Professional Documents
Culture Documents
Rantai Nilai Komoditas Kentang Granola Di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan
Rantai Nilai Komoditas Kentang Granola Di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan
Rantai Nilai Komoditas Kentang Granola Di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan
ISSN: 2301-6523
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu potensi dalam pembangunan pertanian.
Komoditas tanaman hortikultura yang dihasilkan dikelompokan menjadi empat
kelompok yaitu kelompok sayur sayuran, kelompok buah buahan, kelompok
tanaman biofarmaka, dan kelompok tanaman hias. Tanaman hortikultura mampu
meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan nilai tambah, perluasan
peluang usaha, dan kesempatan kerja pedesaan (Rukmana, 1997).
Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas dari tanaman hortikultura
yang memiliki prospek yang cukup cerah, mengingat produksi kentang memiliki
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
99
ISSN: 2301-6523
peranan yang sangat penting yakni dapat menambah gizi bagi masyarakat, dapat
memenuhi permintaan untuk kebutuhan konsumsi hotel hotel dan restauran,
sedangkan bagi petani dapat meningkatkan pendapatannya dan dari segi penyediaan
input (penjualan) mendapat keuntungan (Novary, 1997).
Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan merupakan salah
satu desa yang memproduksi komoditas kentang. Jenis kentang yang dikembangkan
di Desa Candikuning adalah jenis kentang granola. Kentang granola merupakan
salah satu jenis kentang yang cocok dikembangkan di Desa Candikuning karena
sesuai dengan iklim dan ketinggian tempat tersebut. Selain itu produktivitas
komoditas kentang jenis granola lebih tinggi dari jenis kentang yang lain yaitu
mencapai 20 ton/ha 40 ton/ha.
Rantai nilai komoditas kentang adalah semua aktivitas yang dilakukan sampai
pada distribusinya pada konsumen akhir (Campbell, 2008). Permasalahan utama
yang dihadapi oleh sebagaian besar petani hortikultura adalah memiliki mata rantai
pemasaran yang cukup panjang, memiliki kendala dalam penyediaan bibit,
ketidakmampuan untuk memenuhi konsumen, lemahnya infrastruktur, fasilitas yang
tidak memadai, keadaan cuaca yang tidak menentu, merupakan barang dagang yang
mudah rusak, dan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Mata rantai sistem
agribisnis yang terlalu panjang juga menjadikan posisi tawar petani lemah.
Lemahnya posisi tawar menyebabkan petani tidak bisa menentukan harga pada
komoditas tanaman (Parining, 1999). Oleh karena itu sangat menarik untuk dikaji
rantai nilai komoditas kentang di Desa Candikuning Kecamatan Baturiti Kabupaten
Tabanan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui rantai nilai komoditas kentang di
Desa Candikuning Kecamatan baturiti Kabupaten Tabanan.
2. Metode Penelitian
2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti,
Kabupaten Tabanan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2012
sampai maret 2013. Penentuan lokasi ini dilakukan dengan metode purposive, yaitu
suatu metode penentuan daerah penelitian secara sengaja dan terencana dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut : (1) Desa Candikuning merupakan salah satu daerah
yang penduduknya berusahatani komoditas kentang serta merupakan sentra produksi
kentang di Kecamatan Baturiti. (2) Petani di Desa Candikuning melakukan usahatani
kentang secara kontinyu. (3) Belum pernah dilakukan penelitian serupa di desa
tersebut.
