Analisis Topografi Dan Curah Hujan Wilayah

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 46

ANALISIS TOPOGRAFI DAN CURAH HUJAN WILAYAH

KELOMPOK 4
Niken Andika Putri

E14120045

Iman Tochid

E14120054

Andi Yuniar A

E14120080

Dinda Piyan L

E14120090

M. Isa A

E14120104
Dosen :
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

Asisten :
Endrawati, S.Hut
Bayu Pradana, S.Hut
M. Yanuar P

E14100043

Mawardah Nur H

E14100039

LABORATORIUM HIDROLOGI HUTAN DAN PENGELOLAAN DAS


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain
seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Dalam
pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan
saja, tetapi juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan
bahkan kebudayaan lokal(Ilmu Pengetahuan Sosial). Kata topografi berasal
dari bahasa Yunani yaitu topos yang berarti tempat, dan graphia yang berarti
tulisan. Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara
umum menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan
garis bujur, dan secara vertikal yaitu ketinggian. Topografi umumnya
menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis
lahan. Penggunaan kata topografi dimulai sejak zaman Yunani kuno dan
berlanjut hingga Romawi kuno, sebagai detail dari suatu tempat.
Hujan adalah titik-titik air di udara atau awan yang sudah terlalu berat
karena kandungan airnya sudah sangat banyak, sehingga akan jatuh kembali
ke permukaan bumi sebagai hujan (presipitasi). Alat untuk mengukur curah
hujan adalah fluviometer. Garis khayal di peta yang menghubungkan tempattempat yang mendapatkan curah hujan yang sama disebut isohyet. Curah
hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal
bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Curah hujan di suatu tempat
antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan perputaran
pertemuan arus udara. Faktor iklim sangat menentukan pertumbuhan dan
produksi tanaman. Apabila tanaman ditanam di luar daerah iklimnya, maka
produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui curah hujan rata-rata wilayah Sub-DAS ALO

2. Mengenali metode interpolasi dengan sub-metode Kriging, Inverse


distance

weight (IDW), Spline, dan Natural Neighbor

3. Mengetahui kelas lereng pada wilayah Sub DAS ALO

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai/DAS dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang


dibatasi oleh topografi alami (Suripin 2001). Topografi tersebut termasuk sisi
punggung bukit. Hal tersebut mempengaruhi kemiringan lereng yang ada di
sekeliling DAS tersebut. Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan
adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan
jarak lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan (slope) (Aditya
2011). Bentuk lereng juga mempengaruhi dalam penentuan wilayah suatu DAS.
Bentuk Lereng tergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan.
Morfomertri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang
terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah. (Seyhan 1977). Morfometri DAS
sangat ditentukan oleh kondisi fisioigrafi (topografi dan batuan) dan iklim, terutama
curah hujan. Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas
permukaan horizontal.Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan
yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak
mengalir (Anonim 2013).
Dua unsur topografi yang berpengaruh adalah panjang lereng dan kemiringan
lereng, unsur lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keragaman, dan
arah lereng. Kondisi topografi yang berat atau curam dan sistem jaringan sungai yang
lebih padat pada umumnya akan mempercepat konsentrasi pada titik di wilayah DAS
dibandingkan dengan kondisi topografi yang relatif datar (Sudarmadji 1997). Sistem
klasifikasi kelas kelerengan lapangan menurut S.K Menteri Pertanian No.837 Tahun
1980 dalam Sudarmadji (1997) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Kelas Kelerengan Lapangan


No

Kelas

Persen (%)

Penilaian

0-8

Datar

8-15

Landai

15-25

Agak curam

25-45

Curam

>45

Sangat Curam

Sumber: Sudarmadji (1997)


Intensitas hujan akan mempengaruhi laju dan volume air larian. Semakin
besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume air larian. Tetapi, baik laju
maupun volume air larian per satuan wilayah dalam DAS tersebut turun apabila luas
daerah tangkapan air (catchement area) bertambah besar. Sistem klasifikasi intensitas
hujan menurut S.K Menteri Pertanian No.837 Tahun 1980 dalam Sudarmadji (1997)
adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Intensitas Hujan
No

