Manuscript Lando

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 10

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN FAKTOR RESIKO PENYAKIT

DEGENERATIF

(Manuskript Kasus Pembinaan Keluarga)

Oleh :
Nurulando I.Budi Perkasa, S.Ked (1018011124)

Pembimbing :
dr. Zamahsjari S, M.KM

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


DIVISI KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
MARET 2015

LEMBAR PERSETUJUAN
MAKALAH EVALUASI PROGRAM

JUDUL MAKALAH :

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DENGAN FAKTOR


RESIKO PENYAKIT DEGENERATIF

Disusun Oleh

Nurlando Imansyah Budi Perkasa

NPM

1018011124

Bandar Lampung, Maret 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Dosen Pembimbing,

dr. Zamahsjari S, M.KM

HYPERTENTION MANAGEMENT IN DEGENERATIVE RISK FACTOR DISEASE


Writen By
Nurulando Imansyah Budi Perkasa
1018011124
Faculty of Medicine, University of Lampung

Abstract
Background: Hypertension is the most common condition seen in primary care and leads to
myocardial infarction, stroke, renal failure, and death if not detected early and treated appropriately.
Patients want to be assured that blood pressure (BP) treatment will reduce their disease burden, while
clinicians want guidance on hypertension management using the best scientific evidence.patient with
hypertention is a burden on society due to the limited activity of life in all its forms, from physical
activity until the problem is psychological.
Objective : Application of family doctor services based EBM in elderly hypertention in degenerative patients
with identification of risk factors and clinical and patient management based and family centered approach
Methods : This study is a case report. The primary data obtained through anamnesis, physical examination,
home visits, family complete data, and psychosocial and environmental. Based on a holistic assessment of the
initial diagnosis, the process and the end of quantitative and qualitative studies.
Results : An elderly man, a family head who has degenerative disease and lived alone with his wife. Patient as
the head of a private foster families of patients who refuse restricted and monitored in an effort to prevent
disease recurrence.
Conclusion : Based on the theory, cases of hypertentios is on improving the quality of life issues. This involves
the participation and role of psychosocial problems health workers and family members to intervene with the
patient.
Keywords : hypertention, Family Medical Care, Elderly, degenerative disease

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA LANSIA DENGAN RESIKO PENYAKIT


DEGENERATIF

Disusun Oleh
Nurulando Imansyah BP
0918011124
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Abstrak
Latar Belakang : Hipertensi adalah kondisi paling umum terjadi pada penyelenggara kesehatan lini pertama
dan menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian jika tidak terdeteksi dini dan diobati
dengan tepat. Pasien ingin dipastikan bahwa pengobatan hipertensi akan mengurangi beban penyakit mereka,
sementara dokter ingin panduan tentang manajemen hipertensi menggunakan bukti ilmiah terbaik. Pasien
dengan hipertensi dapat membebani pasien karena aktivitas terbatas dalam segala bentuknya , dari aktivitas fisik
hingga masalah psikologis.
Tujuan : Penerapan pelayanan dokter keluarga yang berbasis EBM pasien hipertensi pada lansia dengan faktor
resiko penyakit degeneratif, diidentifikasi faktor resiko dan klinis serta penatalaksanaan berdasarkan patient
centered dan family approach
Metode : Studi ini merupakan case report. Data primer diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,
kunjungan rumah, melengkapi data keluarga, dan psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis
holistik dari awal, proses dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif.
Hasil : Seorang lansia, laki-laki, merupakan kepala keluarga yang memiliki resiko penyakit degeneratif dan
tinggal berdua dengan istri. Pasien sebagai kepala keluarga menumbuhkan pribadi pasien yang menolak dibatasi
dan diawasi dalam usaha mencegah terjadinya kekambuhan penyakit.
Kesimpulan : Berdasarkan teori, kasus hipertensi merupakan permasalahan pada meningkatkan kualitas hidup.
Hal ini menyangkut keikutsertaan masalah psikososial dan peranan dari petugas kesehatan dan anggota keluarga
untuk bersama melakukan intervensi terhadap pasien.
Kata Kunci : Hipertensi, Pelayanan Kedokteran Keluarga, Lansia, penyakit degeneratif.

