Professional Documents
Culture Documents
2011mha PDF
2011mha PDF
2011mha PDF
MOH. HARYONO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Pengelolaan
Berbasis Ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi.
Moh. Haryono
E361070031
ii
ABSTRACT
The management of national park should be integrated with buffer zone and
regional development. Integrated national park management must be based on the
existing potency. Ecotourism represents the potency of natural and cultural
resources which enable to be created as a focus for the development of integrated
national park management. The research was carried out in Bukit Tigapuluh
National Park (BTNP), Riau Province and Jambi Province. The research aimed to
formulate a model of development of integrated management of BTNP. Data
analysis was done with several methods that are spatial analysis, supply and
demand analysis, AWOT analysis (integration between SWOT and Analytic
Hierarchy Process) and dynamic system analysis. Model simulation with optimism
scenario (integrated management) showed that development of BTNP based on
ecotourism will significantly increase of local people income, and the government
income in ten year a head. In principle, BTNP ecotourism improvement based on
the integrated national park management will achieve three purposes of sustainable
ecotourism management, namely conservation/environment, economic and social
purposes.
RINGKASAN
MOH. HARYONO. Model Pengembangan Pengelolaan Taman Nasional secara
Terintegrasi Studi Kasus Pengelolaan Berbasis Ekowisata di Taman Nasional Bukit
Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi. Dibimbing oleh HADI S. ALIKODRA, RINEKSO
SOEKMADI, DAN LILIK BUDI PRASETYO.
dengan perangkat lunak ArcView 3.3, 2) Analisis Penawaran (supply) dan Permintaan
(demand), 3) Analisis SWOT, 4) Analisis AWOT (integrasi SWOT dan AHP / Analytic
Hierarchy Process ) dengan perangkat lunak ExpertChoice., dan 5) Analisis Sistem
Dinamik dengan perangkat lunak STELLA 9.02. serial number : 90047796426
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pengelolaan TNBT belum terintegrasi
dengan pengembangan daerah penyangga dan pembangunan wilayah. Lemahnya
integrasi pengelolaan TNBT dapat dilihat dari tiga bentuk integrasi yaitu ; integrasi
kebijakan, integrasi fungsional, dan integrasi sistem (Kay and Alder, 1999).
Hasil
yakni strategi
untuk
promosi
dan
publikasi
ekowisata
(nilai
bobot
0,229),
3)
mengembangkan daya tarik obyek ekowisata (nilai bobot 0,183), 4) menekan tingkat
kerusakan hutan (nilai bobot 0,176), dan 5) mengintensifkan pengelolaan ekowisata
dengan melibatkan dunia usaha (nilai bobot 0,119).
Model yang dibangun terdiri dari tiga sub model yaitu: 1) Sub model
ekowisatawan, 2) Sub model pendapatan masyarakat, dan 3) Sub model penerimaan
pemerintah. Variabel kunci yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan
program prioritas terhadap peningkatan jumlah ekowisatawan TNBT adalah: 1)
Pelayanan pengunjung, 2) Promosi melalui pameran, 3)
(pendapatan
pada
tahun
2009)
menjadi
Rp
2,340,926,943,-
akan mengalami
Sedangkan penerimaan
pemerintah dari ekowisata TNBT juga mengalami peningkatan sampai tahun ketujuh
dari Rp 3.546.000,- (penerimaan pada tahun 2009) menjadi Rp 21.915.674,- pada
tahun 2016, dan selanjutnya mengalami penurunan hingga Rp 19.184.905,- pada
tahun 2019.
Skenario moderat dibuat dengan kondisi dimana terjadi peningkatan kualitas
jalan akses dari diperkeras dengan batu dan pasir menjadi diaspal dengan kualitas
biasa, sedangkan enam variabel kunci lain tetap (sesuai kondisi saat ini). Dari hasil
simulai dapat dilihat bahwa jumlah ekowisatawan TNBT akan meningkat dari 1.535
orang (jumlah pada tahun 2009) menjadi 26.270 orang pada tahun 2019. Demikian
pula pendapatan masyarakat dari kegiatan ekowisata TNBT akan meningkat dari Rp
149.159.361,- (pendapatan pada tahun 2009) menjadi Rp 2.552.755.932,- pada tahun
2019. Sedangkan penerimaan pemerintah dari ekowisata TNBT juga akan mengalami
peningkatan dari Rp 3.546.000,-
menjadi Rp
akan
menjadi faktor pembatas jumlah ekowisatawan pada tahun ke 26 dimana indeks daya
dukung fisik obyek ekowisata sama dengan nol, artinya kegiatan ekowisata telah
menimbulkan kerusakan fisik lingkungan obyek ekowisata. Pada kondisi tersebut
jumlah ekowisatawan TNBT mencapai optimal yakni 2.229.501 orang per tahun,
pendapatan masyarakat sebesar Rp 216.645.545.796,- per tahun dan penerimaan
pemerintah sebesar Rp 4.459.477.571,- per tahun.
tersebut maka pengembangan ekowisata TNBT
Setelah
perlu
tercapainya kondisi
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau
menyebutkan
sumbernya.
Pengutipan
hanya
untuk
kepentingan
MOH. HARYONO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Disertasi
Nama
NIM
: E 361070031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Mengetahui
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 ialah integrasi pengelolaan
taman nasional, dengan judul Model Pengembangan Pengelolaan Taman Nasional
secara Terintegrasi (Studi Kasus Pengelolaan Berbasis
Ekowisata di Taman
istri dan anak tercinta, atas segala dukungan, doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Moh. Haryono
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bondowoso Jawa Timur pada tanggal 8 Januari 1964,
merupakan putra keempat dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Moh. Hari
(alm) dan Ibu Djohar Insiyah (alm).
Lulus SD Negeri Prajekan Lor Bondowoso pada tahun 1977, SMP Negeri
Prajekan lulus pada tahun 1980, SMA Negeri Situbondo lulus pada tahun 1983,
mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan dari Jurusan Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 1987, dan memperoleh gelar Magister Sains
(M.Si.) dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana IPB pada tahun 1996.
Tahun 2007 penulis masuk program S3 Sekolah Pascasarjana IPB pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika (KVT). Sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Doktor, penulis menyusun Disertasi dengan judul
Model Pengembangan Pengelolaan Taman Nasional Secara Terintegrasi. Studi
Kasus Pengelolaan Berbasis Ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh
Provinsi Riau dan Jambi, dengan Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hadi Sukadi
Alikodra, M.S, sebagai Ketua, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F., dan Prof. Dr. Ir.
Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Penulis mulai bekerja sebagai staf Taman Nasional Ujungkulon pada tahun
1988 1997, sebagai Kepala Seksi pada Direktorat Konservasi Kawasan
Direktorat Jenderal PHPA tahun 1997 - 2002, dan sebagai Kepala Balai Taman
Nasional Bukit Tigapuluh tahun 2002 2007. Penulis menikah dengan Wiwik
Hartiningsih dan dikaruniai putra bernama Ridho Ramadhani (19 tahun) dan putri
bernama Islamiah Nur Insani (14 tahun).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....
B. Perumusan Masalah ..
C. Tujuan Penelitian
......
D. Manfaat Penelitian ..
E. Novelty .
III.
11
12
13
14
17
18
G. Ekowisata ................................................................................
21
27
31
32
33
34
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................
36
36
38
D. Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data ..................................................
38
41
44
xi
IV.
54
56
58
Masyarakat Tradisional ..
61
.....................................................
63
64
Demografi ..........................
65
V.
68
69
69
Anggaran .............................................................................
70
70
72
80
83
85
88
91
101
105
122
126
xii
VI.
141
152
157
162
B. Saran ....
163
164
LAMPIRAN ............................................................................................
173
xiii
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
41
2.
42
3.
46
4.
51
5.
62
7.
66
8.
71
9.
70
10.
71
11.
106
12.
109
13.
111
14.
114
6.
15.
16.
17.
18.
19.
63
118
123
134
135
135
20.
136
21.
xiv
Sepuluh Tahun yang Akan Datang Sesuai Kondisi Saat Ini .........
142
22.
144
23.
146
147
149
151
24.
25.
26.
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
Kerangka Pemikiran
10
5.
36
6.
37
7.
39
8.
47
9.
49
10.
53
11.
56
12.
64
13.
68
14.
70
15.
71
16.
76
17.
77
18.
82
19.
Tujuan
86
20.
88
21.
Tingkat Pendidikan
Penyangga
Daerah
88
22.
89
23.
Persentase
90
Daerah Penyangga
Responden
dari
Responden Berdasarkan
dan
Masyarakat
Wilayah
Keterlibatannya dalam
xvi
92
25.
94
26.
95
27.
96
28.
97
29.
98
30.
31.
Persentase Jumlah
Pendidikannya
Tingkat
101
32.
103
33.
107
34.
108
35.
111
36.
112
37.
113
38.
114
39.
116
40.
118
41.
120
42.
121
43.
121
44.
124
45.
128
46.
129
47.
130
100
Ekowisatawan
Berdasarkan
xvii
48.
130
49.
136
50.
138
51.
140
52.
141
145
54.
147
55.
149
56.
150
57.
154
58.
154
59.
155
60.
155
61.
155
62.
156
63.
156
64.
157
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
173
2.
177
3.
178
4.
180
5.
Tingkat Prioritas dari Alternatif Program Berdasarkan Masingmasing Faktor SWOT ...................................................................
182
6.
184
7.
188
8.
191
9.
193
10.
194
xix
BAB. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua
dan dua samudera, Indonesia memiliki hutan tropis terluas ketiga setelah Brazil dan
Zaire. Hutan tropis Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (mega biodiversity) baik pada tingkat ekosistem, spesies dan genetik.
Indonesia memiliki sekitar 90 jenis ekosistem khas yang merupakan habitat
tumbuhan alam dan satwa liar yang meliputi spesies tumbuhan berbunga sekitar 10
% dari dunia, spesies mamalia
dan
Kedua, adanya
seluas
1.750.301 ha,
1.883.900,7 ha, tahun 1995 seluas 3.679.330,7 ha, tahun 2000 seluas 11.573.793,2
ha,
seluas
16.375.251,31 ha.
16000000
16
14000000
14
12000000
12
10000000
10
8000000
8
6000000
6
4000000
4
2000000
2
00
1982
1985
1990
1995
2000
2009
Tahun
sebagai pengendali erosi, pencegah banjir, siklus nutrisi, dan produksi karbon.
Ditinjau dari aspek sosial TN mempunyai fungsi membuka lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar, spriritual, kultural, dan estetika. Sedangkan ditinjau dari aspek
ekonomi TN mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai sumber pendapatan
bagi masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD).
Pengelolaan TN di Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan yang
mengancam kelestarian biodiversitasnya, seperti perambahan hutan, pemukiman
liar, pembalakan,
kebutuhan sehari-hari akan kayu bakar, daging satwa, ikan, buah-buahan, rotan,
madu, dan sumber daya alam lainnya.
baik
kurang
Secara kebijakan,
dalam pengembangan
kawasan TN.
Sesuai Miller and Hamilton (1999) bahwa pengelolaan kawasan konservasi
perlu diintegrasikan dengan lanskap yang lebih luas. Hal tersebut dibuktikan dari
hasil studi kasus pada beberapa kawasan konservasi di Australia, Brazil, Amerika
Utara, dan Bhutan.
Kondisi belum terintegrasinya pengelolaan TN dengan pengembangan daerah
penyangga dan pembangunan wilayah terjadi pada hampir seluruh kawasan TN di
Indonesia, termasuk TN Bukit Tigapuluh (TNBT). Akibat dari belum terintegrasinya
pengelolaan TNBT, kini kawasan TN yang berada di wilayah Propinsi Riau dan
Jambi tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang mengancam kelestarian
biodiversitasnya.
perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat suku asli, pembalakan liar,
perambahan hutan, dan
perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat suku asli di kawasan TNBT
terus mengalami peningkatan. Perambahan hutan di sekitar enklav Desa Sanglap
sebanyak 5 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) telah terbunuh dalam
periode tahun 1999 sampai tahun 2006. Sedangkan permasalahan yang terjadi di
sekitar kawasan TNBT adalah konversi hutan, eksploitasi sumberdaya alam mineral,
kebakaran hutan, dan perubahan tataguna lahan. Konversi hutan dan eksploitasi
tambang batu bara
TNBT
sehingga
kontribusi
pengelolaan
TNBT
terhadap
peningkatan
latar
belakang
tersebut,
dalam
rangka
pengembangan
pengelolaan TNBT secara terintegrasi diperlukan pendekatan yang logis atas dasar
potensi yang ada (baik supply maupun demand), berupa model pengembangan
pengelolaan TNBT secara terintegrasi.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini akan menjawab permasalahan pokok sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi keintegrasian pengelolaan TNBT dalam suatu wilayah
pembangunan ?
2. Strategi dan program prioritas apa yang perlu dilakukan dalam pengembangan
pengelolaan TNBT secara terintegrasi ?
3. Bagaimana model pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi ?
Rumusan masalah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengelolaan
TNBT
Pengembangan
Daerah
Penyangga .
Pembangunan
Wilayah
AKIBATNYA :
Pengelolaan TNBT
bersifat eksklusif
Pemda tidak
mempunyai
kewenangan dalam
pengelolaan TNBT
Tidak ada sistem
yang secara efektif
memadukan
perencaan ketiga
wilayah tersebut.
Implementasi
kebijakan tentang
pengelolaan daerah
penyangga masih
lemah.
.
Biodiversitas TNBT
terancam kelestariannya
Pengelolaan potensi supply
dan demand belum
berkembang secara optimal.
Kontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat
masih rendah
Kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi
daerah dan peningkatan
PAD rendah
Pengembangan
pengelolaan TNBT
memerlukan
pendekatan yang
logis atas dasar
potensi yang ada
(suppay dan
demand), berupa
MODEL
PENGEMBANGAN
PENGELOLAAN
TNBT SECARA
TERINTEGRASI
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
bermanfaat untuk
menambah
Novelty
Nilai kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah integrasi pengelolaan TN
Kerangka Pemikiran
WCED (1987) mendefinisikan konservasi biodiversitas adalah pengelolaan
pelaksanaannya,
konservasi
biodiversitas
dilakukan
melalui
1)
Melindungi wilayah alami dan pemandangan indah yang memiliki nilai tinggi
secara nasional atau internasional untuk tujuan spiritual, ilmu pengetahuan,
pendidikan, rekreasi, dan pariwisata,
2)
3)
inspiratif,
5)
6)
Memperdulikan
kebutuhan
masyarakat
lokal,
termasuk
penggunaan
terdapat
interaksi (hubungan timbal baik) antara kawasan TN, daerah penyangga TN, dan
wilayah pembangunan (meliputi kawasan budidaya, permukiman, industri, dan
perkotaan).
wilayah
pembangunan,
dan
sebaliknya,
daerah
penyangga
dan
wilayah
eksploitasi
sumber
daya
alam,
pembangunan
sarana
prasarana,
Zona 2
Zona 1
Zona 3
Keterangan :
Zona 1 : Kawasan TN
Zona 2 : Daerah Penyangga (Buffer Zone) TN
Zona 3 : Wilayah Pembangunan (kawasan budidaya, pemukiman,
industri dan perkotaan) (Dimodifikasi dari Konsep Alikodra 2008)
Wilayah
Mengingat adanya interaksi dari ketiga wilayah tersebut maka secara teoritis
pengelolaan TN perlu diintegrasikan dengan
dan pembangunan wilayah. Hal ini sesuai dengan pendapat Miller and Hamilton
(1999), yang menyatakaan bahwa pengelolaan kawasan konservasi perlu
diintegrasikan dengan lanskap yang lebih luas.
Selain itu berdasarkan hasil Kongres WNPC (World National Park Congress)
tahun 1993 di Caracas, Venezuela diamanatkan bahwa pengelolaan kawasan
konservasi tidak bisa hanya dikelola oleh single institution, melainkan harus
melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Berdasarkan hasil Kongres WNPC
tahun 2003 di Durban, Yordania memandatkan bahwa pengelolaan kawasan
konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang
berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar.
Sesuai dengan kondisi yang ada (baik potensi supply maupun demand),
arah pengelolaan TNBT yang potensial untuk dikembangkan adalah dibidang
ekowisata. Hal ini sesuai dengan UNEP (2003), yang menyatakan bahwa
perencanaan dan pengelolaan ekowisata yang baik
pengelolaan ekowisata secara terintegrasi) dapat menjadi salah satu alat yang
paling efektif untuk konservasi keanekaragaman hayati dalam jangka panjang.
Dalam penelitian ini akan dianalisis kondisi pengelolaan terintegrasi
kawasan TNBT dalam suatu wilayah pembangunan dan potensi-potensi yang ada
baik supply maupun demand.
integrasi sistem, integrasi fungsional dan integrasi kebijakan (Kay dan Alder , 1999).
Berdasarkan hasil analisis akan dirumuskan program prioritas pengembangan
pengelolaan TNBT secara terintegrasi. Sebagai hasil akhir dari penelitian ini akan
dibuat model pengembangan pengelolaan TNBT berbasis pada potensi yang ada
sesuai dengan azas-azas pembangunan kawasan taman nasional secara
terintegrasi. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
KONSERVASI BIODIVERSITAS
Di luar
KK
Kawasan
Konservasi (KK)
Kebun raya
Kebun Binatang
Taman Safari
Dll.
KAWASAN KONSERVASI
Taman Nasional
Pengelolaan TN. Secara Terintegrasi
Pengelolaan
Taman Nasional
Pengembangan
Daerah
Penyangga
Pembangunan
Wilayah
Program
Prioritas
pengembangan
pengelolaan
TNBT secara
terintegrasi
O
W
I
S
A
T
A
Sub Model
Ekowisatawan
Sub Model
Pendapatan
Masyarakat
Sub Model
Penerimaan
Pemerintah
Model
Pengembangan
Pengelolaan
TNBT berbasis
Ekowisata
sesuai azas
azas
pembangunan
TN secara
terintegrasi
TUJUAN PENGELOLAAN
TAMAN NASIONAL
10
A. Konservasi Biodiversitas
Program konservasi biodiversitas di Indonesia pertama kali dicanangkan di
Denpasar, Bali pada tahun 1982 yang diawali dengan diimplementasikannya strategi
konservasi biodiversitas pada pengelolaan TN. Strategi ini telah merubah secara
total sistem pengelolaan kawasan konservasi Indonesia, yang sebelumnya hanya
dilaksanakan
atas
dasar
perlindungan
dan
pelestarian
alam,
kemudian
Untuk selanjutnya
Menjaga proses penting serta sistem penopang kehidupan yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia dan pembangunan;
2)
3)
11
Murdiyarso, (2003)
lingkungan
(environtmental
integrity).
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara
berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktifitas manusia sesuai dengan
kemampuan sumber alam
12
disadari sejak konferensi lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972 dimana salah
satu butir deklarasinya menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan sumberdaya
alam yang lebih rasional untuk meningkatkan kualitas lingkungan, diputuskan suatu
pendekatan
terpadu
dan
terkoordinasi
dalam
perencanaan
pembangunan
13
Melindungi integritas ekologi satu atau lebih untuk kepentingan generasi kini
dan yang akan datang;
2)
Melarang
eksploitasi
dan
okupasi
yang
bertentangan
dengan
tujuan
penunjukannya;
3)
Melindungi wilayah alami dan pemandangan indah yang memiliki nilai tinggi
secara nasional atau internasional untuk tujuan spiritual, ilmu pengetahuan,
pendidikan, rekreasi, dan pariwisata;
14
8)
9)
inspiratif,
kebutuhan
masyarakat
lokal,
termasuk
penggunaan
terhadap spesies
pertama
dengan
15
2)
3)
4)
fungsi kawasan yang dilindungi dari yang semula semata-mata hanya untuk
perlindungan
keanekaragaman
hayati
menjadi
kawasan
perlindungan
keanekaragaman hayati yang juga berfungsi sosial ekonomi jangka panjang untuk
mendukung pembangunan yang berkesinambungan; 2.) beban biaya pengelolaan
dari yang semula ditanggung pemerintah menjadi beban bersama pemerintah dan
penerima manfaat; 3.) kebijakan pengelolaan dari yang semula top-down menjadi
16
bottom-up (participatory);
desentralistis,
pemerintah
dan
6.) peran
dari
wilayah yang berada di luar kawasan TN, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah
negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu
menjaga keutuhan kawasan TN. Daerah penyangga TN mempunyai fungsi untuk
menjaga kawasan TN dari segala bentuk tekanan dan gangguan yag berasal dari
luar dan dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan
atau perubahan fungsi kawasan (PP. Nomor 68 tahun 1998).
