
b. Kedisiplinan Pegawai
 Melatih pegawai agar mampu meracik jamu sesuai
dengan takaran, bahan baku, khasiat dan ketahanannya.
c. Akses Jalan Raya
 Tidak ada kendala serius
d. Tenaga Khusus Keuangan  Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
8. Dendeng
a. Aspek Produksi
 Ketersediaan bahan baku, pengemasan dan cara
pembuatan sudah baik.
b. Aspek Infrastruktur
 Tidak ada kendala
9. Tahu dan Tempe
a. Aspek Pemasaran
 Mengetahui kesukaan masyarakat konsumen dan selera
pilihan mereka
b. Aspek Infrastruktur
 Tidak ada kendala
10. Bumbu
a. Aspek Infrastruktur
 Tidak ada kendala
b. Aspek Pemasaran
 Menarik dari segi rasa dan harga
 Kemasan harus menarik

21

No.

Jenis Usaha & Faktor


Berpengaruh
11. Kripik Tempe
a. Teknik Pemasaran

b. Tenaga Khusus Keuangan


c. Akses Jalan Raya

12. Kompor
a. Teknik Pemasaran

b. Kedisiplinan Pegawai

c. Akses Jalan Raya

13. Plastik
a. Tenaga Khusus Keuangan
b. Teknik Pemasaran

Perumusan Hasil Evaluasi dan Pemecahan Masalah

 Kripik tempe harus menarik baik dari rasa maupun


harganya, dan ada keterpaduan antara pengemasan,
harga, promosi dan saluran distribusinya.
 Packing dan promosi harus bagus
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat.
 Agar dibuat Sentra Industri Tempe Sanan di pinggir
jalan besar
 Dijadikan alternatif wisata kota di Kota Malang
 Harus bisa menjangkau segmen yang lebih luas lagi,
tidak hanya untuk kalangan menengah ke bawah saja,
 Proses pendistribusian kompor perlu diperhatikan
 Pemilihan plat untuk bahan kompor, cara memotong,
membentuknya harus teliti, karena apabila salah dalam
melakukannya, maka akibatnya kualitas kompor akan
jelek.
 Pemasangan sumbu, pengepresan, pengecatan dan
sebagainya, seorang pegawai dituntut untuk betul-betul
mengusasi teknik-tekniknya
 Kebutuhan akan jalan yang lebih luas sangat mutlak
diperlukan untuk kenyamanan dalam melakukan
aktifitas bongkar muat barang
 Agar memiliki tenaga khusus keuangan yang mengatur
pembukuan dan administrasi yang rapi dan tepat
 Berani mengambil peluang untuk memasarkan
produknya ke luar daerah bahkan untuk ekspor.
 Jaringan distribusi seperti grosir, agen, distributor dan
sebagainya harus baik

3. Setelah dilakukan pengolahan data terhadap 28 jenis usaha UKM yang ada di
Kota Malang, akhirnya didapatkan jenis-jenis usaha yang menentukan
pertumbuhan ekonomi Kota Malang berdasarkan jumlah UKM, jumlah tenaga
kerja, nilai asset dan nilai omset, yaitu antara lain usaha logam, konveksi, roti,
mebel dan percetakan. Kelima jenis usaha ini, ternyata mendominasi baik dari
jumlah UKM, jumlah tenaga kerja, nilai asset dan nilai omset. Berdasarkan
jumlah tiap-tiap UKM, jenis usaha yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kota Malang adalah logam, konveksi, mebel, percetakan dan roti.
Kelima jenis usaha ini ternyata mendominasi jumlah UKM yang ada, yaitu 54.36
% atau sebanyak 586 dari total jumlah UKM di Kota Malang yaitu sebanyak
1,078. Sedangkan berdasarkan jumlah tenaga kerja, jenis usaha konveksi, logam,
mebel, roti dan percetakan, mendominasi jumlah tenaga kerja yang ada di Kota
Malang, yaitu 67.49 % atau 8064 orang dari total jumlah tenaga kerja sebesar
11,948 orang. Dari nilai asset, jenis usaha roti, percetakan, konveksi, logam dan
mebel, ternyata sangat mendominasi nilai asset yang ada, yaitu 82.83 % atau
sebesar 122,018,118.000 (seratus dua puluh dua milyar delapan belas juta seratus
delapan belas ribu rupiah) dari total jumlah nilai asset yaitu sebesar
148.202.207.000 (seratus empat puluh delapan milyar dua ratus dua juta dua

22

ratus tujuh ribu rupiah) dan untuk nilai omset, jenis usaha logam, konveksi, roti,
mebel dan percetakan, ternyata juga mendominasi nilai omset yang ada, yaitu
69.32 % atau sebesar 27,736,000.000 (dua puluh tujuh milyar tujuh ratus tiga
puluh enam juta rupiah) dari total jumlah nilai omset UKM di Kota Malang
sebesar 40.014.000.000 (empat puluh milyar empat belas juta rupiah).
SARAN
1.

