Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

110

Jurnal Oftalmologi Indonesia

JOI
Vol. 7. No. 3 Juni 2010

Effect of Genistein on Conjunctival Goblet Cells Density and the


Expression of Interleukin-1b in Ovariectomized Rats
Ovi Sofia, Rosy Aldina
Department of Ophthalmology
Faculty of Medicine, Brawijaya University, Dr. Saiful Anwar General Hospital
Malang

abstract

The aim of this research is to evaluate the effect of genistein on conjunctival goblet cells density and IL-1b expression of ovariectomized
(OVX) rats. Female adult Wistar rats were subjected to bilateral OVX and divided into 3 groups of genistein treatments (0.1 mg/kg/day,
0.5 mg/kg/day, 1.0 mg/kg/day) subcutaneous (sc) and 3 groups of control, 2 groups of OVX rats without treatment as positive control,
and 1 group of normal rats as negative control. At the end of procedures, right eyeball and eyelid was dissected. Periodic acid-Schiff
staining was performed in histologic sections to determine the numbers of goblet cells present. The expression of IL-1b was observed
using immunohistochemistry. The number of goblet cells in OVX rats as positive control was significantly decreased compared with
normal rats (p < 0.05). There were no significant differences of goblet cells number observed between negative control and all of
genistein treatment groups (p > 0.05). There were significant increase of IL-1b expression on positive control groups compared with
normal (p < 0.05). Expression of IL-1b in treatment groups was not significantly different compared with negative control at the dose
of 0.5 mg/kg/day and 1.0 mg/kg/day (p > 0.05). The higher conjunctival goblet cells density, the lower expression of IL-1b. Genistein
at the dose of 0.5 mg/kg/day sc can improve conjunctival goblet cells number and reduce expression of IL-1b of OVX rats. Goblet cells
density inversely correlated with expression of IL-1b.
Key words: genistein, dry eye, ovariectomy, goblet cell, IL-1b, conjunctiva
Correspondence: Ovi Sofia, c/q: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata, Jl. Jaksa Agung Suprapto 2 Malang. Email: ovisofia@yahoo.
com

pendahuluan

Permukaan bolamata merupakan unit fungsional di mana


seluruh komponen bekerja sama untuk mempertahankan
kualitas optik permukaan mata dan melindungi struktur
mata. Sindroma mata kering (SMK) terjadi akibat disfungsi
unit fungsional permukaan bola mata. SMK merupakan
suatu kondisi yang disertai proses inflamasi subklinis pada
permukaan bolamata. Sel epitel konjungtiva berperan aktif
pada terjadinya inflamasi. Sitokin proinflamasi interleukin1 (IL-1) b merupakan mediator inflamasi dan imunitas yang
penting, sehingga diduga peningkatan konsentrasi IL-1b
pada air mata dan konjungtiva merupakan faktor pencetus
terjadinya SMK. Penurunan jumlah sel goblet merupakan
tanda pertama yang didapatkan pada SMK. Dari penelitian
Solomon et al.1 dan Narayanan et al.2 diperoleh hasil bahwa
konsentrasi IL-1b matur dalam air mata penderita SMK

lebih tinggi dibanding orang normal.


Melalui teknik sitologi
impresi juga diperoleh hasil serupa.13
Homeostasis lapisan air mata melibatkan mekanisme
pengaturan hormonal dan neuronal. Mata merupakan
target organ untuk hormon seks steroid, yaitu estrogen,
progesteron, dan androgen, di mana terdapat reseptor
estrogen dan androgen pada epitel konjungtiva, epitel
kornea, kelenjar meibom dan kelenjar lakrimalis. Penurunan
sekresi estrogen pada postmenopause dihubungkan dengan
meningkatnya kejadian SMK, karena estrogen berperan
untuk menghambat aktivasi sitokin proinflamasi yang
mencetuskan inflamasi konjungtiva. Reseptor estrogen
yang ditemukan pada permukaan bola mata menunjukkan
kemungkinan adanya efek positif estrogen dalam
memperbaiki fungsi air mata.47
Fitoestrogen merupakan komponen biologis aktif
pada tumbuhan yang struktur kimianya serupa dengan

