Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 10
CATATAN PUSTAKA 1. Air dalam Kayu Secara alami air terkandung banyak dalam kayu karena kayu (xylem) merupakan bagian dari pohon yang diantaranya berfungi sebagai sarana transportasi air dan hara dari tanah ke daun. Ketika pohon ditebang, air keluar dari kayu secara alami yang memerlukan waktu cukup lama sampai kadar air kayu dalam keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam kondisi kayu segar, air berada dalam rongga sel dan dinding sel. Kadar air dalam kayu pada kondisi segar sangat beragam bergantung pada jenis pohon dan tempat tumbuhnya (Pandit 2008). ‘Ada dua tipe air yang terdapat didalam kayu, yaitu air terikat dan air bebas. Air bebas merupakan air yang berada dalam ruang-ruang atau rongga sel (lumen), sedangken air terikat berada didalam dinding sel. Dalam proses pengeringan kayu, air bebas keluar lebih dulu, tanpa mempengaruhi sifat dan bentuk kayu, namun mempengaruhi berat dari kayu. Keluamya air terikat dari dinding sel kayu, berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis kayu serta lebih sulit dikeluarkan dari kayu dibandingkan dengan air bebas (Siau 1984). Kondisi ketika air bebas telah keluar dari rongga sel, sedangkan pada dinding sel masih jenuh dengan air, dinamaken titik jenuh serat (Tobing 1988). Haygreen dan Bowyer (2007), menjelaskan bahwa pada umumnya kadar air tik jenuh serat kayu adalah sekitar 30%. Kadar air tik jenuh serat sangatlah penting dalam pengeringan karena : 1. Diperlukan energi yang lebih besar untuk mengeluarkan air terikat. 2. Penyusutan dinding sel kayu terjadi ketika kadar air kayu dibawah titik jenuh serat. 3. Perubahan kadar air dibawah tik jenuh serat mengakibatkan perubahan sifat fisis dan mekanis kayu. Penurunan kadar air kayu akan berlangsung terus hingga tercapainya kondisi kayu yang tidak lagi dapat melepas air ke lingkungannya. Kadar air pada kondisi ini disebut kadar air kesetimbangan (Tobing 1988). 2. Tujuan dan Manfaat Pengeringan Kayu Tujuan pengeringan ialah untuk menjaga stabilitas dimensi (akibat penyusutan kayu) yang sering menimbulkan cacat bentuk. Pengeringan juga mengurangi beyat kayu, meningkatkan kekuatan kayu (dengan berkurangnya kadar air dibawah fitik jenuh serat), menghindari serangan agen perusak biologis, mempermudah proses Pengerjaan selanjutnya, dan mempermudah pemasukan bahan pengawet (Coto 2004) 3. Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan Kayu Proses pengeringan kayu dipengaruhi oleh sifat-sifat kayu dan lingkungan pengeringan. Sifat kayu yang berpengaruh terhadap proses pengeringan adalah struktur anatomi, diantaranya adalah a. Kayu gubal dan kayu teras Kayu gubal merupakan bagian dalam batang pohon yang terdiri dari bagian xylem yang masih hidup dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan menyimpan cadangan makanan. Bagian kayu gubal cenderung basah dan lebih mudah dikeringkan. Sedangkan pada kayu teras seluruh proses fisiologi sudah tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan banyak mengandung zat ekstraktif sehingga permeabilitas kayu menurun sehingga sulit dikeringkan dan mudah mengalami cacat pengeringan (Pandit 2008) b. Empulur (pith) Menurut Tobing (1988), sifat pengeringan bagian empulur berbeda dengan jaringan kayu lainnya, karena empulur memiliki ikatan yang lebih lemah dengan jaringan kayu disekelilingnya sehingga terkadang mudah terlepas dalam proses pengeringannya terutama pada pengeringan suhu yang relatif tinggi. ¢. Kayu remaja (Juvenile wood) Kayu remaja merupakan bagian kayu yang terbentuk oleh kambium berumur muda yang memiliki banyak serat spiral dan diding sel yang tipis. Kayu remaja