100
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
ISSN: 2301-6523
Jumlah
Petani
Karakteristik Responden
Kelompok umur
<15
15-16
>64
Jumlah
Pendidikan
Tidak Sekolah
Tamat Sekolah Dasar (SD)
Tamat Sekolah Lanjut Tingkat
Pertama
(SLTP)
Tamat Sekolah Lanjut Tingkat Atas
(SLTA)
Tamat Perguruan Tinggi
Jumlah
Status Penguasaan Lahan
Lahan Sewa
Pemilik Lahan
Jumlah
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
Orang
0
15
0
15
0,00
100,000,0,00
0
7
4
0,00
46,67
26,67
13,33
13,33
15
100,00
0
15
15
0,00
100,00
100,00
100,00
101
ISSN: 2301-6523
102
Karakteristik
Responden
Pedagang
Pengumpul
(orang)
Jumlah
Pedagang
Pedagang
Besar
(orang)
Kelompok umur
<15
15-64
>64
0
4
0
0,00
100,00
0,00
0
2
0
0,00
100,00
0,00
0
2
0
0,00
100,00
0,00
Jumlah
100,00
100,00
100,00
3
1
75,00
25,00
0
2
0,00
100,00
1
1
50,00
50,00
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Pendidikan Formal
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan tinggi
1
0
1
2
25,00
0,00
25,00
50,00
2
0
0
0
100,00
0,00
0,00
0,00
1
0
1
0
50,00
0,00
50,00
0,00
Jumlah
100,00
100,00
100,00
Pengalaman Berdagang
1-3 tahun
4-6 tahun
7-10 ahun
>10 tahun
Jumlah
0
2
2
0
4
0,00
50,00
50,00
0,00
100,00
1
1
0
0
2
50,00
50,00
0,00
0,00
100,00
0
2
0
0
2
0,00
100,00
0,00
0,00
100,00
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pedagang
Pengecer
(orang)
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
ISSN: 2301-6523
Dilihat pada Tabel 3.2 semua usia responden pedagang dalam penelitian ini
berkisar 15 tahun sampai 64 tahun. Ini menunjukan bahwa secara umum responden
pedagang kentang berada dalam golongan usia produktif.
Berdagang kentang di Desa Candikuning tidak hanya dilakukan oleh
perempuan saja, tetapi laki-laki juga ikut terjun langsung berdagang, dari Tabel 3.2
dapat diketahui bahwa 75,00% pedagang pengumpul adalah laki-laki, sedangkan
25,00% adalah perempuan. Pedagang besar semuanya dilakukan oleh perempuan
sebanyak 2 orang, sedangkan untuk pedagang pengecer dilakukan oleh 50,00%
perempuan dan 50,00% laki-laki, sedangkan pendidikan formal responden untuk
pedagang pengumpul adalah 2 orang tamat perguruan tinggi, 1 orang tamat SLTA
dan 1 orang tamat SD, sedangkan untuk pedagang besar dan pedagang pengecer
pendidikan formal yang ditempuh adalah tamat SD dan SLTA.
Tabel 3.2 juga menyatakan bahwa pedagang pengumpul sebanyak 50,00%
berpengalaman berdagang berkisar 4 tahun sampai 6 tahun dan 50,00%
berpengalaman berdagang 7 tahun sampai 10 tahun. Pedagang besar yang
mempunyai pengalaman berdagang antara 1 tahun sampai 3 tahun dilakukan
sebanyak 50,00% dan antara 4 sampai 6 tahun dilakukan oleh 50,00%, sedangkan
untuk pedagang pengecer pengalaman berdagangnya berkisar antara 4 tahun sampai
6 tahun.
3.3 Sistem Produksi
Untuk mendapatkan mutu kentang yang baik, maka budidaya menjadi proses
yang penting untuk diperhatikan. Pengolahan yang baik, akan menghasilkan kentang
yang baik pula (Rukmana, 2002). Dibawah ini diuraikan budidaya kentang pada
Desa Candikuning.
3.3.1 Lahan dan penyiapannya untuk produksi
Pengolahan tanah untuk tanaman kentang di Desa Candikuning menggunakan
sistem guludan atau bedengan yang berukuran lebar 100 cm, tinggi 30 cm, dan jarak
antar bedengan 40 cm. Tanah yang akan ditanam dicampur terlebih dahulu dengan
pupuk kandang, selanjutnya dibuat guludan dengan lebar 100 cm. Diatas guludan,
ditutup dengan plastik mulsa hitam perak.