111

Sofia: Effect of Genistein on Conjunctival Goblet Cells Density

17- b estradiol dan dapat berikatan dengan reseptor


estrogen, sehingga kini banyak digunakan sebagai
alternatif pengganti terapi sulih hormon (TSH) pada
wanita postmenopause karena memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan estrogen. Genistein termasuk
golongan isoflavon, kelompok fitoestrogen yang paling
banyak dijumpai dan paling banyak digunakan. Pengaruh
pemberian TSH terhadap kondisi permukaan bolamata
hingga saat ini masih merupakan perdebatan. Hubungan
antara pemberian genistein terhadap fungsi air mata belum
diketahui dengan pasti, sehingga hal ini sangat penting
untuk diteliti. Penilaian jumlah sel goblet konjungtiva dan
ekspresi sitokin proinflamasi konjungtiva pada pemberian
genistein dapat mengevaluasi peluang terjadinya SMK pada
penderita yang mendapatkan terapi fitoestrogen sebagai
pengganti TSH.6,810
Hipotesis penelitian ini adalah p
emberian genistein
akan memengaruhi jumlah sel goblet dan ekspresi
IL-1b konjungtiva pada hewan coba tikus yang mengalami
ovariektomi, di mana terdapat hubungan antara dosis
genistein dengan parameter yang diamati.

(konsentrasi 100 mL) secara subkutan dengan spuit 1


cc pada daerah paha 1/3 atas lateral setiap hari selama
4 minggu.11
Bolamata kanan tikus beserta kelopak matanya diambil
1 bulan setelah pemberian genistein pada kelompok
perlakuan dan 1 atau 2 bulan pada kelompok kontrol,
dengan teknik enukleasi dan diseksi kulit disekeliling
kelopak mata. Penyimpanan dilakukan dalam larutan
formalin 10%. Kemudian dilakukan pembuatan parafin blok
jaringan dan proses deparafinisasi. Selanjutnya dilakukan
pewarnaan Hematoxilin-eosin

(HE) dan Periodic AcidSchiff (PAS) untuk menilai sel goblet konjungtiva, serta
dilakukan Pewarnaan

immunohistokimia IL-1b. Setelah itu


dilakukan perhitungan jumlah sel goblet konjungtiva dan
evaluasi
ekspresi IL-1b dengan mikroskop cahaya yang
masing-masing dilakukan oleh 2 observer.1215
Analisa statistik menggunakan one way ANOVA
dan dilanjutkan dengan uji Jarak Nyata Duncan (JND).
Hubungan antara dosis genistein dan respons dari parameter
yang dinilai serta hubungan antara jumlah sel goblet dan
ekspresi IL-1b konjungtiva dianalisa dengan korelasi
Pearson.

metode

Penelitian ini merupakan penelitian


eksperimental yang
dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Laboratorium
Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang. Waktu penelitian dimulai bulan Maret hingga
Juni 2008. Sampel yang digunakan adalah tikus galur strain
Wistar betina dengan kriteria inklusi berumur 3 bulan, berat
200 gram, dan sehat. Kriteria eksklusi adalah bila subjek
mati selama penelitian atau terjadi keradangan pada mata
selama penelitian.
Sampel penelitian dibagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kelompok perlakuan dibagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan dosis genistein, yaitu kelompok I (tikus yang
mengalami ovariektomi 1 bulan dan diberi genistein dosis
0,1 mg/kgBB selama 1 bulan), kelompok II (tikus yang
mengalami ovariektomi 1 bulan dan diberi genistein
dosis 0,5 mg/kgBB selama 1 bulan), dan kelompok III
(tikus yang mengalami ovariektomi 1 bulan dan diberi
genistein dosis 1,0 mg/kgBB selama 1 bulan). Sedangkan
kelompok kontrol dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu adalah
kelompok IV (tikus yang mengalami ovariektomi 1 bulan),
Kelompok V (tikus yang mengalami ovariektomi 2 bulan),
dan kelompok VI (tikus yang tidak mendapatkan perlakuan
apapun). Sampel yang dibutuhkan untuk masing-masing
kelompok adalah 3 sampel, sehingga total sampel yang
dibutuhkan adalah 18 hewan coba tikus.
Pada kelompok perlakuan, setelah dilakukan ovariektomi
bilateral, diberikan genistein sesuai dosis yang dibutuhkan
(Genistein 10 mg, MP Biomedicals) pada daerah paha
1/3 lateral setiap hari selama 4 minggu subkutan. Pada

