Professional Documents
Culture Documents
Damar Gilang Utama - I1A010082 - Jurnal
Damar Gilang Utama - I1A010082 - Jurnal
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
2
Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
3
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
PENDAHULUAN
Kadmium (Cd) merupakan logam perak-putih lembut yang satu grup bersama Zinc
(Zn) dan Mercury (Hg) di grup II B pada tabel periodik. Logam ini mencair pada suhu
320,9oC dan mendidih pada suhu 765oC. Di alam, Cd tidak ditemukan dalam bentukan murni
tetapi biasanya terbentuk akibat penggabungan sulfida pada Zn, timah, dan tembaga. Di alam,
Cd teridentifikasi sekitar 6 juta ton (1).
Sumber pajanan utama Cd umumnya berasal dari makanan dan rokok tembakau. Di
perindustrian, Cd terpajan terutama melalui inhalasi. Rokok tembakau adalah sumber penting
dari pajanan Cd, karena satu rokok mengandung sekitar 1-2 g Cd. Konsentrasi tertinggi
kadar Cd (10-100 ppm) ditemukan pada organ internal mamalia, terutama pada ginjal dan hati
di beberapa spesies ikan dan kerang yang berasal dari lautan yang berpolusi (2).
Beberapa hasil penelitian menemukan bahwa pajanan Cd pada ayam menyebabkan
peningkatan kadar madeloaldehid (MDA) di dalam ovarium, sementara itu level glutation
peroksida (GPx) menurun dan aktivitas superoksid dismutase (SOD) meningkat (2,5). SOD
merupakan enzim golongan metalloprotein. Pada mamalia enzim ini terdapat dua jenis
isoform, yaitu Mn SOD tetramer dan CuZn SOD dimer. CuZn SOD dimer terdapat pada
sitoplasma, eukariot, peroksisom, kloroplas dan periplasma prokariot, sedangkan Mn SOD
terletak di mitokondria hepar. SOD merupakan enzim yang menjadi kunci dalam pertahanan
alami tubuh terhadap radikal bebas (3). Fungsi SOD dapat terganggu bila terjadi perubahan
lingkungan yang dapat mempengaruhi struktur kuartenernya, sehingga akan terjadi inaktivasi
SOD (4).
Penelitian Sotou et al. pada tahun 1980 menyebutkan bahwa kadar enzim SOD pada
ovarium tikus betina menurun akibat pajanan Cd sehingga menyebabkan peningkatan kadar
peroksidasi lipid ovarium (6). Mekanisme ini terjadi melalui proses apoptosis dari folikelfolikel ovarium yang meningkat pada tikus betina yang mendapat pajanan Cd. Kerusakan
yang bermakna terjadi pada jaringan ovarium. Hal ini mengindikasikan bahwa pajanan Cd
menyebabkan stress oksidatif dan menginduksi kanker pada ovarium tikus putih (5,6). Meski
demikian, penelitian tersebut belum menyebutkan bahwa lama pajanan Cd mampu
mempengaruhi aktivitas SOD pada ovarium.
Penelitian yang membahas hubungan pajanan Cd dengan aktivitas enzimatik SOD
sudah cukup banyak dilakukan, terutama pada organ-organ seperti jantung, hepar dan eritrosit.
Namun, untuk penelitian yang membahas pada organ ovarium belum banyak dilakukan,
sehingga perlu dilakukannya penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara studi eksperimental dengan post test-only with control
group design. Pada penelitian ini digunakan tikus putih betina (Rattus norvegicus) sebanyak
40 ekor dengan umur 10 minggu dan berat 130-180 gr. Jumlah replikasi setiap kelompok
perlakuan adalah 20 kali dengan menggunakan rumus Federer Bahan-bahan yang digunakan
pda penelitian ini adalah tikus putih betina, aquadest, Cd yang dilarutkan, Na2CO3 dengan
konsentrasi 0,05 M, adrenalin 3 x 10-4, 250 mL buffer phosphat pH 7 dengan konsentrasi 0,01
M, ether. Alat yang digunakan pada penelitian meliputi alat-alat gelas kimia (PYREX),
sentrifuge
(SENTURION),
spektrofomoter dengan = 480 mm, mortar, mikropipet, neraca elektrik (GIBERTINI),
sonde, alat bedah minor, jarum pentul, kapas, kandang tikus, waterbath, sarung tangan,
stopwatch, aluminium foil.
Variabel dalam penelitian ini adalah aktivitas SOD total yang dilihat dari pigmentasi
yang dihasilkan adrenalin kemudian dihitung oleh spektofotometer.
