001 Putu 1

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 7

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN

TINDAKAN BERDASARKAN INDIKATOR SURVEILANS PERILAKU


HIV/AIDS PADA WANITA PEKERJA SEKS
(Studi Penelitian Di Klinik IMS Puskesmas Putat Jaya Surabaya)
The Analysis of relationship between knowledge, attitude with bahavior based on Indicator of Behavior
Surveillance of HIV/AIDS in the Female Sex Workers.
(Research Study In STD Clinic The Health Center Putat Jaya Surabaya)
Putu Desi Ariani1, Arief Hargono2
1
Alumni FKM Unair, putudesia@yahoo.com
2
Departemen Epidemiologi FKM Unair, ririef73@yahoo.com
ABSTRAK
Wanita Pekerja Seks (WPS) merupakan kelompok yang
rentan tertular HIV mellaui hubungan seks yang tidak
aman. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis
hubungan antara pengetahuan, sikap dengan tindakan
tindakan berdasarkan indikator surveilans perilaku
HIV/AIDS. Desain penelitian adalah cross sectional.
Populasi adalah semua (WPS) yang periksa di klinik
kelamin Puskesmas Putat Jaya Surabaya. Jumlah
responden sebanyak 172 responden. Pemilihan sampel
dengan systematic random sampling. Variabel yang
diteliti adalah karakteristik, pengetahuan, sikap dan
tindakan WPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang
kurang tentang HIV/AIDS (58,7%), sikap yang bagus
(50,6%) dan tindakan yang kurang terhadap HIV/AIDS
(55,2%). Uji chi-square menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan sikap,
pengetahuan dengan tindakan serta ada hubungan antara
sikap dengan tindakan terhadap HIV/AIDS.
Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Indikator
survei perilaku HIV/AIDS pada WPS
ABSTRACT
Female Sex Workers (FSW) was very susceptible group
to HIV through sexual intercourse and unsafe sexual
behavior with the customer. The purpose of this study
was analyzing the relationship of knowledge and
attitudes with behavior based on indicators of
behavioral surveillance of HIV / AIDS in the FSW. The
design of the study was cross sectional approach. The
population was all FSW who had examination in STD
clinic of Putat Jaya Health Center in Surabaya. The
numbers of sample were 172 respondents. The sampling
technique in this study used systematic random

sampling. The variabels of this study were the


characteristics of FSW, knowledge, attitudes and
behavior. This study used chi-square test to analyze the
relationship. The results of this study showed that most
of respondents had lack knowledge about HIV/AIDS
(58.7%), had a good attitude about HIV/AIDS (50.6%)
and had lack behavior about HIV/AIDS (55.2%). Chisquare test showed that there was a relationship
between knowledge with attitude based on indicators of
Behavior Surveillance of HIV/AIDS in the FSW. There
was a relationship between knowledge with behavior.
There was a relationship between attitudes with
behavior.
Keywords : Knowledge, Attitude, Behavior, Indicator
Behavior Surveillance of HIV/AIDS in the FSW.
1.

PENDAHULUAN
Perkembangan
Human
Immunodeficiency
Virus/Acquired
Immunodeficiency
Syndrome
(HIV/AIDS) berdasarkan data WHO tahun 2007-2009
diketahui bahwa trend penyakit tersebut naik turun.
Epidemi AIDS di Indonesia sudah berlangsung hampir
20 tahun namun diperkirakan masih akan berlangsung
terus dan memberikan dampak yang tidak mudah diatasi
(Nurbani, 2008). Kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak
tahun 2008 terus mengalami peningkatan ( Ditjen PPM
dan PL Depkes RI, 2011).
Pada Tahun 2010, Jawa Timur berada pada
posisi kedua sedangkan tahun 2011 pada posisi keempat
untuk kasus HIV/AIDS di Indonesia. Meskipun
menunjukkan penurunan peringkat namun jumlah
kasusnya tetap mengalami peningkatan yaitu 235 kasus
(6,6%) dari tahun 2010 (Ditjen PPM dan PL Depkes
RI, 2011).