kelompok kontrol disuntikkan minyak wijen 0.2 ml

hasil

Dari hasil perhitungan jumlah sel goblet yang dilakukan


2 observer tidak didapatkan perbedaan yang bermakna
(p > 0,05). J
umlah sel goblet konjungtiva pada kelompok
kontrol dan perlakuan dijelaskan pada gambar 1.
Dari grafik di atas terlihat bahwa pada p
emberian
genistein dengan dosis 0,1mg/kgBB/hr telah menunjukkan
perbedaan jumlah sel goblet konjungtiva yang tajam
terhadap kelompok ovariektomi tanpa genistein. Efek dosis
genistein terhadap jumlah sel goblet konjungtiva tikus
ovariektomi dilakukan dengan analisis one-way ANOVA
yang dijelaskan pada tabel 1 berikut.
Tabel 1. Hasil One-Way ANOVA jumlah sel goblet konjungtiva
tikus ovariektomi
Sumber
Jumlah Derajat Kuadrat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan

195,944

39,189

Galat

26,833

12

2,236

Total

222,778

17

p-value

17,525

0,000

Hasil one-way ANOVA menunjukkan bahwa ada


pengaruh bermakna (p < 0,05) dari pemberian genistein
terhadap jumlah sel goblet konjungtiva tikus ovariektomi.
Analisis lanjutan untuk menguji perbedaan 2 rata-rata sel
goblet konjungtiva tikus ovariektomi di keenam kelompok
penelitian dilakukan menggunakan uji Jarak Nyata Duncan
(JND) atau Duncan Multiple Range Test.

112

Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 110-115

Jumlah sel goblet konjungtiva (per 0.015 mm2)

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Ovariektomi 2 Bulan Ovariektomi 1 Bulan

Genistein
0.1mg/kg/hr

Genistein
0.5mg/kg/hr

Genistein
1.0mg/kg/hr

Kontrol

Kelompok

Gambar 1. Grafik jumlah sel goblet konjungtiva pada kelompok kontrol dan perlakuan

Ekspresi IL-1b (jml sel/lp pandang)

25

20

15

10

Ovariektomi 2 Bulan Ovariektomi 1 Bulan

Genistein
0.1mg/kg/hr

Genistein
0.5mg/kg/hr

Genistein
1.0mg/kg/hr

Kontrol

Kelompok

Gambar 2. Grafik ekspresi IL-1b konjungtiva pada kelompok kontrol dan perlakuan.
Tabel 2. Hasil Uji JND rata-rata jumlah sel goblet konjungtiva
tikus ovariektomi
Rata-rata

Notasi

OVX 2 Bulan
OVX 1 Bulan
OVX 1 bln + Genistein
0,1 mg/kg/hr 1 bln
OVX 1 bln + Genistein
0,5 mg/kg/hr 1 bln
OVX 1 bln + Genistein
1,0 mg/kg/hr 1 bln

Kelompok

7,17
8,33
14,83

a
a
b

14,83

14,50

Tanpa perlakuan

14,67

Keterangan: Rata-rata dengan notasi huruf yang sama


berarti berbeda tidak bermakna pada p

= 0,05

Berdasarkan hasil uji JND, secara statistik diperoleh


perbedaan yang bermakna antara rata-rata jumlah sel
goblet konjungtiva pada kontrol negatif dan kontrol
positif, baik kelompok ovariektomi 1 bulan maupun
2 bulan; dan didapatkan perbedaan tidak bermakna antara
rata-rata jumlah sel goblet konjungtiva tikus ovariektomi

pada kelompok kontrol negatif dan pemberian genistein


dosis 0,1 mg/kgBB/hari hingga 1,0 mg/kgBB/hari. Di antara
kelompok perlakuan yang diberi genistein juga diperoleh
perbedaan tidak bermakna antara jumlah sel goblet
konjungtiva tikus ovariektomi pada dosis 0,1 mg/kgBB/hari
hingga 1,0 mg/kgBB/hari. Hasil ini menunjukkan bahwa
upaya untuk meningkatkan jumlah sel goblet konjungtiva
hingga berada dalam kondisi yang tidak berbeda dengan
kontrol negatif telah berhasil dilakukan pada dosis
0,1 mg/kgBB/hari.
Hasil perhitungan ekspresi IL-1b konjungtiva yang
dilakukan 2 observer tidak memberikan perbedaan yang
bermakna (p < 0,05). Ekspresi IL-1b konjungtiva pada
kelompok kontrol dan perlakuan dijelaskan pada gambar 2.
Dari grafik di atas tampak bahwa pada p
emberian
genistein, terutama pada dosis 0,5 mg/kgBB/hari, telah
menunjukkan perbedaan ekspresi IL-1b konjungtiva
tikus ovariektomi yang sangat tajam terhadap kelompok
ovariektomi tanpa genistein. Pengaruh

pemberian genistein
terhadap ekspresi IL-1b konjungtiva tikus ovariektomi
dilakukan dengan analisis one-way ANOVA yang dijelaskan
pada tabel 3 berikut.