3.3.2 Bibit dan Penyemaian
Petani kentang di Desa Candikuning hanya menanam kentang varietas Granola
karena lebih mudah diperoleh dan sangat cocok dengan iklim dan ketinggian tempat
di Desa Candikuning. Varietas Granola juga merupakan salah satu varietas yang
peka terhadap layu bakteri dan busuk daun. Petani kentang di Desa Candikuning
melakukan penyemaian dengan cara memilih lahan untuk persemian di lokasi yang
strategis. Lahan kemudian di bersihkan dari rumput rumput liar (gulma) dan
kemudian tanah diolah hingga gembur dan dibiarkan selama 15 hari. Bedengan
penyemaian dibuat dan dipasang tiang tiang dan palang dilengkapi dengan atap
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
103
ISSN: 2301-6523
pesemaian dari lembar plastik bening tujuannya agar bibit tidak terlalu banyak
terkena air jika turun hujan.
3.3.3 Penanaman
Petani kentang di Desa Candikuning melakukan penanaman setelah tinggi
tunas kentang mencapai 2 cm maka umbi kentang siap ditanam di media tanam yang
telah disiapkan. Pada bagian atas guludan dibuat lubang tanaman sedalam 8 10 cm
dan bibit yang sudah siap ditanam dimasukan kedalam lubang, kemudian ditimbun
dengan tanah dan ditekan tekan disekitar umbi. Bibit kentang yang telah ditanam
akan tumbuh sekitar 15 18 hari setelah tanam. Mulsa jerami perlu dihamparkan di
bedengan jika kentang ditanam di dataran medium.
3.3.4 Pemupukan
Petani di Desa Candikuning menggunakan pupuk NPK sebagai pupuk
susulan, selain menggunakan pupuk anorganik, petani kentang di Desa Candikuning
juga menggunakan pupuk organik/ pupuk kandang. Pupuk kandang digunakan
hanya pada saat penyiapan gludugan. Pupuk NPK diberikan setelah tanaman kentang
berumur 1 bulan.
3.3.5 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian HPT biasanya dilakukan jika terlihat serangan serangga atau
penyakit pada tanaman. Petani di Desa Cadikuning biasanya melakukan
penyemprotan setiap 2 minggu setelah tanam. Obat yang biasa digunakan adalah
Dakonil, Akrobat, dan Kurakon.
3.3.6 Faktor Pendukung
1. Fisik
Sumber daya fisik meliputi lahan, kondisi jalan, serta infrastruktur lainnya.
Sumber daya fisik yang perlu mendapat perhatian adalah kondisi jalan dari lahan
petani kentang menuju jalan besar di Desa Candikuning yang menjadi objek
penelitian.
2. Teknologi
Petani di Desa Candikuning sudah dibantu teknologi dalam penyiraman dan
pengendalian hama. Beberapa petani menggunakan sprayer untuk melakukan
penyiraman dan penyemprotan terhadap hama penyakit. Namun belum ada
petani yang menggunakan rumah plastik untuk menyiasati terjadinya busuk
umbi pada saat musim hujan.
3. Permodalan
Dari hasil penelitian rata-rata modal yang diperlukan untuk usaha agribisnis
kentang per musim adalah Rp 6.245.533,33 dengan rata-rata luas tanam 12,07
are. Menyiasati kecilnya modal yang dimiliki petani, maka beberapa petani
104
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
ISSN: 2301-6523
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
105
ISSN: 2301-6523
Pemasaran
Saluran 1
Saluran 2
Saluran 3
Saluran 4
Pedagang
Pengumpul
2.250
3.500
4.000
Pedagang
Besar
2.000
2.500
Pedagang
Pengecer
3.500
4.000
3.500
Jumlah
7.750
7.500
6.000
4.000
Marjin pemasaran menunjukan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran
(Daly dan Fane, 2002). Pada Tabel 3.6 di atas diketahui bahwa total marjin
pemasaran yang tertinggi pada saluran pemasaran pertama sebesar Rp. 7.750.
selanjutnya di ikuti saluran pemasaran yang kedua sebesar Rp. 7.500. Marjin
pemasaran pada saluran ketiga yaitu sebesar Rp. 6.000. sedangkan total marjin
pemasaran yang terendah terdapat pada saluran keempat sebesar Rp. 4000.