Latar Belakang
Hipertensi adalah kondisi paling umum terjadi pada
penyelenggara kesehatan lini pertama
dan
menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal,
dan kematian jika tidak terdeteksi dini dan diobati
dengan tepat. Pasien ingin dipastikan bahwa
pengobatan hipertensi akan mengurangi beban
penyakit mereka, sementara dokter ingin panduan
tentang manajemen hipertensi menggunakan bukti
ilmiah terbaik. Pasien dengan hipertensi dapat
membebani pasien karena aktivitas terbatas dalam
segala bentuknya , dari aktivitas fisik hingga
masalah psikologis.
Penelitian ini diambil dengan seleksi ketat, dengan
berdasarkan bukti rekomendasi ambang batas
pengobatan, hasil dan pengobatan untuk
mentatalaksana hipertensi pada orang dewasa.
Bukti diambil berdasarkan kontrol percobaan yang
didapatkan berdasarkan gold standar sebagai bukti
keefektifan. Bukti keefektifan dikelompokkan
berdasarkan efek dan hasil yang ditemukan.
Terdapat bukti kuat untuk mendukung terapi
hipertensi pada usia 60 tahun keatas untuk
mencapai tekanan darah kurang dari 150/90 mmhg.
Dan usia dewasa muda 30-59 tahun dengan target
tekanan darah diastol kurang dari 90 mmhg.
Bagaimanapun, bukti ilmiah tidak cukup jelas
target tekanan sistolik pada seseorang dengan
hipertensi pada usia kurang dari 60 tahun atau usia
30-59 tahun. Maka ditetapkan rekomendasi tekanan
darah kurang dari 140/90 mmhg berdasarkan
pendapat ahli
Di ambang yang sama juga ditetapkan target
tekanan darah yang direkomendasikan pada dewasa
dengan diabetes / nondiabetes penyakit ginjal
kronis, sebagai ketetapan secara umum untuk usia
dibawah 60 tahun.
Terdapan bukti ilmiah untuk mendukung terapi
awal dengan pemberian ACEI, ARB, CCB atau
golongan diuretik thiazide pada populasi nonblack
hipertensi termasuk pada diabetes.
Pada populasi black hipertensi termasuk dengan
diabetes CCB dan golongan diuretik thiazid
direkomendasikan sebagai terapi awal.
Bukti tersebut untuk mendukung terapi awal atau
tambahan terapi antihipertensi dengan ACEI atau
ARB pada seseorang dengan CKD untuk
meningkatkan pengeluaran ginjal.
Meskipun guidelines ini menyediakan bukti
berdasarkan rekomendasi terapi hipertensi tetapi

harus disesuaikan dengan keadaan klinis pada


pasien. Rekomendasi ini tidak menggantikan
keputusan klinis dan keputusan tentang pengobatan
harus berhati-hati untuk dipertimbangkan, dan
diberikan dengan karakteristik klinis dan keadaan
individu pasien yang lain.
Tujuan Studi
Penerapan pelayanan dokter keluarga yang berbasis
EBM pasien ppok pada lansia dengan riwayat
sebagai perokok aktif dengan identifikasi faktor
resiko dan klinis serta penatalaksanaan berdasarkan
patient centered dan family approach
Ilustrasi Kasus
Pasien, seorang laki-lak Tn. P, 78 tahun, datang ke
Puskesmas Gedong tataan dengan keluhan pusing
disertai mual sejak 2 hari yang lalu. Keluhan
dirasakan sejak lama namun hilang timbul. Pasien
memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi
disertai maag sejak mulai pensiun. Pasien juga,
mempunyai riwayat merokok namun pasien telah
berhenti merokok sejak 15 tahun yang lalu, selain
itu pasien juga menderita PPOK dan sudah pernah
diobati, dengan keluhan saat ini terkadang sesak
nafas. istri pasien juga merupakan penderita darah
tinggi sebelum nya Dan saat ini menderita stroke
sejak 6 tahun lalu. Pada riwayat pengobatan pasien
menjalani pengobatan rutin ketika dirasakan pusing
dan mual seperti ini. untuk meredakan gejala yang
timbul dengan captopril 12,5 mg 1x1 dan ranitidine
1 tablet ketika merasa mual. sehingga keluhan
pusing dan mual membaik.
Metode
Studi ini merupakan case report. Data primer
diperoleh melalui anamnesa (autoanamnesa dan
alloanamnesa) pada pasien dan anggota keluarga
(istri pasien), pemeriksaan fisik, kunjungan rumah,
melengkapi data keluarga, dan psikososial serta
lingkungan. Penilaian berdasarkan diagnosis
holistik dari awal, proses dan akhir studi secara
kuantitatif dan kualitatif.
HASIL
1. Data Klinis
Keluhan berupa pusing dan mual selama 2 hari.
Kekhawatiran keluhan terus berlanjut, dan
mengganggu aktivitas pasien. Harapan bisa sembuh
total dan dapat melakukan aktivitas tanpa khawatir
akan kekambuhan.
Pemeriksaan Fisik
Penampilan bersih, keadaaan umum: tampak sakit
sedang; suhu: 37,2 oC; tekanan darah: 190/100
mmHg;; frek. nadi: 84x/menit; frek. nafas: 24