113

Sofia: Effect of Genistein on Conjunctival Goblet Cells Density


18
16

-0.3957x

y = 14.334e
2
R = 0.7003

Ekspresi IL1b konjungtiva

14
12
10
8
6
4
2
0
0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

Genistein (mg/kgBB/hr)

Gambar 3. Hubungan dosis genistein terhadap respon ekspresi IL-1b konjungtiva


25

IL-1b konjungtiva

20

15

10

0
0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

Jumlah sel goblet konjungtiva

Gambar 4. Hubungan antara jumlah sel goblet konjungtiva dan ekspresi IL-1b konjungtiva (r = 0,773 pada
p 0,00).
Tabel 3. Hasil One-Way ANOVA ekspresi IL-1b konjungtiva
tikus ovariektomi
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat
Keragaman Kuadrat Bebas Tengah
Perlakuan

204,958 5

40,992

Galat

54,667

4,556

Total

259,625 17

12

F
8,998

p-value
0,001

Tabel 4. Hasil Uji JND rata-rata ekspresi IL-1b konjungtiva


tikus ovariektomi
Ratarata

Notasi

OVX 2 Bulan

16,50

OVX 1 Bulan

16,50

OVX 1 bln + Genistein 0,1 mg/kg/hr


1 bln

12,33

OVX 1 bln + Genistein 0,5 mg/kg/hr


1 bln

10,83

ab

OVX 1 bln + Genistein 1,0 mg/kg/hr


1 bln

10,17

ab

Tanpa perlakuan

7,17

Kelompok

Keterangan: Rata-rata dengan notasi huruf yang sama


berarti berbeda tidak bermakna pada p = 0,05

Hasil one-way ANOVA menjelaskan bahwa ada pengaruh


bermakna (p < 0,05) dari perlakuan dosis genistein terhadap
ekspresi IL-1b konjungtiva tikus ovariektomi. Analisis
lanjutan dilakukan dengan uji Jarak Nyata Duncan (JND)
atau Duncan Multiple Range Test.
Berdasarkan hasil uji JND, secara statistik diperoleh
perbedaan tidak bermakna rata-rata ekspresi IL-1b
konjungtiva pada kelompok tikus tanpa perlakuan dan
pemberian genistein 0,5 mg/kgBB/hari dan 1,0 mg/
kgBB/hari. Hasil ini menunjukkan bahwa upaya untuk
menurunkan ekspresi IL-1b konjungtiva tikus ovariektomi
hingga berada pada kondisi normal telah berhasil
dilakukan pada dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Semakin tinggi
dosis genistein menyebabkan penurunan ekspresi IL-1b
konjungtiva tikus ovariektomi.
Hubungan antara dosis genistein dan respon terhadap
ekspresi IL-1b konjungtiva ditunjukkan pada grafik
berikut.
Dari grafik 3 terlihat bahwa hubungan antara dosis
genistein terhadap ekspresi IL-1b konjungtiva bersifat
eksponensial. Ekspresi IL-1b yang sama dengan kelompok
tikus tanpa perlakuan diduga akan dicapai pada pemberian
dosis genistein 2,0 mg/kgBB/hari. Pada dosis-dosis
selanjutnya ekspresi IL-1b konjungtiva tetap berada dalam
kondisi yang sama dengan kelompok kontrol negatif.