Alikodra (1998) membagi daerah penyangga TN menjadi tiga tipe yaitu :
1)
Daerah penyangga fisik, terletak pada tanah negara bebas ataupun hutan
lainnya di sekitar TN yang dapat difungsikan untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat sekitar melalui kegiatan budidaya plasma nutfah yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi dimana masyarakat sering memanfaatkannya secara illegal
dari dalam kawasan TN tersebut;
2)
kan wilayah
17
3)
sumberdaya
alam
hayati
dan
ekosistemnya,
2)
Peningkatan
18
spesifik merupakan salah satu bentuk efektif dari keterpaduan fungsional. Integrasi
kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dari program pengelolaan
sumberdaya alam secara terpadu dalam konteks kebijakan pemerintah pusat dan
daerah serta untuk memelihara koordinasi.
Dua kegiatan atau lebih dapat dintegrasikan apabila memenuhi azas
kompatibilitas. Azas kompatibilitas terdiri dari tiga macam, yaitu complete
compatibility, partial compatibility, dan incompatibility. Complete compability terjadi
apabila dua kegiatan atau lebih dapat berlangsung bersamaan dalam ruang dan
waktu yang sama (misalnya agroforestry). Partial compatibility terjadi apabila dua
kegiatan atau lebih dapat dilakukan secara berurutan dalam ruang yang sama,
namun dalam waktu yang berbeda (misalnya sesudah tanam padi kemudian tanam
kacang. Incompatibility terjadi apabila dua kegiatan atau lebih tidak dapat dilakukan
secara bersamaan atau berurutan dalam ruang yang sama (Nirarita, E. 1996).
Kegiatan-kegiatan yang mudah diintegrasikan adalah kegiatan yang bersifat
jasa (services) seperti pembuatan rencana dan program yang sama. Kegiatan yang
agak sulit diintegrasikan adalah kegiatan untuk membuat atau merumuskan aturan
main bersama (norm creation), sedang yang sulit diintegrasikan adalah kegiatan
yang berkaitan dengan implementasi dari aturan main yang telah disepakati
bersama dan pengawasannya (implementation and rules observance).
Apabila
Untuk
harus mengetahui kegiatan apa saja yang dapat dan tidak dapat
Community based
19
Proyek IPAS di
20
terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial yang diberi batasan sebagai kegiatan
yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi
bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya dan keberlanjutannya
(Fandeli 2000b). Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena
itu ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab
(Fandeli, 2000a). Para konservasionis melihat ekowisata sebagai kegiatan yang
mampu meningkatkan kemampuan finansial dalam kegaitan konservasi dan
meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnyya upaya-upaya konservasi,
sedangkan para ilmuan melihat ekowisata dapat mendukung dan melindungi
lingkungan alami pada suatu kawasan konservasi serta diharapkan dapat menjaga
kelestarian lingkungan flora dan fauna (Adhikerana, 1999).
Ekowisata merupakan pengelolaan alam dan budaya masyarakat dengan
pendekatan konservasi yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan (Nurfatriani
21
konseptual
ekowisata
adalah
suatu
konsep
pengembangan
2)
22
3)
Pendapatan untuk kawasan, yaitu adanya retribusi dan conservation tax dapat
dipergunakan
secara
langsung
untuk
membina,
melestarikan
dan
5)
Deklarasi
Quebec
secara
spesifik
menyebutkan
bahwa
2)
3)
4)
5)
6)
2)
3)
23
Beberapa bahaya
tertentu dapat timbul dari kegiatan ekowisata yang tidak dibatasi seperti masalah
kesenjangan ekonomi dan perselisihan diantara anggota masyarakat, konflik budaya
antara wisatawan dan masyarakat lokal dan gangguan ekologis yang seringkali tidak
disadari oleh masyarakat.
Tempat tujuan wisata merupakan elemen yang penting kerena tempat tujuan
tersebut umumnya merupakan alasan utama bagi wisatawan untuk berkunjung
(Cooper et al 1993). Dengan demikian keadaan di tempat tujuan wisata seperti
atraksi wisata, fasilitas, aksesibilitas, pelayanan dan keamanan akan sangat
mempengaruhi jumlah pengunjung. World Tourism Organisation (WTO) dan United
Nation Environmental Programme (UNEP) menetapkan kriteria kawasan ekowisata,
sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
Iklim : cuaca yang mendukung kegiatan rekreasi, banyaknya curah hujan dan
distribusinya; dan
5)
mengetahui segmen pasar atau sisi permintaan dari ekowisata. Segmen pasar dari
ekowisata dipengaruhi oleh factor-faktor keadaan sosio-demografi, karakteristik
dalam perjalanan, motivasi dan pengalaman pengunjung. Pengunjung yang memiliki
kebutuhan tertentu, akan memilih tujuan wisata tertentu pula.
Fennell (1999) mengklasifikasikan ekoturis berdasarkan tujuan wisata,
pengalaman yang diinginkan dan dinamika kelompok, sebagai berikut :
24
1)
2)
3)
Kelompok ahli atau akademisi adalah orang-orang yang biasanya terlibat dalam
penelitian baik sebagai individu maupun kelompok. Pada umumnya mereka
tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu cukup panjang dan lebih bersedia
mengalami kondisi kesusahan dibandingkan ekoturis yang lain.
Sedangkan
Lindberg (1991)
mengklasifikasikan
ekoturis
berdasarkan
dedikasi, waktu, tujuan dari perjalanan, tempat dan cara melakukan perjalanan yang
dibagi dalam empat kelompok, yaitu :
1)
2)
Dedicated
Nature
Tourist:
ekoturis
yang
mengetahui tentang
budaya
4)
lengkap, berbeda dengan mainstream dan casual nature tourist dimana tingkat
pelayanan dan akomodasi harus disiapkan lebih baik.
Keberhasilan pengolahan dan pengembangan ekowisata merupakan hasil
kerja sama antara stakeholder, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Menurut
Fennell (1999) ada delapan prinsip untuk membangun kemitraan dalam pengelolaan
ekowisata, yaitu :
1)
2)
3)
4)
25
5)
6)
7)
8)
terpadu
berdasarkan
kriteria-kriteria
pelestarian
lingkungan
yang
2)
3)
4)
Peka dan menghormati nilai-nilai sosial budaya dan tradisi keagamaan yang
dianut masyarakat setempat; dan
5)
26
disebut sebagai triple As yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas, dan amenitas.
Atraksi diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible maupun
intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan yang terdiri dari alam,
budaya, dan buatan. Unsur lain yang melekat dalam atraksi ini adalah hospitally,
yakni jasa akomodasi atau penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.
Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan
wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata
(Damanik and
Weber
2006). Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan
pariwisata tapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Bank, penukaran
uang, telekomonikasi, usaha persewaan (rental), penerbit, dan penjual buku
panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub dan lain-lain).
27
Tiga ciri khas utama yang menjadi tanda dari penawaran pariwisata menurut
Wahab (2003) adalah :
1)
2)
Yang ditawarkan itu bersifat kaku (rigit). Artinya suatu produk wisata yang
ditawarkan tidak bisa atau sulit sekali dirubah sasaran penggunaannya di luar
pariwisata; dan
3)
dalam tiga klasifikasi : 1) daya tarik alam, 2) daya tarik budaya, dan 3) daya tarik
buatan manusia. Walaupun demikian ada yang membagi jenis objek dan daya tarik
wisata ke dalam dua kategori saja, yaitu :1) objek dan daya tarik wisata alam dan
2) objek dan daya tarik wisata sosial budaya. Sedangkan Wahab (2003) membagi
unsur-unsur pariwisata berupa alamiah yang terdiri dari sumber-sumber alam dan
hasil karya buatan manusia.
1) Sumber-sumber alam, mencakup :
a. Iklim: udara yang lembut, bersinar matahari, kering dan bersih
b. Tata letak tanah dan pemandangan alam: daratan, pegunungan yang
berpanorama indah, danau, sungai, pantai, bentuk-bentuk yang unik
pemandangan yang indah, air terjun, daerah gunung merapi, gua dll.
c. Unsur rimba: hutan-hutan lebat, pohon-pohon langka, dan sebagainya.
d. Flora dan fauna: tumbuhan aneh, barang-barang beragam jenis dan warna,
kemungkinan memancing, berburu dan bersafari foto binatang buas, TN dan
taman suaka binatang buas, dan sebagainya.
e. Pusat-pusat kesehatan: sumber air mineral alam, kolam lumpur berkhasiat
untuk mandi, sumber air panas untuk penyembuhan penyakit, dll.
2)
28
29
lokal yang menggunakan sumberdaya (produk dan jasa) wisata. Faktor lain yang
turut berperan adalah aksesibilitas yang semakin mudah pada produk dan objek
wisata. Distribusi pendapatan yang lebih merata dan penghasilan yang meningkat
juga ikut andil dalam mendorong semakin banyaknya permintaan perjalanan wisata
(Damanik and Weber 2006).
Pendidikan yang semakin meningkat membuat wawasan seseorang semakin
luas. Keingintahuan dan minat untuk mempelajari sesuatu yang baru ikut meningkat.
Selain itu aspirasi terhadap tempat dan budaya yang berbeda semakin tinggi.
Variabel
lain
adalah
ketersediaan
waktu.
Kebijakan
pemerintah
untuk
menggabungkan hari libur ke akhir atau awal pekan menjadi waktu luang yang bisa
digunakan untuk berlibur (Damanik and Weber 2006).
Suwantoro
(1997)
mengidentifikasi
empat
kelompok
faktor
yang
2)
3)
Waktu/ biaya: jarak dari tempat asal (rumah), waktu dan biaya perjalanan,
harga/ tarif pelayanan; dan
4)
2)
3)
Bagaimana
kendaraan
menuju
kesana?
Tersedia
setiap
waktu
atau
comfortable; dan
4)
30
I.
Analisis Kebijakan
Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan ancaman dan
peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk
memanfaatkan potensi
31
sejumlah kecil responden yang terseleksi dengan ketat. Mengingat kebijakan publik
adalah pengetahuan yang bersifat multidisipliner, maka untuk menghasilkan sintesa
yang mendalam dan komprehensif tidak cukup hanya menggunakan satu metode
saja tetapi merupakan kombinasi beberapa metode. Menggunakan kombinasi
beberapa metode dapat mempertajam analisis, meningkatkan mutu disain, dan
meminimalisasi bias dalam penelitian (Eriyatno dan Sofyar, 2007).
J. Analisis SWOT
Proses
pengambilan
keputusan
strategis
selalu
berkaitan
dengan
Kegiatan
terdiri dari;
Sedangkan
faktor eksternal
terdiri atas variabel-variabel peluang dan ancaman yang berada di luar TNBT dan
tidak secara khusus ada dalam pengendalian. Variabel-variabel tersebut membentuk
keadaan (kondisi) tempat TNBT berada. Faktor eksternal dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu lingkungan biofisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial
merupakan kekuatan umum yang tidak berhubungan dengan aktifitas Balai TNBT
32
strategi.
Kesatuan :
3)
Kompleksitas
AHP
memadukan
ancangan
deduktif
dan
ancangan
5)
Saling ketergantungan : AHP dapat menangani saling ketergantungan elemenelemen dalam suatu system dan tak memaksakan pemikiran linier;
33
6)
8)
Pengukuran : AHP memberi suatu skala untuk mengukur dan suatu metode
untuk menetapkan prioritas;
9)
10) Sintesis : AHP menuntut ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif
Pengambilan keputusan berdasarkan AHP menggunakan bilangan untuk
menggambarkan suatu relatif pentingnya suatu elemen di atas yang lainnya. Nilai itu
memuat skala perbandingan antara 1 sampai 9. pengalaman telah membuktikan
bahwa skala dengan sembilan satuan dapat diterima dan mencerminkan derajat
sampai mana kita mampu membedakan intensitas tata hubungan antar elemen.
L. Analisis Sistem Dinamis
Sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang berinteraksi dan
terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (Djoyomartono, 2000).
Menurut Ford
(1999), sistem adalah suatu kombinasi dari dua atau lebih elemen-elemen yang
saling terkait. Sedangkan menurut Syamsuddin (2001) sistem adalah setiap
fenomena, baik struktural maupun fungsional yang memiliki paling sedikit dua
komponen yang saling berinteraksi. Pengertian lain, sistem adalah keseluruhan
interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang
bekerja mencapai tujuan (Muhammadi et al, 2001). Sedangkan menurut Suratmo
(2002) sistem adalah penggambaran bentuk struktur atau bentuk keterkaitan antara
dua komponen atau lebih yang saling berinteraksi secara fungsional.
Analisis sistem adalah serangkaian teknik yang mencoba untuk : (1)
mengidentifikasi sifat-sifat makro dari suatu sistem, yang merupakan perwujudan
karena adanya interkasi di dalam dan di antara sub sistem, (2) menjelaskan interaksi
atau proses-proses yang berpengaruh terhadap sistem secara keseluruhan sebagai
34
akibat adanya berbagai masukan, (3) menduga (meramal) apa yang mungkin terjadi
pada sistem bila beberapa faktor yang ada dalam sistem berubah (Patten, 1972
dalam Darsiharjo, 2004)).
berguna untuk mendekati masalah yang secara intuitif dapat digolongkan kedalam
organized complexities atau kompleksitas yang terorganisasi.
Analisis sistem
adalah pemahaman yang berbasis pada proses, sehingga sangat penting untuk
berusaha memahami proses-proses yang terjadi.
Pemodelan sistem berawal dari bagaimana kita mencoba memahami dunia
nyata dan menuangkannya menjadi sebuah model dengan beragam metode yang
ada. Model adalah abstraksi atau penyederhanaan dari dunia nyata, yang mampu
menggambarkan struktur dan interaksi elemen serta perilaku keseluruhannya sesuai
dengan sudut pandang dan tujuan yang diinginkan (Purnomo, 2005). Model dapat
dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala
atau proses yang ditirukan kecil (Muhammadi et.al 2001).
Sedangkan menurut
Purnomo (2005) tidak ada model yang benar dan salah. Model dinilai dari sejauh
mana dia dapat berguna. Untuk pemodelan yang lebih fleksibel dan multiguna,
Purnomo (2005) menyarankan dilakukan dengan fase-fase sebagai berikut : (1)
identifikasi isu, tujuan, dan batasan,
35
36
Gambar 6.
37
Untuk
melakukan
perladangan,
memungut
hasil
hutan,
acara
sosial
38
orang responden dari Suku Talang Mamak dan 10 orang responden dari Suku
Melayu Tua yang dipilih secara acak yang berada pada dusun-dusun di TNBT.
c. Wawancara dengan Masyarakat Daerah Penyangga
Wawancara
dengan
masyarakat
daerah
penyangga
dilakukan
untuk
Wawancara
39
dilakukan dengan lima orang responden dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu
dan lima orang responden dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir yang dipilih
secara sengaja (purposive).
d. Wawancara dengan Ekowisatawan
Wawancara dengan ekowisatawan dilakukan untuk mengetahui kondisi
demand (permintaan) ekowisata TNBT.
aspek yaitu; motivasi ekowisatawan, daya tarik obyek wisata alam, fasilitas dan
layanan ekowisata, serta persepsi dan harapan terhadap pengembangan ekowisata
TNBT.
secara acak dari ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT selama masa penelitian.
e. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) dengan staf Balai TNBT dan mitra kerjanya
dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai pengaruh
penting (strategis) terhadap pengembangan pengelolaan TNBT. Faktor yang
diidentifikasi terdiri dari faktor internal yang meliputi kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) dan faktor eksternal yang meliputi peluang (opportunity) dan
ancaman (threat). Dalam mengidentifikasi faktor-faktor strategis internal dan
eksternal digunakan Thally sheet.
e. Pengisian Kuesioner oleh Pakar Terpilih
Pengisian kuesioner oleh pakar terpilih (expert choise) dimaksudkan untuk
mendapatkan pertimbangan secara profesional dari kepakaran para responden
dalam menentukan tingkat kepentingan dari beberapa variabel dalam merumuskan
program prioritas pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis
ekowisata. Desain kuesioner difokuskan pada faktor-faktor strategis internal dan
eksternal yang berpengaruh
kawasan TNBT sesuai hasil analisis SWOT. Suatu faktor pengelolaan boleh jadi
secara tingkat pengaruh lebih penting dari pada faktor lainnya. Tingkat besarnya
pengaruh (relative important) suatu faktor yang berpengaruh didasarkan pada
perannya terhadap pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis
ekowisata.
40
Identifikasi para pembuat keputusan (aktor) dari berbagai instansi dan lembaga
pemerintah baik di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten; pakar dari lembaga
pendidikan dan penelitian, serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait
dengan pengembangan pengelolaan TNBT.
2)
yang berasal dari lembaga/ instansi seperti dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar Bidang Keahlian dan Asal Pakar Terpilih
NO.
Bidang Keahlian
1.
2.
3.
4.
Pengelolaan hutan
5.
Pariwisata
6.
Budaya / Antropologi
7.
8.
Pemberdayaan masyarakat
Yayasan
Penyelamatan Harimau
Sumatera, Riau
KKI - WARSI Jambi
Jumlah
Jumlah
(orang)
1
1
14
41
Jenis Data
Variabel
Metode
Pengumpulan
Studi literatur
Data Sekunder
Luas, letak dan sejarah
kawasan TNBT.
2.
Kondisi fisik
3.
Kondisi biologi
4.
Sosekbud masyarakat
tradisional
Peta kawasan TNBT
5.
6.
Kelembagaan
pengelolaan TNBT
7.
Perencanaan
8.
9.
Pelaporan
Statistik Balai TNBT.
10.
B.
1.
Data Primer
Kondisi keintegrasian
pengelolaan TNBT
Tingkat kerusakan
hutan
Persepsi dan
keterlibatan masyarakat
tradisional dalam
pengelolaan ekowisata
TNBT
Kondisi supply
ekowisata TNBT.
2.
3.
4.
5.
Kondisi demad
ekowisata TNBT.
6.
7.
Promosi ekowisata
Kegiatan
pengembangan obyek
wisata alam (OWA)
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Wawancara,
pengamatan
Analisis spasial
Pengisian
kuesioner oleh
pengelola TNBT
Pengisian
kuesioner oleh
ekowisatawan.
Pengamatan
Pengamatan
42
Tabel 2 (lanjutan)
No.
Jenis Data
Variabel
Metode
Pengumpulan
Data Sekunder
Lokasi daerah
penyangga TNBT.
2.
3.
Studi literatur
Kondisi bio-fisik
Demografi
Studi literatur
Studi literatur
4.
Tataguna kawasan
hutan
Studi literatur
5.
Sarana-prasarana
umum
Kegiatan pengelolaan
daerah penyangga oleh
Balai TNBT dan
PEMDA.
Obyek wisata alam di
daerah penyangga
Pengelolaan ekowisata
di daerah penyangga
Studi literatur
6.
7.
8.
B.
1.
2.
Studi literatur
Studi literatur
Data Primer
Persepsi dan
keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan
ekowisata TNBT
Pendapatan
masyarakat dari
kegiatan ekowisata
TNBT
Wawancara,
pengamatan
Penggunaan lahan
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Studi literatur
Pengisian
kuesioner,
pengamatan
4.
Data Sekunder
RTRW Propinsi dan
Kabupaten
Sarana prasarana
umum
Kebijakan PEMDA yang
terkait dengan
pengelolaan TNBT.
Kebijakan PEMDA di
bidang
pengembangan
ekowisata
43
Tabel 2 (lanjutan)
No.