Kasus HIV/AIDS di kota Surabaya mengalami


kenaikan yang cukup tinggi dari tahun 2008 ke tahun
2009 yaitu sekitar 214%. Namun pada tahun 2010
jumlah penderita HIV/AIDS menurun sekitar 71 kasus
(9%) dari kasus sebelumnya. Hal ini menunjukkan
penurunan kasus tidak terlalu besar jika dibandingkan
lonjakan kasus yang terjadi.

Variabel penelitian dalam penelitian ini yaitu


karakteristik responden (umur, asal daerah, tingkat
pendidikan, status pernikahan, lama bekerja menjadi
WPS, lama bekerja di tempat kerja yang sekarang dan
pengalaman bekerja di tempat lain), pengetahuan, sikap
dan tindakan berdasarkan indikator Surveilans Perilaku
HIV/AIDS pada WPS.

Salah satu kelompok risiko tinggi adalah Wanita


Pekerja Seks (WPS). Estimasi WPS di Indonesia pada
tahun 2006 diperikirakan mencapai 0,30% dari populasi
perempuan dewasa (15-49 tahun). Kelompok WPS
sangat rentan tertular HIV akibat hubungan seks dan
perilaku seks yang tidak aman (KPA, 2009).
Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu Biologis dan
Perilaku (STBP) 2011 dalam BKKBN 2011 diketahui
bahwa pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS dan
kesadaran menggunakan kondom pada hubungan seks
berisiko tinggi cenderung menurun dibanding tahuntahun sebelumnya. Menurut hasil Surveilans Terpadu
Biologis dan Perilaku tahun 2011 beberapa faktor yang
mempengaruhi penggunaan kondom antara lain adalah
pengetahuan, aksesibilitas, penjangkauan, dan aturan
penggunaan kondom.

Pengumpulan data primer dengan kuesioner


yang berasal dari hasil modifikasi kuesioner Behavioral
Surveillance Survey (BSS) dengan judul Guidlines For
Repeated Behavioral Surveys In Populations At Risk of
HIV oleh The United States Agency for International
Development (USAID) tahun 2000. Data sekunder yang
dibutuhkan antara lain adalah jumlah kunjungan WPS di
klinik VCT dan IMS pada bulan April-Mei 2011, data
registrasi WPS yang melakukan pemeriksaan VCT,
Catatan Medik (CM) WPS dan data distribusi kondom.
Data dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.

Salah satu wilayah yang kasus HIV/AIDS nya


tinggi di Kota Surabaya adalah Kecamatan Sawahan.
Puskesmas Putat Jaya merupakan Puskesmas di
kecamatan tersebut dengan wilayah kerja yaitu
lokalisasi Dolly dan Jarak. Menurut hasil laporan VCT
kasus HIV/AIDS di Puskesmas Putat Jaya mengalami
peningkatan dari tahun 2010 ke tahun 2011 sebesar
65%.
Tujuan
penelitian
ini
mengidentifikasi
hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan
berdasarkan indikator surveilans perilaku HIV/AIDS
pada WPS di klinik IMS Puskesmas Putat Jaya
Surabaya.
2.

METODE
Rancang bangun penelitian ini adalah penelitian
cross sectional. Populasi pada penelitian ini diperoleh
dari jumlah perkiraan seluruh WPS yang sedang
melakukan kunjungan ke klinik IMS di Puskesmas Putat
Jaya Surabaya pada bulan April-Mei 2011 yaitu
sebanyak 259 WPS. Sampel pada penelitian ini adalah
sebagian dari WPS yang sedang melakukan kunjungan
ke klinik IMS di Puskesmas Putat Jaya Surabaya yaitu
sebanyak 172 WPS. Cara pengambilan sampel dengan
systematic random sampling dengan interval 2 WPS.

3.

HASIL
Responden didominasi oleh kelompok umur 2130 tahun dan 31-40 tahun (49%). Asal wilayah para
WPS sebagian besar merupakan penduduk yang berasal
dari luar Surabaya sebanyak 168 responden (97,7%).
Meraka berasal dari daerah Jawa Timur (91,07%) yaitu
Malang, Jember, Probolinggo, Kediri, Pasuruan,
Jombang, Tulunggagung, Banyuwangi, Tuban, Nganjuk
dan beberapa kota lainnya. Sebagian besar responden
adalah tamatan SD (52,33%).
Status perkawinan perlu dipertimbangkan
terkait dengan kemungkinan interaksi antara populasi
paling berisiko (populasi berisiko tinggi) dengan
populasi umum (STBP, 2011). Hasil penelitian yang
dilakukan menunjukan bahwa sebagian besar status
pernikahan dari WPS yang bekerja dilokalisasi Dolly
dan Jarak adalah berstatus janda (85,5%). Namun ada
juga yang statusnya menikah (8,1%).
Lama bekerja menjadi WPS paling banyak
terdapat pada kelompok 3-5 tahun (48,8%). Lamanya
responden bekerja di lokalisasi Dolly atau Jarak paling
banyak menunjukan selama 3-5 tahun (48,8%). Untuk
riwayat bekerja di tempat lain selain dilokalisasi Dolly
dan Jarak paling banyak menunjukan bahwa respoden
tidak pernah bekerja sebelumnya kecuali di lokalisasi
tersebut (95,5%).
4.

PEMBAHASAN
Distribusi tingkat pengetahuan responden
tentang HIV/AIDS meliputi penyebab HIV/AIDS,

kelompok berisiko tinggi, cara penularan, tanda dan


gejala HIV/AIDS, keterkaitan dengan HIV/AIDS
dengan IMS, cara pencegahan dan Tes HIV.
Tabel 1. Gambaran Pengetahuan Responden di
Puskesmas Putat Jaya tahun 2012
Pengetahuan Responden
Jumlah
%
Baik
71
41,3
Kurang
101
58,7
Total
172
100

Sebagian
besar
responden memiliki tingkat
pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS (58,7%).
Hasil STBP tahun 2011 pada kelompok berisiko tinggi
di Indonesia yaitu salah satunya WPSL menunjukkan
bahwa pengetahuan komprehensif di kalangan WPSL
masih rendah (<40%). Ada beberapa pengetahuan dasar
tentang HIV/AIDS yang masih banyak dijawab salah
oleh responden, misalnya HIV/AIDS dapat disebabkan
karena gigitan nyamuk (51,2%), HIV/AIDS dapat
disembuhkan dengan obat (45,3%), seseorang yang
terkena HIV/AIDS dapat dilihat dari kondisi fisik
(48,8%), HIV/AIDS dapat menular melalui berbagi
makanan (57%), Pekerjaan menjadi WPS bukan
merupakan pekerjaan dengan risiko tinggi terkena
HIV/AIDS (43,6%), menggunaan Narkoba suntik secara
bergantian tidak dapat menularkan HIV/AIDS (32,6%),
serta pemberian ASI dari ibu yang berstatus HIV tidak
dapat menularkan HIV ke anaknya (33,1%). Ternyata
masih banyak WPS yang tidak pernah mendengar
kondom wanita (41,9%), sebanyak 172 responden
(100%) menjawab bahwa dirinya tidak pernah
menderita IMS padahal ketika di cross ceck dengan
pertanyaan riwayat mendapat obat di klinik IMS, semua
WPS menjawab pernah mendapat obat. Masih banyak
juga yang menjawab bahwa seseorang yang menderita
penyakit IMS (sifilis, GO, Jengger Ayam) tidak
memiliki kemungkinan untuk terkena HIV/AIDS
(52,3%).
Hasil penelitian untuk variabel sikap diketahui
sikap responden terhadap HIV/AIDS paling banyak
tergolong baik (50,6%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsuroyya (2009)
pada WPS Dolly dan Jarak binaan Yayasan Abdi Asih
Surabaya, bahwa sebagian besar responden memiliki
sikap yang baik (55%).
Tabel 2. Gambaran Sikap Responden Berdasarkan Indikator
Surveilans Perilaku HIV/AIDS pada WPS di Puskesmas Putat
Jaya tahun 2012
Sikap Responden
Jumlah
%