berpotensi susut arah longitudinal lebih besar dibandingkan bagian kayu lainnya. Cacat yang sering terjadi pada bagian ini adalah deformasi (perubahan bentuk) seperti cacat bungkuk (crook) dan collapse (Haygreen dan Bowyer 2007). d. Jari-jari kayu Menurut Pandit (2008), jari-ari kayu terdiri dari sel-sel berdinding tipis oleh karena itu relatif lebih lemah terutama jari-jari yang rapat, sehingga bagian ini sering mengalami cacat pengeringan seperti retak permukaan, pecah atau retak dalam. @. Riap tumbuh Pada penampang lintang batang dapat dilihat adanya garis-garis konsentris yang terlinat nyata ataupun samar. Garis-garis konsentris ini memusat pada empulur dan disebut riap tumbuh. Dalam satu riap tumbuh terdiri dari dua bagian kayu, yaitu kayu gubal dan kayu teras (Pandit 2008). Sifat pengeringan kayu gubal dan kayu teras berbeda yang diakibatkan oleh berat jenisnya yang berbeda. Oleh karena itu penyusutan arah radial dan tangensial kayu sering diikuti oleh deformasi, f, Mata kayu Mata kayu memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu disekitamya. Pada saat pengeringan, mata kayu rentan mengalami pecah dan lepas (loose knots). Hal ini dapat menurunkan mutu kayu hasil pengeringan (Tobing 1988). 9. Kayu reaksi Menurut Haygreen dan Bowyer (2007), kayu reaksi berpotensi_mengalami deformasi saat pengeringan, seperti crook (bungkuk), twist (muntir) dan sebagainya. Hal ini disebabkan penyusutan longitudinal kayu reaksi yang lebih besar dibandingkan dengan penyusutan normainya. h. Serat miring Dampak serat kayu yang miring terhadap sifat pengeringan hampir sama dengan kayu reaksi, yaitu mengalami penyusutan longitudinal yang lebih besar dibanding kayu yang berserat lurus (Pandit 2008) i. Tekstur kayu Tobing (1988) menjelaskan bahwa tekstur kayu yang tidak merata dapat mengakibatkan cacat pada proses pengeringan, terutama berupa retak permukanaan dan pecah i. Sel pembuluh Kayu yang memiliki sel pembuluh yang berdiameter besar dan tidak tersumbat tylosis maupun zat amorf pada umumnya relatif mudah dikeringkan. Sedangkan sel kayu yang pembuluhnya berdiameter kecil dan berisi banyak tylosis cenderung lambet proses pengeluaran aimya dari dalam kayu, sehingga menimbulkan gradien kadar air yang cukup besar antara bagian permukaan dengan bagian dalam kayu yang dapat mengakibatkan cacat pengeringan (Haygreen dan Bowyer 2007). Jumlah pori yang sedikit dan noktah pada pembuluh yang sempit juga dapat mengahmbat keluarnya air pada'proses pengeringan. k. Dinding sel Semakin tebal dinding sel kayu, maka semakin banyak jumlah air terikat yang harus dikeluarkan dari dalam kayu dibandingkan dengan kayu yang memiliki dinding sel tipis. Dinding sel yang tebal juga menyebabkan masa kayu yang harus dilewati secara difusi oleh air lebih banyak; selain itu masa kayu yang mengalami Penyusutan juga lebih besar, sehingga dapat mendorong terjadinya cacat deformasi ataupun retak permukaan dan retak ujung (Tobing 1988). |. Parenkim Kayu dengan parenkim berbentuk pita apalagi yang kondisinya rapat beraturan dapat memudahkan keluarnya air ke arah tebal dan lebar sortimen. Sehingga pengeringan-nya relatif cepat (Pandit 2008), Sifat pengeringan kayu juga dipengaruhi oleh sifat fisisnya, seperti diantaranya: 1. Berat jenis Berat jenis merupakan suatu indikator yang dapat digunakan untuk menduga mudah atau tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki berat jenis tinggi pada umumnya mempunyai sifat pengeringan yang lebih lambat serta kemungkinan mengalami cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang berat jenisnya rendah (Walker 2007). 2. Penyusutan (shirinkage) Penyusutan adalah penurunan dimensi kayu akibat keluarya air terikat dari dinding sel. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyusutan kayu antara lain: kadar air, kerapatan, struktur/anatomi kayu, kadar ekstraktif, kandungan/komposisi bahan penyusun kimia (Tsoumis 1991). Faktor kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pengeringan menurut Tsoumis (1991), antara lain 1. Panas Panas merupakan energi yang diperlukan oleh molekul air untuk melepaskan ikatan antar sesama molekul air pada air bebas yang berada didalam rongga sel, dan untuk melepaskan ikatan gugus hidroksil pada air terikat. Ketersediaan panas haruslah cukup, sehingga terjadi pergerakan air dari dalam menuju permukaan kayu. 2. Kelembaban relatif Kelembaban rei merupakan penentu kapasitas pengeringan. Rendahnya nilai kelembaban relatif mengakibatkan semakin tingginya air yang dapat di tampung udara yang di uapkan dari dalam kayu, sehingga kadar air kayu dapat semakin rendah, 3. Sirkulasi udara Sirkulasi udara berperan sebagai pembawa panas ke kayu yang diperlukan untuk menguapkan air dari dalam kayu dan memindahkan uap air di sekitar kayu. Kecepatan angin yang cukup dan keseragaman sirkulasi udara disekitar kayu yang sedang dikeringkan sangat penting agar pengeringan kayu cepat dan merata. 4. Vakum, Proses vakum berguna sebagai langkah untuk memperlemah ikatan antar sesama molekul H20 atau antara molekul H20 dengan tangan OH dalam zat kayu. 4, Mekanisme Keringnya Kayu Keluarya air dari dalam kayu terjadi secara lambat dan bertahap. Bila kayu basah diletakan pada suatu ruangan, maka air akan keluar dari permukaan kayu sehingga terjadi kondisi yang dinamakan gradien kadar air kayu, yaitu bagian permukaan kayu lebih kering dari pada bagian dalamnya. Hal ini mengakibatkan air dari bagian dalam kayu bergerak keluar. Air dalam kayu bergerak ke segala arah. Pergerakan air yang paling cepat terjadi pada arah longitudinal, sedangkan yang paling lambat terjadi pada arah tangensial. Air ini dapat bergerak dalam bentuk caian (air bebas dan air terikat) maupun dalam benik uap (Coto 2004). Tobing (1988) menerangkan bahwa terdapat beberapa gaya yang mempengaruhi pergerakan air secara simultan. Beberapa gaya tersebut antara lain ialah : a. Gaya kapiler menyebabkan air bebas bergerak dari lumen, melalui noktah dan membran sel. Gaya ini berhenti ketika kayu mencapai kadar air dibawah titik jenuh serat. b. Perbedaan tekanan uap air menyebabkan uap air bergerak dari lumen, melalui noktah, membran noktah dan ruang antar sel. Gerakan ini efektif pada temperature tinggi dan pada kayu dengan berat jenis rendah. c. Perbedaan kadar air menyebabkan air bergerak melalui dinding sel. Gerakan ini penting pada pengeringan kayu dengan temperatur rendah. Budianto (1996) menerangkan, bahwa mekanisme keluamya air dari dalam kayu dipengaruhi oleh permeabilitas kayu, proses difusi dan penguapan. Difusi ini dialami uap air dan air terikat dalam kayu. 5. Metode Pengeringan Kayu Metode pengeringan kayu secara umum terbagi menjadi dua, yaitu metode pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami sering disebut juga pengeringan udera. Pengeringan alami dilakukan dengan menumpuk kayu menurut susunan tertentu dan membiarkan tumpukan itu beberapa lama di lapangan pada kondisi terbuka ataupun dibawah naungan (Budianto 1996). Metode pengeringan alami banyak dilakukan sebagai perlakuan awal untuk membantu mangurangi cacat serta mempercepat waktu pada pengeringan buatan. Adapun kelemahan pengeringan alami yaitu sangat dipengeruhi kondisi cuaca dan lokasi, sulit mencapai kadar air 15%, perlu pencegahan terhadap serangan berbagai organisme perusak kayu selama proses pengeringan, waktu pengeringan relatif