Jenis Data
B.
1.
Data Primer
Sistem perencanaan
2.
3.
4.
Variabel
Metode
Pengumpulan
Pengamatan,
wawancara
Pengamatan,
wawancara
Pengamatan,
wawancara
Pengamatan,
wawancara
44
ekowisata TNBT
Variabel
terhadap
yang
dibandingkan
pengembangan
adalah
ekowisata
variabel
TNBT,
utama
yaitu
yang
motivasi
ekowisatawan, daya tarik obyek ekowisata, fasilitas dan layanan ekowisata, serta
persepsi dan harapan terhadap pengembangan ekowisata TNBT. Berdasarkan hasil
pembandingan tersebut
2)
Menentukan
peringkat
masing-masing
faktor
kekuatan
dan
kelemahan
4)
45
Menentukan
faktor-faktor
yang
menjadi
peluang
dan
ancaman dalam
Menentukan
peringkat
masing-masing
faktor
peluang
dan
ancaman
4)
SWOT
diambil lima unsur yang memiliki nilai pengaruh paling tinggi atau yang dianggap
paling strategis.
Tabel 3. Matrik SWOT
FAKTOR INTERNAL
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
Strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
STRATEGI WT
Strategi yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari
ancaman
FAKTOR EKSTERNAL
46
Strategi ST
Strategi ini dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi
ancaman
Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada untuk
meminimalkan kelemahan yang ada
Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
Berdasarkan nilai IFAS dan EFAS tersebut, maka untuk memilih salah satu
dari empat alternatif strategi dibuat diagram Matrik SPACE seperti dapat dilihat
pada Gambar 8.
Berbagai Peluang
3. Mendukung Strategi
1. Mendukung Strategi
Turn Arraound
Agresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
4. Mendukung Strategi
Defensif
Diversifikasi
Berbagai Ancaman
Gambar 8. Diagram Analisis SWOT
d. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Untuk menentukan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT,
berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempunyai nilai pengaruh penting,
serta mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, perlu dilakukan analisis
AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan AHP (Analytic
Hierarchy Process).
47
2)
3)
48
Tujuan
Komponen
SWOT
STRENGHTS
( Kekuatan )
WEAKNES
( Kelemahan )
OPPORTUNITIES
( Peluang )
THREATS
( Ancaman )
Faktor A
Faktor A
Faktor A
Faktor A
Faktor B
Faktor B
Faktor B
Faktor B
Faktor C
Faktor C
Faktor C
Faktor C
Faktor D
Faktor D
Faktor D
Faktor D
Faktor E
Faktor E
Faktor E
Faktor E
Faktor
SWOT
Alternatif
Program
Aktor
Program 1.
Program 2.
Program 3.
. Program 4.
Program 5.
Aktor 1.
Aktor 2.
Aktor 3.
. Aktor 4.
Aktor 5.
Keterangan :
Faktor-faktor SWOT
Alternatif program
49
model
pengembangan pengelolaan
TNBT secara
tahapan sebagai
berikut :
1)
2)
Konseptualisasi model
Berdasarkan isu yang telah ditetapkan kemudian dilakukan konseptualisasi
model. Berdasarkan model konseptual
diagram stok atau aliran. Diagram ini dibuat dengan bantuan perangkat lunak
STELLA 9.02. serial number : 90047796426
3)
Spesifikasi model
Pada tahapan ini kuantifikasi dan perumusan hubungan antar komponen
dilakukan sehingga model bisa dijalankan pada komputer.
4)
Evaluasi model
Untuk mengetahui ketepatan model yang dibuat akan dilakukan evaluasi
dengan cara validasi model (evaluasi kelogisan model), uji sensitivitas model
(perilaku model), dan simulasi model (perbandingan dengan dunia nyata).
Validasi model dilakukan dengan uji validasi struktur yang menekankan pada
pemeriksaan kebenaran logika pemikiran. Uji sensitivitas model dilakukan
dengan melihat respon model terhadap suatu stimulus.
5)
Penggunaan model
Model yang telah dievaluasi selanjutnya akan digunakan untuk menguji
hipotesis dan/ atau menentukan skenario-skenario pemecahan masalah.
Secara garis besar, masing-masing metode analisis tersebut disajikan pada
Tabel 4., sedangkan diagram aliran informasi dapat dilihat pada Gambar 10.
50
Tahapan Analisis
Analisis Spasial
Tahap persiapan :
pengumpulan
data
(peta
administrasi
lokasi, peta topografi,
peta geologi dan Citra
Landsat
TM),
pengkajian dan studi
pustaka,
dan
mempersiapkan
peralatan survey.
Inventarisasi
awal
dilakukan
dengan
analisis citra landsat
TM dan kelasifikasi
penggunaan lahan
Analsis citra dilakukan
untuk
mendapatkan
kelas penutup lahan.
Analisis
Penawaran
(supply) dan
Permintaan
(demand)
Data yg Dianalisis
Citra landsat
Peta kawasan
TNBT
Peta wilayah kerja
perusahaan di
daerah penyangga
TNBT
Tujuan
Mendapatkan
peta kondisi
tutupan hutan
TNBT dan peta
tata ruang
daerah
penyangga
TNBT
Mengetahui laju
kerusakan hutan
TNBT
Kelasifikasi
penggunaan
lahan
dilakukan
dengan
berdasarkan informasi
yang diekstrak dari
citra
Landsat
TM,
didukung
dengan
informasi
peta
topografi dan informasi
lain digunakan untuk
membuat
peta
penutupan lahan.
Motivasi
ekowisatawan,
Daya tarik obyek
wisata alam,
Fasilitas ekowisata
Layanan
ekowisata,
Persepsi dan
harapan terhadap
pengembangan
ekowisata TNBT.
Mengetahui
kondisi
penawaran
(supply) dan
permintaan
(demand)
ekowisata TNBT
.
51
Tabel 4 (lanjutan)
Metode
Analisis
Tahapan Analisis
Data yg Dianalisis
Tujuan
Menganalisis adanya
kesenjangan antara
kondisi penawaran dan
permintaan.
Menentukan unit
manajemen yang
dianalisis : Balai TN.
FGD untuk
mengidentifikasi
faktor internal dan
eksternal yang
berpengaruh
terhadap ekowisata
TNBT.
Menentukan nilai
pengaruh faktor
Analisis dengan
strategi : SO, ST
WO, dan WT
(Rangkuti, 1998)
Analisis AWOT
(integrasi antara
SWOT dan
AHP )
Menyusun model
kebijakan (struktur
hierarki)
Menentukan tingkat
kepentingan relative
antar elemen model
oleh pakar terpilih
Menentukan prioritas
dari alternatif-alternatif
kebijakan
(Saaty ,1988)
Analisis Sistem
Dinamik
Analisis SWOT
Faktor internal :
kekuatan
(strength) dan
kelemahan
(weakness)
Faktor eksternal :
peluang
(opportunity) dan
ancaman (threat).
Menentukan
faktor internal
dan eksternal
yang
mempunyai
nilai pengaruh
penting
(strategis)
terhadap
ekowisata TNBT
Menentukan
prioritas
kebijakan
pengembangan
pengelolaan
TNBT secara
terintegrasi
berbasis
ekowisata
Membuat
model
pengembangan
pengelolaan
TNBT secara
terintegrasi
berbasis
ekowisata
52
53
1988
1990
Dikeluarkan Peta Unit Lahan (Land Unit) oleh Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat Depertemen Pertanian. Berdasarkan peta tersebut,
Ekosistem Bukit Tigapuluh terdiri dari grup pegunungan dan
perbukitan dimana hutan yang terdapat di grup perbukitan tetap
dipertahankan sebagai kawasan hutan.
1991-1992
54
Tigapuluh
dan
merekomendasikan
kawasan
tersebut
supaya
(an
Integrated
Conservation
and
Development
Approach).
1994
1994
Surat Dirjen PHPA kepada Menteri Kehutanan RI No 103/DjVI/Binprog/94 mengusulkan Kawasan Bukit Tigapuluh dan Bukit Besar
sebagai Taman Nasional
1995
2002
Badan
Inventarisasi
dan
Pemetaaan
Departemen
Kehutanan
55
Gambar 11.
2. Kondisi Fisik
a. Topografi
Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan perbukitan dengan
ketinggian berkisar 60 meter sampai 843 meter di atas pemukaan laut. Secara
fisiografis , topografi kawasan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian (Wahyunto, 1990
dalam SBKSDA Riau, 1977), yaitu : 1). Pegunungan dengan lereng sangat curam
(> 75%), 2). Pegunungan dengan lereng yang agak curam - sangat curam (2575%), dan 3). Daratan antar pegunungan dan perbukitan kecil (>16%).
Sedangkan berdasarkan peta topografi dari Direktorat Topografi TNI AD tahun
1992, kawasan TNBT dapat dibagi tiga kelas kemiringan (KKI-WARSI, 2007), yaitu:
1). Kelas kemiringan sangat curam (> 40 %), yang meliputi sistem Bukit Pandan dan
Telawi dengan ketinggian > 300 m dpl dan merupakan punggungan gunung yang
sangat terjal serta memanjang, 2).
meliputi sistem Batang Anai dan Air Hitam dengan ketinggian 15 50 m dpl dan
merupakan punggungan bukit panjang dan sangat curam,
Alur dengan
56
b. Iklim
Berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt dan Fergusson, iklim TNBT termasuk
tipe iklim A dengan ciri-ciri hujannya tinggi (sangat basah), vegetasi hutan hujan
tropis, curah hujan rata-rata 2.577 mm/tahun dengan kelembaban relatifnya antara
50 % dan 90 %. Sedangkan menurut klasifikasi Koppen, iklim TNBT termasuk iklim
basah (AF) yang mempunyai ciri-ciri iklim tropika, rata-rata suhu dari bulan terdingin
lebih dari 18 C, panas sepanjang tahun dan basah sepanjang tahun, serta curah
hujan bulanannya lebih dari 60 mm.
c. Geologi dan Tanah
Kawasan TNBT terbentuk dari batuan induk zaman pretersier (Zaman Plisplistosen dan Pliosen, Miosen Atas, Miosesn Tengah, Miosesn Bawah dan Trias)
yang terdiri dari batuan metamorf dan sedimen. Batuan Metamorf ini terdiri dari
Batuan Sabak Pasiran dan Batu Pasir Kerasitan serta Batu Pasir Kwarsa. Sebagian
besar dari batuan ini telah mengalami metamorfosis kontak dan berubah menjadi
kompleks dan batu-batu sabak yang berbentuk modul-modul.
Sebagian besar tanah di TNBT terdiri dari Podsolik Merah Kuning yang
tersebar di daerah perbukitan sebelah timur dan Latosol Merah di sebelah barat.
Tanah ini mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini berhubungan dengan
tingkat keasaman tanah, kandungan hara yang rendah, kandungan liat tinggi dan
adanya unsur-unsur beracun dalam tanah. Kedalaman tanah bervariasi dari 40 Cm
sampai lebih dari 150 Cm. Pada daerah sekitar puncak bukit dan lereng atas bukit,
kedalaman solum tanahnya 30 50 Cm, lereng bawah berkisar 50 100.
d. Hidrologi
Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan kawasan perbukitan yang
mempunyai fungsi penting dari aspek hidroologis bagi pantai timur Pulau Sumatera.
Kawasan TNBT merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS
berikut : 1). DAS Indragiri (yang terdirii dari Sub DAS Cenaku, Indragragiri Hilir,
Peranap, Umbilin, dan Sinamar), 2). DAS Reteh (yang terdirii dari Sub DAS Gansal
Hulu dan Reteh Hulu), 3). DAS Pengabuhan (Sub DAS Tungkal), dan 4). DAS
Batang Hari (yang terdirii dari Sub DAS Tebo, Tembesi, Batanghari Hulu, Batanghari
Hilir, Merangin, dan Tabir). Terdapat 26 sungai yang mengalir dari kawasan TNBT,
57
58
tumbuhan
untuk
tumbuhan obat dan 8 jenis cendawan obat yang mempunyai prospek sangat baik
untuk diteliti dan dikembangkan (Ekspedisi Bio-Medika, 1998).
b . Fauna.
Berdasarkan hasil suvey yang dilakukan oleh Danielsen dan Heegaard (1993),
bahwa kawasan TNBT mempunyai keanekaragaman jenis fauna yang tinggi.
Kawasan TNBT merupakan habitat yang ideal bagi beragam jenis satwa terutama
jenis endemic Sumatera.
yang termasuk
Di mana
terdapat tiga jenis yang hanya ditemukan di Sumatera, yaitu Siamang (Symphangus
syndactylus), Harimau Sumatera dan Tapir melayu. Selain itu ditemukan 18 jenis
kelelawar yang didominasi oleh jenis pemakan buah dari famili Pteropodidae.
Sedangkan berdasarkan laporan
(PKHS) di TNBT, sampai tahun 2007 tercatat tidak kurang dari 32 jenis mamalia
besar dari 14 famili (tidak termasuk kelompok primata) yang mendiami kawasan
TNBT (Yunus, et al. 2008).
Primata
Menurut Yunus, et al. (2008), tercatat 9 jenis primata dari lima famili yang
dijumpai di kawasan TNBT, yaitu simpai (Presbytis melalophos), monyet (Macaca
fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), owa (Hylobates agilis), siamang
(Hylobates syndactylus), lutung ( Presbytis cristata), kukang abu-abu (Nycticebus
59
coucang), singapuar (Tarsius tarsius), dan orang utan (Pongo abelii). Orang utan
sumatera yang terdapat di kawasan TNBT merupakan jenis reintroduksi.
Avifauna
Kawasan TNBT memiliki sekitar 193 jenis burung atau sepertiga jenis burung
yang ada di Pulau Sumatera (Danielsen dan Heegaard, 1993).
Dari jenis-jenis
tersebut ditemukan jenis yang tergolong langka, yaitu: bangau storm (Ciconia stormi,
bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), pecuk ular (Anhinga melanogaster),
mentok rimba ( Cairina scutulata), puyuh hitam (Melanoperdix nigra), sempidan
merah (Lophura erytrophthalma), sempidan biru (Lophura ignita), paruh kodok besar
(Batrachosstamus auritius), rangkong gading (Buceros vigil), paok delima (Pitta
granatina), dan asi dada kelabu (Melacopteron albogulare).
Sedangkan jenis-jenis
Hutan alam primer., yaitu hutan hujan tropika yang masih alami belum
terganggu oleh aktifitas pembalakan kayu. Sub ekosistem ini didominasi oleh
jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae misalnya jenis Meranti (Shorea sp.)
diantaranya Shorea abovoidae dan Shorea acuminate.
2)
Hutan alam bekas tebangan, yaitu kawasan hutan yang telah mengalami
penebangan. Sub ekosistem ini didominasi oleh jenis-jenis dari suku
Euphorbiaceae diantaranya Elatriospermum tapos dan Baccaurea rasemosa.
60
3)
Semak belukar, merupakan kawasan hutan yang telah dibuka untuk dijadikan
perladangan dan kemudian ditinggalkan untuk dijadikan ladang pada periode
berikutnya. Jenis-jenis yang mendominasi sub ekosistem ini pada umumnya
merupakan jenis-jenis pionir, seperti Maccaranga gigantea dan Maccaranga
triloba.
4)
4. Masyarakat Tradisional
a. Jumlah Penduduk
Masyarakat tradisional yang tinggal dalam kawasan TNBT terdiri dari 3 suku,
yaitu : Suku Anak Dalam (Suku Kubu atau Orang Rimba), Suku Talang Mamak, dan
Suku Melayu Tua.
barat dan selatan. Sedangkan masyarakat dari Suku Talang Mamak dan Melayu
Tua tinggal secara menetap di sepanjang Sungai Batang Gansal yang membelah
kawasan TNBT.
Terdapat 5 dusun yang tersebar menjadi 15 konsentrasi permukiman yang
dihuni oleh Suku Talang Mamak dan Suku Melayu Tua di sepanjang Sungai Batang
Gansal.,
wilayah Desa Rantau Langsat Kecamatan Batang Gansal. Nama-nama dusun dan
jumlah penduduk masyarakat tradisional di kawasan TNBT disajikan pada Tabel 5.
61
1.
2.
3.
4.
5.
Dusun (Permukiman)
Datai
(Permukiman :Datai Tua
dan Datai Atas)
Suit
(Permukiman : Suit)
Air Bomban-Sadan
(Permukiman : Air
Bomban dan Sadan
Nunusan
(Permukiman : Nunusan,
Mengketung, Menyasih,
dan Tanjung Lintang)
Siamang
(Permukiman : Siamang,
Tebat, Rantau Dagang,
Pengayauan, Air Buluh,
dan Air Tabuh)
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Keterangan
Penduduk
KK
(Jiwa)
249
58
Didominasi
masyarakat Talang
Mamak
102
19
Didominasi
masyarakat Talang
Mamak
128
29
Didominasi
masyarakat Melayu
Tua
131
34
Didominasi
masyarakat Melayu
Tua
216
53
826
193
Didominasi
masyarakat Talang
Mamak
Sosial - Ekonomi
Sumber pendapatan masyarakat tradisional yang tinggal di kawasan TNBT
berasal dari hasil kebun karet (61 % - 86 %), hasil hutan non kayu , terutama jernang
(7 % - 25 %), hasil kegiatan lain seperti berdagang dan wisata alam (3 % - 14 %)
(Santoso, 2008).
Rata-rata
penggunaan
62
Datai Tua
Suit
Air Bomban
Nunusan
4,2
3,5
2,7
3,5
20
11
10
10
2,4
2,9
3,5
2,5
20
16
12
12
1,2
2,0
2,0
1,2
10
10
10
1,8
2,1
2,2
1,8
20
13
10
11
22 desa
63
serius, cocok untuk pengembangan tanaman keras seperti: karet, kelapa sawit,
kakao dan lain-lain
2) Tanah Latosol, penggunaan tanah ini hampir sama saja dengan jenis tanah
podsolik, yaitu pada pengembangan tanaman keras.
3) Tahah Alluvial, bahan induk tanah ini berupa alluvium yang kesuburannya
sangat tergantung sekali terhadap endapan yang dibawa oleh aliran sungai, bila
sumber endapannya subur, maka hasil endapannya berupa tanah alluvial juga
subur dan sebaliknya.
64
4) Tanah Gley Humus, ciri tanah ini hampir sama dengan tanah alluvial akan tetapi
tanah ini bukan merupakan hasil sedimentasi akibat banjir, kebanyakan tanah
jenis Gley Humus memiliki drainase yang jelek.
Kondisi biologi kawasan penyangga TNBT tidak jauh berbeda dengan dalam
kawasan TNBT di mana kawasan tersebut juga merupakan hutan hujan dataran
rendah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Beberapa jenis tumbuhan
langka yang terdapat di daerah penyangga TNBT antara lain: cendawan muka rimau
(Raflesia
haseltii),
bunga
bangkai
(Amorphopallus
sp.),
dan
salo
Lintas Timur Sumatera, yaitu : Desa Talang lakat, Desa Sungai Akar , Desa Kritang,
Desa Batu Ampar dan Desa Selensen. Relatif tingginya pertambahan jumlah
penduduk di daerah tersebut disebabkan oleh adanya arus pendatang / migran dari
daerah lain, khususnya dari Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi Sumatera Utara.
Sedangkan rata-rata pertambahan jumlah penduduk di wilayah Propinsi Jambi yang
relatif tinggi terjadi di Desa Lubuk Mandrasah.
b. Agama
Sebagian besar (sekitar 87 %) penduduk yang tinggal di daerah penyangga
TNBT beragrama Islam, sekitar 10 % beragama Kristen yang sebagian besar
merupakan suku pendatang dari Sumatera Utara, dan sekitar 3 % masih memegang
agama adat yang umumnya adalah masyarakat Talang Mamak.