Baik
Kurang
Total

87
85
172

50,6
49,4
100

Ternyata ada beberapa sikap responden yang


tergolong tidak baik yaitu masih banyak responden yang
setuju bahwa WPS yang tidak terkena HIV/AIDS tidak
perlu melakukan konseling dan pemeriksaan di klinik
VCT (64,5%), masih banyak responden setuju bahwa
WPS yang terkena HIV/AIDS masih dapat berhubungan
seks dengan pelanggan meskipun tidak menggunakan
kondom (63,4%), masih banyak responden setuju
bahwa responden akan berhubungan seks tanpa kondom
jika pelanggan menolak tawaran untuk menggunakan
kondom (64%) dan masih banyak responden yang tidak
setuju untuk merawat keluarga mereka jika ada yang
terkena HIV/AIDS (54,1%).
Tindakan HIV/AIDS berdasarkan indikator
Survey Surveilans Perilaku meliputi penggunaan
kondom saat berhubungan seks terakhir, konsistensi
penggunaan kondom, penggunaan narkoba suntik, WPS
yang melakukan tes HIV dan keikutsertaan WPS dalam
program intervensi yang pernah dilakukan untuk
menanggulangi HIV/AIDS. Jumlah responden yang
mempunyai tindakan yang kurang mengenai HIV/AIDS
sebanyak 95 responden (55,2%).
Tabel 3. Gambaran Tindakan Responden di Puskesmas Putat
Jaya tahun 2012
Tindakan Responden
Jumlah
%
Baik
77
44,8
Kurang
95
55,2
Total
172
100

Masih banyak pelanggan dari responden yang


tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks
terakhir (61%). Selain itu untuk konsistensi pemakaian
kondom, masih banyak pelanggan responden yang
belum konsisten dalam menggunakan kondom (73,8%).
Hasil Survey Surveilans Perilaku (SSP) di Jawa Timur
yaitu pada kota Surabaya tahun 2004 tentang pemakaian
kondom menunjukkan hasil yang sama yaitu masih
banyak WPS yang tidak menggunakan kondom saat
berhubungan terakhir (59,6%) dan WPS yang selalu
menggunakan kondom pada seks komersial seminggu
terakhir hanya 17,3%. Menurut STBP tahun 2011
WPSL yang menggunakan kondom saat berhubungan
seks terakhir sebanyak 61% dari responden dan yang
selalu menggunakan kondom hanya 47 %