Kelas

Intensitas (mm/jam)

Keterangan

0-13,6

13,6-20,7

Rendah

20,7-27,7

Sedang

27,7-34,8

Tinggi

>34,8

Sangat rendah

Sangat Tinggi

Sumber: Sudarmadji (1997)


Beberapa pengaruh morfometri DAS, dalam hal ini terdiri atas luas,
kemiringan lereng, bentuk DAS, dan kerapatan drainase DAS terhadap besaran dan
timing dari hidrograf aliran yang dihasilkan (Asdak 2004). Analisa curah hujan ratarata daerah dihitung dengan cara polygon Thiessen. Cara ini lazim digunakan dalam
perhitungan curah hujan rata-rata daerah, namun dalam hal tertentu harus disesuaikan
dengan kondisi topografi dan ketersediaan data yang ada (Buchari 2008). Cara ini
memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa
setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu

dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan.
Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman
hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi cara ini
dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian
pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar,
masa poligon harus diubah (Buchari 2010).
Dengan menggunakan software ArcGis kita mampu membuat interpolasi dan
poligon Thiessen secara otomatis data-data sebaran titik yang mempunyai nilai dan
koordinat proyeksi sesuai dengan lokasi tersebut, jika data titik (point) masih dalam
bentuk attribut maka perlu dikonversikan dalam format shp terlebih dulu. Interpolasi
adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah
diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah
yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau sebaran nilai pada
selu-ruh wilayah (Gamma Design Software, 2005). Ada beberapa metode yang bisa
digunakan untuk melakukan interpolasi seperti Natural Neighbor, Spline, Inverse
Distance Weighted (IDW) dan Kriging (Pramono 2008). Setiap metode ini akan
memberikan hasil interpolasi yang berbeda.
Metode IDW dapat dikelompokkan dalam estimasi deterministic dimana
interpolasi dilakukan berdasarkan perhitungan matematik. Metode Inverse Distance
Weighted (IDW) merupakan metode deterministik yang sederhana dengan
mempertimbangkan titik disekitarnya (NCGIA 1997). Asumsi dari metode ini adalah
nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih
jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data
sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini
biasanya digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan.
Metode Kriging dapat digolongkan kedalam estimasi stochastic dimana
perhitungan secara statistik dilakukan untuk menghasilkan interpolasi. Metode
Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted
(IDW) dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan
nilai diantara sampel data (Ctech Development Corporation 2004). Metode ini

diketemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan tambang.
Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data menunjukkan
korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi (ESRI 1996). Metode Kriging
sangat banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan. Kecepatan
perhitungan tergantung dari banyaknya sampel data yang digunakan dan cakupan dari
wilayah yang diperhitungkan. Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan
ukuran error dan confidence. Metode ini menggunakan semivariogram yang
merepresentasikan perbedaan spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data.
Semivariogram juga menunjukkan bobot (weight) yang digunakan dalam interpolasi.
Metode Spline adalah metode interpolasi yang biasa digunakan untuk
mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik
digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,
ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Metoda Spline kurang
bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang
sangat dekat. Jika dipilih metoda Spline maka ada pilihan tipe Regularized dan
Tension. Regularized membuat permukaan halus sedangkan Tension mempertegas
bentuk permukaan sesuai dengan fenomena model. (Pramono 2008).
Metoda Nearest Neighbor Interpolation adalah metode paling sederhana dan
pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Sebagian besar perangkat lunak untuk
melihat dan mengedit gambar menggunakan interpolasi jenis ini untuk memperbesar
gambar digital untuk keperluan pemeriksaan lebih dekat karena tidak mengubah
informasi warna dari gambar dan tidak memperlihatkan anti-aliasing dan tidak cocok
untuk memperbesar gambar foto karena meningkatkan visibilitas jaggies (Pramono
2008). Metode natural neighbor memberikan hasil interpolasi yang lebih realistis
dengan pola sebaran . Data hasil interpolasi dapat berupa raster dengan format grid
dengan resolusi (Kumbara 2011).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengelolaan Ekositem Hutan dan Daerah Aliran Sungai dengan
judul materi Analisi Topografi dan Curah Hujan Wilayah ini dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 12 Maret 2015 mulai pukul 09.00-12.00 WIB yang bertempat di RK X
3.01, Fakultas Kehutanan, IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop, Software
ARCGIS 10.1, Microsoft word dan excel. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum ini adalah alat tulis dan data DAS Limboto.
3.3 Langkah Kerja
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah :
1. Buka software arcMap 10.1
2. Klik ikon