Tingginya marjin pemasaran pada komoditas kentang disebabkan karena saluran
pemasaran yang pertama merupakan saluran pemasaran terpanjang yang melibatkan
tiga lembaga pemasaran.
106
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
ISSN: 2301-6523
2.
3.
Sistem produksi yang dilakukan petani kentang di Desa Candikuning mulai dari
penyiapan lahan untuk produksi, menyediakan bibit dan melakukan penyemaian,
penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, faktor-faktor
pendukung produksi sampai pasca panen.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat empat tipe saluran pemasaran yang
berbeda. Saluran pemasaran yang terpanjang terjadi dimana pengepul membeli
kentang dari petani dan menjual ke pedagang besar dan dibeli lagi oleh
pedagang pengecer untuk dijual kekonsumen. Sedangkan saluran pemasaran
yang terpendek yaitu pengumpul membeli kentang dari petani untuk dijual
langsung kekonsumen.
Marjin pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran pada
setiap saluran berbeda-beda. Pada saluran pertama marjin pemasarannya sebesar
Rp. 7.750,- merupakan marjin terbesar karena saluran yang dilalui lebih
panjang, dan pada saluran kedua sebesar Rp. 7.500,- . Pada saluran ketiga marjin
pemasarannya sebesar Rp.6000,- sedangkan pada saluran keempat marjin
pemasarannya paling kecil, hal ini dikarenakan saluran pemasaran yang dilalui
adalah yang terpendek yaitu sebesar Rp. 4000,-.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis untuk keberlanjutan rantai nilai komoditas
kentang granola adalah sebagai berikut :
1. Perlu diadakan pendampingan pada sepanjang rantai nilai, yang melibatkan
unsur pemerintah, pengusaha, serta perguruan tinggi. Pendampingan yang
dilakukan terkait dengan budidaya dan perlakuan pascapanen, sehingga
diharapkan terbentuk rantai nilai yang berkelanjutan. Disisi lain, melalui
pendampingan, pelatihan, dan bantuan yang diberikan kepada petani akan dapat
digunakan sesuai dengan tujuan pemberiannya.
2. Petani diharapkan dapat menjalin kerjasama yang baik dengan lembaga
pemasaran agar lebih mudah untuk memperoleh informasi perkembangan harga
serta terjadinya koordinasi penyaluran produk yang selaras sehingga tidak
adanya monopoli harga dalam sistem saluran pemasaran komoditas kentang.
Ucapan Terimakasih
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena berkat-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan punulisan jurnal ini.
Penelitian ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih serta
rasa hormat yang sedalam-dalamnya kepada Bapak I Made Mudita, selaku Kepala
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
107
ISSN: 2301-6523
Daftar Pustaka
Antara, M. 2006. Bahan Ajar Metodelogi Penelitian Agribisnis. Program Magister
Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Campbell, R. 2008. Kerangka Kerja Rantai Competitiveness at the FRONTERR.
Edisi. Juli 2008. Majalah Kerjasama Magister Manajemen. Fakultas Ekonomi.
Universitas Udayana. USAID dan SENANDA.
Daly Anne dan George Fane (2002) Anti-Poverty Programs in Indonesia, Bulletion
of Indonesian Economic Studies, Vol 38, No 3, 309-330.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran (Jilid 2). Penerbit PT. Ikrar. Mandiri Abadi.
Jakarta.
Novary. EW. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayur Segar. Penebar Swadaya.
Jakarta
Pandojo, Heidjracman R, Irawan, dan Sukanto R. 1982. Pengantar Ekonomi
Perusahaan Buku II. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Parining, N. 1999. The Exiten to Wich Balinese Vegetable Farmer Are to Meet The
Demands Of Local Tourist Hotel for Fress Vegetables. Unpublished Master
Thesis. Muresk Institute of Agriculture. Curtin Iniversity of Technology.
Rukmana, R. 1997. Kentang : Budidaya dan pascapanen. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Rukmana, R. 2002. Usahatani Kentang di Dataran Medium. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Sunarjono, H. 1984. Kunci Bercocok Tanam Sayuran Kentang di Indonesia. Massa
Baru. Bandung
108
http://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA