CATATAN PUSTAKA
1. Air dalam Kayu
Secara alami air terkandung banyak dalam kayu karena kayu (xylem)
merupakan bagian dari pohon yang diantaranya berfungi sebagai sarana transportasi
air dan hara dari tanah ke daun. Ketika pohon ditebang, air keluar dari kayu secara
alami yang memerlukan waktu cukup lama sampai kadar air kayu dalam
keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kayu segar, air berada dalam
rongga sel dan dinding sel. Kadar air dalam kayu pada kondisi segar sangat beragam
bergantung pada jenis pohon dan tempat tumbuhnya (Pandit 2008).
‘Ada dua tipe air yang terdapat didalam kayu, yaitu air terikat dan air bebas. Air
bebas merupakan air yang berada dalam ruang-ruang atau rongga sel (lumen),
sedangken air terikat berada didalam dinding sel. Dalam proses pengeringan kayu,
air bebas keluar lebih dulu, tanpa mempengaruhi sifat dan bentuk kayu, namun
mempengaruhi berat dari kayu. Keluamya air terikat dari dinding sel kayu,
berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis kayu serta lebih sulit dikeluarkan dari
kayu dibandingkan dengan air bebas (Siau 1984). Kondisi ketika air bebas telah
keluar dari rongga sel, sedangkan pada dinding sel masih jenuh dengan air,
dinamaken titik jenuh serat (Tobing 1988).
Haygreen dan Bowyer (2007), menjelaskan bahwa pada umumnya kadar air
tik jenuh serat kayu adalah sekitar 30%. Kadar air tik jenuh serat sangatlah penting
dalam pengeringan karena :
1. Diperlukan energi yang lebih besar untuk mengeluarkan air terikat.
2. Penyusutan dinding sel kayu terjadi ketika kadar air kayu dibawah titik jenuh
serat.
3. Perubahan kadar air dibawah tik jenuh serat mengakibatkan perubahan sifat
fisis dan mekanis kayu.
Penurunan kadar air kayu akan berlangsung terus hingga tercapainya kondisi
kayu yang tidak lagi dapat melepas air ke lingkungannya. Kadar air pada kondisi ini
disebut kadar air kesetimbangan (Tobing 1988).
2. Tujuan dan Manfaat Pengeringan Kayu
Tujuan pengeringan ialah untuk menjaga stabilitas dimensi (akibat penyusutan
kayu) yang sering menimbulkan cacat bentuk. Pengeringan juga mengurangi beyat
kayu, meningkatkan kekuatan kayu (dengan berkurangnya kadar air dibawah fitik
jenuh serat), menghindari serangan agen perusak biologis, mempermudah proses
Pengerjaan selanjutnya, dan mempermudah pemasukan bahan pengawet (Coto
2004)
3. Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu
Proses pengeringan kayu dipengaruhi oleh sifat-sifat kayu dan lingkungan
pengeringan. Sifat kayu yang berpengaruh terhadap proses pengeringan adalah
struktur anatomi, diantaranya adalaha. Kayu gubal dan kayu teras
Kayu gubal merupakan bagian dalam batang pohon yang terdiri dari bagian xylem
yang masih hidup dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan menyimpan
cadangan makanan. Bagian kayu gubal cenderung basah dan lebih mudah
dikeringkan. Sedangkan pada kayu teras seluruh proses fisiologi sudah tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya dan banyak mengandung zat ekstraktif sehingga
permeabilitas kayu menurun sehingga sulit dikeringkan dan mudah mengalami
cacat pengeringan (Pandit 2008)
b. Empulur (pith)
Menurut Tobing (1988), sifat pengeringan bagian empulur berbeda dengan
jaringan kayu lainnya, karena empulur memiliki ikatan yang lebih lemah dengan
jaringan kayu disekelilingnya sehingga terkadang mudah terlepas dalam proses
pengeringannya terutama pada pengeringan suhu yang relatif tinggi.
¢. Kayu remaja (Juvenile wood)
Kayu remaja merupakan bagian kayu yang terbentuk oleh kambium berumur muda
yang memiliki banyak serat spiral dan diding sel yang tipis. Kayu remaja berpotensi
susut arah longitudinal lebih besar dibandingkan bagian kayu lainnya. Cacat yang
sering terjadi pada bagian ini adalah deformasi (perubahan bentuk) seperti cacat
bungkuk (crook) dan collapse (Haygreen dan Bowyer 2007).
d. Jari-jari kayu
Menurut Pandit (2008), jari-ari kayu terdiri dari sel-sel berdinding tipis oleh karena
itu relatif lebih lemah terutama jari-jari yang rapat, sehingga bagian ini sering
mengalami cacat pengeringan seperti retak permukaan, pecah atau retak dalam.
@. Riap tumbuh
Pada penampang lintang batang dapat dilihat adanya garis-garis konsentris yang
terlinat nyata ataupun samar. Garis-garis konsentris ini memusat pada empulur
dan disebut riap tumbuh. Dalam satu riap tumbuh terdiri dari dua bagian kayu,
yaitu kayu gubal dan kayu teras (Pandit 2008). Sifat pengeringan kayu gubal dan
kayu teras berbeda yang diakibatkan oleh berat jenisnya yang berbeda. Oleh
karena itu penyusutan arah radial dan tangensial kayu sering diikuti oleh
deformasi,
f, Mata kayu
Mata kayu memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu
disekitamya. Pada saat pengeringan, mata kayu rentan mengalami pecah dan
lepas (loose knots). Hal ini dapat menurunkan mutu kayu hasil pengeringan
(Tobing 1988).
9. Kayu reaksi
Menurut Haygreen dan Bowyer (2007), kayu reaksi berpotensi_mengalami
deformasi saat pengeringan, seperti crook (bungkuk), twist (muntir) dan
sebagainya. Hal ini disebabkan penyusutan longitudinal kayu reaksi yang lebih
besar dibandingkan dengan penyusutan normainya.
h. Serat miring
Dampak serat kayu yang miring terhadap sifat pengeringan hampir sama dengankayu reaksi, yaitu mengalami penyusutan longitudinal yang lebih besar dibanding
kayu yang berserat lurus (Pandit 2008)
i. Tekstur kayu
Tobing (1988) menjelaskan bahwa tekstur kayu yang tidak merata dapat
mengakibatkan cacat pada proses pengeringan, terutama berupa retak
permukanaan dan pecah
i. Sel pembuluh
Kayu yang memiliki sel pembuluh yang berdiameter besar dan tidak tersumbat
tylosis maupun zat amorf pada umumnya relatif mudah dikeringkan. Sedangkan
sel kayu yang pembuluhnya berdiameter kecil dan berisi banyak tylosis cenderung
lambet proses pengeluaran aimya dari dalam kayu, sehingga menimbulkan
gradien kadar air yang cukup besar antara bagian permukaan dengan bagian
dalam kayu yang dapat mengakibatkan cacat pengeringan (Haygreen dan Bowyer
2007). Jumlah pori yang sedikit dan noktah pada pembuluh yang sempit juga
dapat mengahmbat keluarnya air pada'proses pengeringan.
k. Dinding sel
Semakin tebal dinding sel kayu, maka semakin banyak jumlah air terikat yang
harus dikeluarkan dari dalam kayu dibandingkan dengan kayu yang memiliki
dinding sel tipis. Dinding sel yang tebal juga menyebabkan masa kayu yang harus
dilewati secara difusi oleh air lebih banyak; selain itu masa kayu yang mengalami
Penyusutan juga lebih besar, sehingga dapat mendorong terjadinya cacat
deformasi ataupun retak permukaan dan retak ujung (Tobing 1988).
|. Parenkim
Kayu dengan parenkim berbentuk pita apalagi yang kondisinya rapat beraturan
dapat memudahkan keluarnya air ke arah tebal dan lebar sortimen. Sehingga
pengeringan-nya relatif cepat (Pandit 2008),
Sifat pengeringan kayu juga dipengaruhi oleh sifat fisisnya, seperti diantaranya:
1. Berat jenis
Berat jenis merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk menduga
mudah atau tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki berat jenis tinggi
pada umumnya mempunyai sifat pengeringan yang lebih lambat serta
kemungkinan mengalami cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang berat
jenisnya rendah (Walker 2007).
2. Penyusutan (shirinkage)
Penyusutan adalah penurunan dimensi kayu akibat keluarya air terikat dari
dinding sel. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan kayu antara lain:
kadar air, kerapatan, struktur/anatomi kayu, kadar ekstraktif, kandungan/komposisi
bahan penyusun kimia (Tsoumis 1991).
Faktor kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pengeringan menurut
Tsoumis (1991), antara lain
1. Panas
Panas merupakan energi yang diperlukan oleh molekul air untuk melepaskanikatan antar sesama molekul air pada air bebas yang berada didalam rongga sel,
dan untuk melepaskan ikatan gugus hidroksil pada air terikat. Ketersediaan panas
haruslah cukup, sehingga terjadi pergerakan air dari dalam menuju permukaan
kayu.
2. Kelembaban relatif
Kelembaban rei merupakan penentu kapasitas pengeringan. Rendahnya nilai
kelembaban relatif mengakibatkan semakin tingginya air yang dapat di tampung
udara yang di uapkan dari dalam kayu, sehingga kadar air kayu dapat semakin
rendah,
3. Sirkulasi udara
Sirkulasi udara berperan sebagai pembawa panas ke kayu yang diperlukan untuk
menguapkan air dari dalam kayu dan memindahkan uap air di sekitar kayu.
Kecepatan angin yang cukup dan keseragaman sirkulasi udara disekitar kayu yang
sedang dikeringkan sangat penting agar pengeringan kayu cepat dan merata.
4. Vakum,
Proses vakum berguna sebagai langkah untuk memperlemah ikatan antar sesama
molekul H20 atau antara molekul H20 dengan tangan OH dalam zat kayu.
4, Mekanisme Keringnya Kayu
Keluarya air dari dalam kayu terjadi secara lambat dan bertahap. Bila kayu
basah diletakan pada suatu ruangan, maka air akan keluar dari permukaan kayu
sehingga terjadi kondisi yang dinamakan gradien kadar air kayu, yaitu bagian
permukaan kayu lebih kering dari pada bagian dalamnya. Hal ini mengakibatkan air
dari bagian dalam kayu bergerak keluar. Air dalam kayu bergerak ke segala arah.
Pergerakan air yang paling cepat terjadi pada arah longitudinal, sedangkan yang
paling lambat terjadi pada arah tangensial. Air ini dapat bergerak dalam bentuk caian
(air bebas dan air terikat) maupun dalam benik uap (Coto 2004).
Tobing (1988) menerangkan bahwa terdapat beberapa gaya yang mempengaruhi
pergerakan air secara simultan. Beberapa gaya tersebut antara lain ialah :
a. Gaya kapiler menyebabkan air bebas bergerak dari lumen, melalui noktah dan
membran sel. Gaya ini berhenti ketika kayu mencapai kadar air dibawah titik
jenuh serat.
b. Perbedaan tekanan uap air menyebabkan uap air bergerak dari lumen, melalui
noktah, membran noktah dan ruang antar sel. Gerakan ini efektif pada
temperature tinggi dan pada kayu dengan berat jenis rendah.
c. Perbedaan kadar air menyebabkan air bergerak melalui dinding sel. Gerakan
ini penting pada pengeringan kayu dengan temperatur rendah.
Budianto (1996) menerangkan, bahwa mekanisme keluamya air dari dalam kayu
dipengaruhi oleh permeabilitas kayu, proses difusi dan penguapan. Difusi ini dialami
uap air dan air terikat dalam kayu.
5. Metode Pengeringan Kayu
Metode pengeringan kayu secara umum terbagi menjadi dua, yaitu metode
pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami sering disebut jugapengeringan udera. Pengeringan alami dilakukan dengan menumpuk kayu menurut
susunan tertentu dan membiarkan tumpukan itu beberapa lama di lapangan pada
kondisi terbuka ataupun dibawah naungan (Budianto 1996).
Metode pengeringan alami banyak dilakukan sebagai perlakuan awal untuk
membantu mangurangi cacat serta mempercepat waktu pada pengeringan buatan.
Adapun kelemahan pengeringan alami yaitu sangat dipengeruhi kondisi cuaca dan
lokasi, sulit mencapai kadar air 15%, perlu pencegahan terhadap serangan berbagai
organisme perusak kayu selama proses pengeringan, waktu pengeringan relatif lama
dan perlu areal yang cukup luas. Maka dikembangkanlah sistem-sistem pengeringan
lain guna menjamin kelangsungan proses produksi serta untuk mengurangi cacat
Pengering yang terjadi, yaitu dengan sistem pengeringan buatan (Coto 2004).
Sistem pengeringan buatan tidak tergantung pada kondisi cuaca. Beberapa
model pengeringan buatan, antara lain ialah
a. Metode pengeringan dehumidifer
b. Metode pengeringan vakum
c. Metode pengeringan fan
4. Metode pengeringan kilang pengering (konvensional)
1. Metode pengeringan dehumidifier
Pengeringan dehumidifier berprinsip memanaskan udara agar air dalam kayu
terevaporasi keluar dilanjutkan dengan penurunan kelembaban udara. Air yang
menguap dari kayu menjadjkan udara disekitarnya lembab. Udara lembab tersebut
dikondensasikan oleh mesin melalui proses pendinginan udara. Air kondensasi
tersebut dibuang keluar kilang, sedangkan udara kering disirkulasikan lagi didalam
kilang melalui elemen pemanas. Udara panas dan kering tersebut kembali
menguapkan air dari kayu. Proses tersebut terus berulang selama pengeringan
(Budianto 1997)
2. Metode pengeringan vakum
Sistem pengeringan vakum bekerja berdasarkan prinsip pemanasan dan
penurunan tekanan udara untuk mengevaporasi kandungan air dalam kayu.
Sistem ini cukup baik untuk proses pengawetan ( Budianto 1997)
3. Metode pengeringan fan
Metode pengeringan ini dilakukan menggunakan fan (kipas), yang cukup efektit
untuk meengeringkan kayu yang tergolong mudah dikeringkan dan kadar airnya
masih tinggi. Pengeringan menggunakan fan ini berprinsip kepada kecepatan
udara yang mempengaruhi penyebaran molekul air yang keluar dari kayu ke udara
sekitamya. Tapi menurut Coto (2004) percepatan sirkulasi udara tidak
berpengaruh nyata terhadap kayu yang sulit untuk dikeringkan dan kadar aimnya
tendah
4, Metoda pengeringan konvensional (kilang pengering)
Coto (2004) menerangkan, Kilang pengering kayu konvensional paling sering
digunakan karena pengoprasiannya mudah, efisien dan ekonomis. Prinsip yang
digunakan dalam metoda pengeringan ini adalah mengalirkan udara panas dari
sumber panas melalui uap air dan diradiasikan melalui udara oleh plat metal.Udara panas bergerak keatas. Dinding atas dan sekat akan mengarahkan udara ke
tumpukan kayu sehingga air keluar dari dalam kayu. Udara di sekitar kayu menjadi
lembab dan bergerak ke bawah. Sebagian uap air udara tersebut akan mengembun
dan jatuh ke dasar kilang. Adanya sekat, lantai dan dinding mengarahkan pergerakan
udara ke plat metal, menyerap panas, bergerak ke atas dan seterusnya berkelanjutan
hingga kayu pada tumpukan tersebut mengering. Metode pengeringan ini dapat
digunakan untuk semua jenis kayu.
Selain metode pengeringan yang telah dijelaskan di atas, teknik penumpukan
‘memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan lamanya pengeringan kayu.
Kayu yang ditumpuk secara berlapis dipisahkan oleh ganjal (sticker). Peletakan
sticker dalam penumpukan ini harus tersusun lurus dari bagian bawah hingga bagian
atas (vertically alignment) dengan jarak antar sticker tersusun dengan teratur. Hal ini
bertujuan agar sirkulasi udara masuk kedalam tumpukan kayu secara merata
Pemberian beban yang cukup dibagian atas tumpukan dan pengaturan jarak
ganjal yang baik akan menghasilkan kualitas kayu kering yang baik pula.
