Professional Documents
Culture Documents
Perbandigan Fito Dengan Daftar Pustaka
Perbandigan Fito Dengan Daftar Pustaka
Volume 7, Nomor 2
Halaman: 115-124
ISSN: 1411-321X
Oktober 2005
ABSTRACT
This research purposes were to know the contents of detergent waste substance based on the standard environment quality for detergent
waste, to learn the capability of Pistia stratiotes L. and Limnocharis flava L. on increasingly water quality of detergent waste, and to
learn the effect on detergent waste on growth of Pistia stratiotes L. and Limnocharis flava L. The research used a completely
randomized design, 3x4 pattern, with 3 replicates. The treatment was different spesies of plant (P. stratiotes, L. flava, without plant as
control) that would be grown at different concentration of detergent waste (0%, 20%, 40%, and 60%). The result of the research
indicated that many parameters of detergent waste (pH, temperature, phosphat content, and alkalinity) were upper than the value of the
standard environment quality due to Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/02/1997. The level of detergent waste could be
increase using the application of P. stratiotes and L. flava. P. stratiotes had capability to decrease temperature, sulphat content, and
phosphat content of detergent waste. L. flava had capability to decrease pH of detergent waste. Both plants increased alkalinity level of
detergent waste. The detergent waste had capability to decrease the growth (fresh weight, shoot length, and total chlorophyl content) of
P. stratiotes and F. flava.
Key words: Pistia stratiotes L., Limnocharis flava L, detergent waste, water quality.
PENDAHULUAN
Pencemaran perairan tawar di Indonesia, 80%
disebabkan oleh limbah domestik baik dalam bentuk cair
maupun padatan. Dari limbah domestik yang bersifat cair,
35% berasal dari buangan limbah rumah tangga yang
mengandung bahan detergen (Sitorus, 1997). Detergen
merupakan senyawa sabun yang terbentuk melalui proses
kimia. Pada umumnya komponen utama penyusun detergen
adalah Natrium Dodecyl Benzen Sulfonat (NaDBS) dan
Sodium Tripolyphosphat (STPP) yang bersifat sangat sulit
terdegradasi secara alamiah. Senyawa NaDBS dan STPP
dapat membentuk endapan dengan logam-logam alkali
tanah dan logam-logam transisi (Sumarno dkk. 1996).
Untuk menanggulangi pencemaran yang timbul akibat
air limbah, maka pengolahan air limbah merupakan hal
yang mutlak diperlukan. Metode pengolahan air limbah
dapat berupa metode pengolahan secara fisika, kimia dan
biologi. Dari ketiga metode tersebut yang dinilai paling
efisien dalam menurunkan zat organik dalam air limbah
dengan biaya relatif murah adalah dengan metode
pengolahan biologis (Momon dan Meilani, 1997). Dari
beberapa metode pengolahan biologis, penggunaan
Alamat
Alamat korespondensi:
korespondensi:
Jl.
Ir. Sutami 36A,
Surakarta
57126
Candikuning,
Baturiti,
Tabanan,
Bali 82191.
Tel. & Fax.: +62-271-663375.
+62-368-21273.
e-mail: direkbg@singaraja.wasantara.net.id,
biology@mipa.uns.ac.id
igtirta59@yahoo.com
116
HERMAWATI dkk. Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava
Tabel 2. Jumlah tanaman uji yang hidup sampai pada akhir uji
pendahuluan.