Kondisi condome use di bawah 100% ini


merupakan ancaman serius apabila tidak segera
dilakukan intervensi. Hubungan seksual antara WPS
dan pelanggannya tanpa menggunakan kondom
merupakan perilaku yang berisiko tinggi terhadap
penularan HIV (USAID dalam Susantie, 2007).
Menurut Daus dan Welle dalam Lubis (2008)
memperkirakan penggunaan kondom dapat menurunkan
penularan HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan
yang tidak pernah menggunakan.
Semua responden (100%) tidak ada yang
menggunakan Narkoba suntik dalam enam bulan
terakhir hal ini. Bila ada WPS yang juga menggunakan
napza suntik, maka dapat diperkirakan risiko penularan
HIV akan semakin cepat meningkat.
Responden sudah banyak yang rutin melakukan
pemeriksaan baik pemeriksaan di klinik VCT (69,8%)
maupun pemeriksaan di klinik IMS (65,1%). Semua
responden (100%) pernah masuk ke ruang VCT dan
semua responden (100%) yang pernah masuk ke ruang
VCT melanjutkan pemeriksaan darah setelah masuk ke
ruang VCT. Namun ternyata ada responden yang pernah
tidak membuka hasil pemeriksaan darah (24,4%)
dengan alasan karena takut (50%) dan tidak siap mental
untuk melihat hasilnya (50%).
Semua responden (100%) pada penelitian ini
pernah
mengikuti
program
intervensi
untuk
menanggulangi HIV/AIDS. Program yang paling sering
diikuti oleh responden adalah pemeriksaan di klinik
VCT dan pembagian kondom gratis.
Perubahan perilaku merupakan salah satu cara
yang efektif dalam mencegah tertularnya HIV/AIDS
karena HV/AIDS merupakan penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan perilaku. Penularan utama HIV di
Indonesia adalah melalui jalur seks dengan pasangan
seks yang banyak dan berganti-ganti maupun
penggunaan suntik tak steril secara bersamaan pada
penggunaan Narkoba suntik (Survey Surveilans
Perilaku di Jawa Timur, 2004).
Menurut hasil uji chi-square untuk hubungan
pengetahuan dengan sikap WPS berdasarkan indikator
surevilans perilaku HIV/AIDS hasilnya signifikan (p =
0,00 <0,005 ; 2 =53,385) artinya ada hubungan antara
variabel pengetahuan dengan sikap responden.
Pengetahuan yang kurang ternyata juga
berdampak pada sikap WPS yang kurang. Masih banyak
WPS yang belum menyadari bahwa mereka termasuk
sebagai kelompok risiko tinggi. Hal ini membuat WPS
tidak sadar bahwa mereka sangat rentan untuk terkena
HIV/AIDS sehingga masih banyak yang memiliki sikap
yang kurang dimana masih banyak WPS yang mau

melayani pelanggan yang tidak menggunakan kondom


ataupun yang menolak menggunakan, Banyak WPS
yang setuju bahwa WPS yang sehat tidak perlu
melakukan konseling dan pemeriksaan VCT.
Masih banyak WPS yang memiliki pengetahuan
yang kurang tentang cara penularan HIV/AIDS karena
ternyata banyak WPS yang masih mengira bahwa
HIV/AIDS ditularkan lewat gigitan nyamuk dan berbagi
makanan sehingga hal ini mengakibatkan sikap yang
salah pada WPS terkait dengan penularan HIV/AIDS
Tabel 4 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Sikap
Responden Berdasarkan Indikator Surveilans Perilaku
HIV/AIDS pada WPS di Puskesmas Putat Jaya
tahun 2012
Pengetahuan
Sikap
Total
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
74 87,1 27 31
101 58,7
Baik
11 12,9 60 69
71 41,3
Total
85
100 87 100 172 100

Menurut Walgito dalam Kusumastuti (2010),


sikap sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan
seseorangnya. Sikap seseorang terhadap suatu objek
menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap
objek yang bersangkutan. Berdasarkan teori adaptasi
apabila tingkat pengetahuan baik setidaknya dapat
mendorong untuk mempunyai sikap dan perilaku yang
baik pula (Widodo dalam Juliastika,dkk, 2012).
Responden yang memiliki pengetahuan kurang dan
sikap kurang lebih banyak dari yang lain yaitu 74
responden (87,1%).
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo
(2005) ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan
perilaku individu maupun kelompok salah satunya
adalah pengetahuan yang tergolong sebagai faktor yang
mempermudah (Presdisposing factor). Pengetahuan
juga merupakan domain koginitif yang sangat penting
dalam terbentuknya tindakan seseorang. Apabila
penerimaan perilaku baru didasari pengetahuan maka
akan bersifat langgeng, sebaliknya jika perilaku tidak
didasari oleh pengetahuan maka tidak akan berlangung
lama.
Hasil uji chi-square untuk hubungan
pengetahuan dengan tindakan WPS berdasarkan
indikator surevilans perilaku HIV/AIDS hasilnya
signifikan (p = 0,00 <0,005 ; 2 =74,512) artinya ada
hubungan antara variabel pengetahuan dengan tindakan
responden.

