Professional Documents
Culture Documents
Evaluasi Proses Pembelajaran Pada Akademi Fisioterapi "Yab" Yogyakarta
Evaluasi Proses Pembelajaran Pada Akademi Fisioterapi "Yab" Yogyakarta
Evaluasi Proses Pembelajaran Pada Akademi Fisioterapi "Yab" Yogyakarta
10
Juli 2006, First Draft
Katakunci:
pelatihan fisioterapi
pelatih fisioterapi
-Tidak Untuk DisitasiProgram Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta 2007
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Method This case study uses explorative approach. Information is based on the
indepth interview of 15 respondents consisting of lecturer, chief administrors and
staff, and students They are selected by snowball approach during study period
in Yogyakarta. Data collection was taken from January to February 2006.
Result Library facility, learning methods, and teaching staff number do not
match well to the expectated conditions of quality professional teaching activities.
Although some of the lecturers are graduated from a three year diplome in
physioterapy, they have more than 25 years experiences. Some of them have
their own clinics. The ratio of the number of lecturers and students was 1:14. The
lecturers training and development system still havent got some serious
attentions. There were four permanent lecturers from physiotherapy and two from
non-physiotherapy. This research provides evidence that learning process and
lecturer quality, eventhough quite limited, the institute have succesfully applied
the principle of competency base training approach.
1
2
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Latar Belakang
Fisioterapi sebagai salah satu program pendidikan profesional
bidang kesehatan yang senantiasa berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan,
khususnya bidang fisioterapi. Pendidikan fisioterapi di Indonesia masih
tergolong relatif baru, jika dibandingkan dengan program pendidikan
profesi kesehatan lainnya, seperti halnya pendidikan kedokteran,
pendidikan perawat, sehingga keberadaan tenaga fisioterapi masih
tergolong langka dan institusi perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan fisioterapipun masih minim, akibatnya tenaga fisioterapi di
Indonesia masih dibutuhkan baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.
Profesionalisme tenaga kesehatan ditunjukkan dari perilaku tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar
pelayanan, mandiri, bertanggungjawab dan bertanggung gugat, serta
senantiasa mengembangkan kemampuan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan Untuk mendapatkan tenaga kesehatan yang bermutu sesuai
dengan kebutuhan program dilakukan melalui pendidikan tenaga
kesehatan antara lain melalui penyelenggaraan program pendidikan
diploma bidang kesehatan1. Kualitas suatu pendidikan harus didukung
oleh lingkungan fisik berupa sarana, prasarana serta fasilitas yang
digunakan dalam proses pembelajaran. Kekurangan sarana, prasara dan
fasilitas fisik, akan menghambat proses pendidikan, dan menghambat
pencapaian hasil yang maksimal2.
Manajemen yang baik untuk mendapatkan kualitas profesi yang
tinggi dalam hal proses pembelajaran, seperti penyusunan kurikulum,
fasilitas, metode, maupun sumber daya manusia adalah utama. Proses
pembelajaran terutama dalam hal fasilitas dan metode belum sesuai
dengan kondisi-kondisi yang mendukung untuk mencapai kualitas profesi
yang diharapkan. Karena hal-hal utama yang berkaitan dengan indikator
untuk mengukur kemampuan mahasiswa belum dapat dilakukan
sepenuhnya.
Peningkatan kualitas pendidikan tidak terlepas dari pengembangan
sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pengembangan dosen. Jenis
pengembangan yang sangat dibutuhkan oleh individu atau suatu
organisasi tergantung pada kemampuan individu itu sendiri dan kebutuhan
organisasi. Meskipun demikian, hal-hal berikut ini merupakan
kemampuan-kemampuan manajemen yang penting dan umum untuk
dikembangkan yaitu: berorientasi tindakan, keputusan yang berkualitas,
nilai-nilai etis, dan keterampilan teknis4. Adapun hal-hal yang berkaitan
dengan sistem pelatihan dan pengembangan dosen masih belum pernah
dilaksanakan sendiri oleh akademi karena terbentur dengan sumber dana
yang belum tersedia.