Menerapkan langkah-langkah pendekatan secara komprehensif integral yang


dilakukan dengan melalui pembinaan berbagai aspek antara lain akses pasar,
permodalan, teknologi dan manajemen secara menyeluruh mulai dari proses
produksi hingga pemasaran dan dilakukan secara terpadu antar instansi. Tujuan
pembinaan UKM tersebut adalah:
a. Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
b. Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat
struktur modal
c. Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen
d. Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi
2. Melakukan penataan dan pemantapan kelembagaan baik secara vertikal maupun
horisontal. Penataan kelembagaan penunjangnya akan mempermudah
pembentukan jaringan usaha dan distribusi sehingga akan tercapai efisiensi.
Disamping itu dunia usaha harus terus menerus melakukan langkah-langkah
untuk meningkatkan penguasaan teknologi, produktivitas, kualitas dan
pengelolaan manajemen secara profesional.
3. Melakukan penelitian dan pengembangan (Litbang) tentang perkembangan
UKM. Peningkatan daya saing harus didukung oleh kegiatan penelitian dan
pengembangan yang mendukung. Kecenderungan yang harus diperhitungkan
adalah kemajuan teknologi dan teknik pemasaran. Oleh karena itu, Pemerintah
dan para pengusaha perlu mengamati dan mulai menerapkan teknologi tepat
guna untuk menghasilkan produk-produk bermutu tinggi melalui perhitungan
kemampuan litbang terapan, sehingga dapat diharapkan dengan litbang terapan
ini dapat diperoleh mutu produk yang tinggi dan menghasilkan diversifikasi
produk dalam rangka pemasaran.
4. Untuk menciptakan produk yang berdaya saing tinggi, maka salah satu strategi
yang dilaksanakan antara lain melalui pemanfaatan keunggulan komparatif yang
dimiliki karena tersedianya sumber daya alam dan menciptakan keunggulan
kompetitif melalui pengembangan sumber daya manusia yang semakin terampil
dan peningkatan kemampuan penguasaan teknologi. Sumber daya alam yang
yang terbatas dan alternatif pemanfaatannya diarahkan kepada produk-produk
yang memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan nilai tambah. Untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif, pengusaha harus didorong untuk terus
berusaha memperkuat kemampuannya karena rata-rata pengusaha UKM di Kota
Malang tidak mempunyai competition drive untuk bersaing di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Tommy. D (1987), Profit in Small Firms, School of Economics


University of Gothenberg, Sweden.

23

Buku Petunjuk Teknis Pengembangan Sentra Industri Kecil yang Tangguh dan
Potensial, 20001, Deperindag Propinsi Jawa Timur.
Christian, Gronoroos, 1990, Service Management and Marketing, Lexington, Mass
Lexington
Evaluasi/Revisi RT- RW Kota Malang Tahun. 2001 2010,. BAPPEDA Kota
Malang 2001
Engel, J.F. dan Roger D. Blackwell (1995), Perilaku Konsumen. Buku Dua,
Edisi Keenam, Binarupa Aksara, Jakarta.
Fornell Claes, et al., (1995),Business Research Methods, Fith edition, USA:
Richad D. Irwin, Inc.
Forda UKM. 2003. Laporan Kegiatan Survey. Peta Usaha Kecil Menengah (UKM)
Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Malang
Harian Kompas, 23 Desember 1998.
Kusdyah R, Ike. Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Melalui Program
Kemitraan. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 01, No. 2, Desember 2003.
Kota Malang Dalam Angka, Tahun. 2002, 2002. BPS. Kota Malang
Kota Malang Menggali Potensi Meraih Cita. 2002, 2002. Dinas Infokom Kota
Malang.
L.R. Gay, P.L. Diehl, 1992, Research Methods for Business and Management, Mac
Milan Publishing Company, USA.
Peraturan Daerah No. 7 Tahun 2001 Tentang RTRW Kota Malang Tahun 2001
2011, 2001, Pemerintah Kota Malang.
Propenas 2000 2004, Undang-undang No. 25 Tahun. 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional Tahun 2000 2004, 2003. Cetakan II. Penerbit
Sinar Grafika. Jakarta.
Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan
Jawa Timur Tahun 1999 2000, 1999, Deperindag Propinsi Jawa Timur.
Rencana Strategis Kota Malang Tahun 2004 2008, 2004. Pemerintah Kota
Malang.
Sarbini Sumawinata, 2004, Politik Ekonomi Kerakyatan, Cetakan I, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sevilla, G. Consuelo dan Punsalau T.G Rigala. 1993. Pengantar Metode Penelitian
(Alih Bahasa Alimuddin Tuwu) Cetakan I. Jakarta, Penerbit UI.

24

Singarimbun, I dan S. Effendi, 1987, Metode Penelitian Survey, Jakarta, Lembaga


Penelitian, Pendidikan dan Penerapan Ekonomi dan Sosial.
Strategi Pembangunan Jangka Menengah (SPJM) Tahun 2001 2005, 2001,
Pemerintah Kota Malang.
Studi Kelayakan Pembangunan Kawasan Industri Malang, 2001, Pemerintah Kota
Malang BAPPEDA.
Thee Kian Wee, dkk, 1999, Undang-undang Anti Monopoli Indonesia dan
Dampaknya terhadap Usaha Kecil dan Menengah, The Indonesian
Foundation, Jakarta.
Tiktik Sartika Partono, Abd. Rahman Soedjono, 2002, Ekonomi Skala Kecil /
Menengah dan Koperasi, Cetakan I, Penerbit Ghalia Indonesia.
Thee Kian Wee, dkk, 1999, Undang-undang Anti Monopoli Indonesia dan
Dampaknya terhadap Usaha Kecil dan Menengah, The Indonesian
Foundation, Jakarta.
Undang-undang RI No. 9 Th. 1995, 1995. Tentang Kriteria Usaha Kecil. Pemerintah
RI. Jakarta.
Undang-undang RI No. 25 Th. 1992, 1992, Tentang Perkoperasian, Jakarta.
Wibowo. Singgih, Murdinah, Nuri Fawza. Yusro, 2002. Pedoman Mengelola
Perusahaan Kecil. Penerbit Swadaya. Jakarta.

25

You might also like