114

Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 110-115

Hubungan antara jumlah sel goblet konjungtiva dan


ekspresi IL-1b konjungtiva dianalisis dengan metode
korelasi Pearson dan dapat dilihat pada grafik di bawah
ini.
Dari grafik 4 tampak bahwa terdapat hubungan antara
jumlah sel goblet dan ekspresi IL-1b konjungtiva, di mana
semakin banyak jumlah sel goblet konjungtiva maka
ekspresi IL-1b akan menurun, atau dapat disimpulkan
bahwa hubungan ini berbanding terbalik.

diskusi

Dari data hasil penelitian terlihat bahwa jumlah sel


goblet konjungtiva pada 3 kelompok perlakuan yang diberi
genistein dengan dosis bervariasi lebih tinggi dibandingkan
kelompok tikus ovariektomi saja, namun di antara kelompok
perlakuan tidak terdapat perbedaan jumlah sel goblet yang
nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis genistein
0,1 mg/kgBB/hari telah dicapai peningkatan jumlah sel
goblet yang nyata dibanding kondisi ovariektomi tanpa
genistein dan perbaikan tersebut telah menyerupai kondisi
tikus tanpa perlakuan (kontrol negatif), sehingga pada
penambahan dosis genistein tidak terjadi lagi peningkatan
jumlah sel goblet konjungtiva yang nyata.
Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh bermakna
dari pemberian genistein terhadap jumlah sel goblet
konjungtiva pada tikus ovariektomi (p < 0,05). Analisis

lanjutan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah


sel goblet yang bermakna antara kelompok kontrol tanpa
perlakuan dan ovariektomi. Hal ini menunjukkan bahwa
prosedur ovariektomi yang dilakukan untuk membuat
kondisi menopause berhasil dilakukan. Dosis efektif
terkecil yang menimbulkan efek peningkatan jumlah sel
goblet telah dapat dicapai pada dosis 0,1 mg/kgBB/hari.
Karena pada dosis terkecil telah dicapai peningkatan
jumlah sel goblet konjungtiva yang menyerupai kondisi
kontrol negatif, maka diperlukan penelitian lain dengan
pemberian dosis genistein di bawah 0,1 mg/kgBB/hari
untuk mengetahui hubungan dosis dan respons.
Penelitian sebelumnya tentang pengaruh fitoestrogen,
khususnya genistein, terhadap fungsi air mata belum
pernah dilaporkan. Perbedaan efek yang terjadi antara
pemberian genistein dengan estrogen eksogen terkait
dengan sifat ikatannya dengan ER dan perbedaan efek yang
ditimbulkan secara spesifik pada jaringan tertentu. Afinitas
genistein yang lebih besar pada ERb dibanding ERa dapat
menimbulkan pengaruh yang berbeda dibanding estrogen.
Ikatan antara genistein dengan ER pada konjungtiva akan
menghambat aktivasi jalur apoptosis ekstrinsik yang
menyebabkan apoptosis pada sel goblet. Peningkatan
jumlah sel goblet juga disebabkan karena adanya proliferasi
sel goblet dari sel stem konjungtiva dan keratinosit
konjungtiva. Kedua faktor tersebut dapat menjelaskan
terjadinya peningkatan jumlah sel goblet konjungtiva yang
signifikan pada seluruh kelompok perlakuan dibanding
kelompok kontrol positif.12,16,17