x/menit; berat badan: 55 kg; tinggi badan: 165 cm;


status gizi: IMT : 19.
Kepala, mata, hidung, dan mulut dalam batas
normal. Regio coli tidak ditemukan adanya
peningkatan Jugular Venous Pressure (JVP). Pada
regio pulmo secara inspeksi tidak tampak retraksi
interkostal, secara palpasi dalam batas normal,
secara perkusi ditemukan bunyi hipersonor pada
lapang paru, dan secara auskultasi ditemukan napas
vesikuler (+/+), rhonki halus (+/+), wheezing (-/-).
Pemeriksaan pada jantung tidak ditemukan
pembesaran. Regio abdomen tidak ditemukan
hepatomegali maupun splenomegali, dan bising
usus terdengar normal 6-10x/menit. Ektremitas
superior dan inferior dalam batas normal.
Status neurologis : Reflek fisiologis normal, reflek
patologis (-)

Perempuan
Laki-laki

Dibuat tanggal
10032015 oleh:
Nurulando IBP, S.Ked

Tinggal dalam satu rumah


Pasien
Meninggal
Gambar 1. Genogram Keluarga Tn.P
Pada pasien ini termasuk dalam jenis keluarga
extended dimana dalam satu rumah terdiri dari
suami, istri dan cucu. Anak-anak dan cucu pasien
yang lain tinggal di tempat yang terpisah dari
rumah pasien namun setiap minggu mereka
bersama-sama brgantian berkunjung ke rumah
pasien
Hubungan Antar Keluarga

Motorik:
5

Family Map
Suami
Tn. P

Istri
Ny.
S

Sensorik:
+

Cucu
An.R

\
Perempuan
Status lokalis:
Cardio vascular
I : Regio coli tidak ditemukan adanya peningkatan
Jugular Venous Pressure (JVP), jantung normal
ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: jantung dalam batas normal, tidak terdapat
perbersaran
A: regular (+), murmur (-), gallop (-)

Laki-laki

Dibuat tanggal
100320145 oleh:
Nurulando IBP, S.Ked

Dekat dan berhubungan baik


Gambar 2. Hubungan antar keluarga Tn.P

2. Data Keluarga

3. Data Lingkungan Rumah

Genogram

Pemukiman padat, luas rumah 8x8m2 dengan 1


lantai. Tinggal bersama istri yang berjarak usia 9
tahun lebih muda. Jarak dari puskesmas 2,5 km.
Dinding tembok, berlantaikan ubin, memiliki 2
jendela di ruang tamu, memiliki 3 kamar. Memiliki
1 kamar mandi yang menyatu dengan sumur.
Pencahayaan pada rumah cukup namun jendela
jarang di buka. jendela terdapat di ruang tamu di
dapur dan ruang tengah dan di kamar. Rumah
pasien dalam proses renovasi sehingga peletakan
barang tidak beraturan dan banyak terpapar debu.
Penerangan menggunakan lampu listrik, Sumber air