Martawijaya dan Barly (1995), Rasmussen (1961), He dan Lin (1969)
menyarankan percepatan pengeringan dengan melakukan kombinasi pengeringan
alami dan pengeringan konvensional. Selain itu, pemberian uap air panas
(pengukusan) kayu selama 12-24 jam menjelang akhir pengeringan dapat memulih-
kan cacat collapse (McMillen 1978, diacu dalam Basri 2000), namun demikian teknik
ini tidak selalu cocok untuk setiap jenis kayu, terutama kayu muda. Pengaruh suhu
Pengukusan yang tinggi dalam waktu yang lama juga dikhawatirkan akan
menurunkan kekuatan kayu tersebut (Basri ef al 2000)
6. Cacat Pengeringan Kayu
Pada penelitian sifat dasar pngeringan, sebagian besar contoh uji kayu yang
didiapat merupakan kayu berdiameter kecil (diameter 30 - 40 cm). Kayu diameter
kecil juga dapat dikategorikan sebagai kayu muda yang memiliki kelemahan antara
lain ialah cukup banyak mengandung serat spiral, rasio penyusutan tengensial/radial
yang besar, dinding sel relatif tipis dengan sudut mikrofibril dalam dinding sel yang
besar sehingga penyusutan longitudinalnya besar. Kondisi tersebut menyebabkan
sortimen dari kayu diameter kecil cenderung berubah bentuk (warping), dan atau
collapse pada saat dikeringkan (Walker 2007)
Menurut Walker (2007), terdapat beberapa cacat kayu yang sering terjadi
dalam proses pengeringan diantaranya sebagai berikut :
1. Perubahan warna (staining)
Perubahan warna dapat terjadi karena serangan jamur pewarna terutama pada
kayu segar dapat ditangani dengan meminimalisir waktu antara penebangan
dengan pengolahannya. Penumpukan kayu perlu dilakukan secepatnya agar
permukaannya cepat mengering dan mencapai kadar kurang dari 20%.
Pewarnaan pada kayu hasil pengeringan dapat juga terjadi oleh ganjal yang
digunakan, serta bahan-bahan dalam ruang pengering yang mengalami
kondensasi seperti karat pada besi.2. Cacat bentuk (warping)
Cacat bentuk pada umumnya terjadi akibat perbedaan susut pada arah radial dan
tangensial (Walker 2007). Terjadinya cacat bentuk ini dapat juga disebabkan
kesalahan dalam pemilinan jadwal pengeringan serta proses penumpukan kayu
yang tidak benar. Beberapa jenis perubahan bentuk yang sering dijumpai dapat
dilihat pada gambar 1,2, dan 3 (Tsoumis 1991)
a. cupping
b. bowing
. twisting
d. diamonding
e. crooking
Gambar 1 Cacat bentuk dalam pengeringan: (a) memangkuk (cuping) (b) membusur (bowing) (c)
memuntir (twisting) (3) clemonding (e) membungkuk (crook).
3. Tegangan sisa pengeringan (case hardening)
Case hardening merupakan tegangan sisa yang terjadi dipermukaan kayu. Cacat
ini tampak pada waktu pengerjaan kayu dan sangat mengganggu pada saat kayu
akan diserut atau dipotong. Untuk mengetahui ada tidaknya cacat jenis ini dapat
dilakukan uji garpu (Gambar 2) pada kayu (Walker 2007).
Gambar 2, Kondisi kayu dalam uji garpu: (a) kondisi awal kayu: (b) tidak terjadi casehardening ; (c)
terjadi casehardening (d) reserve casehardening.4, Retak (checking)
Retak pada kayu dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu retak permukan
(surface check) dan retak ujung (end check) dan retak dalam (honey comb),
Menurut Tsoumis (1991), retak diakibatkan perubahan dimensi yang tidak sama
antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya, Retak pada umumnya terjadi
pada sepanjang jari-jari Karena merupakan bagian terlemah pada kayu.
Gambar 3Cacat retak permukaan dan (a) cacat pecah ujung (b).