Prosedur penelitian ini adalah: aklimatisasi dengan memberikan perlakuan yang sama
pada tikus putih untuk menyamakan kondisi fisik dan psikologis, pembagian tikus putih
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang diberikan pajanan Cd (P1) dan kelompok yang
diberi aquadest dengan sonde (P0), pengorbanan tikus dengan menggunakan eter,
pembedahan, pembuatan homogenat ovarium, pengukuran aktivitas enzim SOD dengan
spektofotometer dengan dibantu analis biokimia, dan analisis data.
Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dihitung rata-ratanya pada masingmasing kelompok. Untuk menilai kebermaknaan perbedaan aktivitas enzim SOD pada
ovarium tikus putih yang diberi pajanan Cd dapat diketahui dengan melakukan analisis uji
non-parametrik Mann-Whitney dengan tingkat kepercayaan 95%.
0,0700 0,0730
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0,0050 0,0030
0.01
0.00
Perlakuan
Kontrol
Kelompok
Gambar Perbedaan Rerata Aktivitas Enzim SOD (menit) pada Ovarium Tikus Putih
Kelompok Kontrol dan Pajanan Cd
Hasil penelitian pada gambar di atas menunjukkan aktivitas enzim SOD pada kelompok
pajanan lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal ini terlihat pada kelompok pajanan
didapatkan rerata sebesar 0,0700 0,0730/menit, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar
0,0050 0,0030/menit.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada
masing-masing kelompok maka dilakukan analisis statistik. Analisis statistik yang digunakan
yaitu uji non-parametrik Mann-Whitney. Adapun syarat untuk melakukan uji Mann-Whitney
adalah data numerik yang tetap tidak terdistribusi normal setelah dilakukan uji parametrik dan
transformasi data.
Menurut hasil analisis uji Mann-Whitney didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara kelompok pajanan dengan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,000 (p < 0,5).
Hal ini berarti bahwa pada kelompok yang terpajan Cd, aktivitas enzim SOD-nya mengalami
peningkatan yang bermakna secara statistik dibandingkan kelompok kontrol.
Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ognjanovic et al.
pada tahun 2008 yang menunjukkan bahwa aktivitas dan ekspresi gen SOD dipengaruhi oleh
Cd. Toksigenitas Cd yang tinggi didalam tubuh memicu peningkatan aktivitas SOD akibat
berakumulasinya O2-. Semakin tinggi kadar Cd, semakin tinggi juga aktivitas SOD untuk
melawan reaksi toksisitas. Namun, kadar Cd yang terlalu tinggi dapat menghambat aktivitas
SOD akibat tidak mampu-nya SOD memotong ikatan O2- yang berakumulasi di sel. Hal ini
menunjukkan bahwa SOD memiliki keterbatasan sebagai enzim antioksidan dalam melawan
radikal bebas (7,10,12).
Pada penelitian Muthukumar et al. tahun 2010 menunjukkan peningkatan aktivitas
enzim SOD yang signifikan pada sel folikel ovarium ayam yang diinduksi Cd. Hal ini
disebabkan oleh pembentukan LPO pada sel yang tidak terkendali akibat pajanan Cd sehingga
menyebabkan stres oksidatif yang menginduksi kerusakan organ. Disini enzim SOD berperan
penting dalam mengurangi kelebihan ROS pada sel (14,15). Namun, di organ lain seperti
testis dan ginjal, aktivitas enzim SOD justru menurun. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan
kadar Cd yang terpajan pada tiap organ, karena sensitivitas tiap organ terhadap pajanan Cd
berbeda-beda (15).
Pada keadaan normal, ROS dihasilkan tubuh sebagai produk metabolisme aerob. Cd
dapat menginduksi peningkatan ROS melewati kadar yang bisa ditoleransi oleh tubuh. Cd
memiliki waktu paruh biologis yang cukup panjang di dalam tubuh karena Cd tidak
mengalami biodegradable. Semakin lama tubuh terpajan Cd, semakin tinggi juga ROS yang
diproduksi dan kerusakan oksidatif akan semakin cepat muncul. Salah satu agen ROS yang
diinduksi oleh Cd adalah radikal superoksid (O2-) (3,9).
SOD adalah enzim yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh dari radikal
bebas. SOD dimiliki oleh semua organisme yang hidup di lingkungan yang kaya akan oksigen.