berasal dari sumur yang berjarak 10 m dari septic


tank.
4. Data Okupasi
Lokasi: sawah milik pasien.
Pasien berangkat ke kesawah 3 kali dalam
seminggu, ia datang hanya untuk mengecek saja
karna sawah tersebut di kerjakan oleh orang lain
dengan cara bagi hasil. Biasanyaa pasien ke sawah
pagi hari berangkat pukul 08.00 WIB, hingga
selesai pengecekan dan kembali kerumah pukul
10.00 WIB. Pasien menggunakan kendaraan roda
dua menuju sawah.
Diagnostik Holistik Awal
1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: pusing dan mual
sejak 2 hari lalu
- Kekhawatiran: Khawatir sakit tidak
membaik sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari.
- Harapan: dapat sembuh dari penyakit
sehingga bisa beraktivitas dengan baik.
- Persepsi: pusing disertai mual seperti mau
muntah
2. Aspek Klinik
Hipertensi kronis
3. Aspek Risiko Internal
- Gender laki-laki, lanjut usia, pekerjaan
pensiunan TNI.
- Memiliki riwayat merokok.
- Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kekambuhan penyakit
masih kurang.
4. Aspek Psikososial Keluarga
- Pasien tinggal bersama istri pasien yang
sudah 6 tahun mengidap stroke sehingga
pengawasan
pada
pasien
untuk
menghindari faktor yang mencetuskan
kekambuhan penyakit berkurang
- Pasien sebagai kepala keluarga merasa
tidak ingin diatur maupun dibatasi
kegiatannya oleh anggota keluarga lain.
5. Derajat Fungsional : 4
Intervensi :
Nonmedikamentosa:
- Edukasi dan konseling mengenai penyakit
hipertensi pada pasien dan keluarga
- Edukasi dan konseling untuk melasanakan
pengobatan yang maksimal serta efek
samping dari pengobatan, dan manfaat tiaptiap pengobatan
- Edukasi dan konseling untuk melakukan
pencegahan perburukan penyakit
- Konseling kepada pasien untuk mengalihkan
stress psikososial dengan hal-hal bersifat
positif.

Medika mentosa:
- Captopril 2x1
- Ranitidine 3x1
- Paracetamol 3x1
- Bcomplex 1x1
Intervensi dalam 3kali kunjungan rumah.
Tindakan: Behaviour Treatment: mengurangi faktor
yang menimbulkan kekambuhan seperti kurang
kontrol akan tekanan darah nya, menjauhi asap
rokok, berolahraga secara rutin seperti berjalan
kaki, dan segera berobat apabila keluhan timbul.
Diagnosis Holistik Akhir
Bentuk keluarga : Keluarga extended
Disfungsi dalam keluarga : Kurangnya
pengawasan keluarga terhadap pasien
1. Aspek Personal
- Alasan kedatangan: pusing dan mual
sejak 2 hari lalu
- sudah tidak dikeluhkan
- Kekhawatiran: Sudah berkurang dan
pasien dapat menjalani aktivitas seharihari tanpa terjadi kekambuhan
- Harapan: belum tercapai karena penyakit
tidak dapat sembuh, namun kekambuhan
dapat terkontrol
- Persepsi: rasa pusing dan mual tidak
dikeluhkan lagi
2. Aspek Klinik
Hipertensi terkontrol
3. Aspek Risiko Internal
- Gender laki-laki, lansia, pekerjaan marbot
masjid
- Mempunyai riwayat merokok
- Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kekambuhan penyakit
sudah cukup.
4. Aspek Psikososial Keluarga
- Kurangnya pengawasan terhadap pasien
masih kurang dikarenakan pasien hanya
tinggal bertiga dengan istri yang sedang
mengalami stroke dan cucunya yang
masih kelas 6 SD.
- Masalah
persepsi
pasien
sebagai
pemimpin dalam keluarga sehingga tidak
ingin dibatasi kegiatannya oleh keluarga
masih sulit untuk diubah
5. Derajat fungsional: 5.
Pembahasan
Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering
ditemui pada perawatan primer dan dapat
menyebabkan infark miokardium, stroke, gagal
ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi dini dan
diterapi dengan tepat. Dan JNC 8 (The Eight Joint
National Committee) telah mengeluarkan panduan
baru dalam manajemen hipertensi pada dewasa.