65
Kecamatan
Batang Cinaku
Indragiri Hulu
Batang Gansal
Indragiri Hilir
Kemuning
Desa
Jumlah
Jiwa
1. Sanglap *
2. Lahai Kemuning
3. Sipang
4. Alim
5. Puntianai
6. Aur Cina
7. Pejangki
8. Rantau Langsat **
9. Siambul
10. Usul
11. Talang Lakat
12. Sungai Akar
13. Keritang
14. Batu Ampar
15. Selensen
777
1.228
600
707
567
1.647
300
1.273
1.398
1.261
2.015
6.182
4.172
2.711
2.124
520
1.572
822
433
8.748
3.057
2.274
Propinsi Jambi
Tebo
Sumai
Tengah Ilir
Merlung
Tanjung Jabung
Barat
Tungkal Ulu
22. Suban
Jumlah
44.388
Keterangan :
* desa enclave (dalam kawasan TNBT)
** memiliki 5 dusun di dalam kawasan TNBT
c. Budaya
Bagi sebagian masyarakat tradisional, hutan merupakan bagian penting dalam
kehidupan adat maupun dalam menjalankan ritual, karena sebagian besar peralatan
adat tersebut berasal dari hutan. Selain itu, konsepsi hutan sangat penting bagi
masyarakat Melayu dan Talang Mamak karena hutan merupakan bagian kosmologi
yang penting dalam kehidupan alam nyata maupun gaib.
Masyarakat lokal khusunya Melayu dan Talang Mamak masih mengenal
beberapa puaka (hutan keramat) dan juga mengenai cerita-cerita kejadian alam
yang dapat mendukung konservasi. Salah satu kawasan yang dijaga dan dinilai
angker adalah Goa Pintu Tujuh, Bukit Tobat, beberapa daerah puaka di sepanjang
Sungai Gangsal.
66
Masyarakat Melayu dan Talang Mamak masih kental adat, pepatah mereka
menyatakan biar mati anak asal jangan mati adat menunjukkan betapa mereka
mengangungkan adat diatas kepentingan yang lainnya. Mereka juga memiliki cerita
tentang hewan dan legenda alam di sekitar hutan mereka. Misalnya harimau
merupakan anak manusia yang pergi ke hutan untuk menguasai hutan, begitu juga
gajah dikenal sebagai datuk lumahan yang dipersepsikan memiliki kekuatan besar.
dewa babi tunggal merupakan dewa pembawa rejeki dan legenda Pintu tujuh yang
menceritakan kedurhakaan anak terhadap ibunya.
d. Pendidikan
Generasi tua dari penduduk yang tinggal di daerah penyangga TNBT pada
umumnya buta huruf, hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa membaca dan
menulis. Namun generasi muda dari mereka pada umumnya sudah mengenal
pendidikan. Rata-rata anak-anak hanya bersekolah hingga jenjang SD, hanya sedikit
dari mereka yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sarana
67
Kepala Balai
Seksi Pengelolaan TN
Wilayah I Tebo
Seksi Pengelolaan TN
Wilayah II Belilas
Kelompok Jabatan
Fungsional
Gambar 13. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh
68
perlindungan
hutan,
pengendalian
kebakaran
hutan
dan
penegakan hokum
4) Meningkatkan pemanfaatan obyek wisata alam dan pengembangan bina cinta
alam bagi masyarakat sekitar TNBT
5) Meningkatkan upaya pemanfaatan tumbuhan liar dari dalam kawasan TNBT
6) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, sarana dan
prasarana
7) Meningkatkan peran serta masyarakat dan para pihak dalam kemitraan
pengelolaan TNBT.
3. Sumber Daya Manusia
Keadaan sumberdaya manusia (SDM) Balai TNBT berdasarkan jabatannya
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Keadaan SDM Balai TNBT Berdasarkan Jabatannya
No.
Jabatan
Jumlah
1.
2.
3.
Kepala Balai
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Kepala Seksi Pengelolaan Taman
Nasional (SPTN)
1 orang
1 orang
2 orang
4.
Fungsional
54 orang
5.
6.
7.
Fungsional Umum
Honorer
Kontrak
Keterangan
23 orang
5 orang
4 orang
Jumlah
90 orang
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNBT tahun 2009
69
4. Anggaran
Keadaan anggaran pengelolaan Balai TNBT periode lima tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Keadaan Anggaran Pengelolaan Balai TNBT
Sumber
No.
Tahun Anggaran
DIPA 69 (Rp)
DIPA 29 (Rp)
1.
2005
622.245.000,- 2.262.319.000,2.
2006
693.140.000,- 4.225.056.000,3.
2007
500.390.000,- 4.742.022.000,4.
2008
4.368.370.000,5.
2009
5.374.548.000,Sumber : Laporan Statistik Balai TNBT tahun 2009
Jumlah (Rp)
2.884.564.000,4.918.196.000,5.242.412.000,4.368.370.000,5.374.548.000,-
70
Resort
Luas (ha.)
1.
Resort Suo-Suo
18.832
57
2.
14.168
64
3,
Resort Lahai
34.365
46
4.
Resort Siambul
38.417
38
12.370
26.071
28
35
5.
Resort Talang Lakat
6.
Resort Keritang
Sumber : Balai TNBT dan FZS (2008)
71
1. Integrasi Kebijakan
Integrasi kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dari program
pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu dalam konteks kebijakan pemerintah
pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi (Kay dan Alder, 1999).
Integrasi kebijakan pengelolaan TNBT dalam suatu wilayah pembangunan pada
tingkat nasional, propinsi dan kabupaten, sebagai berikut
a. Tingkat Nasional
Pada tingkat nasional terdapat beberapa kebijakan yang terkait dengan
pengelolaan daerah penyangga taman nasional dan ekowisata di kawasan taman
nasional, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
72
8)
10)
11)
Nomor
49/Kpts/Dj-VI/1997
tentang
2)
3)
4)
5)
2)
3)
pengembangan
Belum adanya Keputusan Menteri yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari
PP, seperti dimaksud Pasal 56 PP No. 68/1998.
73
2)
Instruksi dan Surat Edaran Mendagri tidak ditindak lanjuti dengan penyusunan
peraturan terkait di tingkat daerah.
3)
4)
5)
tentang
Wilayah
74
Berdasarkan draft RTRW Propinsi Riau tahun 2009 seperti dapat dilihat
pada Gambar 16, kawasan TNBT ditetapkan sesuai SK Menteri Kehutanan
No.607/KPTS-II/2000 tanggal 21 Juni 2002 dengan luas 111.223 ha.
Kawasan
hutan yang berbatasan langsung dengan TNBT ditetapkan sebagai hutan lindung
dan penyangga TNBT. Kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung adalah
kawasan hutan yang mempunyai topografi berat dan mempunyai fungsi penting dari
aspek hidroorologis, seperti kawasan hutan di Desa Sipang, Desa Alim, Desa
Talang Lakat, Desa Rantau Langsat, Desa Siambul, Desa Usul, Desa Keritang, dan
Desa Batu Ampar. Sedangkan kawasan yang ditetapkan sebagai penyangga TNBT
adalah kawasan hutan yang berdampingan dengan kawasan TNBT yang berada di
wilayah Desa Selensen, Desa Lahai, Desa Sungai Akar, Desa Punti Anai dan
Desa Aur Cina.
Sedangkan berdasarkan draft RTRW Propinsi Jambi tahun 2009 seperti dapat
dilihat pada Gambar 17, kawasan TNBT ditetapkan sesuai SK Menteri Kehutanan
No.607/KPTS-II/2000 tanggal 21 Juni 2002 dengan luas 33.000 ha.
Sedangkan
kawasan hutan yang berbatasan langsung dengan TNBT ditetapkan sebagai hutan
produksi terbatas dan hutan produksi. Kawasan hutan tersebut merupakan bekas
areal konsesi HPH yang masih memiliki potensi tegakan cukup besar, karena
sebagian perusahaan HPH menghentikan aktifitasnya sebelum berakhirnya masa
konsesi.
Berdasarkan hasil
penataan ruang daerah penyangga TNBT masih sering menimbulkan masalah. Hal
tersebut terjadi karena tidak konsistennya implementasi kebijakan penataan ruang
pada tingkat lapangan misalnya adanya tumpang tindih antar sektor.
75
76
77
Bentuk kebijakan lain pada tingkat propinsi yang berkaitan dengan pengelolaan
TNBT dan
bersama
tersebut
ditandatangani
oleh
Direktur
Jenderal
PHKA
KLH,
Dokumen deklarasi
Untuk
78
Mengembangkan
potensi
wisata
dengan
stakeholders
Sedangkan kebijakan
sektor pariwisata
79
Sebagai salah satu contoh adalah dalam hal penetapan daerah penyangga taman
nasional.
penyangga taman
nasional ditetapkan
oleh
daerah
beberapa propinsi. Dengan kondisi tersebut maka banyak taman nasional yang
sampai saat ini daerah penyangganya belum ditetapkan secara definitif.
Demikian pula koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten
dalam hal pengelolaan taman nasional dan daerah penyangganya belum berjalan
secara intensif.
mengurusi taman nasional dan daerah penyangganya baik pada tingkat pemerintah
kabupaten/ kota maupun pemerintah propinsi. Sebagai salah satu contoh
berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 660.1/269/V/Bangda Tahun
1999, Tim Koordinasi Pengelola Daerah Penyangga Kawasan Konservasi diatur
secara berjenjang mulai tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, sampai
tingkat propinsi. Namun dalam implementasinya tim koordinasi tersebut tidak pernah
terbentuk.
Selain belum konsistennya kebijakan dan belum intensifnya koordinasi baik
pada tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten, para pihak terkait (stakeholders)
juga
perlu
harus
mengetahui kegiatan apa saja yang dapat dan tidak dapat diintegrasikan dan
bagaimana cara mengintegrasikannya.
2. Integrasi Fungsional
Integrasi fungsional berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan
pengelolaan seperti
sasarannya.
80
dan
Nasional
pada
prinsipnya
terpisah
dengan
sistem
perencanaan
ruang
merupakan
salah
satu
cara
dalam
mengalokasikan
Berdasarkan Tata
Ruang Daerah Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Indragiri Hilir, status
kawasan TNBT adalah kawasan konservasi, sedangkan kawasan hutan yang
berbatasan langsung dengan TNBT ditetapkan sebagai arahan pembangunan
kehutanan dan perkebunan.
Sedangkan
Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, kawasan TNBT ditetapkan
sebagai kawasan lindung, sedangkan daerah penyangganya ditetapkan sebagai
kawasan hutan produksi terbatas untuk pembangunan HPH, HTI, pertambangan
skala kecil.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dalam pelaksanan penataan
ruang
81
1)
Areal konsesi tambang batu bara (PT. RBH ) hanya berjarak sekitar 100 meter
dari batas kawasan TNBT, yakni di Desa Rantau Langsat Kec. Batang Gansal
Kab. Indragiri Hulu. Padahal sesuai ketentuan yang berlaku untuk kawasan
konservasi yang telah ditata batas jarak minimal dengan kegiatan non
kehutanan adalah 500 meter.
2)
Adanya tumpang tindih antar sektor, seperti tumpang tindih antara areal
konsesi pertambangan batu bara dengan areal IUPHHK .
3)
Berdasarkan hasil
investigasi yang dilakukan oleh Balai TNBT, areal IUPHHK tersebut berjarak
sekitar 350 meter dari batas kawasan TNBT, padahal sesuai ijin yang diberikan
seharusnya areal IUPHHK tersebut berada pada jarak yang cukup jauh dengan
batas kawasan TNBT
Peta tata ruang daerah penyangga TNBT dapat dilihat pada Gambar 18.
kegiatan pengelolaan
ekowisata yang dilakukan secara bersama oleh Balai TNBT dan Pemerintah
Kabupaten Indragiri Hulu.
yang telah dilakukan oleh Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata
82
Integrasi ini
menjamin bahwa isu-isu relevan yang muncul dari hubungan secara fisik-biologi,
sosial dan ekonomi ditangani secara cukup. Integrasi ini membutuhkan berbagai
ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya alam (Kay
dan Alder, 1999). .
Dalam penelitian ini kondisi keintegrasian pengelolaan TNBT secara sistem
dikaji berdasarkan aspek pemanfaatan sumberdaya alam di daerah penyangga
TNBT.
Berdasarkan
hasil
pengamatan
ditemukan
adanya
pemberian
ijin
83
kawasan taman nasional tetapi juga dengan kehidupan masyarakat sekitar (sosial
ekonomi dan budaya) dan pembangunan sektor lain. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa pengelolaan taman nasional memerlukan dukungan kuat dari pemerintah
daerah yang mempunyai otoritas pembangunan di daerah.
Tidak adanya kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan taman
nasional
menyebabkan
lemahnya
integrasi
pengelolaan
taman
nasional,
ayat
(1)
undang-undang
tersebut
menyatakan
bahwa
Dalam
rangka
84
Penelitian dilakukan
hasil
pengamatan
dan
wawancara
dengan
masyarakat
responden
tinggal di kawasan TNBT, dan 30% menyatakan tidak mengetahui kalau tinggal di
kawasan TNBT.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan
TNBT adalah murni masyarakat tradisional yang telah tinggal di kawasan TNBT
secara turun temurun. Namun demikian walaupun mereka telah tinggal di kawasan
TNBT sejak lahir ada sebagian dari mereka yang belum mengetahui kalau mereka
tinggal di kawasan taman nasional.
Berkaitan dengan persepsi masyarakat tradisional terhadap pengelolaan
TNBT, dari hasil penelitian didapatkan bahwa sekitar 22% responden menyatakan
85
mengetahui tujuan pengelolaan taman nasional, dan sebagian besar lainnya (78%)
belum mengetahui maksud dan tujuan pengelolaan taman nasional. Kondisi tersebut
cukup memprihatinkan karena ternyata walaupun masyarakat tradisional telah
tinggal di kawasan TNBT secara turun temurun, namun sebagian besar mereka
masih belum mengetahui maksud / tujuan pengelolaan taman nasional.
Masyarakat tradisional yang mengetahui tujuan pengelolaan taman nasional
menyatakan bahwa taman nasional dikelola dengan tujuan untuk mempertahankan
keberadaan hutan, melindungi binatang buas, melindungi jernang, petai dan jenis
tumbuhan lain yang bermanfaat, dan melindungi masyarakat Suku Talang Mamak.
Tingkat pengetahuan responden terhadap tujuan pengelolaan taman nasional dapat
dilihat pada Gambar 19.
22%
Keterangan :
Tahu
Tidak tahu
78%
Gambar 19.
alam.
kegiatan yang
86
telah memiliki konsep pengelolaan ruang / wilayah secara tradisional. Batas antara
kampung dengan kampung lainnya diatur dengan baik. Dalam pembatasan wilayah
mereka mengenal pepatah "Cucur Ayik Sinding Pematang" di mana batas antara
batin atau kampung dibatasi oleh sungai dan aliran sungai ke induk sungai.
Selain itu mereka juga mengenal
dikeramatkan dan dipercayai adanya roh-roh gaib dari leluhur yang bersemayam di
daerah tersebut. Pada kampung juga terdapat banyak sialang (pohon yang
dihinggapi lebah yang menghasilkan madu). Menebang pohon sialang merupakan
kesalahan kedua setelah membunuh manusia. Jika pohon sialang tertebang maka
masyarakat akan mengadakan upacara menebus kematian pohon kehidupan
dengan memberi sepucuk kain putih. Kalau sialang tertebang akan dilakukan denda
baik bagi masyarakat setempat ataupun pihak luar.
Sialang juga mempunyai fungsi sosial karena dalam pemanfaatan madu
semua unsur dalam masyarakat mendapatkannya, dan fungsi ekonomi, karena satu
pohon sialang bisa menghasilkan madu yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaan
wilayah masyarakat Suku Melayu dan Talang Mamak memiliki pepatah " tindik dabu,
lupak pendanauan, sialang pendulangan, cucur ayik sinding pematang" (sesuatunya
didasarkan pada adat, sungai dilindungi untuk mendapatkan ikan, sialang untuk
mendapatkan madu, batas desa dan kekuasaan didasarkan pada sungai yang
mengalir pada sungai besar (DAS).
Berkaitan dengan keterlibatan masyarakat tradisional dalam kegiatan
ekowisata di TNBT, dari hasil penelitian didapatkan bahwa 66 % masyarakat
tradisional menyatakan terlibat dalam kegiatan ekowisata di TNBT, dan 34
menyatakan tidak terlibat
TNBT.
Adapun bentuk
ekowisata
memperbanyak kawan.
adalah
menambah
pengetahuan/
pengalaman
dan
87
Keterangan :
34%
Terlibat
Tidak terlibat
66%
Gambar 21.
Keterangan :
33%
46%
12%
Tidak tamat SD
SD
SLTP
SMU
9%
88
pendidikan tingkat lanjut, kurangnya biaya sekolah, dan adanya keengganan dari
para orang tua untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang lebih
tinggi setelah tamat sekolah dasar.
Tingkat
Keterangan :
Tahu
Tidak tahu
41%
59%
masyarakat sekitar.
Berkaitan dengan manfaat taman nasional bagi kehidupan masyarakat, dari
hasil penelitian didapatkan bahwa 78% responden menyatakan mendapatkan
manfaat dari kawasan TNBT dan 22% menyatakan tidak mendapatkan manfaat.
Masyarakat yang mendapatkan manfaat menyatakan bahwa kawasan TNBT
bermanfaat bagi kehidupan mereka dalam hal (diurut berdasarkan yang paling
sering disebut): jasa lingkungan (air dan udara bersih), wisata alam, hasil hutan
non kayu (buah, jernang, madu, rotan dll.), dan satwa liar
89
Keterangan :
Terlibat
Tidak terlibat
87%
Gambar 23.
yang
90
Granit merupakan
lokasi
ekowisata
TNBT
yang
mempunyai
aksessibilitas paling mudah dikunjungi karena berada pada jarak hanya sekitar 13
km dari jalan Lintas Timur Sumatera, tepatnya di Desa Talang Lakat Kecamatan
Batang Gangsal, Kab. Indragiri Hulu. Lokasi tersebut disebut Camp Granit, karena
sebelum ditunjuk sebagai kawasan taman nasional, terdapat camp perusahaan
pertambangan batu granit PT. Isatama Bumi Nusa. Sejak kawasan tersebut ditunjuk
sebagai taman nasional, lokasi tersebut dikembangkan sebagai obyek ekowisata
dan bekas camp tersebut difungsikan sebagai Pusat Pelatihan Pemadam Kebakaran
Hutan sekaligus sebagai sarana pendukung ekowisata (visitor centre, information
centre, dan akomodasi).
91
Kondisi bentuk lahan (land form) Camp Granit dengan topografi berat
memberikan keuntungan tersendiri karena dikelilingi lembah dan bukit sehingga
memungkinkan untuk melihat panorama alam perbukitan. Sambil menikmati
indahnya panorama alam, ekowisatawan dapat mendengarkan suara berbagai jenis
primata seperti owa (Hylobates agilis), siamang (Hylobates syndactylus), dan lutung
( Presbytis cristata), serta dapat melihat beranekaragam jenis burung.
Panorama alam Camp Granit akan semakin menarik di pagi hari atau sore hari
dimana aktifitas jenis-jenis primata dan burung tersebut meningkat, ditambah lagi
oleh indahnya kabut tipis yang menutupi kawasan perbukitan.
merupakan air terjun yang jatuh dari puncak bukit batu granit dengan ketinggian
sekitar 20 m. Air terjun tersebut terbentuk akibat proses penambangan batu granit
yang memotong bukit tempat mengalirnya Sungai Akar yang kemudian menyisakan
suatu tebing terjal dan air terjun yang jatuh dari puncak tebing tersebut. Di atas
lokasi air terjun terdapat hamparan tanaman anggrek tanah (Spathoglotis plicata
Blume) sehingga sering disebut dengan kebun anggrek. Pada waktu berbunga akan
92
diantaranya
Shorea
abovoidae dan Shorea acuminate. Pada puncak Bukit Lancang ekowisatawan dapat
melihat pohon mersawa dengan ukuran raksasa berdiameter lebih dari dua meter
serta jenis flora langka lainnya seperti pasak bumi (Eurycoma longifolia). Selain
dapat menikmati keanekaragaman jenis flora, dengan melalui jalur trecking tersebut
ekowisatawan akan menikmati tantangan mendaki bukit ber-topografi curam dan
licin.
d) Keanekaragaman Jenis Fauna Bukit Tengkorak
Keanekaragaman jenis fauna dapat ditemukan di jalur Trecking Bukit
Tengkorak. Pada jalur trecking yang terletak di sebelah utara Camp Granit dengan
panjang sekitar 3,5 km dan dengan waktu tempuh selama 2 3 jam tersebut
ekowisatawan dapat mengamati berbagai jenis burung seperti
Cucak kuricang
93
pengalaman berupa berjalan melalui batu-batu sungai yang besar dan berlapis-lapis.
Beberapa jenis flora yang dapat ditemukan pada jalur tersebut antara lain anggrek,
jernang, rotan, pinang dan liana.
dengan jalan kaki selama sekitar 3 jam melewati hutan dan menyusuri Sungai
Kuning. Nama Sutan Limbayang diambil dari nama pendahulu masyarakat Talang
Mamak. Menurut kepercayaan masyarakat setempat konon air terjun ini merupakan
tempat keramat dan kerap dijadikan sebagai tempat bersemedi.
Air terjun Sutan Limbayang memiliki tinggi sekitar 25 meter dan menurut
informasi dari masyarakat airnya tidak pernah kering. Kondisi di sekitarnya masih
sangat alami dengan dikelilingi rimbunnya vegetasi hutan hujan tropis yang masih
asli, ada dua pohon besar jenis pulai dan jelutung yang kokoh berdiri tegak seakanakan menjadi pengawal setia air terjun. Keunikan lain dari air terjun tersebut adalah
tebing air terjun yang nampak seperti tersusun atas empat susunan batuan.
94
Gangsal dengan menggunakan perahu atau rakit merupakan atraksi ekowisata yang
sangat mengasikkan.
sekitar 15 m. Lokasi air terjun tersebut dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama
sekitar 2 jam dari lokasi pemukiman penduduk di Desa Rantau Langsat. Di sekitar
air terjun terdapat areal untuk berkemah yang biasa digunakan ekowisatawan.
i) Budaya Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak
sepanjang Sungai Batang Gangsal. Suku tersebut memiliki budaya yang sangat
menarik misalnya pelaksanaan upaca pernikahan, sunatan, kelahiran, pengobatan
dan penghormatan roh yang telah meninggal. Selain itu ekowisatawan dapat melihat
kehidupan sehari-hari Suku Talang Mamak yang sangat dekat dengan alam.
95
Peta lokasi obyek ekowisata yang berada di Camp Granit dan jalur Sungai
Batang Gangsal disajikan pada Gambar 27. dan 28.
Gambar 27.
Camping ground
96
dengan penuh
ekowisatawan dengan akrab dan ramah sesuai dengan adat dan tradisi mereka.
Terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas ekowisata Balai TNBT, 37,5 %
ekowisatawan menyatakan petugas telah melayani dengan ramah, dan 62,5 %
ekowisatawan menyatakan petugas telah melayani dengan cukup ramah.
b. Aksessibilitas
Aksesibilitas
mencakup
keseluruhan
infrastruktur
transportasi
yang
97
Pekanbaru ke Rengat Barat lebih baik dibandingkan dengan kondisi jalan dari Kota
Jambi. Demikian pula kondisi jalan dari Kota Jambi ke Rengat Barat disamping
sangat jauh juga berbelolk-belok sehingga sering kurang menyenangkan bagi
ekowisatawan.
Dari Kantor Balai TNBT ke lokasi TNBT ditempuh melalui Jalan Lintas Timur
Sumatera dengan jarak sekitar 60 km dan waktu tempuh sekitar satu jam.
Dari jalan Lintas Timur Sumatera, terdapat tiga jalan masuk ke lokasi ekowisata
TNBT, yakni : 1) Dari Simpang Pendowo Desa Keritang ke Simpang Datai (batas
kawasan TNBT) sepanjang sekitar 20 Km, 2) Dari Simpang Granit Desa Talang
Lakat ke lokasi ekowisata Camp Granit sepanjang 13 Km, dan 3) Dari Simpang
Siberida Desa Siberida ke Desa Rantau Langsat sepanjang 15 Km.
Jalur pertama
merupakan jalan bekas HPH yang berupa jalan tanah dimana pada saat musim
hujan kondisinya berlumpur dan hanya bisa dilalui kendaraan roda empat double
gardan atau kendaraan roda dua. Jalur kedua merupakan jalan bekas perusahaan
tambang batu Granit yang berupa jalan diperkeras. Karena kondisi topografi yang
terjal dan kurangnya perawatan, sebagian besar jalan tersebut sudah rusak, namun
masih bisa dilalui oleh semua jenis kendaraan roda empat dan roda dua. Kedua
jalan tersebut melalui kawasan hutan produksi eks HPH yang sebagian telah
dirambah oleh masyarakat untuk dijadikan kebun sawit.
merupakan jalan kabupaten yang kondisinya sebagian sudah diaspal dan sisanya
baru diperkeras. Jalur tersebut melalui beberapa desa penyangga TNBT. Pada
ketiga jalan masuk ke lokasi ekowisata TNBT tersebut belum tersedia sarana
angkutan umum kecuali ojek.
98
Balai
TNBT telah melakukan beberapa bentuk kegiatan promosi dan publikasi. . Kegiatan
promosi dan publikasi dilakukan dalam bentuk pembangunan
pusat informasi
pemasangan billboard, penerbitan media cetak seperti leaflet, booklet, poster dan
kalender.
hasil
pengisian
kuesioner
didapatkan
bahwa
36,1%
99
Saat ini terdapat 2 orang pegawai Balai TNBT yang secara khusus
1.000,-
ke
untuk wisatawan
Harga tiket masuk
kendaraan roda dua sebesar Rp 1.000,- dan roda empat sebesar Rp 2.000,-
100
berasal dari luar wilayah tiga kabupaten tersebut, seperti Pekanbaru, Medan, Jambi,
dan Bandar Lampung
Berdasarkan kelas umurnya, 55% ekowisatawan berumur antara 31 40
tahun, 25% berumur antara 41 50 tahun, 13% berumur 20 -30 tahun, dan 7%
berumur lebih dari 51 tahun.
Pasca Sarjana.
berpenghasilan 3,5 6,5 juta rupiah, dan 5% berpenghasilan 500 ribu 1, 5 juta
rupiah. Persentase jumlah ekowisatawan berdasarkan tingkat pendidikannya dapat
dilihat pada Gambar 31. Sedangkan daftar jumlah ekowisatawan TNBT mulai
tahun 1999 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.
2%
Keterangan :
5%
35%
38%
SD
SLTA
Diploma
Sarjana
Pasca Sarjana
20%
101
TNBT berasal dari daerah kabupaten di sekitar kawasan TNBT dengan tingkat
pendidikan SLTA dan Sarjana serta bekerja sebagai PNS dan pegawai swasta.
Terhadap besarnya nilai tariff tersebut, 60% ekowisatawan menyatakan tidak
terlalu mahal dan 40% lainnya menyatakan terlalu mahal. Terhadap kondisi
pelayanan secara keseluruhan, 55% ekowisatawan menyatakan bahwa pelayanan
yang diberikan sudah cukup baik, 25% menyatakan baik, dan 20% menyatakan
kurang baik.
Sedangkan
ekowisatawan
52,5%
terhadap
kondisi
sarana-prasarana,
tanggapan
ekowisatawan
menyatakan kondisi sarana-prasarana ekowisata TNBT saat ini masih kurang baik,
40% menyatakan sedang atau cukup baik, dan hanya 7,5 % yang menyatakan
sudah baik.
Secara umum, sebagian besar (62,5%) ekowisatawan menyatakan cukup puas
dengan pelayanan yang diberikan oleh pengelola ekowisata TNBT, 35%
menyatakan puas, dan hanya 2,5 % yang menyatakan tidak puas.
Selama melakukan kunjungan ke lokasi ekowisata TNBT,
sebagian besar
102
ke TNBT, namun
kegiatan promosi yang dilakukan oleh Balai TNBT belum intensif karena
keterbatasan anggaran,
3) Kondisi hutan TNBT yang masih asli / alami menjadi faktor yang paling menarik
bagi ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT, namun di kawasan TNBT terjadi
perladangan berpindah yang merusak hutan alam.
4) Menurut ekowisatawan, pelayanan oleh petugas Balai TNBT sudah cukup baik
namun jumlah petugas yang melayani ekowisata masih belum memadai
Terhadap kondisi pengelolaan ekowisata TNBT, ekowisatawan memberi saran
sebagai berikut : 1) Perlu adanya peningkatan promosi (28%), 2) Pengembangan
sarana-prasarana termasuk perbaikan jalan akses (27,1%), 3) Pengembangan
atraksi (jumlah / daya tarik) ekowisata (22,9%), dan 4) Peningkatan pelayanan
pengunjung (22%).
Peningkatan promosi
22%
28%
23%
27%
Pengembangan
sarana-prasarana
Pengembangan atraksi
ekowisata
Peningkatan
pelayanan
didapatkan bahwa
pendapatan
masyarakat.
Selain
itu
masyarakat
berharap
ekowisatawan TNBT menghormati adat dan budaya masyarakat setempat dan ikut
menjaga hutan alam TNBT. Selain keterlibatan masyarakat sebagai
pemandu,
103
pengelolaan obyek wisata lain yang ada di sekitar TNBT seperti Danau Raja di Kota
Rengat .
ekowisata TNBT
diharapkan
juga dapat
104
pengambilan
keputusan
strategis
selalu
berkaitan
dengan
Dengan
demikian kegiatan perencanaan strategis harus melibatkan dan menganalisis faktorfaktor strategis suatu organisasi yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman (Rangkuti, 1998).
Faktor-faktor strategis Balai TNBT dalam mengembangkan pengelolaan TNBT
secara terintegrasi berbasis ekowisata dirumuskan berdasarkan analisis SWOT.
Berdasarkan faktor-faktor strategis tersebut dirumuskan strategi dan alternatif
kebijakan dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis
ekowisata. Selanjutnya untuk menentukan prioritas kebijakan yang perlu dilakukan
oleh Balai TNBT dalam
mengidentifikasi
faktor-faktor
strategis
dalam
pengembangan
2) persepsi dan
dan 4)
3)
peta kondisi
tutupan hutan TNBT, peta tata ruang daerah penyangga TNBT, dan laju kerusakan
hutan TNBT (hasil analisis spasial).
Berdasarkan
hasil
analisis
didapatkan
faktor
Internal
(kekuatan
dan
kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang bersifat strategis,
sebagai berikut :
105
a. Kekuatan
Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kekuatan
(strength) dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis
ekowisata dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 . Nilai Pengaruh dari Faktor yang Bersifat Strategis Sebagai
Komponen Kekuatan dalam Pengembangan Pengelolaan TNBT
secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata
NILAI
FAKTOR
BOBOT
PERINGKAT
PENGARUH
A.
0,3
1,2
B.
0,3
0,9
C.
0,2
0,8
D.
0,1
0,2
E.
0,1
0,2
3.30
Jumlah
Heegaard (1993), di kawasan TNBT terdapat sekitar 59 jenis mamalia dan 193
jenis burung atau sepertiga dari jenis burung yang ada di Pulau Sumatera.
2) Kekhasan dan kelangkaan spesies flora / fauna
Keberadaan spesies flora dan fauna langka menjadi daya tarik tersendiri bagi
ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT. Kawasan TNBT memiliki kekayaan flora
yang tinggi, diantara beberapa jenis flora tersebut terdapat jenis-jenis unik dan
106
langka,
seperti
cendawan
muka
(Johannesteijsmannia altifrons),
rimau
(Rafflesia
hasseltii),
salo
Sedangkan
Heegaard (1993), kawasan TNBT merupakan habitat yang ideal bagi beragam
jenis satwa terutama jenis endemic Sumatera. Diantara jenis satwa liar tersebut
terdapat jenis-jenis terancam punah dan status perlindungan khusus baik menurut
undang-undang Indonesia, CITES, dan IUCN, seperti harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae) dan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).
3) Keunikan budaya masyarakat tradisional
Keberadaan tiga suku masyarakat tradisional yang tinggal di kawasan TNBT
dan daerah penyangganya, yaitu: Suku Anak Dalam (Suku Kubu atau Orang
Rimba), Suku Talang Mamak, dan Suku Melayu Tua, merupakan salah satu daya
tarik bagi ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT. Beberapa aspek budaya
masyarakat tradisional di kawasan TNBT yang mampu menarik pengunjung adalah:
kerajinan tangan, bahasa, tradisi, kesenian, sejarah, arsitektur, religius, dan
pakaian. Profil ketiga masyarakat tradisional yang terdapat di kawasan TNBT dapat
dilihat pada Gambar 33.
lokasi terdapat panorama alam antara lain : panorama hutan alam di Granit, air
107
terjun Batu Granit, air terjun Papunawan, air terjun Sutan Limbayang, , panorama
Sungai Batang Gansal, dan lain-lain.
5) Tersedianya sarana-prasarana ekowisata
Walaupun jumlahnya relatif masih terbatas, kawasan TNBT telah dilengkapi
dengan beberapa jenis sarana- prasarana ekowisata, seperti ; shelter (5 buah),
pusat informasi (1 buah ), papan interpretasi (6 unit), camping ground (2 lokasi),
rumah pohon (1 buah), jalan trail, MCK (2 unit), dan fasilitas akomodasi (9 kamar).
Sebagian besar sarana-prasarana ekowisata tersebut berada di lokasi ekowisata
Granit.
(weakness)
dalam
pengelolaan
TNBT
secara
108
Tabel 12. Nilai Pengaruh dari Faktor yang Bersifat Strategis Sebagai
Komponen Kelemahan dalam Pengembangan Pengelolaan TNBT
secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata
FAKTOR
A.
B.
C.
D.
E.
BOBOT
PERINGKAT
NILAI
PENGARUH
0,3
1,2
0,2
0,8
0,2
0,8
0,2
0,6
0,1
0,3
3.70
dari Kantor Balai TNBT ditempuh melalui Jalan Lintas Timur Sumatera.
Selanjutnya,
alternatif jalan masuk, yakni : 1) Dari Simpang Pendowo Desa Keritang ke Simpang
Datai,
2)
Granit, dan 3) Dari Simpang Siberida Desa Siberida ke Desa Rantau Langsat. Jalur
pertama dan kedua merupakan jalan
rusak.
sebagian sudah diaspal dan sisanya baru diperkeras. Dengan kondisi jalan dan
belum tersedia sarana angkutan umum kecuali ojek pada ketiga jalur tersebut
menyebabkan rendahnya tingkat aksesibilitas ke lokasi ekowisata TNBT.
2) Belum intensifnya pengembangan daya tarik obyek ekowisata
Seperti yang diuraikan pada Sub Bab V C. jumlah maupun keragaman jenis
obyek ekowisata TNBT masih terbatas.
mengunjungi obyek ekowisata yang lokasinya mudah dijangkau dengan waktu dan
109
biaya yang minimal, seperti yang berada di lokasi ekowisata Camp Granit yang
jaraknya hanya 13 km dari jalan lintas timur Sumatera.
Di lokasi tersebut
ekowisatawan hanya dapat menikmati panorama alam, air terjun, dan melakukan
trecking. Mereka berharap atraksi ekowisata TNBT dapat dikembangkan secara
lebih intensif sehingga menarik minat ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT.
3) Belum intensifnya promosi dan publikasi ekowisata TNBT
Balai TNBT telah melakukan beberapa bentuk kegiatan promosi dan publikasi,
namun karena faktor keterbatasan anggaran, pelaksanaan promosi dan publikasi
tersebut masih belum intensif. Kegiatan promosi dan publikasi yang telah dilakukan
antara lain: membangun pusat informasi (2 unit), pemasangan billboard (2 buah),
penerbitan leaflet (5000 eksemplar per-tahun), booklet (500 eksemplar per-tahun),
poster (500 eksemplar per-tahun) dan kalender (500 eksemplar per-tahun), serta
pembuatan media elektronik berupa film dokumenter ( 1 judul) dan website (1
situs), Selain itu pada beberapa kesempatan Balai TNBT mengadakan penyuluhan
ke masyarakat dan sekolah-sekolah di sekitar kawasan TNBT serta mengikuti
kegiatan pameran (2 kali per-tahun) baik di tingkat kabupaten maupun propinsi.
4) Terjadinya kerusakan hutan akibat perladangan berpindah
Kegiatan perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di
kawasan TNBT pada dasarnya merupakan budaya asli mereka yang telah
berlangsung secara turun temurun. Mereka melaksanakan perladangan tersebut
dengan norma-norma tertentu sehingga tidak merusak lingkungan, misalnya
dilakukan dengan sistem rotasi, tidak dilakukan pada sempadan sungai dan areal
yang mempunyai tingkat kelerengan tinggi. Namun sejalan dengan perkembangan
keadaan, kini sebagian masyarakat tradisional melakukan perladangan dengan tidak
mempertimbangkan kaidah tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan
hutan dan keindahan panorama alam.
110
kerusakan hutan TNBT dibuat dua klasifikasi yaitu kawasan hutan yang terdiri dari
hutan sedang dan hutan rapat, serta kawasan non hutan yang terdiri dari lahan
terbuka, belukar jarang, belukar sedang, belukar rapat, hutan sedang.
Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan citra landsat,
didapatkan bahwa selama periode tahun 19962007 terjadi peningkatan luas
kawasan non hutan di TNBT seperti disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Luas Hutan dan Non Hutan di Kawasan TNBT
Tahun
Hutan (Ha.)
Keterangan
1996
141.976,19
2246,81
2002
138.692,33
5530,67
2007
137.886,22
6336,78
Dari data tersebut dapat dihitung laju kerusakan hutan TNBT antara tahun
1996 sampai tahun 2007 yakni sebesar 371,8 ha per-tahun. Sebagian besar
111
1996
2002
2007
112
4.500
4.000
3.500
3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
2005
Program A
Program B
Program C
Program D
=
=
=
=
2006
2007
2008
2009
Tahun
Administrasi Umum dan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Pengamanan Kawasan TN dan Pengendalian Kebakaran Hutan
Pengelolaan Keanekaragaman Hayati
Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Rata-rata persentase
113
8%
16%
Program
Program
Program
Program
A
B
C
D
74%
A.
B.
C.
0,3
1,2
0,2
0,8
0,2
0,6
114
Tabel 14 (lanjutan)
D.
E.
FAKTOR
Dukungan masyarakat lokal terhadap
ekowisata TNBT
Tersedianya sarana-prasarana pendukung
(hotel, restoran,dll) di sekitar TNBT
Jumlah
BOBOT
0,2
PERINGKAT
2
NILAI
PENGARUH
0,4
0,1
0,4
3,4
dukungan terhadap pengembangan ekowisata TNBT. Hal ini tercermin dari strategi
dan kebijakan pembangunan sektor pariwisata
Hulu.
daerah
sebagai
pendukung
terwujudnya
suasana
kehidupan
115
masyarakat kota yang penuh dengan rutinitas, menyebabkan hidup seakan terus
berpacu dengan waktu. Akibatnya waktu luang semakin sulit didapatkan kecuali
pada hari-hari libur. Kondisi tersebut menyebabkan tumbuhnya kecenderungan
masyarakat kota untuk menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi di alam
terbuka (back to nature).
Apabila dibandingklan
6000000
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
20
07
20
05
20
03
20
01
19
99
19
97
19
95
19
93
19
91
0
19
89
7000000
Tahun
116
Penginapan Irma Bunda (Rengat Barat), Penginapan Cendana (Rengat Barat), dan
penginapan Miki Mutiara (Belilas). Selain hotel / penginapan, ekowisatawan TNBT
juga sering mengunjungi restoran / rumah makan baik yang ada di sekitar Kota
Rengat maupun di sekitar kawasan TNBT yang umumnya menyajikan masakan
melayu dan padang. Sarana pendukung lainya adalah adanya beberapa biro / agen
perjalanan yang melayani jasa transportasi antara Kota Pekanbaru - Rengat
Kawasan TNBT dan Kota Jambi.