SOD berperan sebagai lini pertama pertahanan tubuh dengan cara mengkatalisis proses
pengubahan O2- menjadi O2 dan H2O2 melalui reaksi berikut :
M(n+1)+-SOD + O2- Mn+-SOD + O2
dimana M adalah 4 isoform SOD (Cu; Mn; Fe; Ni). Pada mamalia sendiri terdapat 3
bentukan SOD, yaitu SOD1 (CuSOD), SOD2 (MnSOD), SOD3 (ZnSOD) (3,8,11).
Beberapa mekanisme pertahanan selular untuk melawan toksisitas ROS adalah enzim
SOD, katalase dan peroksidase. Masing-masing enzim ini memiliki fungsi sebagai oxidant
scavenging, yang akan meningkatkan aktivitas fisiologis sel untuk beradaptasi terhadap
perubahan kimiawi akibat pajanan Cd (13).
Skema proses reaksi Cd yang menginduksi stress oksidatif dan mekanisme pertahanan
tubuh dapat dilihat pada gambar berikut.
Konsentrasi Cd didalam tubuh
O2
NADPH Oksidase
O2
SOD
H2O2 + O2
Gambar Skema Pengaruh Cd terhadap Reaksi dalam Tubuh dan Mekanisme Pertahanan
Tubuh
Keterbatasan dari penelitian ini adalah perbedaan tingkat stres tiap tikus pada saat
proses anastesi hingga pembedahan yang sulit diukur. Hal ini dapat dilihat pada saat
pemberian anestesi dimana terdapat tikus yang melawan dan ada tikus yang diam.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa pajanan Cd
meningkatkan aktivitas enzim SOD pada ovarium tikus putih (Rattus norvegicus)
dibandingkan dengan yang tidak diberikan pajanan Cd, di mana secara khusus disimpulkan
yaitu: rerata aktivitas enzim SOD pada ovarium tikus putih pada kelompok yang diberi
pajanan Cd selama 4 minggu sebesar 0,0700 0,0730/menit, rerata aktivitas enzim SOD pada
ovarium tikus putih kelompok tanpa pajanan Cd sebesar 0,0050 0,0030/menit, dan terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok tanpa pajanan Cd (kontrol),
dengan kelompok yang dipajankan Cd (perlakuan) dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).
Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengetahui secara komprehensif
efek klinis pajanan Cd pada organ ovarium dan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
hewan coba yang tingkatannya lebih tinggi dari tikus putih. Selain itu, perlu dilakukan
standarisasi prosedur anastesi sebelum pembedahan untuk mengurangi tingkat stres tikus
sebelum pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. otuk Y, Belivermi M, Kl nder. Environmental biology and pathophysiology of
cadmium. IUFS J Biol 2010; 69(1): 1-5.
2.
Bernard A. Cadmium and its adverse effect on human health. Indian J Med Res 2008;
128: 557-564.
3.
Suhartono E dan Setiawan B. Kapita selekta Biokimia, radikal bebas, anti oksidan dan
penyakit. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2006.
4.
Godt J, Scheidig F, Siestrup CG, et al. The toxicity of cadmium and resulting hazards for
human health. J Occup Med Toxicol 2006; 1: 22.
5.
6.
7.
Heo DH, Baek IJ, Kang HJ, Kim JH,Chang M, et al. Cadmium regulates copper
homoeostasis by inhibiting the activity of Mac1, a transcriptional activator of the copper
regulon, in Saccharomyces cerevisiae. Biochem J 2010; 431: 257265.
9. Wang L, Xu T, Lei WW, et al. Cadmium-induced oxidative stress and apoptotic changes
in the testis of freshwater rab, Sinopotamon henanense. Plosone 201; 6(11): 1-8.
10. Muller FL, Lustgarten MS, Jang Y, Richardson A, Van Remmen H. Trends in oxidative
aging theories. Radic Biol Med 2007; 43(4): 477503.
11. Vanaporn M, Wand M, Michell SL, et al. Superoxide dismutase C is required for
intracellular survival and virulence of Burkholderia pseudomallei. Microbiology 2011;
157(8): 239400.
12. Ognjanovic BI, Markovic SD, Pavlovic SZ, et al. Effect of chronic cadmium exposure on
antioxidant defense system in some tissues of rats: protective effect of selenium. Physiol
Res 2008; 57: 403-411.
13. Alscher RG, Erturk N, Heath LS. Role of Superoxide Dismutase (SOD) in controlling
oxidative stress in plants. J Experiment Bot 2002; 53(372): 1331-1341.
14. Halliwel B. Reactive species and antioxidants. Redox biology is a fundamental theme of
aerobic life. Plant Physiology 2006; 141; 312-322.
15. Verzijl N. Effect of collagen turnover in the accumulation of advanced glycation end
products. J Bio Chem 2000; 275: 39027-39031.