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh


bermakna dari pemberian genistein terhadap ekspresi
IL-1b konjungtiva tikus ovariektomi (p < 0,05). Dosis
genistein terkecil yang bisa menyebabkan terjadinya
penurunan ekspresi IL-1b pada konjungtiva adalah 0,5 mg/
kgBB/hari, karena pada pemberian genistein dengan dosis
0,5 mg/kgBB/hari dan 1,0mg/kgBB/hari tidak didapatkan
perbedaan ekspresi IL-1b yang bermakna dibanding
kelompok tikus tanpa perlakuan.
Peningkatan sitokin proinflamasi pada hewan coba akan
meningkatkan jumlah ERb dibanding ERa, terutama pada
kondisi inflamasi yang kronis.18 Bila hal ini terjadi, maka
pemberian genistein yang afinitas ikatannya lebih besar pada
ERb dibanding ERa sangat membantu untuk menurunkan
ekpresi IL-1b karena ikatan yang terjadi antara ERb
dengan ligandnya bersifat menghambat proses transkripsi.
Pengaruh genistein terhadap ekspresi IL-1b tergantung jenis
sel, kondisi lingkungan, dan konsentrasi genistein yang
diberikan. Terdapat faktor-faktor lain di dalam jenis sel yang
berbeda, yang menyebabkan terjadinya efek yang spesifik
pada sel yang berbeda. Pada penelitian ini, ekspresi IL-1b
yang menurun pada pemberian genistein 0,5mg/kgBB/hari
dan 1,0 mg/kgBB/hari terjadi karena ikatan antara genistein
dengan ER akan menghambat aktivasi promotor gen
IL-1b, sehingga proses inflamasi yang diinduksi IL-1b pada
konjungtiva juga akan menurun. Pada dosis yang lebih
kecil, yaitu 0,1mg/kgBB/hari, efek ini belum dapat dicapai.
Dari grafik hubungan dosis dan respon (grafik 5.3) tampak
bahwa dosis genistein yang diduga dapat menyebabkan
penurunan ekspresi IL-1b konjungtiva hingga sama dengan
kondisi kontrol negatif adalah 2,0 mg/kgBB/hari. Pada
dosis-dosis berikutnya hasil yang dicapai mungkin akan
sama dengan dosis 2,0 mg/kgBB/hari. Hal ini perlu diteliti
lagi dalam penelitian lanjutan.
Dari grafik 4 tampak bahwa hubungan antara jumlah sel
goblet dan ekspresi IL-1b konjungtiva berbanding terbalik.
Hal ini terjadi karena pada saat terjadi peningkatan ekspresi
sitokin proinflamasi (termasuk IL-1b dan TNF-a), maka
akan terjadi pula peningkatan apoptosis sel goblet melalui
jalur ekstrinsik yang dipicu oleh meningkatnya TNF-a.
Kedua parameter yang dinilai pada penelitian ini mengalami
perbaikan melalui 2 mekanisme yang berbeda, sehingga
tidak didapatkan hubungan sebab akibat antara jumlah sel
goblet dan ekspresi IL-1b konjungtiva.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa dosis genistein
terkecil yang berpengaruh terhadap jumlah sel goblet dan
ekspresi IL-1b konjungtiva berbeda. Dengan dosis genistein
0,1 mg/kgBB/hari telah dapat dicapai peningkatan jumlah
sel goblet konjungtiva yang menyerupai kondisi kontrol
negatif, namun dosis ini belum memberikan penurunan
ekspresi IL-1b yang signifikan. Terjadinya perbaikan
pada level dosis yang berbeda antara 2 parameter tersebut
terjadi karena efek genistein pada sel goblet dan sel epitel
konjungtiva memiliki mekanisme yang berbeda. Dengan
dosis genistein 0,5 mg/kgBB/hari baru dicapai perbaikan
yang bermakna pada kedua parameter yang diteliti.

115

Sofia: Effect of Genistein on Conjunctival Goblet Cells Density

Hasil yang dicapai pada penelitian ini sesuai dengan


hipotesis penelitian, yaitu pemberian genistein berpengaruh
terhadap jumlah sel goblet dan ekspresi IL-1b konjungtiva
tikus ovariektomi, dalam hal ini pengaruhnya adalah
efek positif. Peningkatan jumlah sel goblet konjungtiva
akan mengakibatkan peningkatan produksi musin, dan
penurunan ekspresi IL-1b akan menurunkan proses
inflamasi pada konjungtiva, sehingga diharapkan dapat
memperbaiki kerusakan pada permukaan bola mata yang
terjadi pada SMK.
Pengaruh genistein pada hewan coba tikus yang
diperoleh pada penelitian ini perlu dikaji pada manusia.
Terdapat beberapa perbedaan yang mungkin menyebabkan
terjadinya efek yang berbeda. Perbedaan pertama adalah
rute pemberian, di mana pemberian pada manusia adalah
secara oral, sehingga konsentrasi plasma yang dicapai
akan lebih rendah dibandingkan pemberian subkutan,
akibat adanya proses metabolisme pada dinding usus.
Perbedaan kedua adalah interval waktu antara terjadinya
menopause dengan pemberian genistein. Pada penelitian ini
genistein langsung diberikan 1 bulan setelah ovariektomi
(saat tercapai kondisi menopause). Semakin lama interval
waktu antara terjadinya menopause dengan pemberian
genistein maka efek genistein akan semakin menurun akibat
berkurangnya jumlah reseptor estrogen. Dosis genistein
yang diberikan secara oral pada wanita premenopause
berkisar antara 1520 mg/hari.11,17,19
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis
genistein 2,0 mg/kgBB/hari subkutan untuk mengevaluasi
perbaikan yang terjadi pada ekspresi IL-1b konjungtiva.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan uji klinis, yaitu mengevaluasi parameter SMK
baik secara klinis maupun imunositokimia pada wanita
menopause yang mendapatkan terapi genistein oral, dengan
mengingat perbedaan dosis efektif yang tercapai pada
pemberian oral dan subkutan.