lalu Add data Stasiun_CH, Sub_DAS_Alo, dan fill_ALO

3. Klik kanan pada Layer Stasiun_CH klik Properties pilih Source untuk
melihat sistem koordinat yang digunakan.

4. Apabila sistem koordinantnya sudah UTM maka selanjutnya pada ArcToolbox


pilih Analysis Tools Proximity Create Thiessen Polygons

5. Lalu isikan kolom Input dan Output pada Tabel Create Thiessen Polygons

6. Klik Environments Processing Extent

7. Pada kolom Extent pilih same as Layer Sub_DAS_Alo klik Ok klik OK

8. Lalu akan muncull

9. Kemudian pada ArcToolbox pilih Analysis Tools Extract Clip

10. Lalu isikan Input dan Output pada Tabel Clip klik OK

11. Sehingga akan muncul

12. Lalu klik kanan pada Layer Thiessen_Clip pilih Open Attributes Table

13. Klik Add Field lalu isi tabel Add Field klik OK

14. Maka akan muncul kolom luas

15. Klik kanan pada kolom luas pilih Calculate Geometry

16. Klik OK Yes OK

17. Sehingga akan muncul nilai luas

18. Kemudian buka Ms Excel Open thiessen_clip.dbf

19. Sehingga akan muncul seperti ini :

20. Lalu buat tabel baru hitung curah hujan wilayah tahun 2009 2012

21. Kemudian pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst Tools Interpolation IDW

22. Isi tabel IDW

23. Klik Environments pilih Processing Extent

24. Pada kolom Extent pilih same as Layer Sub_DAS_Alo klik Ok klik OK

25. Pada ArcTooolbox pilih Spatial Analyst Tools Extraction Extract by Mask.
Isi tabel Extract by Mask klik OK

26. Maka akan diperoleh :

27. Klik kanan pada layer IDW_aloclip pilih Properties Symbology

28. Pilih Color Range sesuai yang diinginkan, maka akan mucul :

29. Kemudian lakukan langkah seperti pada nomor 21 sampai 30 untuk interpolation
menggunakan Kriging, Natural Neighbor dan Spline

30. Lalu klik kanan pada Layer fill_alo pilih Properties Source untuk melihat
format yang diguanakan

31. Karena format tersebut GRID maka langkah selanjutnya pada ArcToolbox pilih
Data Mangement Tool Projections and Transformations Raster Project
Raster

32. Isikan Input dan Output pada tabel Project Raster. Pada Output pilih Projected
Coordinate Systems - UTM - WGS 1984 - Northern Hemisphere WGS 1984
UTM Zone 51N klik OK

33. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Surface Slope

34. Lalu isi tabel Slope

35. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Reclass Reclassify. Lalu isi
tabel Reclassify klik Classify klik OK

36. Klik kanan pada layer slope_poli pilih Open Attribute Table

37. Lalu klik ikon

pilih Add Field isi tabel Add Field klik OK

38. Klik kanan pada kolom Luas pilih Calculate Geometry. Klik Ok Yes Ok

39. Maka akan muncul nilai Luas

pilih Add Field isi tabel Add Field klik OK

40. Lalu klik ikon

41. Klik

ikon

pilih Select by Attributes isi tabel Select by Attributes

42. Klik kanan pada kolom Kelas pilih Field Calculator

43. Klik Yes isi tabel Field Calculator sesuai kelas yang di inginkan klik OK

44. Lalu ulangi langkah seperti pada nomor 46 sampai 48 untuk kelas kemiringan ke
2 sampai ke 5. Sehingga akan diperoleh nilai kelas :