Retak dalam dapat disebabkan oleh retak permukaan yang berkelanjutan atau
karena besamya tegangan tegak lurus serat melebihi kekuatan yang kayu
tersebut. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan
kelembaban udara yang tinggi pada permulean pengeringan dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi ( Walker 2007)
Gambar 4. Cacat honeycombing pada papan quartersawn (a) dan pada papan flatsawn (b)
5. Collapse
Apabila kadar air kayu cukup tinggi, rongga sel penuh berisi air, maka bila terjadi
proses pengeringan yang sangat cepat, air bebas akan bergerak dari dalam
rongga sel kayu keluar melalui kapiler yang berakibat tegangan vakum pada lumen
sehingga dinding sel mengalami collapse. Collapse terjadi pada kayu ketika
tegangan kapiler di rongga sel melebihi keteguhan tekan tegak lurus serat (Walker
2007)
Gambar 5 Kayu yang mengalami collapse.Tsouris (1981) menyatakan bahwa collapse merupakan penyusutan sel yang sangat
parah sehingga permukaan papan tampak berkerut (Gambar 5). Agar cacat collapse
dapat dihindari, maka kayu yang rawan collapse perlu mendapatkan pengeringan
pendahuluan (predrying) dengan suhu rendah selama beberapa hari atau dilakukan
Pengeringan alami dalam beberapa minggu. Selain itu terdapat beberapa cara yang
menjelaskan pencegahan terjadinya collapse, antara lain ialah :
1. Mengganti air yang berada dalam kayu dengan cairan lain yang mempunyai
tegangan permukaan yang lebih rendah dari air, seperti metanol dan etanol,
sehingga tegangan cairan yang terbentuk lebih kecil. Namun usaha ini masih
terialu mahal untuk diterapkan walaupun usaha ini berhasil mencegah collapse
(Siau 1984)»
2. Usaha yang cukup efektif dan efisien untuk mencegah collapse adalah dengan
menggunakan kondisi awal pengeringan yang lunak, karena suhu yang tinggi
dan kondisi pengeringan yang terlalu keras pada awal pengeringan merupakan
penyebab utama sel collapse (Hadi 1987)
7. Jadwal Pengaringan Kayu
Menurut Coto (2004), jadwal pengeringan adalah pengaturan faktor pengering
(kelembaban dan suhu) pada setiap tahapan pengeringan agar waktu pengeringan
dapat dilakukan sesingkat-singkatnya dan cacat yang terjadi pada kayu yang
dikeringkan pun seminimal mungkin. Basi (1990) menjelaskan bahwa jadwal
Pengeringan sangat penting dalam pengeringan kayu. Jadwal pengeringan yang
tazim digunakan ialah yang perubahan suhu dan kelembabannya berdasarkan kadar
air kayu yang dikeringkan. Jadwal pengeringan yang berbasis kadar air merupakan
pedoman umum yang memuat langkah-langkah perubahan suhu dan kelembaban
udara berdasarkan kadar air rerata kayu.
Basri dan Rehmat (2001) menerangkan bahwa jadwel pengeringan kayu
ditetapkan secara individual atau per jenis kayu melalui beberapa kali percobaan
pengeringan. Untuk menetapkan suhu dan kelembaban awal hingga akhir
pengeringan agar kayu dapat mengering dalam waktu yang optimal tanpa merusak
kualitas kayu, diperlukan pengetahuan dasar tentang sifat pengeringan kayu.
Pendugaan sifat pengeringan kayu yang lazim didasarkan pada berat jenis kayu,
kayu yang memiliki berat jenis yang Kurang lebih sama, diduga memiliki sifat
pengeringan yang sama.
Menurut Basri (1990), jadwal pengeringan umumnya dibuat dengan melakukan
Pengujian pengeringan pendahuluan (sift dasar pengeringan) menggunakan suhu
tinggi (100 °C). Pengujian pendahuluan ini ditujukan untuk menduga sifat
pengeringan (kepekaan) kayu dalam dapur pengering. Hasil pengujian pendahuluan
ini dapat digunakan untuk merancang jadwal pengeringan dasar melalui evaluasi
tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji selamapengeringan hingga mencapai berat
kering tanur. Kemudian jadwal pengeringan diyji lagi di dapur pengering percobaan.
Cacat pengeringan yang diamati ialah yang terkait dengan dampak proses
pengeringan seperti retak/pecah ujung dan permukaan, retak dalam serta deformasi(collapse).
Evaluasi pengamatan tingkat cacat dibuat dengan menggunakan sistem skala.
Cacat pecab/retak permukaan kayu menggunakan skala 1-8, 1-6 skala untuk retak
bagian dalam dan deformasi. Semakin tinggi skala yang digunakan, maka semakin
Parah tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji kayu. Walaupun dari seluruh contoh
Uji hanya satu contoh uji saja yang mengalami cacat terparah, maka penetapan suhu
dan kelembaban tersebut mengacu terhadap tingkat cacat yang terparah (Basri
1990)