Konsentrasi
Tanaman
detergen (%)
1
100
Kayu apu 10
Genjer
10
75
Kayu apu 10
Genjer
10
50
Kayu apu 10
Genjer
10
25
Kayu apu 10
Genjer
10
0
Kayu apu 10
Genjer
10
9
10
8
9
10
10
10
10
10
10
0
8
6
9
9
10
10
10
10
10
Hari ke4
5
0
3
5
9
9
10
10
10
10
0
0
8
8
10
10
10
10
6
8
10
10
10
10
5
5
10
10
10
10
117
118
Oksigen
terlarut
(mg/L)
Suhu (0C)
Alkalinitas
(mg/L)
Sulfat
(mg/L)
Fosfat
(mg/L)
Konsentrasi
Detergen
(%)
0
20
40
60
0
20
40
60
0
20
40
60
0
20
40
60
0
20
40
60
0
20
40
60
Tanpa
tanaman
Sebelum Setelah
8,85
7,85
9,07
9,31
9,12
9,75
9,34
9,94
3,72
8,07
3,69
6,35
3,49
4,00
2,58
2,50
30,6
28,0
31,6
26,8
31,7
27,4
32,4
27,7
57,0 481,3
72,7 502,0
117,7 713,3
127,7 764,7
0,130 0,120
1,500 1,420
2,300 1,556
2,900 1,693
0,800 0,753
2,000 1,456
2,000 1,644
2,900 2,542
Kayu apu
Sebelum
7,85
9,31
9,75
9,94
8,07
6,35
4,00
2,50
30,6
31,6
31,7
32,4
57,0
72,7
117,7
127,7
0,130
1,500
2,300
2,900
0,800
2,000
2,000
2,900
Setelah
8,12
8,48
8,80
9,19
2,48
2,41
3,08
3,24
27,6
27,1
27,7
26,9
237,3
484,0
1316,3
1132,7
0,066
1,299
1,420
1,674
0,561
1,162
1,649
2,121
Genjer
Sebelum
7,85
9,31
9,75
9,94
8,07
6,35
4,00
2,50
30,6
31,6
31,7
32,4
57,0
72,7
117,7
127,7
0,130
1,500
2,300
2,900
0,800
2,000
2,000
2,900
Setelah
8,52
8,45
8,81
9,23
3,20
2,32
2,41
3,05
26,8
26,9
26,9
27,3
509,7
570,7
912,0
1065,3
0,060
1,312
1,516
1,650
0,738
1,423
1,456
1,977
Konsentrasi
detergen (%)
HERMAWATI dkk. Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava
119
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam
penanganan
limbah.
Limbah
detergen
sebelum
pengenceran mempunyai suhu 330C (Tabel 1). Suhu
tersebut berada di atas baku mutu yang telah ditetapkan.
Pada suhu yang tinggi oksidasi bahan organik lebih besar
(Mahida, 1986). Tingginya suhu pada limbah detergen
disebabkan pada saat proses pencucian menggunakan air
yang panas sehingga mengakibatkan naiknya suhu air
limbah detergen.
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
perubahan suhu air limbah detergen menunjukkan bahwa
tingkat konsentrasi detergen berpengaruh nyata terhadap
persentase perubahan suhu air limbah detergen. Perlakuan
jenis tanaman dan interaksi antara jenis tanaman dan
tingkat konsentrasi limbah detergen tidak menunjukkan
pengaruh nyata terhadap persentase perubahan suhu. Nilai
suhu air limbah detergen disajikan pada Tabel 3, sedangkan
persentase perubahan suhu air limbah terlihat pada Tabel 4.
Suhu air limbah detergen pada konsentrasi 60% dengan
perlakuan kayu apu mengalami penurunan sebesar 16,9%
atau dari 32,40C menjadi 26,90C, sedangkan pada
konsentrasi limbah detergen 40% mengalami penurunan
Alkalinitas
Alkalinitas biasanya merupakan refleksi dari aktivitas
kalsium karbonat dan terbentuknya hidroksida dan
karbondioksida yang mengalami proses penguraian
(Mahida, 1986). Alkalinitas limbah detergen sebelum
pengenceran sebesar 1200 mg/L (Tabel 1). Alkalinitas air
limbah detergen setelah diencerkan menunjukkan
penurunan, namun setelah diperlakukan selama 14 hari
ternyata kadar alkalinitas air limbah detergen menunjukkan
peningkatan.
Hasil analisis sidik ragam pada parameter persentase
perubahan alkalinitas air limbah detergen menunjukkan
bahwa perlakuan jenis tanaman, tingkat konsentrasi
detergen dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh
nyata terhadap persentase perubahan alkalinitas air limbah
detergen. Nilai alkalinitas air limbah detergen disajikan
pada Tabel 3, sedangkan persentase perubahan alkalinitas
air limbah terlihat pada Tabel 4. Pada Tabel persentase
perubahan alkalinitas dan nilai alkalinitas, terlihat bahwa
pada semua tingkat konsentrasi menunjukkan peningkatan.