lama dan perlu areal yang cukup luas. Maka dikembangkanlah sistem-sistem pengeringan lain guna menjamin kelangsungan proses produksi serta untuk mengurangi cacat Pengering yang terjadi, yaitu dengan sistem pengeringan buatan (Coto 2004). Sistem pengeringan buatan tidak tergantung pada kondisi cuaca. Beberapa model pengeringan buatan, antara lain ialah a. Metode pengeringan dehumidifer b. Metode pengeringan vakum c. Metode pengeringan fan 4. Metode pengeringan kilang pengering (konvensional) 1. Metode pengeringan dehumidifier Pengeringan dehumidifier berprinsip memanaskan udara agar air dalam kayu terevaporasi keluar dilanjutkan dengan penurunan kelembaban udara. Air yang menguap dari kayu menjadjkan udara disekitarnya lembab. Udara lembab tersebut dikondensasikan oleh mesin melalui proses pendinginan udara. Air kondensasi tersebut dibuang keluar kilang, sedangkan udara kering disirkulasikan lagi didalam kilang melalui elemen pemanas. Udara panas dan kering tersebut kembali menguapkan air dari kayu. Proses tersebut terus berulang selama pengeringan (Budianto 1997) 2. Metode pengeringan vakum Sistem pengeringan vakum bekerja berdasarkan prinsip pemanasan dan penurunan tekanan udara untuk mengevaporasi kandungan air dalam kayu. Sistem ini cukup baik untuk proses pengawetan ( Budianto 1997) 3. Metode pengeringan fan Metode pengeringan ini dilakukan menggunakan fan (kipas), yang cukup efektit untuk meengeringkan kayu yang tergolong mudah dikeringkan dan kadar airnya masih tinggi. Pengeringan menggunakan fan ini berprinsip kepada kecepatan udara yang mempengaruhi penyebaran molekul air yang keluar dari kayu ke udara sekitamya. Tapi menurut Coto (2004) percepatan sirkulasi udara tidak berpengaruh nyata terhadap kayu yang sulit untuk dikeringkan dan kadar aimnya tendah 4, Metoda pengeringan konvensional (kilang pengering) Coto (2004) menerangkan, Kilang pengering kayu konvensional paling sering digunakan karena pengoprasiannya mudah, efisien dan ekonomis. Prinsip yang digunakan dalam metoda pengeringan ini adalah mengalirkan udara panas dari sumber panas melalui uap air dan diradiasikan melalui udara oleh plat metal. Udara panas bergerak keatas. Dinding atas dan sekat akan mengarahkan udara ke tumpukan kayu sehingga air keluar dari dalam kayu. Udara di sekitar kayu menjadi lembab dan bergerak ke bawah. Sebagian uap air udara tersebut akan mengembun dan jatuh ke dasar kilang. Adanya sekat, lantai dan dinding mengarahkan pergerakan udara ke plat metal, menyerap panas, bergerak ke atas dan seterusnya berkelanjutan hingga kayu pada tumpukan tersebut mengering. Metode pengeringan ini dapat digunakan untuk semua jenis kayu. Selain metode pengeringan yang telah dijelaskan di atas, teknik penumpukan ‘memiliki peranan yang cukup penting dalam menentukan lamanya pengeringan kayu. Kayu yang ditumpuk secara berlapis dipisahkan oleh ganjal (sticker). Peletakan sticker dalam penumpukan ini harus tersusun lurus dari bagian bawah hingga bagian atas (vertically alignment) dengan jarak antar sticker tersusun dengan teratur. Hal ini bertujuan agar sirkulasi udara masuk kedalam tumpukan kayu secara merata Pemberian beban yang cukup dibagian atas tumpukan dan pengaturan jarak ganjal yang baik akan menghasilkan kualitas kayu kering yang baik pula. Martawijaya dan Barly (1995), Rasmussen (1961), He dan Lin (1969) menyarankan percepatan pengeringan dengan melakukan kombinasi pengeringan alami dan pengeringan konvensional. Selain itu, pemberian uap air panas (pengukusan) kayu selama 12-24 jam menjelang akhir pengeringan dapat memulih- kan cacat collapse (McMillen 1978, diacu dalam Basri 2000), namun demikian teknik ini tidak