2014 Evidence-Based Guideline for the


Management of High Blood Pressure in Adults:
Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8), yang
telah dipublikasikan secara online pada tgl 18
Desember 2013 oleh JAMA (Journal of the
American Medical Association) menguraikan 9
rekomendasi spesifik untuk memulai dan
memodifikasi farmakoterapi untuk pasien dengan
peningkatan tekanan darah.
Panduan tersebut mengambil pendekatan yang teliti
dan berbasis ilmiah yang merekomendasikan
ambang terapi, tujuan terapi, dan obat dalam
manajemen hipertensi pada dewasa. Bukti diambil
dari studi-studi acak dengan kontrol, yang
melibatkan minimal 100 subjek, yang menunjukkan
standar emas untuk menentukan efikasi dan
efektivitas. Kualitas bukti dan rekomendasi
digolongkan berdasarkan efeknya pada outcome
yang penting.
Menurut ketua AAFP Commission on Health of the
Public and Science, Steven Brown, MD, laporan
dari panelis JNC 8 tersebut merupakan salah satu
panduan yang paling diantisipasi sejak beberapa
tahun terakhir dan membahas topik prioritas utama
untuk dokter keluarga dan pasiennya.
Anggota panel panduan yang telah ditunjuk oleh
the National Heart, Lung and Blood Institute
(NHLBI) tahun 2008 tersebut memfokuskan pada
bagaimana menjawab 3 pertanyaan kunci:
Pada pasien dewasa dengan hipertensi, apakah
memulai terapi farmakologi antihipertensi pada
ambang tekanan darah spesifik akan memperbaiki
outcome
kesehatan?
Pada pasien dewasa dengan hipertensi, apakah
terapi dengan terapi farmakologi antihipertensi
hingga tekanan darah tujuan spesifik memperbaiki
outcome
kesehatan?
Pada pasien dewasa dengan hipertensi, apakah
berbagai obat antihipertensi atau golongan obat
berbeda dalam manfaat dan bahaya pada outcome
kesehatan spesifik?
Meskipun anggota tim panel berusaha untuk
mencapai konsensus pada semua rekomendasi,
namun mayoritas 2/3 dianggap dapat diterima,
dengan pengecualian rekomendasi yang tidak ada
bukti studi non-RCT, untuk hal ini, rekomendasi
berdasarkan pada pendapat ahli dan memerlukan
persetujuan dari 75% peserta panel.
Sembilan rekomendasi utama yang baru meliputi:
1. Pada pasien berusia 60 tahun, mulai terapi
farmakologi pada tekanan darah sistolik 150
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan
terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <150

mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan <90


mmHg (rekomendasi kuat - level A). Jika terapi
menyebabkan tekanan darah sistolik yang lebih
rendah (misalnya <140 mmHg) dan terapi
ditoleransi dengan baik tanpa efek samping pada
kesehatan dan kualitas hidup, maka tidak perlu
penyesuaian dosis (pendapat ahli level E).
2. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi
farmakologi pada tekanan darah diastolik 90
mmHg dan terapi hingga tekanan darah diastolik
tujuan <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun,
rekomendasi kuat - level A; untuk usia 18-29 tahun,
pendapat ahli - level E).
3. Pada pasien berusia <60 tahun, mulai terapi
farmakologi pada tekanan darah sistolik 140
mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik
tujuan <140 mmHg (pendapat ahli level E).
4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit
ginjal kronik, mulai terapi farmakologi pada
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90 mmHg dan terapi hingga
tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan
tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg
(pendapat ahli - level E).
5. Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes,
mulai terapi farmakologi pada tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik
90 mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik
tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik
tujuan <90 mmHg (pendapat ahli - level E).
6. Pada populasi non-kulit hitam secara umum,
termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis
thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB
(rekomendasi sedang - level B). Rekomendasi ini
berbeda dengan JNC 7 di mana panel
merekomendasikan diuretik jenis thiazide sebagai
terapi awal untuk sebagian besar pasien.
7. Pada populasi kulit hitam secara umum,
termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis
thiazide atau CCB (untuk populasi kulit hitam
secara umum: rekomendasi sedang - level B; untuk
populasi kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi
lemah
level
C).
8. Pada populasi berusia 18 tahun dengan
penyakit ginjal kronik (PGK), terapi antihipertensi
awal (atau add-on) harus meliputi ACE inhibitor
atau ARB untuk memperbaiki outcome ginjal. Hal
ini diaplikasikan pada semua pasien PGK dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status
diabetes (rekomendasi sedang - level B).

