Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 25

Proposal Tesis

Judul
Pilihan Hukum Peradilan Agama Dan Arbitrase Dalam
Penyelesaian Sengketa Akad Murabahah Berdasakan U.U NO.
3 Tahun 2006.

Oleh
ADI MARTHA PUTERA

PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BANJARMASIN


JURUSAN FILSAFAT ISLAM
KONSENTRASI HUKUM BISNIS SYARIAH
TAHUN 2010

OUT LINE
Hal.
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................
Latar Belakang......................................................................................
A. Rumusan Masalah.....................................................................
B. Tujuan Penelitian......................................................................
C. Kegunaan Penelitian.................................................................
D. Kerangka Dalil, Teori dan Konseptual......................................
E. Asumsi......................................................................................
F. Metode Penelitian.....................................................................
G. Sistematika Penulisan...............................................................
BAB II RUKUN, SYARAT, SUBJEK DAN OBJEK AKAD
MURABAHAH..............................................................................
A. Rukun Akad Murabahah...........................................................
B. Syarat Akad Murabahah............................................................
C. Subjek dan Objek Akad Murabahah.........................................
BAB III PILIHAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA AKAD
MURABAHAH..............................................................................
A. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa.............................................
B. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan...............................
C. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan.......................................
BAB IV KEDUDUKAN, AKIBAT HUKUM DAN OBJEK
SENGKETA AKAD MURABAHAH............................................
A. Kedudukan Akad Murabahah...................................................
B. Akibat Hukum Akad Murabahah..............................................
C. Objek Sengketa Akad Murabahah............................................

BAB V PENUTUP.......................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................
B. Saran-Saran...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

Pilihan Hukum Peradilan Agama Dan Arbitrase Dalam


Penyelesaian Sengketa Akad Murabahah Berdasakan U.U NO.
3 Tahun 2006.
A.

Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
ditegaskan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaikan masalah perkara termasuk ekonomi syariah. Selanjutnya di
dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) tersebut di atas dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang di laksanakan
menurut prinsip syariah yang meliputi : Bank syariah, lembaga keuangan mikro
syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka
menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana
pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah.
Penegasan kewenangan Peradilan Agama tersebut dimaksudkan untuk
memberikan dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara
sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat, khususnya masyarakat muslim.
Menjalankan

Peradilan

Agama

menjadi

tanggung

jawab

dan

kewajiban

konstutisional. Melalui Peradilan Agama, negara memerintahkan, pelaksanaan


syariat Islam untuk bidang-bidang hukum tertentu. Suatu amanat yang semestinya
dijalankan dengan sebaik mungkin, untuk membuktikan Islam, walaupun hanya
untuk bidang-bidang tertentu, adalah kebangsaan, suku budaya dan sebagaianya.
Rifyal Kabah menyatakan lebih tegas sebagai berikut :
Dulunya, putusan Pengadilan Agama murni berdasarkan fiqh para fuqaha,
eksekusinya harus dikuatkan oleh Peradilan Umum, para hakimnya hanya
berpendidikan syariah tradisional dan tidak berpendidikan hukum,

organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung, dan lain-lain. Sekarang


keadaan sudah berubah, pembinaan sistem peradilan telah dijalankan satu asap
dengan landasan kesetaraan proporsional, baik yang menyangkut standar
mengadili, standar administrasi maupun standar pengelolaan pada umumnya.
Salah satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan kewenangan
Pengadilan Agama dan Undang-Undang Peradilan Agama yang baru, antara lain
bidang ekonomi syariah1.
Seiring dengan menjamurnya kegiatan transaksi (akad) ekonomi syariah
dalam masyarakat, aparat Peradilan Agama (terutama para hakim) dituntut untuk
menguasai bukan saja ekonomi Islam, akan tetapi juga ilmu hukum ekonomi Islam,
sehingga mampu menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Di sisi lain,
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan ekonomi syariah belum
ada aturan khusus yang mengatur tentang hukum formil (hukum acara) dan hukum
materil tentang ekonomi syariah. Pengaturan hukum ekonomi syariah yang ada
selama ini termuat dalam kitab-kitab fiqih dan sebagian kecil terdapat dalam fatwafatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dan dalam peraturan Bank Indonesia.
Akad murabahah adalah menjadi salah satu bagian dari bentuk layanan produk
perbankan syariah salah satu kegiatan usaha ekonomi syariah dengan tentunya
menerapkan prinsip-prinsip syariah yang bermuara pada kegiatan transaksi/akad,
dimana syarat dan rukunnya harus terpenuhi. Manakala syarat atau rukunnya tidak
terpenuhi sangat mungkin terjadi manipulasi yang berakibat akan menimbulkan
sengketa diantara pihak-pihak. Masalah halal-haram , sah atau batal memang
menyangkut kajian hukum Islam, dan dalam hal ini tidak terlepas dari al ahkam al
khamsah (lima kaidah hukum). Setiap sikap atau perbuatan individu mesti terikat
kepada salah satu kaidah tersebut, yaitu haram (dilarang sama sekali), wajib (harus
dilakukan), makruh (sebaiknya ditinggalkan), sunnat (sebaiknya dilakukan), atau
mubah (pada dasarnya boleh dilakukan).
Dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antara pihak bank dan
nasabahnya,