Sedangkan di kawasan TNBT, kondisi sarana akomodasi hanya tersedia satu buah
asrama pusat pelatihan pemadam kebakaran (8 kamar) dan satu buah barak
117
petugas (4 kamar) di lokasi Camp Granit yang juga difungsikan sebagai sarana
akomodasi bagi ekowisatawan.
FAKTOR
A.
B.
C.
D.
E.
BOBOT
PERINGKAT
NILAI
PENGARUH
0,3
1,2
0,2
0,6
0,3
0,6
0,1
0,3
0,1
0,3
3,00
118
dan
kenyamanan
merupakan faktor
yang
menjadi
pertimbangan utama bagi wisatawan dalam memilih lokasi yang akan dikunjungi.
Wisawatan tidak akan tertarik untuk berkunjung ke suatu tempat yang dinilainya
tidak nyaman apalagi dapat mengancam keselamatannya, walaupun lokasi tersebut
sangat menarik. Dengan lokasi obyek ekowisata yang relatif terisolir,
wisatawan
berkunjung dalam
kelompok atau dengan pemandu. Selain itu masalah asap yang terjadi hampir pada
setiap musim kemarau di wilayah Propinsi Riau, merupakan faktor lain yang sangat
mengganggu kenyamanan pengunjung TNBT.
2) Terjadinya gangguan hutan (illegal logging) oleh masyarakat sekitar
Masih sering terjadinya gangguan hutan, khususnya illegal logging,
oleh
ekowisata
mencegah dan mengurangi tingkat gangguan tersebut, baik secara pre-emtif, preventif maupun re-presif, namun
di daerah
Peta
penyebaran hotspot di kawasan TNBT dan daerah sekitarnya dapat dilihat pada
Gambar 41.
119
120
Gambar 42.
Gambar 43.
di
sebab itu
mereka
dapat hidup
secara
harmonis
dengan
lingkungannya selama lebih dari seratus tahun yang lalu. Keunikan budaya asli
121
masyarakat tradisional tersebut juga menjadi daya tarik bagi ekowisatawan. Namun
demikian, adanya interaksi antara masyarakat tradisional dengan masyarakat luar
misalnya ketika melakukan kegiatan jual beli hasil hutan seperti jernang dan petai ,
dan interaksi dengan pengunjung TNBT dapat menjadi faktor penyebab perubahan
tata nilai budaya tersebut.
Hal tersebut sesuai pendapat
Liswanti (2004),
kedatangan pihak luar lebih cenderung memisahkan masyarakat lokal dengan hutan
dan sebaliknya melakukan monopoli hutan, hal ini menyebabkan masyarakat
mengalami disintegrasi hubungan dengan hutan yang selama ini telah menghidupi
mereka.
2. Strategi dan Alternatif Program Pengembangan
Hasil analisis terhadap faktor-faktor strategis yang mempengaruhi kondisi
pengelolaan ekowisata TNBT diringkas dalam matrik SWOT yang dapat dilihat pada
Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16. tersebut terdapat empat alternatif strategi untuk
mengembangkan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata, yaitu
:
a). Strategi (SO) : menggunakan kekuatan (S) untuk memanfaatkan peluang
(O).
untuk
menarik minat
122
FAKTOR INTERNAL
S1
S2
S3
S4
FAKTOR EKSTERNAL
S5
Peluang (O)
O1
O2
O3
1.
2.
lokal
O4
O5
3.
Tersedianya
sarana-prasarana
pendukung (hotel, restoran,dll) di
sekitar TNBT
Ancaman (T)
T1
T2
T3
T4
Kelemahan (W)
W1
W2
W3
W4
W5
Strategi (SO)
Dukungan
masyarakat
terhadap ekowisata TNBT
Strategi (WO)
1.
Meningkatkan aksessibilitas
ke lokasi obyek ekowisata
(O1, W1)
2.
Mengintensifkan pengelolaan
ekowisata
dengan
melibatkan dunia usaha (O,
W4)
3.
4.
5.
Strategi (ST)
1.
Meningkatkan
upaya
pengamanan hutan (S1, S2, S3,
T2)
2.
Meningkatkan
upaya
pencegahan kebakaran hutan
(S1, S2, S3, T3)
3.
Meningkatkan
upaya
pengamanan
terhadap
ekowisatawan (S3, S5, T1)
4.
Rendahnya aksessibilitas ke
lokasi obyek ekowisata
Belum
intensifnya
pengembangan daya tarik
obyek ekowisata
Belum intensifnya promosi
dan publikasi ekowisata
Terjadinya kerusakan hutan
akibat
perladangan
berpindah oleh masyarakat
tradisional
Terbatasnya
alokasi
anggaran dan SDM di bidang
ekowisata
Strategi (WT)
1.
2.
T5
123
c).
d.)
kualitas
SDM,
menyempurnakan
rencana
dan
merupakan selisih total nilai pengaruh faktor eksternal (peluang dan ancaman) yakni
sebesar 3,40 3,00 = 0,40.
kekuatan lebih kecil dibandingkan faktor kelemahan, sedangkan nilai EFAS positif
berarti
Berdasarkan nilai IFAS dan EFAS tersebut dibuat diagram Matrik SPACE seperti
pada Gambar 44.
Peluang
0,5 0,4 -
Kuadran 3.
Kuadran 1.
Kelemahan
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
Kekuatan
0,1 0,2 -
Kuadran 4.
0,3 -
Kuadran 2.
0,4 -
Ancaman
124
Dari Gambar 44. dapat dilihat bahwa situasi pengelolaan ekowisata TNBT
berada pada kuadran 3 dimana untuk menghadapi situasi tersebut perlu diterapkan
strategi konservatif, yakni strategi yang dilakukan dengan cara mengatasi
kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Kelemahan yang perlu diatasi adalah: 1)
rendahnya aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata,
2) belum intensifnya
bidang
ekowisata.
Alternatif B.
Alternatif C.
Alternatif D.
Alternatif E.
Menekan
tingkat
kerusakan
hutan
akibat
perladangan
TNBT
Sumatera dengan kawasan TNBT, yaitu jalur dari Simpang Granit ke Camp Granit
dan jalur Simpang Pendowo ke Simpang Datai. Kedua jalur masuk tersebut saat ini
hanya berupa jalan tanah yang diperkeras pasir dan batu sehingga kondisinya
sangat tergantung pada musim. Pada musim kemarau kedua jalur tersebut dapat
dilalui oleh kendaraan roda empat maupun roda dua, sedangkan pada musim hujan
jalur Simpang Pendowo ke Simpang Datai hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda
dua.
125
Sedangkan sarana
melayani
publikasi seperti pameran, media cetak (leaflet, booklet, poster, dan kalender) dan
media elektronik (pemutaran film dan situs di internet). Karena keterbatasan alokasi
anggaran, promosi dan publikasi ekowisata TNBT belum dapat dilaksanakan secara
intensif. Demikian pula halnya dengan daya tarik obyek ekowisata yang sampai saat
ini belum dikembangkan karena faktor keterbatasan anggaran pengelolaan
ekowisata yang dimiliki Balai TNBT.
Salah satu tujuan ekowisatawan mengunjungi TNBT adalah untuk menikmati
keaslian hutan alam. Kawasan TNBT mempunyai hutan hujan tropis dataran rendah
yang kondisinya masih alami. Terjadinya pergeseran budaya masyarakat tradisional
menyebabkan perubahan pola perlangan berpindah yang mereka lakukan.
Sebelumnya masyarakat tradisional melakukan perladangan berpindah dengan
menerapkan sistem rotasi dan tidak melakukan pada sempadan sungai. Namun
saat ini perladangan yang mereka lakukan sudah merusak keaslian hutan alam
TNBT.
126
karena faktor keterbatasan anggaran, waktu, dan SDM yang dimiliki oleh Balai
TNBT.
Untuk menentukan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT
secara terintegrasi berbasis ekowisata dengan mempertimbangkan preferensi dari
aktor yang terlibat, maka dilakukan analisis AWOT yang merupakan integrasi antara
analisis SWOT dan AHP (Analytic Hierarchy Process).
Analytic Hierarchy Process, yaitu suatu metode pengambilan keputusan
dengan kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (Saaty, 1980;
Saaty, 1986).
dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah yang
kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya,
kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu struktur hierarki yang
terdiri dari lima tingkatan.
hierarki
ditentukan
melalui
perbandingan
berpasangan
(pairwise
comparison).
Pada masing-masing tingkatan hierarki,
pakar terpilih
diminta untuk
strategis
SWOT terhadap
alternatif
program
nilai
pelaksanaan
berdasarkan
127
Tujuan
Komponen
SWOT
STRENGHTS
( Kekuatan )
Faktor
SWOT
Alternatif Program
Pengembangan
Aktor
WEAKNES
( Kelemahan )
OPPORTUNITIES
( Peluang )
THREATS
( Ancaman )
Faktor A
0,241
Faktor A
0,151
Faktor A
0,360
Faktor A
0,125
Faktor B
0,189
Faktor B
0,280
Faktor B
0,104
Faktor B
0,243
Faktor C
0,214
Faktor C
0,161
Faktor C
0,273
Faktor C
0,237
Faktor D
0,161
Faktor D
0,157
Faktor D
0,138
Faktor D
0,221
Faktor E
0,195
Faktor E
0,252
Faktor E
0,124
Faktor E
0,175
A.
Meningkatkan
aksessibilitas
ke lokasi obyek
ekowisata
B.
Mengintensifkan
pengelolaan
ekowisata
dengan
melibatkan dunia
usaha
C.
Mengintensifkan
promosi dan
publikasi
ekowisata
D.
Mengembangkan
daya tarik obyek
ekowisata
E.
Menekan tingkat
kerusakan hutan
akibat
perladangan
berpindah oleh
masyarakat
tradisional
0,293
0,119
0,229
0,183
0,176
Pemerintah Pusat /
Balai
Taman Nasional
Pemerintah
Propinsi dan
Kabupaten
Lembaga
Pendidikan dan
Penelitian
Pengusaha /
Swasta
LSM dan
masyarakat
0,272
0,313
0,114
0,123
0,178
128
Program
Program
Program
Program
Program
A
B
C
D
E
Keterangan :
Program A
Program B
Program C
Program D
Program E
:
:
:
:
:
Gambar 46.
ekowisata
129
Gambar 47. Tingkat Peranan Stakeholders Terhadap Pelaksanaan Program Pengembangan Pengelolaan
TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata
pembangunan sarana-prasarana
wisata dan pembangunan daya tarik obyek ekowisata. LSM dan masyarakat
berperan dalam pelaksanaan teknis/ operasional di lapangan. Sedangkan lembaga
pendidikan/ penelitian dapat melakukan kajian dalam pengembangan ekowisata
TNBT dimasa mendatang.
Kelima prioritas program pengembangan tersebut menjadi input / masukan
dalam membangun model dinamik pengembangan pengelolaan TNBT secara
terintegrasi berbasis ekowisata pada Sub Bab V. E.
130
E.
ekowisata dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan
interaksinya.
adalah bagaimana
program
Meningkatnya
131
132
Analisis dilakukan untuk sepuluh tahun dimulai pada awal tahun 2009 dan
berakhir pada tahun 2019. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini
adalah :
1. Ekowisatawan masuk ke kawasan TNBT hanya melalui pintu masuk yang sudah
ditentukan, yaitu: Simpang Siberida, Simpang Granit dan Simpang Pendowo.
2. Setiap ekowisatawan yang datang ke TNBT membeli tiket masuk, dan bagi yang
membawa kendaraan membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Pendapatan masyarakat dihitung berdasarkan pendapatan masyarakat lokal
yang terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata TNBT yang terdiri dari:
penyewa perahu, penyewa mobil, tukang ojek, pemilik rumah makan, pemilik
hotel/ penginapan/ homestay, pemandu/ porter, dan penjual souvenir.
4. Penerimaan pemerintah dihitung berdasarkan hasil pungutan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sudah dilaksanakan di TNBT yaitu pungutan
tiket masuk, retribusi kendaraan roda empat, dan retribusi kendaraan roda dua.
Sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 1998, seluruh penerimaan
pemerintah dari pengelolaan ekowisata TNBT disetor ke kas negara sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
1). Sub Model Ekowisatawan
Sesuai hasil analisis pada Sub Bab V. D terdapat lima prioritas program yang
perlu dilakukan dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi
berbasis ekowisata, yaitu : Prioritas 1. Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek
ekowisata, Prioritas 2. Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata, Prioritas
3. Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata,
usaha.
Penerapan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT tersebut
secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah ekowisatawan
yang berkunjung ke TNBT. Beberapa variabel kunci yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh penerapan prioritas program terhadap peningkatan jumlah
ekowisatawan TNBT adalah: 1)
pelayanan pengunjung,
2) promosi melalui
133
Jenis kegiatan
Volume
promosi
(per-tahun)
Media cetak
2.000 eksp.
Media elektronik
10 kali
Pameran
1 kali
Media cetak
5.000 eksp.
Media elektronik
20 kali
Pameran
2 kali (*)
Keterangan (*) = kondisi sekarang
400 orang
134
Tabel 18.
Jumlah Eko-wisatawan
516 orang
9 lokasi (*)
Keterangan (*) = kondisi sekarang
1316 orang
Jalur kedua
sebagian besar sudah rusak, namun masih bisa dilalui oleh semua jenis
kendaraan roda empat dan roda dua. Sedangkan jalur ketiga merupakan jalan
kabupaten yang kondisinya sebagian sudah diaspal dan sisanya
baru
diperkeras. Kondisi jalur pertama dan kedua yang masih labil dan tergantung
kepada musim sangat berpengaruh terhadap minat
ekowisatawan untuk
berkunjung ke TNBT.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ekowisatawan didapatkan data jumlah
ekowisatawan yang berminat berkunjung pada masing-masing kondisi jalan
akses ke lokasi obyek ekowisata TNBT seperti disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19.
135
perubahan kondisi
Hutan (ha.)
141.976,19
138.692,33
137.886,22
Struktur model dinamik sub model ekowisatawan dapat dilihat pada Gambar 49.
SubModel Ekowisatawan
MediaCetak
Faktor Rotasi
KebutuhanAreautk Wisatawan
Elektronik
Pameran
Luas Yang
DigunakanOWA
Ratewisatawankrnpromosi
Promosi
Layanan
Ratewisatawankrn
Kualitas Layanan
DDF DayadukungFisik
JumlahEkowisatawan
Peningkatan
Pengurangan
Luas Hutan
Kualitas Layanan
PenurunanLuas Hutan
Kualitas OWA
Ratewisatawan
krnKualitas OWA
Luas TN
Luas KerusakanHutan
RateKerusakanHutan
SaranaJalan
Fasilitas JumlahOWA
136
sedangkan
IE = (KL+KOWA+P) / 3
atau
dan
OE = ((1-DDF) + (1-IPK)/2) x JE
atau
yaitu pendapatan
137
masyarakat dari hasil penyewaan perahu, penyewaan mobil, jasa ojek, rumah
makan,
penginapan,
pemanduan,
dan
penjualan
souvenir.
Besarnya
nilai
mendapatkan
pendapatan
TNBT,
Pengunjung
Graph 1
Peny ewa Perahu
Pengguna Ojek
Kelompok
Kelompok 3
Kelompok 2
Lama Sewa perahu
Rumah Makan
Upah
Penginapan n hotel
Table 1
Souv enir
Pedagang
Jumlah RM Untung Hotel Jmlh Hotel
Untung Pedagang
per Orang
Untung RM
Pendapatan
RM
Pendapatan
pemandu
Pendapatan
Souv enir
Pendapatan Hotel
Pendapatan
Sewa mobil
Keb 8
Pendikan 8
Keb Kesehatan
Keb harian 8
Keb 9
Pendikan 9
Keb Kesehatan
Keb harian 9
Penerimaan Ekowisata
Pendapatan Lain
Tukang Ojek
Pengeluaran
P Perahu 2
Pendapatan Lain
Pemilik Mobil
Penerimaan Total
Pendapatan Lain
P Perahu
Keb 10
Pendikan 10
Keb Kesehatan
Keb harian 10
Pengeluaran
P Mobil 2
PengeluaranTotal
Pengeluaran
P Ojek 2
Tabungan
Total Pendapatan Lain
Keb harian 11
Pengeluaran
Pemandu 2
Pendapatan Lain
Pemandu
Pengeluaran
P Souv enir 2
Pendapatan Lain
RM
Pengeluaran
P Hotel 2
Keb Kesehatan 11
Pengeluaran
P RM 2
Keb Pendikan 11
Keb harian 13
Pendapatan Lain
Hotel
Pendapatan Lain
Souv enir
Keb harian 14
Keb 14
Pendikan 14
Keb Kesehatan
Keb 12
Pendikan 12
Keb Kesehatan
Keb 13
Pendikan 13
Keb Kesehatan
Keb harian 12
138
TAB = I O
Keterangan
TAB
= Tabungan (Rp) per Tahun
I
= Penerimaan total dari ekowisata dan pendapatan lain per tahun (Rp)
O
= Pengeluaran total per tahun (Rp)
Sedangkan, I = PL + PE
Keterangan
PL
= total pendapatan lain selain dari ekowisatawan per tahun (Rp)
PE
= total pendapatan bersih dari ekowisatawan per tahun (Rp)
pemungutan
berasal
dari
hasil
penjualan
tiket
masuk
kepada
Berdasarkan
139
ekowisata termasuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang wajib disetor
langsung ke Kas Negara dan dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Besarnya nilai penerimaan pemerintah tersebut secara
langsung dipengaruhi oleh jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT.
Struktur model dinamik sub model penerimaan pemerintah dapat dilihat pada
Gambar 51.
Sub Model Pendapatan Pem erintah
H arga retribus i
roda 2
H arga retribus i
roda 4
H arga Tik et
J um lah R oda 2
J um lah R oda 4
D ari R etribus i R oda 4
D ari roda2
140
1. Simulasi Model
Simulasi adalah kegiatan atau proses percobaan dengan menggunakan suatu
model untuk mengetahui perilaku sistem dan akibat pada komponen-komponen dari
suatu perlakuan pada berbagai komponen. Simulasi dapat berfungsi sebagai
pengganti percobaan di lapangan yang akan banyak menggunakan waktu, tenaga
dan biaya (Suratmo, 2002).
a. Simulasi Sesuai Kondisi Saat Ini
Sesuai dengan Sub Bab V A. bahwa kondisi pengelolaan TNBT saat
ini
tahun yang akan datang sesuai kondisi saat ini (existing condition) dari masingmasing variabel kunci maka dibuat simulasi model seperti
dapat
dilihat pada
Gambar 52.
1: Jumlah Ekowisatawan
1:
2:
3:
2: Penerimaan Ekowisata
3: Pemasukan Pemerintah
30000
3e+009.
60000000
3
1
1:
2:
3:
15000
1.5e+009
30000000
3
1
3
1
1:
2:
3:
0
0
0
1
0.00
Page 1
2.00
4.00
6.00
Years
Gambar 52.
8.00
10.00
141
Jumlah Ekowisatawan
Pendapatan Pemerintah
Pendapatan Masyarakat
1.535
2.166
3.057
4.313
6.086
8.588
12.119
15.542
18.660
21.502
24.090
3.546.000
4.808.111
6.589.090
9.102.249
12.648.596
17.652.886
24.714.495
31.559.962
37.796.943
43.479.526
48.656.990
149.159.361
210.480.432
297.011.276
419.115.912
591.419.120
834.558.091
1.177.654.195
1.510.248.822
1.813.279.483
2.089.374.084
2.340.926.943
ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pada Gambar 52. dan Tabel 21. dapat dilihat bahwa apabila tidak ada
perubahan pada variabel kunci pada sepuluh tahun yang akan datang jumlah
ekowisatawan TNBT meningkat dari 1.535 orang (jumlah pada tahun 2009) menjadi
24.090 orang (jumlah pada tahun 2019).