selalu cocok untuk setiap jenis kayu, terutama kayu muda. Pengaruh suhu Pengukusan yang tinggi dalam waktu yang lama juga dikhawatirkan akan menurunkan kekuatan kayu tersebut (Basri ef al 2000) 6. Cacat Pengeringan Kayu Pada penelitian sifat dasar pngeringan, sebagian besar contoh uji kayu yang didiapat merupakan kayu berdiameter kecil (diameter 30 - 40 cm). Kayu diameter kecil juga dapat dikategorikan sebagai kayu muda yang memiliki kelemahan antara lain ialah cukup banyak mengandung serat spiral, rasio penyusutan tengensial/radial yang besar, dinding sel relatif tipis dengan sudut mikrofibril dalam dinding sel yang besar sehingga penyusutan longitudinalnya besar. Kondisi tersebut menyebabkan sortimen dari kayu diameter kecil cenderung berubah bentuk (warping), dan atau collapse pada saat dikeringkan (Walker 2007) Menurut Walker (2007), terdapat beberapa cacat kayu yang sering terjadi dalam proses pengeringan diantaranya sebagai berikut : 1. Perubahan warna (staining) Perubahan warna dapat terjadi karena serangan jamur pewarna terutama pada kayu segar dapat ditangani dengan meminimalisir waktu antara penebangan dengan pengolahannya. Penumpukan kayu perlu dilakukan secepatnya agar permukaannya cepat mengering dan mencapai kadar kurang dari 20%. Pewarnaan pada kayu hasil pengeringan dapat juga terjadi oleh ganjal yang digunakan, serta bahan-bahan dalam ruang pengering yang mengalami kondensasi seperti karat pada besi. 2. Cacat bentuk (warping) Cacat bentuk pada umumnya terjadi akibat perbedaan susut pada arah radial dan tangensial (Walker 2007). Terjadinya cacat bentuk ini dapat juga disebabkan kesalahan dalam pemilinan jadwal pengeringan serta proses penumpukan kayu yang tidak benar. Beberapa jenis perubahan bentuk yang sering dijumpai dapat dilihat pada gambar 1,2, dan 3 (Tsoumis 1991) a. cupping b. bowing . twisting d. diamonding e. crooking Gambar 1 Cacat bentuk dalam pengeringan: (a) memangkuk (cuping) (b) membusur (bowing) (c) memuntir (twisting) (3) clemonding (e) membungkuk (crook). 3. Tegangan sisa pengeringan (case hardening) Case hardening merupakan tegangan sisa yang terjadi dipermukaan kayu. Cacat ini tampak pada waktu pengerjaan kayu dan sangat mengganggu pada saat kayu akan diserut atau dipotong. Untuk mengetahui ada tidaknya cacat jenis ini dapat dilakukan uji garpu (Gambar 2) pada kayu (Walker 2007). Gambar 2, Kondisi kayu dalam uji garpu: (a) kondisi awal kayu: (b) tidak terjadi casehardening ; (c) terjadi casehardening (d) reserve casehardening. 4, Retak (checking) Retak pada kayu dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu retak permukan (surface check) dan retak ujung (end check) dan retak dalam (honey comb), Menurut Tsoumis (1991), retak diakibatkan perubahan dimensi yang tidak sama antara permukaan kayu dengan bagian dalamnya, Retak pada umumnya terjadi pada sepanjang jari-jari Karena merupakan bagian terlemah pada kayu. Gambar 3Cacat retak permukaan dan (a) cacat pecah ujung (b). Retak dalam dapat disebabkan oleh retak permukaan yang berkelanjutan atau karena besamya tegangan tegak lurus serat melebihi kekuatan yang kayu tersebut. Cara untuk menghindari terjadinya cacat ini adalah dengan memberikan kelembaban udara yang tinggi pada permulean pengeringan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi ( Walker 2007) Gambar 4. Cacat honeycombing pada papan quartersawn (a) dan pada papan flatsawn (b) 5. Collapse Apabila kadar air kayu cukup tinggi, rongga sel penuh berisi air, maka bila terjadi proses pengeringan yang sangat cepat, air bebas akan bergerak dari dalam rongga sel kayu keluar melalui kapiler yang berakibat tegangan vakum pada lumen sehingga dinding sel