45. Buka Ms Excel Open slope_poli.dbf

46. Klik ikon

isi tabel Create PivotTable klik OK

47. Beri tanda checklist untuk kelas dan luas

48. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Surface Slope

49. Lalu isi tabel Slope

50. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Reclass Reclassify

51. Lalu isi tabel Reclassify klik Classify klik OK

52. Klik kanan pada layer tinggi_poli pilih Open Attribute Table lalu akan muncul

53. Lalu klik ikon

pilih Add Field isi tabel Add Field klik OK

54. Klik kanan pada kolom Luas pilih Calculate Geometry

55. Klik OK Yes OK

56. Maka akan muncul nilai Luasnya

pilih Add Field isi tabel Add Field klik OK

57. Lalu klik ikon

58. Klik

ikon

pilih Select by Attributes isi tabel Select by Attributes

59. Klik kanan pada kolom Kelas pilih Field Calculator

60. Klik Yes isi tabel Field Calculator sesuai kelas yang di inginkan klik OK

61. Lalu ulangi langkah seperti pada nomor 64 sampai 66 untuk kelas tinggi ke 2
sampai ke 5. Sehingga akan diperoleh nilai kelas :

62. Buka Ms Excel Open tinggi_poli.dbf

63. Klik ikon

isi tabel Create PivotTable klik OK

64. Beri tanda checklist untuk kelas dan luas

65. Maka akan muncul :

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Gambar 1 Stasiun Curah Hujan Sub DAS Alo

Gambar 2 Poligon Thiessen Sub DAS Alo

Gambar 3 Kelerengan Sub DAS Alo

Gambar 4 Slope Poligon Sub DAS Alo

Gambar 5 Kelas Kelerengan Sub DAS Alo

Gambar 6 Slope Sub DAS Alo

Gambar 7 Slope Fill Sub DAS Alo

Gambar 8 Fill Sub DAS Alo (UTM)

Gambar 9 Fill Sub DAS Alo (raster)

Gambar 10 Metode Inverse Distance Weighted (IDW)

Gambar 11 Metode Kriging

Gambar 12 Metode Natural Neighbor

Gambar 13 Metode Spline

Tabel 1 Kelerengan dan Ketinggian Sub DAS Alo


Kelas
Lereng
1
2
3
4
5

Selang

Luas (Km2)

0-8%
8-15%
15-25%
25-40%
>40%
Total

28785415,88
20727052,78
24292787,49
23241185,65
13427128,62
110473570,4

Tabel 2 Data Poligon Thiessen


Id Input_FID No
X
0
0
1 483586
0
1
2 484186
0
2
3 484919
0
3
4 482405

Y
70657
72234
86586
80885

Kelas
Ketinggian
1
2
3
4
5

E
31
34
19
92

Luas (m2)

Selang
0-150 mdpl
150-250 mdpl
250-350 mdpl
350-450 mdpl
>450 mdpl
Total

43033575,33
33496174,04
23238703,4
5642366,94
816470,73
106227290,4

Keterangan (Stasiun)
SCH Bandara Djalaludin
SCH Alo
SCH Molingkaputo
CA. Tangale

Tabel 3 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2009


A/A
Stasiun
Luas
CH_09
total
SCH Bandara
19,34
0,17
1244,00
Djalaludin
SCH Alo
11,81
0,11
389,00
SCH Molingkaputo
36,42
0,33
1436,00
CA. Tangale
43,87
0,39
1278,00
Jumlah
111
Tabel 4 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2010
A/A
Stasiun
Luas
CH_10
total
SCH Bandara
19,34
0,17
2311,00
Djalaludin
SCH Alo
11,81
0,11
2279,00
SCH Molingkaputo
36,42
0,33
2977,00
CA. Tangale
43,87
0,39
1968,00
Jumlah
111