142
143
Variabel Kunci
Pelayanan
pengunjung
Promosi
melalui
media cetak
Promosi
melalui
pameran
Promosi
melalui
media elektronik
Jumlah
obyek
ekowisata
Kondisi jalan akses
Tingkat
hutan
kerusakan
Kondisi Sekarang
Tingkat 2.
Skenario Pesimis
Tingkat 2.
Skenario Moderat
Tingkat 2
Skenario Optimis
Tingkat 3
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 3
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 3
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 2.
Tingkat 4
Tingkat 1.
Tingkat 1.
Tingkat 2.
Tingkat 3.
Tingkat 1.
Tingkat 2.
Tingkat 1.
Tingkat 1.
Keterangan :
Tingkat Pelayanan Pengunjung
Tingkat 1 : 1 orang petugas ekowisata
Tingkat 2 : 2 orang petugas ekowisata
Tingkat 3 : 3 orang petugas ekowisata
Tingkat Promosi
Tingkat 1 :
Tingkat 2 :
Media cetak
2000 eks
5000 eks
Pameran
1 kali
2 kali
Elektronik
10 kali
20 kali
144
Tingkat 3 :
10.000 eks
3 kali
Tingkat Jumlah Obyek Ekowisata
Tingkat 1 : 7 lokasi
Tingkat 2 : 9 lokasi
Tingkat 3 : 11 lokasi
Tingkat 4 : 13 lokasi
Tingkat Kondisi Jalan Akses
Tingkat 1 : Diperkeras dengan batu dan pasir
Tingkat 2 : Diaspal dengan kualitas biasa
Tingkat 3 : Diaspal dengan kualitas baik (hotmix)
Tingkat Kerusakan Hutan
Tingkat 1 : 0 5 % per tahun
Tingkat 2 : 6 10 % per tahun
Tingkat 3 : 11 15 % per tahun
Tingkat 4 :
> 15 % per tahun
30 kali
2: Penerimaan Ekowisata
3: Pemasukan Pemerintah
11500
1.1e+009
30000000
2
1
2
3
1
3
2
3
1:
2:
3:
6500
600000000
15000000
2
3
1:
2:
3:
1500
100000000
0
Gambar 53.
2
1
0.00
Page 1
2.00
4.00
6.00
Years
8.00
10.00
145
Jumlah Ekowisatawan
Pendapatan Pemerintah
Pendapatan Masyarakat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.535
2.166
3.057
4.313
6.086
8.588
10.178
10.720
8.907
9.498
9.354
3.546.000
4.808.111
6.589.090
9.102.249
12.648.596
17.652.886
20.831.830
21.915.674
18.290.088
19.471.683
19.184.905
149.159.361
210.480.432
297.011.276
419.115.912
591.419.120
834.558.091
989.010.627
1.041.670.383
865.517.269
922.926.356
908.992.915
Pada Gambar 53. dan Tabel 23. dapat dilihat bahwa sesuai dengan skenario
pesimis jumlah ekowisatawan TNBT akan mengalami peningkatan sampai tahun
ketujuh dari 1.535 orang (jumlah pada tahun 2009) menjadi 10.720 orang pada
tahun 2016, dan selanjutnya mengalami penurunan hingga 9.354 orang pada tahun
2019. Demikian pula pendapatan masyarakat dari kegiatan ekowisata TNBT akan
mengalami peningkatan sampai tahun ketujuh dari Rp 149.159.361,- (pendapatan
pada tahun 2009) menjadi Rp 1.041.670.383- pada tahun 2016 dan selanjutnya
mengalami penurunan hingga 908.992.915 pada tahun 2019.
Sedangkan
menjadi Rp
bahwa
keaslian
hutan
alam
sangat
berpengaruh
dalam
146
menjadi diaspal dengan kualitas biasa, sedangkan enam variabel kunci lain tetap
(sesuai kondisi saat ini). Simulasi model pengembangan pengelolaan TNBT secara
terintegrasi berbasis ekowisata
Gambar 54.
1: Jumlah Ekowisatawan
1:
2:
3:
2: Penerimaan Ekowisata
3: Pemasukan Pemerintah
30000
3e+009.
60000000
3
1
3
1:
2:
3:
15000
1.5e+009
30000000
3
1
1:
2:
3:
0
0
0
1
0.00
2.00
Page 1
4.00
6.00
Years
Gambar 54.
8.00
10.00
Jumlah Ekowisatawan
Pendapatan Pemerintah
Pendapatan Masyarakat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.535
2.200
3.154
4.520
6.479
9.286
13.167
16.789
20.170
23.325
26.270
3.546.000
4.876.333
6.783.144
9.516.240
13.433.678
19.048.672
26.810.493
34.054.861
40.816.270
47.126.919
53.016.857
149.159.361
213.795.084
306.439.621
439.230.123
629.563.176
902.373.886
1.279.490.627
1.631.466.252
1.959.976.835
2.266.586.713
2.552.755.932
147
Pada Gambar 54. dan Tabel 24. dapat dilihat bahwa sesuai dengan skenario
moderat jumlah ekowisatawan TNBT akan meningkat dari 1.535 orang (jumlah
pada tahun 2009) menjadi 26.270 orang pada tahun 2019.
Demikian pula
Rp 2.552.755.932,- pada
tahun 2019. Sedangkan penerimaan pemerintah dari ekowisata TNBT juga akan
mengalami peningkatan dari Rp 3.546.000,-
148
1: Jumlah Ekowisatawan
1:
2:
3:
200000
2e+010.
300000000
1:
2:
3:
100000
1e+010.
150000000
2: Penerimaan Ekowisata
3: Pemasukan Pemerintah
3
1:
2:
3:
0
0
0
0.00
2.00
Page 1
4.00
6.00
8.00
Years
Gambar 55.
10.00
Jumlah Ekowisatawan
Pendapatan Pemerintah
Pendapatan Masyarakat
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.535
2.618
4.465
7.616
12.989
22.153
33.207
46.533
62.598
81.965
105.314
3.546.000
5.712.056
9.406.384
15.707.265
26.453.769
44.782.529
66.889.982
93.541.745
125.671.926
164.406.644
211.103.499
149.159.361
254.399.577
433.892.612
740.027.955
1.262.158.789
2.152.681.935
3.226.797.111
4.521.702.628
6.082.783.168
7.964.752.486
10.233.571.53
Pada Gambar 55. dan Tabel 25. dapat dilihat bahwa sesuai dengan skenario
optimis jumlah ekowisatawan TNBT akan meningkat dari 1.535 orang (jumlah pada
tahun 2009) menjadi 105.314 orang pada tahun 2019. Demikian pula pendapatan
masyarakat dari kegiatan ekowisata TNBT akan meningkat dari
Rp 149.159.361,-
149
menjadi Rp
pembangunan wilayah.
2. Daya Dukung Fisik
Untuk mengetahui jumlah ekowistawan maksimal yang dapat ditampung
kawasan TNBT dilakukan perhitungan daya dukung fisik obyek ekowisata sebagai
faktor pembatas. Untuk itu dilakukan simulasi model dengan skenario optimis untuk
tigapuluh tahun yang akan datang seperti pada Gambar 56.
1: Penerimaan Ekowisata
1:
2:
3:
4:
2: Pemasukan Pemerintah
3e+011.
6e+009.
9
3000000
1
1:
2:
3:
4:
1.5e+011
3e+009.
5
1500000
2
3
1:
2:
3:
4:
Page 1
Gambar 56.
0
0
0
0
1
4
1 2
0.00
1
6.00
2
3
12.00
3
18.00
Years
3
24.00
30.00
150
Berdasarkan simulasi tersebut dapat dhitung indeks daya dukung fisik obyek
ekowisata, jumlah ekowisatawan, pendapatan masyarakat
dan penerimaan
pemerintah selama periode tigapuluh tahun yang akan datang seperti disajikan pada
Tabel 26.
Tabe 26.
Tahun
ke0
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Jumlah
Ekowisatawan
1.535
388.755
475.166
579.339
704.926
856.327
1.038.850
1.258.891
1.524.164
1.843.964
2.229.501
2.694.287
Pendapatan
Pemerintah
3.546.000
777.986.889
950.808.572
1.159.154.712
1.410.327.559
1.713.130.379
2.078.176.001
2.518.258.779
3.048.803.017
3.688.403.571
4.459.477.571
5.389.050.117
Pendapatan
Masyarakat
149.159.361
37.776.230.466
46.172.963.950
56.295.692.651
68.499.204.474
83.211.215.949
100.947.363.117
122.329.273.868
148.106.355.163
179.182.058.725
216.645.545.796
261.809.860.765
Berdasarkan Gambar 56. dan Tabel 26. dapat dilihat bahwa daya dukung fisik
obyek ekowisata TNBT akan menjadi faktor pembatas jumlah ekowisatawan pada
tahun ke 26 dimana indeks daya dukung fisik obyek ekowisata sama dengan nol,
artinya kegiatan ekowisata telah menimbulkan kerusakan fisik lingkungan obyek
ekowisata. Pada kondisi tersebut jumlah ekowisatawan TNBT mencapai optimal
yakni
2.229.501
216.645.545.796,-
orang
per
tahun,
per
tahun
dan
pendapatan
penerimaan
masyarakat
sebesar
Rp
pemerintah
sebesar
Rp
ekowisata sehingga indeks daya dukung fisik meningkat (lebih besar dari nol) atau
kegiatan ekowisata tidak menimbulkan kerusakan fisik terhadap lingkungan obyek
ekowisata.
151
ekowisata.
Secara logika semakin intensif promosi yang dilakukan dan semakin berkualitas
obyek ekowisata yang ditawarkan, maka jumlah ekowisatawan yang berkunjung
ke TNBT akan semakin meningkat.
Pada struktur model dapat dilihat bahwa ekowisata TNBT akan memberikan
pendapatan kepada masyarakat yang terlibat dalam kegaitan ekowisata, yaitu;
penyewa perahu, penyewa mobil, tukang ojek, pemandu, pemilik rumah makan,
pemilik penginapan/ hotel, dan penjual souvenir.
Disamping mendapatkan
152
Dengan demikian sesuai model konseptual yang telah ditentukan pada awal Sub
Bab ini, bahwa penerapan kebijakan pengembangan pengelolaan TNBT secara
langsung akan meningkatkan jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT.
Dengan meningkatnya jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT maka
pendapatan masyarakat dan penerimaan pemerintah dari kegiatan ekowisata
akan meningkat
Dengan melihat hasil simulasi model dinamik berdasarkan struktur model yang
telah dibangun yang sesuai dengan konsep empirik seperti diuraikan di atas,
maka model pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis
ekowisata dapat dikatakan valid secara empirik.
Uji kestabilan model dilakukan untuk melihat kestabilan atau kekuatan
(robustness) model dalam dimensi waktu. Model dikatakan stabil apabila struktur
model agregat dan disagregat memiliki kemiripan. Caranya adalah dengan menguji
struktur model agregat yang diwakili oleh sub-sub model yang ada. Uji kestabilan
model berdasarkan struktur model agregat dan dis-agregat disajikan pada Gambar
48. sampai dengan Gambar 51.
memberikan intervensi tertentu pada unsur atau struktur model. Hasil uji sensitivitas
153
adalah dalam bentuk perubahan perilaku dan/atau kinerja model sehingga dapat
diketahui efek intervensi yang diberikan terhadap satu atau lebih unsur dari model
tersebut.
Uji sensitivitas model dilakukan dengan memberikan intervensi / perubahan
tingkatan 7 (tujuh) variabel kunci (tingkat 1 sampai tingkat 5.), sedangkan respon
akibat adanya intervensi ditunjukkan oleh perubahan jumlah ekowisatawan TNBT
per-tahun.
Hasil uji sensitivitas model dapat dilihat pada Gambar 57. sampai
40000
1:
20000
1:
0
0.00
2.50
Page 1
5.00
Years
7.50
10.00
8:59 PM Mon, Jan 03, 2011
30000
1:
15000
1:
0
0.00
Page 1
2.75
5.50
Years
8.25
11.00
9:00 PM Mon, Jan 03, 2011
Gambar 58. Uji Sensitivitas Variabel Promosi Melalui Media Cetak terhadap Jumlah
Pengunjung TNBT.
154
Jumlah Ekowisatawan: 1 - 2 - 3 1:
30000
1:
15000
1:
0
0.00
2.75
Page 1
5.50
Years
8.25
11.00
9:02 PM Mon, Jan 03, 2011
Gambar 59. Uji Sensitivitas Variabel Promosi Melalui Pameran terhadap Jumlah
Pengunjung TNBT.
Jumlah Ekowisatawan: 1 - 2 - 3 1:
30000
1:
15000
1:
0
0.00
2.75
Page 1
5.50
Years
8.25
11.00
9:03 PM Mon, Jan 03, 2011
Gambar 60. Uji Sensitivitas Variabel Promosi Melalui Media Elektronik terhadap
Jumlah Pengunjung TNBT.
Jumlah Ekowisatawan: 1 - 2 - 3 1:
50000
1:
25000
1:
0
0.00
Page 1
2.75
5.50
Years
8.25
11.00
9:04 PM Mon, Jan 03, 2011
Gambar 61. Uji Sensitivitas Variabel Jumlah Obyek Ekowisata terhadap Jumlah
Pengunjung TNBT.
155
Jumlah Ekowisatawan: 1 - 2 - 3 1:
40000
1:
20000
1:
0
0.00
2.75
Page 1
5.50
Years
8.25
11.00
9:06 PM Mon, Jan 03, 2011
Gambar 62. Uji Sensitivitas Variabel Kondisi Jalan Akses terhadap Jumlah
Pengunjung TNBT.
Jumlah Ekowisatawan: 1 - 2 - 3 1:
30000
1:
15000
1:
0
0.00
Page 1
Gambar
63.
2.75
5.50
Years
8.25
11.00
9:07 PM Mon, Jan 03, 2011
156
F. Integrasi Pengelolaan
Berdasarkan uraian pada sub bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
pengembangan ekowisata TNBT yang didasarkan atas azas pengelolaan taman
nasional secara terintegrasi akan mewujudkan tiga tujuan pengelolaan ekowisata
berkelanjutan sesuai pendapat
tujuan ekonomi, dan tujuan sosial, seperti dapat dilihat pada Gambar 64.
TUJUAN
SOSIAL
TUJUAN
EKONOMI
PEMBERDAYAAN
EKONOMI
MASYARAKAT.
- Manfaat bagi
-
masyarakat
Partisipasi dalam
perencanaan,
pendidikan, dan
tenaga kerja.
KONSERVASI
BERKEADILAN
EKOWISATA
BERKELANJUTAN
Keuntungan Jangka
Panjang
- Etika / Moral
Bertanggung Jawab
- Perilaku Positif
INTEGRASI
EKONOMI DAN
LINGKUNGAN
TUJUAN
LINGKUNGAN
157
menekan laju
Integrasi Kebijakan
158
ekowisatawan
Integrasi Fungsional
Stakeholders
secara
terpadu
memberi
pelayanan
terbaik
bagi
Integrasi Kebijakan
Stakeholders
mempunyai
kebijakan
untuk
mengembangkan
obyek
ekowisata TNBT
Integrasi Fungsional
Mengembangkan
kerjasama
dengan
masyarakat
lokal
dalam
159
Integrasi Kebijakan
Integrasi Fungsional
160
Integrasi Kebijakan
pemerintah
daerah
harus
menghentikan
deforestasi
hutan
Balai TNBT, Dinas Kehutanan, dan aparat penegak hukum secara terpadu
bekerjasama
penyangganya.
161
A. Simpulan
1. Pengelolaan TNBT belum terintegrasi dengan pengembangan daerah
penyangga dan pembangunan wilayah, baik secara kebijakan, fungsional,
maupun sistem.
2. Untuk mengembangkan pengelolaan TNBT perlu integrasi dari pengelolaan
berbasis pada sumberdaya (resource based management), pengelolaan
berbasis pada kemampuan masyarakat (community based management)
dan pengelolaan berbasis pada kemampuan dalam memanfaatkan basisbasis kompetisi (marketing based management).
3. Strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pengelolaan TNBT
secara terintegrasi adalah strategi konservatif (strategi WO), yakni mengatasi
kelemahan untuk memanfaatkan peluang (strategi WO).
4. Program prioritas yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pengelolaan
TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata adalah ; 1) meningkatkan
aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata, 2) mengintensifkan promosi dan
publikasi ekowisata, 3)
jangka panjang.
162
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan sebagai berikut :
1. Perlu disusun model pengembangan pengelolaan secara terintegrasi pada
setiap kawasan taman nasional di Indonesia. yang didasarkan
atas potensi
kawasan.
2. Perlu adanya perangkat yang mampu mendorong terwujudnya integrasi
pengelolaan taman nasional, baik berupa peraturan perundangan, perencanaan,
pengorganisasian/ kelembagaan, dan lain-lain.
163
DAFTAR PUSTAKA
164
Kolaboratif.
Peraturan
Menteri
165
2007.
Kawasan
Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kabupaten Indragiri Hulu. 2006.
Rencana Strategis dan Rencana Kerja Tahun 2006 2010.
Divino, J.A. and Michael McAleer. 2009. Modelling Sustainable International
Tourism Demand to The Brazillian Amazon. Journal of Environmental
Modelling & Software 24 (2009) 1411-1419. Elsevier Ltd.
Djojomartono, M. 2000. Dasar - Dasar Analisis Sistem Dinamik. Program Pasca
Sarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Drumm A, Moore A. 2005. An Introduction to Ecotourism Planning, Volume ke-1,
Second Edition. Arlington. The Nature Conservansy
Dunn, W.M. 1998. Analisis Kebijakan Publik, diterjemahkan oleh Muhajir Darwis. PT.
PT. Hanindita Graha Widya. Yogyakarta.
_________. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Gajah Mada
University Press . Yokyakarta
Dwijowijoto, R.N. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
PT. Elex Media Komputindo. Yakarta.
Eriyatno dan Fadjar Sofyar. 2007. Riset Kebijakan.
Pascasarjana. IPB Press. Bogor
166
Thesis
IUCN, UNEP, WWF. 1991. Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable Living.
The World Conservation Union. United Nations Environment Programme,
World Wild Fund For Nature. Gland, Switzerland.
Jacobson, S.K. 1994. Biological Impacts of Ecotourism tourists and nesting turtles
in Tortuguero National Park. Costa Rica Wildlife Society Bulltetin.
Kay R and Jackie Alder. 1999. Coastal Planing and Management. London. E&FN
Spon.
Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku KOMPAS. Jakarta
167
Khan, Himayatullah. 2006. Willingness to Pay for Margalla Hills National Park;
Evidence from the Travel Cost Method. The Lahore Journal of Economics
11:2 (Winter 2006) pp.43-70
Kinnaird, M.F. and T.G. OBrien. 1996. Ecotourism in the Tangkoko_Duasaudara
Nature Reserve opening pandoras box ? Oryx 30 (1) 65-73
KKI-WARSI. 2007. Justifikasi Rasionalisasi TN. Bukit Tigapuluh. Jambi.
Koutsoyianis, A. 1977. Theory of Econometrics. Macmilan Press Ltd. London.
Lindberg, K. 1991. Policies for Maximizing Nature Tourisms Ecological and
Economic Benefits. World Reources Institute Washington, DC.
Lipsey, G.R. etal. 1996. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Liswanti, N, Indrawan A. Sumardjo, Sheil D. 2004. Persepsi Masyarakat Dayak
Merap dan Punan tentang Pentingnya Hutan di Lansekap Hutan Tropis.
Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur. Jurnal Manajemen Hutan Tropika.
Volume X No. 2. Juli Desember 2006.
MacKinnon, J, K MacKinnon. 1986. Review of The Protected Areas System in The
Indo Malayan IUCN, Gland, Switzerrland and Cambridge, UK.
MacKinnon, J, .K, MacKinnon, G Child, J Thorsell. 1990. Managing of Protected
Areas in Tropis. Hari Harsono Amir, penerjemah: Pengelolaan Kawasan
Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gajahmada University Press,
Yogyakarta.
MacNelly, J.A. 1995. Expanding Partnerships in Conservation. Island Press.