kesimpulan

P
emberian genistein dapat meningkatkan jumlah sel
goblet konjungtiva dan menurunkan ekspresi IL-1b pada
konjungtiva tikus ovariektomi. Dosis genistein terkecil
yang dapat memberikan efek positif pada jumlah sel goblet
dan konjungtiva tikus ovariektomi adalah 0,5 mg/kgBB/hari
secara subkutan. Jumlah sel goblet konjungtiva berbanding
terbalik dengan ekspresi IL-1b konjungtiva pada hewan
coba tikus.

daftar pustaka
1. Solomon A, Dursun D, Liu Z, Xie Y, Macri A, Pflugfelder SC. Proand anti-inflammatory forms of interleukin-1 in the tear fluid and
conjunctiva of patients with dry-eye disease. Invest Ophthalmol Vis
Sci. 2001; 42: 228392.
2. Narayanan S, Miller WL, McDermott AM. Conjunctival cytokine
expression in symptomatic moderate dry eye subjects. Invest
Ophthalmol Vis Sci. 2006; 47: 244550.
3. Gulati A, Dana R. Keratoconjunctivitis sicca: clinical aspects. In:
Foster CS, Azar DT, Dohlman CH. Smolin and Thofts: The Cornea.
Scientific foundations & clinical practice. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 6068.
4. Versura P, Campos EC. Menopause and dry eye. A possible
relationship. Gynecological Endocrinology 2005; 20: 28998.
5. Versura P, Fresina M, Campos EC. Ocular surface changes over the
menstrual cycle in women with and without dry eye. Gynecological
endocrinology 2007; 23: 38590.
6. Uncu G, Avri R, Uncu Y, Kaymaz C, Develioglu O. The effects of
different hormone replacement therapy regimens on tear function,
intraocular pressure and lens opacity. Gynecological Endocrinology
2006; 22: 5015.
7. Suzuki T, Schirra F, Richards SM, Treister NS, Lombard MJ, Rowley
P, et al. Estrogens and progesterons impact on gene expression
in the mouse lacrimal gland. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2006; 47:
15868.
8. Lissin LW, Cooke JP. Phytoestrogens and cardiovascular health.
J Am Coll Cardiol 2000; 35: 140310.
9. Tham DM, Gardner CD, Haskell WL. Potential

health benefit of
dietary phytoestrogens: A review of the clinical, epidemiological, and
mechanistic evidence. J Clin Endocrinol Metab 1998; 83: 222335.
10. Kurzer MS. Phytoestrogen supplement use by women. J. Nutr. 2003;
133: 1983S6S.
11. Center for the evaluation of risks to human reproduction. Reproductive
and development toxicity of genistein. Washington: National
toxicology program. US Department of health and human services;
2006.
12. Rice S, Mason HD, Whitehead SA. Phytoestrogens and their low
dose combination inhibit mRNA expression and activity of aromatase
in human granulosa-luteal cells. Journal of steroid biochemistry &
molecular biology 2006; 21: 110.
13. Winarto A. Prosedur pendeteksian bahan aktif dengan metode baku/
konvensional. In: Modul pemanfaatan teknik kultur jaringan dan
histokimia. Pelatihan dosen universitas/perguruan tinggi; 2003 Jun
1626; Bogor.
14. Tseng CG, Huang JW, Kenyon KR. Morphogenesis of rat conjunctival
goblet cells. Invest Ophthalmol Vis Sci. 1998; 39: 96975.
15. Zhang Y, Song TT, Cunnick JE, Murphy PA, Hendrich S. Daidzein
and genistein glucuronides in vitro are weakly estrogenic and activate
human natural killer cells at nutritionally relevant concentrations.
J Nutr. 1999; 129: 399405.
16. Yeh S, Song XJ, Farley W, Li DQ, Stern ME, Pflugfelder SC.
Apoptosis of ocular surface cells in experimentally induced dry eye.
Invest Ophthalmol Vis Sci. 2003; 44: 1249.
17. Wang TY, Sathyamoorthy N, Phang JM. Molecular effects of
genistein on estrogen receptor mediated pathways. Carcinogenesis
1996; 17: 2715.
18. Straub RH. The complex role of estrogens in inflammation. Endocrine
reviews 2007; 28(5): 52174.
19. Pfeilschifter J, Koditz R, Pfohl M, Schatz H. Changes in
proinflammatory cytokine activity after menopause. Endocrine
Reviews 2002; 23: 90119.

You might also like