Penelitian ini ingin mempelajari manajemen pendidikan dan kondisikondisi dosen yang berkaitan dengan proses pendidikan fisioterapi yang
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
15
15
2002
45
59
2003
17
76
2004
22
98
14
100%
2005
47
145
42
98%
Mahasiswa yang masuk dan aktif kuliah pada tahun 2005 lebih
banyak dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Kami memang jarang disuruh untuk membuat tugas mandiri atau pekerjaan
rumah. Ada juga dosen yang memberikan kami tugas untuk membuat piper
sebagi pekerjaan rumah. Misalnya kami disuruh untuk membuat struktur
organisasi fisioterapi yang ada di RS Sardjito, proses pemeriksaaan pada kasus
low back pain
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Kami diminta untuk membuat laporan kasus hasil penelitian selama di rumah
sakit dalam bentuk paper dan di seminarkan di kelas. Setelah itu kami praktik
lagi ke rumah sakit atau klinik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh
akademi.
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
10
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
11
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Status Kepegawaian
Tetap Tidak Tetap
Jumlah
Persentase
Pascasarjana
10%
Dokter Spesialis
10%
Sarjana
37%
Diploma IV
33%
Diploma III
Jumlah
1
6
1
15
2
21
10%
100%
12
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
praktisi dan mempunyai masa kerja yang lama di rumah sakit. Hasil
penelitian membuktikan bahwa jumlah dosen tetap ahli fisoterapi hanya
ada 6 orang atau 19% dari jumlah keseluruhan dosen yang ada, itupun 2
orang tersebut bukan fisioterapis. Dengan demikian jika dibandingkan
dengan komposisi mata kuliah perlu penambahan dosen. Hal ini belum
sesuai dengan rasio yang di tetapkan Depkes (2004).
Dosen atau tenaga pengajar yang berkualitas (profesional) adalah
mereka mereka yang memiliki kemampuan sesuai dengan profesinya.
Melalui tenaga pengajar yang benar-benar profesional dalam
melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi dapat mengkontribusi keluaran
pendidikan yang berkualitas. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Nomor 108 /Dikti/Kep/2001 tanggal 30 April 2001 bahwa setiap program
studi minimal 4 orang dengan kualifikasi DIV/S1 yang sesuai dengan
jenjang pendidikan program DIII. Menurut Depkes (2004), tenaga pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Kualifikasi dan jumlah dosen biasa
menurut Depkes (2004) hendaknya sebanding dengan jumlah mahasiswa
dengan rasio dosen biasa dan mahasiswa yaitu 1 : 7-12. Tenaga dosen
yang ada di AKFIS YAB Jogjakarta berjumlah 21 orang yang terdiri atas
dosen tetap dan dosen tidak tetap. Jumlah dosen tetap di AKFIS YAB
masih belum cukup. Sementara rasio dosen biasa di akademi fisioterapi
YAB Jogjakarta adalah 1:14.
Tingkat Pendidikan dan Kesesuaian Pendidikan. Tingkat
pendidikan dan kesesuaian pendidikan merupakan syarat utama sebagai
dosen. Dua hal ini akan mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dan
pada akhirnya akan menentukan kualitas kelulusan. Dosen tetap dengan
tingkat pendidikan D-IV dan latar belakang yang sesuai ada 14%. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Tingkat Pendidikan dan Kesesuaian Pendidikan Dosen
Pendidikan
Jumlah
Sesuai
Tidak sesuai
Pascasarjana
Persentase
Dosen yang
sesuai
5%
Dokter Spesialis
5%
Sarjana
14%
Diploma IV
33%
Diploma III
5%
Jumlah
21
13
62%
Kesesuaian Pendidikan
13
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Saya rasa untuk tingkat pendidikan dosen yang mengajar di akademi ini sudah
sesuai, karena pendidikan dosen rata-rata Diploma IV terutama dosen yang
mengajar mata kuliah fisioterapi. Sedangkan kesesuaian pendidikan juga saya
rasa mayoritas sudah sesuai, terutama dosen yang mengajar mata kuliah
fisioterapi. Karena itu yang harus di utamakan sesuai dengan bidang
pendidikannya. Kalau mata kuliah di luar bidang keahlian fisioterapi itu
menurut saya tidak terlalu masalah
Sesuai data dari Tabel di atas dan hasil wawancara dengan direktur
akademi terbukti bahwa dosen tetap yang ada cukup memadai yaitu 62%
dapat mendukung kualitas proses pembelajaran di akademi.
Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja dosen sangat penting
karena dosen yang sudah berpengalaman dan mempunyai masa kerja
yang lama dalam memberikan pelajaran yang sesuai dengan bidangnya
akan lebih profesional dibandingkan dengan mereka yang belum
mempunyai pengalaman. Seperti halnya ada 1 orang dosen tetap dengan
latar belakang pendidikan Diploma-III fisioterpi sudah berpengalaman 30
tahun di rumah sakit, mengelola klinik fisioterapi pribadi 15 tahun, dan
masih mengajar mata kuliah fisioterapi pada AKPER Notokusumo
Yogyakarta. Beliau selain dosen juga sebagai instruktur kepala
laboratorium akademi dan juga sebagai kepala perpustakaan. Tiga orang
dosen tetap lainnya dengan latar belakang pendidikan Diploma-IV
fisioterapi. Rata-rata mereka berpengalaman sebagai praktisi 20 tahun di
RS dan mengelola klinik fisioterapi sendiri. Satu orang diantaranya
sebagai disamping sebagai dosen tetap juga ketua yayasan dan
mempunyai klinik fisioterapi yang cukup terkenal di Yogyakarta.
Hasil penelitian telah membuktikan bahwa pengalaman kerja dosen
tetap yang ada dengan masa kerja yang sudah lama dapat memberikan
pengalaman dan keterampilan mereka karena sesuai dengan apa yang
mereka kerjakan sebagai praktisi.
Sistem Pelatihan dan Pengembangan Dosen. Pendidikan dan
pelatihan dosen belum pernah di laksanakan. Baik bersifat mandiri
maupun mengirimkan dosen untuk magang atau jenis pendidikan lainnya.
Selama ini hanya mengikuti pelatihan singkat seperti pelatihan yang di
adakan oleh asosiasi profesi pusat. Pihak akademi mengirimkan salah
satu dosen untuk ikut pelatihan tersebut. Walaupun sekarang ada rencana
mengirimkan salah satu dosen untuk melanjutkan pendidikan fisioterapi ke
Kanada pada tahun 2007 yang pendanaannya oleh Ikatan Fisioterapi
Pusat.
Pengembangan sumber daya manusia dengan pendidikan dan
pelatihan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia. Pendidikan dan pelatihan dalam organisasi merupakan proses
pengembangan kemampuan. Perbedaan pendidikan dan pelatihan yaitu
orientasi pendidikan lebih kepada pengembangan kemampuan, area
penekanannya pada kognitif, afektif, psikomotor, dan waktunya relatif lebih
panjang dan pada akhir proses mendapatkan surat tanda lulus atau
14
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
15
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Keunggulan
Istimewa
Jarang melakukan
kuis/ penugasan
evaluasi hanya
dilakukan pada
saat ujian tengah
semester dan ujian
akhir semester.
Jumlah dosen
fisioterapi lebih
sedikit
dibandingkan
dengan jumlah
mata kuliah yang
berkaitan
langsung dengan
profesi fisioterapi.
Fasilitas bukubuku referensi
yang ada di
perpustakaan
sangat kurang.
Tidak pernah
melakukan
seminar/workshop
dengan
mengundang
pakar fisioterapi.
1 orang dosen
Master
Fisioterapi
mengajar mata
kuliah
fisioterapi
pada saraf.
16
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
akademi
untuk
17
Edi Wasito, Mubasysyir Hasanbasri; WPS no.10 Juli 2006 1st draft
Daftar Pustaka
Pusdiknakes, (2003) Kurikulum Pendidikan Diploma III Fisioterapi., Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
Sukmadinata. N.S, (2005) Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Thomson, (2002) Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Salemba
Emban Patria, Jakarta
18