Washington, D.C.
Marpaung H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta
Meffe, K.G. and C.R. Carroll.1994. Principles of Conservation Biology. Sinauer
Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts.
Miller, KR and LS. Hamilton. 1999. Editorial. Parks, The International Journal for
Protected Area Managers, Vol. 9 No. 3. Oktober 1999. World Commission
on Protected Areas (WCPA) of IUCN. Newbury UK.
Mubyarto . 2000. Pengembangan Wilayah, Pembangunan Pedesaan dan Otonomi
Daerah: Pengembangan Wilayah Pedesaan dan Kawasan Tertentu, Sebuah
Kajian Eksploitatif.
Direktorat Kebijaksanaan Teknologi Untuk
Pengembangan Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Jakarta.
168
169
170
171
172
173
174
No.
Tahun
Jumlah
1.
1999
212
16
228
2.
2000
79
44
123
3.
2001
104
106
4.
2002
24
492
516
5.
2003
64
73
6.
2004
7.
2005
1130
1130
8.
2006
538
541
9.
2007
1058
1066
10.
2008
2297
2301
11.
2009
1132
1136
Sumber : Statistik Balai TN. Bukit Tigapuluh Tahun 2005 dan 2009
177
KELAS
LAHAN
DESKRIPSI
Lahan
Terbuka
Belukar
Jarang
FOTO
178
Belukar
Sedang
Belukar
Lebat
179
Lampiran 4.
A. Faktor Kekuatan
Keterangan :
Fa k t o r A
: Hutan alam yang kondisinya relatif masih baik
Faktor B
: Kekhasan dan kelangkaan spesies flora / fauna
Fa k t o r C
: Keunikan budaya masyarakat tradisional
Fa k t o r D
: Keindahan landscape (panorama alam)
Fa k t o r E
: Tersedianya sarana-prasarana ekowisata
Nilai inconsistency < 0.10 ( menunjukkan pemberian skor tingkat kepentingan yang konsisten)
B. Faktor Kelemahan
Keterangan :
Fa k t o r A
Faktor B
Fa k t o r C
Fa k t o r D
:
:
:
:
180
C. Faktor Peluang
Keterangan :
Fa k t o r A
Faktor B
Fa k t o r C
Fa k t o r D
Fa k t o r E
Nilai inconsistency
D. Faktor Ancaman
Keterangan :
Fa k t o r A
Faktor B
Fa k t o r C
Fa k t o r D
Fa k t o r E
Nilai inconsistency
181
182
Program
Program
Program
Program
Program
Keterangan :
Program A
Program B
Program C
Program D
Program E
A
B
C
D
E
:
:
:
:
:
Program
Program
Program
Program
Program
Keterangan :
Program A
Program B
Program C
Program D
Program E
A
B
C
D
E
:
:
:
:
:
182
Program
Program
Program
Program
Program
Keterangan :
Program A
Program B
Program C
Program D
Program E
A
B
C
D
E
:
:
:
:
:
Program
Program
Program
Program
Program
Keterangan :
Program A
Program B
Program C
Program D
Program E
A
B
C
D
E
:
:
:
:
:
183
184
Lampiran 6.
184
Rate_wisatawan_krn_Kualitas_Layanan = 0.15
Rate_wisatawan_krn_promosi = 0.2
Rate_wisatawan__krn_Kualitas_OWA = 0.2
Sarana_Jalan = 1
Konversi_grade = GRAPH(Jumlah_OWA)
(1.00, 7.00), (2.00, 9.00), (3.00, 11.0), (4.00, 13.0), (5.00, 15.0)
Tabungan(t) = Tabungan(t - dt) + (Penerimaan_Total - PengeluaranTotal) *
dtINIT Tabungan = 0
INFLOWS:
Penerimaan_Total = Penerimaan_Ekowisata+Total_Pendapatan_Lain
OUTFLOWS:
PengeluaranTotal =
Pengeluaran_Pemandu_2+Pengeluaran_P_Hotel_2+Pengeluaran_P_Mobil_2+Pen
geluaran_P_Ojek_2+Pengeluaran_P_Perahu_2+Pengeluaran_P_RM_2+Pengeluar
an_P_Souvenir_2
Jmlh_Hotel = 8
Jumlah_RM = 8
Keb_harian_10 = 12000000
Keb_harian_11 = 12000000
Keb_harian_12 = 30000000
Keb_harian_13 = 100000000
Keb_harian_14 = 10000000
Keb_harian_8 = 20000000
Keb_harian_9 = 25000000
Keb_Kesehatan_10 = 1000000
Keb_Kesehatan_11 = 500000
Keb_Kesehatan_12 = 3000000
Keb_Kesehatan_13 = 5000000
Keb_Kesehatan_14 = 600000
Keb_Kesehatan_8 = 1000000
Keb_Kesehatan_9 = 2000000
Keb_Pendikan_10 = 2000000
Keb_Pendikan_11 = 0
Keb_Pendikan_12 = 3000000
Keb_Pendikan_13 = 4000000
Keb_Pendikan_14 = 500000
Keb_Pendikan_8 = 500000
Keb_Pendikan_9 = 2000000
Kelompok = Penyewa_Perahu/5
Kelompok_2 = Penyewa_mobil/9
Kelompok_3 = Penyewa_Pemandu/10
Keuntungan_per_mobil = 200000
Keuntungan_per_ojek = 100000
Keuntungan_per_perahu = 200000
Lama_Sewa_perahu = 4
Lama_Sewa__mobil = 4
Lama_Sewa__Pemandu = 4
185
Pedagang = 2
Pendapatan_Hotel =
(Jmlh_Hotel*Penginapan_n_hotel*Untung_Hotel_per_Orang)
Pendapatan_Lain_Hotel = 1200000000
Pendapatan_Lain_Pemandu = 12000000
Pendapatan_Lain_P_Perahu = 30000000
Pendapatan_Lain_RM = 180000000
Pendapatan_Lain_Souvenir = 12000000
Pendapatan_Lain_Tukang_Ojek = 9000000
Pendapatan_Lain__Pemilik_Mobil = 36000000
Pendapatan_Perahu = (Kelompok*Keuntungan_per_perahu*Lama_Sewa_perahu)
Pendapatan__Ojek = (Keuntungan_per_ojek*Pengguna_Ojek)
Pendapatan__pemandu = (Kelompok_3*Lama_Sewa__Pemandu*Upah)
Pendapatan__RM = (Jumlah_RM*Rumah_Makan*Untung_RM)
Pendapatan__Sewa_mobil =
(Kelompok_2*Keuntungan_per_mobil*Lama_Sewa__mobil)
Pendapatan__Souvenir = (Pedagang*Souvenir*Untung_Pedagang)
Penerimaan_Ekowisata =
Pendapatan_Hotel+Pendapatan_Perahu+Pendapatan__Ojek+Pendapatan__RM+P
endapatan__Sewa_mobil+Pendapatan__Souvenir+Pendapatan__pemandu
Pengeluaran_Pemandu_2 =
Keb_harian_11+Keb_Kesehatan_11+Keb_Pendikan_11
Pengeluaran_P_Hotel_2 =
Keb_harian_13+Keb_Kesehatan_13+Keb_Pendikan_13
Pengeluaran_P_Mobil_2 = Keb_harian_9+Keb_Kesehatan_9+Keb_Pendikan_9
Pengeluaran_P_Ojek_2 = Keb_harian_10+Keb_Kesehatan_10+Keb_Pendikan_10
Pengeluaran_P_Perahu_2 = Keb_Pendikan_8+Keb_Kesehatan_8+Keb_harian_8
Pengeluaran_P_RM_2 = Keb_harian_12+Keb_Kesehatan_12+Keb_Pendikan_12
Pengeluaran_P_Souvenir_2 =
Keb_harian_14+Keb_Kesehatan_14+Keb_Pendikan_14
Pengguna_Ojek = 0.025*Pengunjung
Penginapan_n_hotel = 0.06*Pengunjung
Pengunjung = Jumlah_Ekowisatawan
Penyewa_mobil = 0.7*Pengunjung
Penyewa_Pemandu = 0.04*Pengunjung
Penyewa_Perahu = 0.027*Pengunjung
Rumah_Makan = 0.075*Pengunjung
Souvenir = Pengunjung*.011
Total_Pendapatan_Lain =
Pendapatan_Lain_Hotel+Pendapatan_Lain_Pemandu+Pendapatan_Lain_P_Perah
u+Pendapatan_Lain_RM+Pendapatan_Lain_Souvenir+Pendapatan_Lain_Tukang
_Ojek+Pendapatan_Lain__Pemilik_Mobil
Untung_Hotel_per_Orang = 50000
Untung_Pedagang = 15000
Untung_RM = 5000
Upah = 50000
186
187
Lampiran 7.
Jumlah Ekowisatawan
(orang/th)
1535
2166
3057
4313
6086
8588
12119
15542
18660
21502
24091
Peningkatan
(orang/th)
631
890
1257
1773
2502
3531
4982
6389
7672
8840
9904
Pengurangan
(orang/th)
0
0
0
0
0
0
1560
3271
4830
6251
7545
Tahun
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total Peningkatan
Ekowisatawan
(orang/th)
631
890
1257
1773
2502
3531
4982
6389
7672
8840
9904
Peningkatan (orang/th)
Kualitas Layanan
461
650
917
1294
1826
2577
3636
4663
5598
6451
7227
Kualitas OWA
819
1155
1630
2300
3246
4581
6464
8289
9952
11468
12848
Promosi
614
866
1223
1725
2435
3435
4848
6217
7464
8601
9636
188
Tabel 29. Data Pengurangan Jumlah Ekowisatawan Akibat Indeks Daya Dukung Fisik &
Indeks Persepsi Masyarakat Sesuai Kondisi Saat Ini.
Pengurangan
Ekowisatawan
Tahun
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
0
0
0
0
0,00
1.559,62
3.270,99
4.830,24
6.250,88
7.545,25
Indeks persepsi
masyarakat
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Tahun
Tabungan (Rp/Th)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
1.394.059.361
2.849.439.793
4.391.351.069
6.055.366.981
7.891.686.100
9.971.144.192
12.393.698.387
15.148.847.209
18.207.026.692
21.541.300.776
Penerimaan Total
Pengeluaran Total
(Rp/th)
(Rp/th)
1.628.159.361
234.100.000
1.689.480.432
234.100.000
1.776.011.276
234.100.000
1.898.115.912
234.100.000
2.070.419.120
234.100.000
2.313.558.091
234.100.000
2.656.654.195
234.100.000
2.989.248.822
234.100.000
3.292.279.483
234.100.000
3.568.374.084
234.100.000
3.819.926.943
234.100.000
Tabel 31. Data Penerimaan dari Ekowisata dan dari Luar Ekowiata
189
Tahun
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penerimaan Total
Penerimaan dari luar
(Rp/Th)
ekowisatawan (Rp/ th)
1.628.159.361,11
1.479.000.000,00
1.689.480.431,79
1.479.000.000,00
1.776.011.275,97
1.479.000.000,00
1.898.115.911,65
1.479.000.000,00
2.070.419.119,77
1.479.000.000,00
2.313.558.091,23
1.479.000.000,00
2.656.654.195,40
1.479.000.000,00
2.989.248.822,48
1.479.000.000,00
3.292.279.482,70
1.479.000.000,00
3.568.374.084,24
1.479.000.000,00
3.819.926.943,42
1.479.000.000,00
Penerimaan dari
Ekowisatawan
(Rp/th)
149.159.361,11
210.480.431,79
297.011.275,97
419.115.911,65
591.419.119,77
834.558.091,23
1.177.654.195,40
1.510.248.822,48
1.813.279.482,70
2.089.374.084,24
2.340.926.943,42
190
Lampiran 8.
Tahun
Pengunjung/
Ekowisatawan
(Orang/Th)
Penyewa
Mobil
Pengguna
Pemandu
Penyewa
Perahu
Pengunjung
RM
Pengguna
Hotel
Pengguna
Ojek
Pembeli Souvenir
1535
1075
61
41
115
92
38
17
2166
1516
87
58
162
130
54
24
3057
2140
122
83
229
183
76
34
4313
3019
173
116
323
259
108
47
6086
4260
243
164
456
365
152
67
8588
6012
344
232
644
515
215
94
12119
8483
485
327
909
727
303
133
15542
10879
622
420
1166
933
389
171
18660
13062
746
504
1400
1120
467
205
21502
15051
860
581
1613
1290
538
237
10
24091
16863
964
650
1807
1445
602
265
191
Tabel 33.
Tahun
Penerimaan bersih
Total dari
ekowisatawan
(Rp/Th)
149.159.361,11
1
2
Pengguna
Pemandu
Pengguna
Ojek
Pengunjung
RM
Penyewa Mobil
6.631.200,00
1.228.000,00
3.837.500,00
4.605.000,00
95.511.111,11
210.480.431,79
9.357.360,00
1.732.844,44
5.415.138,89
6.498.166,67
297.011.275,97
13.204.274,67
2.445.236,05
7.641.362,65
9.169.635,19
419.115.911,65
18.632.698,70
3.450.499,76
10.782.811,75
591.419.119,77
26.292.808,16
4.869.038,55
15.215.745,46
834.558.091,23
37.102.073,74
6.870.754,40
1.177.654.195,40
52.355.148,50
9.695.397,87
1.510.248.822,48
67.141.357,52
1.813.279.482,70
80.613.236,85
2.089.374.084,24
10
2.340.926.943,42
Pembeli
Souvenir
Pengguna Hotel
506.550,00
36.840.000,00
134.776.790,12
714.798,33
51.985.333,33
190.185.026,06
1.008.659,87
73.357.081,48
12.939.374,09
268.372.203,44
1.423.331,15
103.514.992,76
18.258.894,56
378.702.998,19
2.008.478,40
146.071.156,45
21.471.107,49
25.765.328,98
534.392.008,56
2.834.186,19
206.122.631,87
30.298.118,34
36.357.742,01
754.086.500,97
3.999.351,62
290.861.936,09
12.433.584,73
38.854.952,27
46.625.942,72
967.056.589,77
5.128.853,70
373.007.541,77
14.928.377,19
46.651.178,73
55.981.414,48
1.161.096.004,02
6.157.955,59
447.851.315,83
92.887.615,80
17.201.410,33
53.754.407,29
64.505.288,75
1.337.887.470,33
7.095.581,76
516.042.309,98
104.070.938,84
19.272.396,08
60.226.237,75
72.271.485,30
1.498.964.139,63
7.949.863,38
578.171.882,43
192
Tahun
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penerimaan
Pemerintah
(Rp/th)
3.546.000
4.808.111
6.589.090
9.102.249
12.648.596
17.652.886
24.714.495
31.559.962
37.796.943
43.479.526
48.656.990
Penerimaan (Rp/Th)
Retribusi Roda 4
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
54.000
Retribusi Roda 2
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
422.000
Tiket Masuk
3.070.000
4.332.111
6.113.090
8.626.249
12.172.596
17.176.886
24.238.495
31.083.962
37.320.943
43.003.526
48.180.990
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
Pengamatan lapangan
dan studi literatur
Kondisi
keintegrasian
pengelolaan
TNBT.
Persepsi dan
keterlibatan
masyarakat
dalam
pengelolaan
ekowisata
TNBT.
Wawancara dengan
masyarakat tradisional
Wawancara dengan masyarakat
daerah penyangga
FG D
dengan
pengelola
TNBT dan
mitra
kerjanya
Analisis
SWOT
Struktur
Hierarki
AHP
Wawancara dengan
ekowisatawan
Wawancara dengan staf Balai
TNBT dan aparat Pemda
Citra Landsat
Peta kawasan TNBT
Peta wilayah kerja perusahaan
Pengisian
kuesioner AHP
oleh pakar
terpilih
( SWOT + AHP )
Tingkat kepentingan
relatif masing-masing
elemen pada setiap
tingkatan hierarki
Analisis
Supply dan
Demand
Analisis
Spasial
AWOT
Prioritas program
pengembangan
pengelolaan
TNBT secara
terintegrasi
berbasis
ekowisata
MODEL
PENGEMBANGAN
PENGELOLAAN
TNBT SECARA
TERINTEGRASI
BERBASIS
EKOWISATA
Analisis
Sistim
Dinamik
Sub Model
Ekowisatawan
Sub Model
Pendapatan
Masyarakat
Sub Model
Penerimaan
Pemerintah
Potensi
pengembangan
ekowisata TNBT
( supply dan demand )
53
S ub Mo d el E k o wis a t a wa n
Media C et ak
F ak tor R otas i
K e b u t u h a n A re a u t k W is a t a wa n
E lek t ronik
P am eran
Luas Y ang
D ig u n a k a n O W A
J um lah R oda 2
D D F D a y a d u k u n g F is ik
R a t e wis at awan k rn
K ualit as Lay anan
Lay anan
H a rg a Tik e t
J um lah E k o wis a t a wa n
J u m lah R oda 4
D ari R et ribus i R oda 4
D ari roda2
P e n g u ra n g a n
I n d e k s P e rs e p s i t h d
K e ru s a k a n h u t a n
Luas H utan
D a ri Tik et Mas uk
P em as uk an P em erint ah
L u a s TN
R at e wis at awan
k rn K ualit as O W A
L u a s K e ru s a k a n H u t a n
R a t e K e ru s a k a n H u t a n
S arana J alan
F as ilit as J um lah O W A
S ub Mo d e l P e n d a p a t a n Ma s y a ra k a t
P e n g u n ju n g
G ra p h 1
P eny ewa P erahu
P engguna O jek
P e n y e wa P e m a n d u
K elom pok
K e lo m p o k 3
K elom pok 2
Lam a S ewa perahu
R u m a h Ma k a n
P e n g in a p a n n h o t e l
J u m la h R M
Lam a S ewa P e m a n d u
U pah
U ntung R M
Ta b le 1
S o u v e n ir
Pedagang
U n t u n g H o t e l J m lh H o t e l
U ntung Pedagang
p e r O ra n g
Pendapatan
RM
P en d a p a t a n
pe m a n d u
Ta b le 2
Table 3
Pendapatan
S o u v e n ir
Pendapatan H otel
P endapat an
S ewa m obil
en
b 8
P e n d ik a n 8
K e b K e s e h aKt a
K e b h a ria n 8
en
b 9
P e n d ik a n 9
K e b K e s e h aKt a
K e b h a ria n 9
P endapat an Lain
P em ilik Mobil
en
b 1
P0e n d ik a n 1 0
K e b K e s e h aKt a
K e b h a ria n 1 0
P e n g e lu a ra n
P Mo b il 2
P endapat an Lain
P P erahu
P e n g e lu a ra n To t a l
P e n g e lu a ra n
P O je k 2
Ta b u n g a n
P endapat an Lain
P em andu
P e n g e lu a ra n
P S o u v e n ir 2
P endapat an L ain
RM
P e n g e lu a ra n
P H otel 2
P e n g e lu a ra n
P RM 2
K e b P e n d ik a n 1 1
K e b h a ria n 1 3
P e ndapat an Lain
H ot el
P endapat an Lain
S ouv enir
K eb ha ria n 1 4
en
b 1
P4e n d ik a n 1 4
K e b K e s e h aKt a
en
b 1
P2e n d ik a n 1 2
K e b K e s e h aKt a
en
b 1
P3e n d ik a n 1 3
K e b K e s e h aKt a
K e b h a ria n 1 2
132
Gambar 48. Struktur Model Dinamik Pengembangan Pengelolaan TNBT Secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata
Gambar 17. Peta Kawasan TNBT Berdasarkan Draft RTRW Prop. Jambi Tahun. 2009
77
Gambar 16. Peta Kawasan TNBT Berdasarkan Draft RTRW Prop. Riau Thn. 2009
76
RANCANGAN PENELITIAN
Menemukan Topik
Penelitian
Pendefinisian Ruang
Lingkup
Pendefinisian
Pertanyaan penelitian
Usulan Penelitian
Rancangan
koleksi data
Ukuran contoh
dan rencana
seleksi
responden
Pengumpulan Data
( sekunder dan primer )
Analisis Data
Penyusunan Disertasi
37