Tabel 5 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan


Responden Berdasarkan Indikator Surveilans Perilaku
HIV/AIDS di Puskesmas Putat Jaya tahun 2012
Pengetahuan
Tindakan
Total
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
84
88,4 17 22,1 101 58,7
Baik
11
11,6 60 77,9 71
41,3
Total
95
100 77 100 172 100

Responden yang memiliki pengetahuan kurang


dan tindakan kurang lebih banyak dari yang lain yaitu
84 responden (88,4%). Semua responden dalam
penelitian ini mengaku sudah pernah mendengar
kondom namun yang pernah mendengar tentang
kondom wanita hanya 100 responden (58,1%). Angka
ini menunjukan bahwa pengetahuan tentang kondom
sudah bagus namun untuk tingkat penggunaan kondom
masih rendah. Responden yang menggunakan kondom
saat berhubungan terakhir hanya 39% sedangkan yang
konsisten untuk selalu menggunakan kondom hanya
26,2%. Menurut data distribusi kondom di Puskesmas
Putat Jaya tahun 2011, jumlah kondom yang dibagikan
jumlahnya sangat kurang jika dibandingkan dengan
pelanggan yang didapat tiap hari
Pengetahuan WPS tentang pemeriksaan darah
sebagai cara untuk mengetahui kondisi HIV sudah
cukup bagus (86,6%), namun ada WPS yang masih
belum pernah mendengar klinik VCT (41,3%), dan
masih ada WPS yang tidak mengetahui bahwa
pemeriksaan HIV di klinik VCT (35,5%). Hal ini
berbeda dengan hasil tindakan dari WPS tentang
pemeriksaan VCT bahwa semua WPS pernah masuk ke
ruang VCT dan melanjutkannya dengan pengambilan
darah. Hal ini dikarenakan di wilayah WPS tempat
mereka bekerja sudah ada pihak yang mengkoordinir
mereka untuk rutin melakukan pemeriksaan VCT.
Menurut Suesen dalam Soelistijani (2003),
pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
memerlukan pendidikan/penyuluhan yang intensif dan
ditujukan untuk mengubah perilaku seksual masyarakat
tertentu sehingga mengurangi kemungkinan penularan
HIV sehingga diharapkan pengetahuan yang diterima
WPS nantinya mampu merubah sikap dan perilaku
untuk mencegah HIV/AIDS.
Menurut Theory S-O-R dalam Notoatmodjo
(2005) sikap merupakan respon tertutup yang dapat
memicu seseorang untuk melakukan suatu tindakan
(respon terbuka). Meskipun sikap WPS tergolong baik
namun ada beberapa sikap yang masih kurang dan dapat
berisiko untuk terkena HIV/AIDS.

Hasil uji chi-square untuk hubungan sikap


dengan tindakan WPS berdasarkan indikator surveilans
perilaku HIV/AIDS hasilnya signifikan (p = 0,00
<0,005 ; 2 =39,733) artinya ada hubungan antara
variabel sikap dengan tindakan responden.
Tabel 6 Analisis Hubungan Sikap dengan Tindakan
Responden Berdasarkan Indikator Surveilans Perilaku
HIV/AIDS di Puskesmas Putat Jaya tahun 2012
Sikap
Tindakan
Total
Kurang
Baik
n
%
n
%
n
%
Kurang
68 71,6 17 22,1 85
49,4
Baik
27 28,4 60 77,9 87
50,6
Total
95 100 77 100 172 100

Jumlah responden yang memiliki sikap kurang


dan tindakan kurang lebih banyak yaitu 68 responden
(71,6%). Mamun ada beberapa sikap yang perlu
diperhatikan yaitu misalnya masih banyak yang
menjawab bahwa WPS yang tidak terkena HIV/AIDS
tidak perlu untuk melakukan konseling dan pemeriksaan
di klinik VCT. Sikap yang salah seperti ini dapat
memicu tindakan responden, hal ini terbukti bahwa
masih ada responden yang tidak rutin dalam melakukan
pemeriksaan di klinik VCT (30,2%). Masih banyak
responden yang setuju bahwa WPS yang terkena
HIV/AIDS masih dapat berhubungan seks dengan
pelanggan meskipun tanpa menggunakan kondom selain
itu masih banyak responden
yang setuju untuk
melayani pelanggan yang tanpa menggunakan kondom
jika pelanggan menolak tawaran untuk menggunakan
kondom. Sikap yang salah ini ternyata juga dapat dapat
berpengaruh pada tindakan responden dalam
menggunakan kondom, hal ini terbukti dari pertanyaan
tindakan responden yang menolak untuk menggunakan
kondom jika pelanggan tidak mau menggunakan
kondom sebanyak 146 responden (84,9%) responden
menjawab bahwa mereka akan tetap bersedia untuk
melayani pelanggan tersebut.