AXD

CH
2009

24058,96
4594,09
52299,12
56065,86
137018,03

1229,52

AXD

CH 2010

44694,74
26914,99
108422,34
86336,16
266368,23

2390,24

Tabel 5 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2011


A/A
Stasiun
Luas
CH_11
total
SCH Bandara
19,34
0,17
1644,00
Djalaludin
SCH Alo
11,81
0,11
1338,00
SCH Molingkaputo
36,42
0,33
2540,00
CA. Tangale
43,87
0,39
1581,00
Jumlah
111
Tabel 6 Perhitungan Curah Hujan Tahun 2012
A/A
Stasiun
Luas
CH_12
total
SCH Bandara
19,34
0,17
1734,00
Djalaludin
SCH Alo
11,81
0,11
1570,00
SCH Molingkaputo
36,42
0,33
2222,00
CA. Tangale
43,87
0,39
1735,00
Jumlah
111

AXD

CH
2011

31794,96
15801,78
92506,80
69358,47
209462,01

AXD

1879,59

CH
2012

33535,56
18541,70
80925,24
76114,45
209116,95

Tabel 7 Perhitungan Curah Hujan Rata-rata Tahun 2009-2012


A/A
RATAStasiun
Luas
AXD
total
RATA
SCH Bandara
19,34
0,17
1733,00
33516,22
Djalaludin
SCH Alo
11,81
0,11
1394,00
16463,14
SCH
36,42
0,33
2294,00
83547,48
Molingkaputo
CA. Tangale
43,87
0,39
1640,00
71946,80
Jumlah
111
205473,64

1876,50

RATARATA

0,77

3.2 Pembahasan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama
periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) diatas permukaan
horizontal.Curah hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air hujan yang
terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir
Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan data berdasarkan beberapa data
yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada

wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga terbentuk peta atau sebaran nilai
pada seluruh wilayah. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan
interpolasi

sepertinatural

neighbor, Spline, Inverse

Distance

Weighted (IDW)

dan Kriging (Pramono 2008). Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi
nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga ter-buatlah peta atau
sebaran nilai pada selu-ruh wilayah (Gamma Design Software, 2005).
Pengamatan dan pendataan curah hujan dapat dilakukan dengana berbagai
macam metode yang ada. Pengukuran dengan metode tersebut di lakukan berdasarkan
data yang telah terekan pada masing masing stasiun curah hujan di daerah DAS
tertentu. Pengolahan data dengan metode tersebut saat ini dapat dilakukan dengan
menggunakan software yang kemudian data akan di olah oleh komputer. Masingmasing dari metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengolahan
dan hasil data yang dihasilkan. Metode tersebut terdiri dari, Polygon Thiessen,
Metode interpolasi yang terdiri dari, Spline, Kriging, Neighbor, dan IDW.
Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode deterministik
yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini
adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang
lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan
data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data sampel (Pramono
2008). Kelebihannya yaitu sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya
(NCGIA, 1997), keakuratan data baik dikarenakan semua hasil dengan metode IDW
memberikan nilai mendekati nilai minimum dan maksimum dari sampel data, nilai
interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh,
bobot (weight) akan berubah secara linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel
digunakan dalam industri pertambangan karena mudah untuk digunakan.
Sedangkan kekurangan dari metode IDW yaitu nilai hasil interpolasi terbatas
pada nilai yang ada pada data sampel (isotropic terbatas), puncak bukit atau lembah
terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil interpolasi model ini (Watson & Philip,
1985), agar mendapatkan hasil yang baik, sampel data yang digunakan harus rapat
yang berhubungan dengan variasi lokal. Jika tidak merata, hasilnya kemungkinan