9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai


dan mempertahankan tekanan darah tujuan. Jika
tekanan darah tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan
terapi, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan
dengan obat kedua dari salah satu golongan obat
dalam rekomendasi no.6 (diuretik jenis thiazide,
CCB, ACE inhibitor, atau ARB). Dokter harus terus
menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen
terapi hingga tekanan darah tujuan tercapai. Jika
tekanan darah tujuan tidak dapat tercapai dengan 2
obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar
yang diberikan. Jangan gunakan ACE inhibitor dan
ARB bersamaan pada pasien yang sama.
Jika tekanan darah tujuan tidak dapat dicapai
dengan hanya menggunakan obat dalam
rekomendasi no.6 karena kontraindikasi atau
kebutuhan menggunakan lebih dari 3 obat untuk
mencapai tekanan darah tujuan, maka obat
antihipertensi dari golongan lain dapat digunakan.
Perujukan ke seorang spesialis hipertensi dapat
diindikasikan untuk pasien yang tekanan darah
tujuan tidak tercapai menggunakan strategi di atas
atau untuk manajemen pasien dengan komplikasi
yang memerlukan konsultasi klinis tambahan
(pendapat ahli - level E).
Menurut pimpinan penulis panduan baru ini, tujuan
panduan ini adalah ingin membuat pesan yang
sangat simpel untuk dokter: terapi pada tekanan
darah 150/90 mmHg untuk pasien berusia >60
tahun, dan pada tekanan darah 140/90 mmHg untuk
setiap orang lainnya.
Selain itu, juga
menyederhanakan regimen obat, bahwa keempat
pilihan obat tersebut baik. Yang juga penting adalah
pantau, lacak, dan pantau kembali pasien.
Meskipun target lebih longgar, panduan baru ini
bukan berarti bahwa dokter harus mengurangi
terapi pada pasien yang berhasil baik dengan
panduan JNC 7. Jika pasien berhasil mencapai
tekanan darah hingga 140 mmHg atau 135 mmHg
dengan terapi, bukan berarti obat dihentikan agar
tekanan darah mendekati 150 mmHg, tetapi jika
tekanan darah pasien konsisten di bawah 150
mmHg, maka outcome kesehatan akan lebih baik.
Namun rekomendasi ini tidak menggantikan
pertimbangan klinis dan keputusan mengenai
perawatan harus dipertimbangkan hati-hati dan
memasukkan karakteristik dan kondisi klinik dari
setiap individu pasien.
Manajemen yang dilakukan
hipertensi merupakan penyakit yang diturunkan
dan degeneratif. Tujuan dari penatalaksanaan
penyakit ini antara lain mengurangi gejala,
mencegah komplikasi dan meningkatkan kualitas
hidup penderita. Penatalaksanaan hipertensi secara

umum meliputi : edukasi, obat-obatan, terapi


nutrisi, dan rehabilitas.
Kepada pasien dalam kasus ini, manajemen yang
diberikan pertama adalah edukasi, dimana pasien
perlu
menghindari
hal-hal
yang
dapat
menyebabkan kekambuhan (tekanan darah tinggi
s/d tak terkontrol) sehingga pasien dapat menjalani
aktivitas sehari-hari. Pasien juga diberikan
informasi mengenai penyakitnya, hipertensi,
sehingga pasien dapat memahami bahwa pasien
dapat mengontrol penyakit tersebut meskipun tidak
dapat sembuh. Kemudian pemberitahuan mengenai
kegunaan dari obat-obatan, cara penggunaan,
waktu penggunaan, dosisi obat, dan efek samping.
Pasien pada kasus ini telah mendapatkan terapi
obat berupa Captopril 2x1, Ranitidine 3x1,
Paracetamol 3x1, Bcomplex 1x1. Pasien tidak
meminum obat-obat tersebut secara rutin. Obatobat tersebut diminum oleh pasien hanya ketika
pusing mual dan merasa demam kemudian apabila
gejala membaik, pasien hanya meminum obat
captopril 1x1 sebagai pengontrol.
Penatalaksanaan hipertensi secara umum, termasuk
yang mempunyai diabetes, terapi antihipertensi
awal harus meliputi
diuretik jenis thiazide
CCB
ACE inhibitor,
ACE
inhibitor
adalah
obat-obat
yang
memperlambat aktivitas dari enzim ACE, yang
mengurangi produksi dari angiotensin II. Sebagai
akibatnya, pembuluh darah melebar, retensi garam
ditahan, dan tekanan darah berkurang. Contoh obat
ACEI
adalah
enalapril
(Vasotec),captopril
(Capoten),
ARB (rekomendasi sedang - level B).
Angiotensin receptor blockers (ARBs) adalah obatobat yang menghalangi aksi dari angiotensin terikat
dengan receptor nya pada pembuluh darah. Sebagai
akibatnya, pembuluh darah membesar dan tekanan
darah berkurang. Contoh : losartan (Cozaar),,
irbesartan (Avapro), valsartan (Diovan).

Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 di mana


panel merekomendasikan diuretik jenis thiazide
sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien.
Pada kasus Tn. P, pengobatan hanya apabila ketika
pasien merasakan kekambuhan. Hal ini dapat
disebut sebagai eksaserbasi akut dimana
eksaserbasi akut berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang
disebabkan oleh infeksi atau faktor lainnya seperti
polusi
udara,
kelelahan,
atau
timbulnya

komplikasi.3 Gejala eksaserbasi akut antara lain


sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan
terjadi perubahan warna sputum. Pasien mengalami
ketiga gejala di atas sehingga termasuk dalam
eksaserbasi akut. Penatalaksanaan medikamentosa
pada pasien sudah tepat.
Dari kondisi-kondisi tersebut, pasien dapat
dikategorikan menderita PPOK dengan derajat
sedang dan memiliki prognosis quo ad vitam :
dubia, quo ad funtionam : dubia karena pasien
sewaktu-waktu dapat mengalami serangan saat
melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dan
quo ad sanationam : dubia ad malam karena pasien
tidak dapat sembuh total dari penyakitnya dan perlu
terus menghindari faktor pencetus timbulnya
kekambuhan
Kesimpulan
1. Diagnosis PPOK pada kasus ini sudah
ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat
dalam teori yang telah dikemukakan.
2. Terdapat beberapa faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi terjadinya
PPOK dan hal ini telah dinyatakan oleh
beberapa teori yang didasarkan sebagai acuan.
3. Penatalaksanaan PPOK baik pada eksaserbasi
akut yang dialami pasien maupun PPOK stabil
sudah
disesuaikan
dengan
strategi
penatalaksanaan PDPI (Persatuan Dokter Paru
Indonesia).
4. Peran keluarga sangat diperlukan untuk
membantu pasien untuk menghindari faktor
pencetus penyebab kekambuhan.
5. Pelayanan medis tidak hanya terfokus pada
pasien sebagai orang yang menderita sakit,
namun juga dilihat dari aspek keluarga yang
terlibat, dan lingkungan.
Saran
1. Perilaku kesehatan pasien dan keluarga perlu
ditingkatkan untuk mencegah kesehatan yang
sudah teratasi atau munculnya masalah
kesehatan yang baru.
2. Keluarga perlu mengoptimalkan kerjasama
antar anggota keluarga untuk meningkatkan
kesehatan keluarga.
3. Keluarga tetap melakukan intervensi yang
telah diberikan.
4. Monitoring dan re-evaluasi gaya hidup dan
perilaku kesehatan pasien dan keluarga oleh
petugas kesehatan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.
Imelda Carolia M.Kes selaku kepala Puskesmas
Rawat Inap Gedong Tataan dan kepada dr.
Zamahsjari S, M.KM sebagai pembimbing dalam
penulisan manuskrip ini

DAFTAR PUSTAKA
New JNC 8 hypertension guidelines: What
does the panel recommend now? Monthly
Prescribing Reference [Internet]. 2013 [cited 2013
Dec
23].
Available
from;
http://www.empr.com/new-jnc-8-hypertensionguidelines-what-does-the-panel-recommendnow/article/326269/
1.

Wood S. JNC 8 at Last! Guidelines ease


up on BP thresholds, drug choices. Medscape 2013
[Internet]. 2013 [cited 2013 Dec 23]. Available
from:
http://www.medscape.com/
viewarticle/817991_print
2.

2014 Hypertension guideline stands to


simplify treatment, says expert [Internet]. 2013
[cited 2013 Dec 23]. Available from:
http://www.aafp.org/news-now/health-of-thepublic/20131218 hypertensiongdln.html
3.

James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman


WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al.
2014 Evidence-Based
Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults:
Report From the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
doi:10.1001/jama.2013.284427.
4.

You might also like