5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Karakteristik responden paling banyak didominasi
oleh kelompok umur 21-30 tahun (45,3%) dan 31-40
tahun (45,3%). Sebagian besar responden berasal
dari luar Surabaya (97,7%) dan paling banyak
merupakan tamatan SD (52,3%). Status pernikahan
responden paling banyak berstatus janda (85,5%)

dan sudah bekerja menjadi WPS paling banyak


selama 3-5 tahun (48,8%). Responden paling banyak
sudah lama bekerja dilokalisasi Dolly atau Jarak
sekitar 3-5 tahun (45,3%) dan sebagian besar tidak
pernah bekerja ditempat lain (95,5%).
2. Berdasarkan Survey Surveilans Perilaku HIV/AIDS
sebagian besar responden memiliki pengetahuan
yang kurang (58,7%), namun sudah memiliki sikap
yang baik (50,6). Sedangkan untuk tindakan
sebagian besar responden memiliki tindakan yang
masih kurang (55,2%)
3. Ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap
berdasarkan
indikator
Surveilans
Perilaku

HIV/AIDS pada WPS di klinik IMS Puskesmas


Putat Jaya Surabaya tahun 2012.
4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan
tindakan berdasarkan indikator Surveilans
Perilaku HIV/AIDS pada WPS di klinik IMS
Puskesmas Putat Jaya Surabaya tahun 2012.
5. Ada hubungan antara sikap dengan tindakan
berdasarkan indikator Surveilans Perilaku
HIV/AIDS pada WPS di klinik IMS Puskesmas
Putat Jaya Surabaya tahun 2012.
6. Saran
1. Diharapkan kepada pihak instansi terkait untuk
meningkatkan Surveilans Perilaku kepada WPS
sehingga dapat memantau perilaku berisiko yang
dilakukan oleh WPS dan membuat suatu
intervensi yang lebih sesuai untuk dapat mengubah
perilaku berisiko tersebut.
2. Meningkatkan intesitas penyuluhan secara formal
dan lebih menekankan pada materi-materi dasar
HIV/AIDS yaitu HIV/AIDS tidak ditularkan melalui
gigitan nyamuk dan berbagi makanan, HIV/AIDS
juga tidak dapat diobati, WPS merupakan kelompok
risiko tinggi HIV/AIDS, HIV/AIDS dapat menular
melalui Narkoba suntik dan ASI dari Ibu yang
berstatus HIV kepada anaknya. Selain itu
menekankan pada pemakaian kondom dapat
mencegah HIV/AIDS, mengenalkan pemakaian
kondom wanita, hubungan IMS dengan HIV/AIDS,
lebih mengenalkan klinik VCT sebagai tempat
pemeriksaan HIV/AIDS dan jadwal rutin
pemeriksaan VCT setiap 3 bulan sekali. Selain itu
juga dilakukan tindakan monitoring dan evaluasi
terhadap penyuluhan maupun kegiatan-kegiatan
yang dilakukan terkait dengan HIV/AIDS pada
WPS.