besar tidak sesuai dengan yang diinginkan. Secara keseluruhan metode ini lebih
unggul jika dibandingkan dengan metode Kriging.
Metode kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai
spasial pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain
yang belum atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada
kedekatannya terhadap lokasi tersampel. Pada semua metode analisis data non spatial
(crosssectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai
prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier).
Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang
kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak
tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat
menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat
pencilan (outlier) (Pramono 2008).
Metode Kriging adalah estimasi stochastic yang mirip dengan Inverse
Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk
memperkirakan nilai diantara sampel data (Ctech Development Corporation, 2004).
Metode ini ditemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan
tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data
menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi ESRI, 1996).
Jenis Kriging yang bisa dilakukan adalah dengan cara spherical, circular,
exponential, gaussian dan linear (ESRI, 1999).Metode Kriging sangat banyak
menggunakan sistem komputer dalam perhitungannya. Kelebihan metode krigging
yaitu sudah banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan, sering
digunakan dalam bidang ketanahan dan geologi, memberikan ukuran error dan
confidence dan menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan
spasial dan nilai diantara semua pasangan sampel data. Sedangkan kekurangannya
yaitu tidak dapat menampilkan puncak, lembah atau nilai yang berubah drastis dalam
jarak yang dekat (Bancroft & Hobbs. 1986) atau (Siska P.P. 2001). Kriging terkadang
memberikan hasil interpolasi dengan kisaran yang rendah. Opsi power dan jumlah
sampel tidak memberikan perubahan yang signifikan pada hasil interpolasi.

Metode Spline adalah metode interpolasi yang biasa digunakan untuk


mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini baik
digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,
ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Metoda Spline kurang
bagus untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang
sangat dekat (Pramono 2008). Kelebihan metode ini yaitu baik digunakan dalam
membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, ketinggian muka air tanah,
ataupun konsentrasi polusi udara dan hanya menggunakan input 4 poin data untuk
interpolasi setiap sel output. Sedangkan kekurangannya adalah kurang baik jika
digunakan untuk siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak
yang sangat dekat.
Metoda Nearest Neighbor Interpolation adalah metode paling sederhana dan
pada dasarnya membuat piksel lebih besar. Sebagian besar perangkat lunak untuk
melihat dan mengedit gambar menggunakan interpolasi jenis ini untuk memperbesar
gambar digital untuk keperluan pemeriksaan lebih dekat karena tidak mengubah
informasi warna dari gambar dan tidak memperlihatkan anti-aliasing dan tidak cocok
untuk memperbesar gambar foto karena meningkatkan visibilitas jaggies (Pramono
2008). Kelebihan metode ini yaitu memberikan hasil interpolasi yang lebih realistis
dengan pola sebar dan menghasilkan permukaan yang halus. Sedangkan
kekurangannya

adalah

nilai

minimum

ketinggian

yang

diperoleh

dengan

menggunakan metode natural neighbor ini lebih rendah dibandingkan nilai minimum
ketinggian interpolasi IDW dan menghasilkan permukaan dengan topografi yang
lebih landai dibandingkan dengan kenampakan permukaan bumi.
Perhitungan curah hujan wilayah menggunakan rumus poligon thiessen pada
sub DAS Alo dilakukan pada Stasiun Curah Hujan (SCH) Bandara Djalaludin, SCH
Alo, SCH Molingkaputo dan CA Tangale pada tahun 2009 sampai tahun 2012. Luas
seluruh stasiun curah hujan tersebut sebesar 111 Ha dengan CA Tangale sebagai
stasiun curah hujan terluas yaitu 43,87 Ha. Pada tahun 2009, curah hujan wilayah
pada keempat stasiun tersebut sebesar 1229,52 mm/tahun. Pada tahun 2010, curah
hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 2390,24 mm/tahun. Pada tahun

2011, curah hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 1879,59 mm/tahun.
Pada tahun 2012, curah hujan wilayah pada keempat stasiun tersebut sebesar 1876,50
mm/tahun. Curah hujan wilayah rata-rata tertinggi pada tahun 2011 sedangkan
terendah pada tahun 2009. Semakin besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan
volume air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian per satuan wilayah
dalam DAS tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchement area)
bertambah besar
Kondisi topografi yang berat atau curam dan sistem jaringan sungai yang
lebih padat pada umumnya akan mempercepat konsentrasi pada titik di wilayah DAS
dibandingkan dengan kondisi topografi yang relatif datar . Berdasarkan pada tabel
kelerengan, sub DAS Alo didominasi pada kelas sedang yaitu antara 15-25% seluas
24.292.787,49 Km2. sedangkan untuk kelas ketinggian, sub DAS Alo pada ketinggian
antara 0-150 mdpl memiliki area paling luas yaitu 43.033.575,33 m2. Hal tersebut
menandakan bahwa kondisi topografi pada sub DAS Alo didominasi pada ketinggian
0-150 mdpl dengan kelerengan 15-25%.