mengalami collapse. Collapse terjadi pada kayu ketika tegangan kapiler di rongga sel melebihi keteguhan tekan tegak lurus serat (Walker 2007) Gambar 5 Kayu yang mengalami collapse. Tsouris (1981) menyatakan bahwa collapse merupakan penyusutan sel yang sangat parah sehingga permukaan papan tampak berkerut (Gambar 5). Agar cacat collapse dapat dihindari, maka kayu yang rawan collapse perlu mendapatkan pengeringan pendahuluan (predrying) dengan suhu rendah selama beberapa hari atau dilakukan Pengeringan alami dalam beberapa minggu. Selain itu terdapat beberapa cara yang menjelaskan pencegahan terjadinya collapse, antara lain ialah : 1. Mengganti air yang berada dalam kayu dengan cairan lain yang mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah dari air, seperti metanol dan etanol, sehingga tegangan cairan yang terbentuk lebih kecil. Namun usaha ini masih terialu mahal untuk diterapkan walaupun usaha ini berhasil mencegah collapse (Siau 1984)» 2. Usaha yang cukup efektif dan efisien untuk mencegah collapse adalah dengan menggunakan kondisi awal pengeringan yang lunak, karena suhu yang tinggi dan kondisi pengeringan yang terlalu keras pada awal pengeringan merupakan penyebab utama sel collapse (Hadi 1987) 7. Jadwal Pengaringan Kayu Menurut Coto (2004), jadwal pengeringan adalah pengaturan faktor pengering (kelembaban dan suhu) pada setiap tahapan pengeringan agar waktu pengeringan dapat dilakukan sesingkat-singkatnya dan cacat yang terjadi pada kayu yang dikeringkan pun seminimal mungkin. Basi (1990) menjelaskan bahwa jadwal Pengeringan sangat penting dalam pengeringan kayu. Jadwal pengeringan yang tazim digunakan ialah yang perubahan suhu dan kelembabannya berdasarkan kadar air kayu yang dikeringkan. Jadwal pengeringan yang berbasis kadar air merupakan pedoman umum yang memuat langkah-langkah perubahan suhu dan kelembaban udara berdasarkan kadar air rerata kayu. Basri dan Rehmat (2001) menerangkan bahwa jadwel pengeringan kayu ditetapkan secara individual atau per jenis kayu melalui beberapa kali percobaan pengeringan. Untuk menetapkan suhu dan kelembaban awal hingga akhir pengeringan agar kayu dapat mengering dalam waktu yang optimal tanpa merusak kualitas kayu, diperlukan pengetahuan dasar tentang sifat pengeringan kayu. Pendugaan sifat pengeringan kayu yang lazim didasarkan pada berat jenis kayu, kayu yang memiliki berat jenis yang Kurang lebih sama, diduga memiliki sifat pengeringan yang sama. Menurut Basri (1990), jadwal pengeringan umumnya dibuat dengan melakukan Pengujian pengeringan pendahuluan (sift dasar pengeringan) menggunakan suhu tinggi (100 °C). Pengujian pendahuluan ini ditujukan untuk menduga sifat pengeringan (kepekaan) kayu dalam dapur pengering. Hasil pengujian pendahuluan ini dapat digunakan untuk merancang jadwal pengeringan dasar melalui evaluasi tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji selamapengeringan hingga mencapai berat kering tanur. Kemudian jadwal pengeringan diyji lagi di dapur pengering percobaan. Cacat pengeringan yang diamati ialah yang terkait dengan dampak proses pengeringan seperti retak/pecah ujung dan permukaan, retak dalam serta deformasi (collapse). Evaluasi pengamatan tingkat cacat dibuat dengan menggunakan sistem skala. Cacat pecab/retak permukaan kayu menggunakan skala 1-8, 1-6 skala untuk retak bagian dalam dan deformasi. Semakin tinggi skala yang digunakan, maka semakin Parah tingkat cacat yang terjadi pada contoh uji kayu. Walaupun dari seluruh contoh Uji hanya satu contoh uji saja yang mengalami cacat terparah, maka penetapan suhu dan kelembaban tersebut mengacu terhadap tingkat cacat yang terparah (Basri 1990)

You might also like