3. Melakukan monitoring penggunaan kondom bagi


setiap WPS sehingga bisa menyediakan jumlah
kondom yang dibutuhkan WPS sesuai dengan
jumlah pelanggan, adanya upaya untuk menguatkan
bargaining position WPS dalam penggunaan
kondom dan lebih mempromosikan penggunaan
kondom wanita sebagai salah satu alternatif dalam
mencegah HIV/AIDS.
4. Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih
mengembangkan penelitian ini dengan melihat kuat
hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku
HIV/AIDS pada WPS berstatus HIV negatif dengan
WPS berstatus HIV positif.
6.
REFERENSI
Anurmalasari, Rossy, Karyono dan Dewi Kartika Sari.
2008. Hubungan Antara Pemahaman Tentang
HIV/AIDS dengan Kecemasan Tertular
HIV/AIDS Pada WPS (Wanita Penjaja Seks)
Langsung
di
Cilacap.
http://eprints.undip.ac.id/11101/1/PDF_jurnal.pdf

(sitasi

28 November 2011).
Arifin, M. 2007. HIV/AIDS, IMS dan Narkoba Dalam
Paradigma Islam. Dinkes Kota Surabaya.
Surabaya.
Dinkes Provinsi Nangroe Aceh Darussaalam.2008.
Laporan Survey Surveilans Perilaku Resiko
Tertular HIV di Nangroe Aceh Darussalam.
http://staff.ui.ac.id/internal/140119296/publikas/Aceh_BS
S_Report_plus.pdf (sitasi 4 Desember 2011)

Ditjen PPM & PL Kemenkes RI. 2011. Statistik Kasus


HIV/AIDS
di
Indonesia.
http://www.pppl.depkes.go.id/index.php?
c=content&m=view&id=66 (sitasi 29 Desember 2011).

Febriana, Dian. 2004. Gambaran Pengetahuan tentang


HIV/AIDS dan Perilaku Tertular HIV/AIDS
pada IDUs. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga
Glanz, Karen. 2008. Community and Group Models Of
Health Behavior Change. Jossey Bass. United
States Of America
Komisi Penanggulangan AIDS. 2010.Strategi Nasional
Penaggulangan HIV dan AIDS 2010-2014.
http://www.undp.or.id/programme/propoor/The
%20National%20HIV%20&%20AIDS%20Strategy
%202010-2014%20%28Indonesia%29.pdf
(sitasi
November 2011)

29

Nugroho, et all. 2011. Community Diagnosis Masalah


Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Desa

Sidogemah
Demak.

Kecamatan

Sayung

Kabupaten

http://ukhtyilma.files.wordpress.com/2011/09/laporan-pbl1-kelompok-3-sidogemah-2011.pdf
Nurbani,

Farah.
2008.
Social
Support
In
ODHA.http://www.searchinpdf.com/SOCIAL-SUPPORTIN-ODHA# (sitasi 29 November 2011).

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan


Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. PT Rineka
Cipta, Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metode Penelitian
Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta
Siregar, Fazidah A.2004. Pengenalan dan Pencegahan
AIDS.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmfazidah4.pdf (sitasi 9 Januari 2012)

Soelistuani, Dina Agoes. 2003. Hubungan Pengetahuan


tentang HIV/AIDS Dengan Perilaku Wanita
Penjaja Seks Dalam Penggunaan Kondom Seks
Komersial
di
Bali
tahun
2000.

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=77652 (sitasi 7 Januari 2012).

Susantie, dkk. 2007. Koordinasi Stakeholder dalam


Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di
Kabupaten
Manokwari.
http://www.lrckmpk.ugm.ac.id/id/UPPDF/_working/No.3_Niluh_Gede_S
usantie_10_07_WPS.pdf (sitasi 11 April 2012)

Tsuroyya, Mutia Mei. 2009.Pengetahuan,Sikap dan


Tindakan tentang HIV/AIDS pada Wanita
Pekerja Seks (WPS) Dampingan Yayasan Abdi
Asih Surabaya. Skripsi. Surabaya; Universitas
Arilangga
Utomo, dkk. 2002. Findings of The Behavioral
Surveillance Survey (BSS 1996-2000) On
Female Commercial Sex Workers and Adult
Male Respondents. University of Indonesia.
http://aidsdatahub.org/dmdocuments/BSS_FSW_and_Male
_Respondents_Indonesia_1996_2000.pdf.pdf (sitasi 4
April 2012)

You might also like