BAB IV
KESIMPULAN

Analisa curah hujan rata-rata daerah dihitung dengan cara polygon Thiessen.
Cara ini lazim digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata daerah, namun
dalam hal tertentu harus disesuaikan dengan kondisi topografi dan ketersediaan data
yang ada. Curah hujan rata-rata wilayah pada sub DAS Alo tahun 2009 sampai tahun
2010 sebesar 0, 77. Semakin besar ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume
air larian. Tetapi, baik laju maupun volume air larian per satuan wilayah dalam DAS
tersebut turun apabila luas daerah tangkapan air (catchement area) bertambah besar
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan interpolasi seperti
Natural Neighbor, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW) dan Kriging Setiap
metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Dua unsur topografi
yang berpengaruh adalah panjang lereng dan kemiringan lereng. Kelas lereng pada
sub DAS Alo didominasi 15-25% yang tergolong pada kelas sedang (agak curam).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Pengertian Curah Hujan. [terhubung berkala]. http://reposito
ry.usu.ac.id/bitstream/1234566789/19244/4/Chapter%2011.pdf//. [16 Maret
2015].
Asdak C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Press.
Bancroft, B.A. & Hobbs, G.R. 1986. Distribution of Kriging Error and Stationarity of
the Variogram in a Coal Property. Mathematical Geology 8(7): 635-651.
Bukhari S. 2008. Pengaruh Perubahan Tataguna Lahan Terhadap Kapasitas dan
Desain Banjir Kanal Timur [skripsi]. Jakarta (ID) : Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.
ESRI. 1996. Using the ArcView Spatial Analyst. Redlands, Environmental Systems
Research Institute, Inc.
Gamma Design Software. 2005. Interpolation in GS+. http://www.geostatistics.com/
OverviewInterpolation.html (23 Juni 2008).
Haryanto. 2004. Bahaya Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Semarang. Forum
Geografi, Vol. 18, No. 2, Desember 2006. Hlm. 152-160.
Kumbara

B.

2011.

ArcGIS.

[terhubung

berkala].

http://pendekarbramakumbara.blogspot.com. [16 Maret 2015].


NCGIA. 2007. Interpolation: Inverse Distance Weighting [terhubung berkala].
http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/ spherekit/inverse.html (23 Juni 2008).
Pramono G. 2008, Akurasi Metode IDW dan Krigging untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan, Forum Geografi, Vol. 22,
No. 1, pp.145-158.
Pramono G. 2005. Perbandingan Metode Trend dan Spline untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi Di Kabubaten Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah
Geomatika 11(1): 20-32.
Siska P.P. & Hung I.K. 2001. Assesment of Kriging Accuracy in the GIS
Environment[terhubungberkala].http://gis.esri.com/library/userconf/proc01/p
rofessional/ papers/pap280/p280.html (23 Juni 2008).

Sudarmadji T. 1997. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Watershed Management).


Samarinda (ID) : Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta (ID) : Andi
Yogyakarta.
Watson, D. F., and G. M. Philip, 1985, A Refinement of Inverse Distance Weighted
Interpolation, Geoprocessing, Vol.2, pp.315327.
Wiradisastra, U.S. dkk. (2004a). Laporan Akhir Analisis Tingkat Kesesuaian
Marine Culture Wilayah ALKI II, Buku II (Kajian ilmiah). Bogor, Lembaga
Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB.
Wiradisastra, U.S. dkk. (2004b). Laporan Akhir Analisis Tingkat Kesesuaian
Marine Culture Wilayah ALKI II, Buku I.

You might also like