Alkalinitas limbah detergen pada konsentrasi 60%
dengan perlakuan tanaman kayu apu mengalami
120
HERMAWATI dkk. Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava
klorofil total
(mg/L)
Kayu apu
Konsentrasi
detergen (%) Sebelum Setelah
0
300,00
288,33
20
300,00
276,67
40
300,00
276,67
60
300,00
100,00
0
16,03
6,83
20
16,07
6,27
40
16,51
5,67
60
18,90
6,10
0
12,16
8,32
20
12,95
7,25
40
12,24
5,70
60
12,60
5,24
Genjer
Sebelum Setelah
300,00
233,33
300,00
161,67
300,00
133,33
300,00
000,00
22,40
17,40
22,09
15,52
23,33
7,40
22,71
0,00
25,78
10,88
25,15
15,60
29,31
15,74
23,71
0,00
121
Parameter
Konsentrasi
pertumbuhan detergen (%)
Perlakuan
122
HERMAWATI dkk. Fitoremidiasi limbah detergen dengan Pistia stratiotes dan Limnocharis flava
123
124
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan S.S. Santika., 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya:
Penerbit Usaha Nasional.
Anggarwulan, E., 2000. Pertumbuhan dan Metabolisme C Ottelia
alismoides (L.) Pers. pada Tinggi Genangan dan Kadar NPK
Berbeda. [Tesis]. Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gadjah
Mada.
Anggarwulan, E., dan Solichatun. 2001. Fisiologi Tumbuhan. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret.
Anonymous, 1976. Making Aquatic Weeds Useful. Some Perspectives for
Developing Countries. Washington: NAS.
Bappedal. 1994. Standar Nasional Indonesia Pengujian Kualitas Air
Sumber dan Limbah Cair. Jakarta: Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan.
Cholik, F.A., Wiyono dan R. Arifudin. 1991. Pengelolaan kualitas air
kolam ikan. INFISMANUALSENI 16: 1-9.
Cole, G.A. 1979. Text Book of Limnology. 2nd edition. St. Louis: The
C.V. Mosby Company.
Connell, D.W and G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. Penerjemah: Koestoer, Y. Jakarta: UI Press.
Dix, H.M. 1981. Environmental Pollution. New York: John Wiley &
Sons.
Dwijoseputro, D., 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:
Gramedia.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air and Udara. Edisi ke-7. Yogyakarta: Kanisius
Foth, H.D. 1995. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi ke-7. Penerjemah:
Purbayanti, E.D., D.R. Lukiwati, dan R. Trimulatsih. Yogyakarta:
UGM Press.
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Penerjemah: Susilo, H.. Yogyakarta: Universitas Indonesia
Press.
Hariyati. 1995. Penggunaan Enceng Gondok Dan Kayu Apu Untuk
Meningkatkan Kualitas Limbah Cair Pabrik Kulit P.T. Budi Makmur
Jaya Murni Yogyakarta. [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Biologi
Universitas Gadjah Mada.
Haslam, S.M. 1997. River Pollution an Ecologycal Perspective. London:
Belhaven Press.
Hopkins, W.G. 1995. Introduction to Plant Phyisiology. New York: John
Willey & Sons, Inc.
Lusianty, S.W. dan Soerjani, M. 1974. Pertumbuhan Massal Tumbuhan
Air dan Pengaruhnya Terhadap Kuantitas dan Kualitas Air; Tropical
Pest Biology Programe. Bogor: BIOTROP.
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.
Jakarta: CV. Rajawali.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan Dan
Laboratorium. Penerjemah: Koestoer, Y. Jakarta: Penerbit UI Press.
Momon, M.H. dan L., Meilani. 1997. Tingkat pencemaran air limbah
rumah tangga. Jurnal Penelitian Pemukiman 13 (1): 34-42.
Permana, D. 2003. Keanekaragaman Makrobentos di Bendungan Bapang
dan Bendungan Ngablabaan Sragen. [Skripsi]. Surakarta: Jurusan