maka

terhadap

sengketa

tersebut

terdapat

alternatif

dalam

Rifyal Kabah. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah sebagai sebuah Kewenangan Baru
Peradilan Agama. Varia Peradilan No.245 ( April 2006), hal. 12.

penyelesaiannya. Kepada pihak-pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan secara


musyawarah mufakat, melalui lembaga penyelesaian sengketa atau melalui proses
litigasi di dalam pengadilan yang dituangkan dalam klausula penyelesaian sengketa.
Bentuk-bentuk pilihan hukum (choice of law) penyelesaian sengketa akad
murabahah di luar pengadilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu arbitrase (tahkim) dan
alternatif penyelesaian yang sengketa meliputi : konsultasi, negosiasi, mediasi dan
konsiliasi. Terhadap sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui arbitrase
maupun alternatif penyelesaian sengketa, maka akan diselesaikan melalui lembaga
pengadilan. Dalam hal ini wewenang Pengadilan Agama diatur dengan Pasal 55 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Berangkat dari uraian di atas, penulis mencoba untuk mengkajinya dengan sebuah
tesisi berjudul Pilihan Hukum Peradilan Agama Dan Arbitrase Dalam
Penyelesaian Sengketa Akad Murabahah Berdasakan U.U NO. 3 Tahun 2006..
B.

Rumusan masalah
1. Bagaimana keberadaan akad murabahah dan rukun akad murabahah harus
dipenuhi ?.
2. Apa subjek dan objek akad murabahah ?.
3. Bagaimana penyelesaian kasus akad murabahah menurut Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Arbitrase ?.

C.

Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui keberadaan akad murabahah dalam sistem ekonomi syariah
2. Untuk mengetahui subjek dan objek akad murabahah.
3. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa akad murabahah menerut
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Arbitrase.

D.

Kegunaan Penelitian :
1. Sebagai bahan masukan kepada nasabah yang berhubungan dengan perbankan
syariah tentang akad, rukun, dan syarat atau akad murabahah
2. Sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi setiap orang yang
memperdalam hukum ekonomi syariah khususnya tentang keberadaan akad
murabahah pada perbankan syariah.
3. Sebagai suatu kontribusi ilmiah dalam studi hukum ekonomi syariah dalam
perspektif sosiologi hukum dan filsafat hukum.

E. Kerangka Dalil, Teoritis dan Konseptual


1. Kerangka Dalil
Dalam penulisan tesis ini dapat dikemukakan sumber hukum sebagai
berikut :
a. AlQuran :
1. Surat al-Maidah ayat : 1
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2. Surat an- Nisaa ayat : 29
Terjemahnya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.
3. Surat al Hujarat ayat : 10

Terjemahnya :
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.
sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.Hadits Nabi Muhammad
SAW.
1. Hadits Riwayat al-baihaqi dan Ibnu Majah
Terjemahnya :
Dari Abu Said al-Hudriyyi bahwa Rasulullah Saw.
Bersabda : sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan atas dasar suka
sama suka. (HR al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan sahih menurut ibnu
Hibban).
2. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi :
Terjemahnya :
Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram. ( HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf).
3. Hadits Muaz :
Terjemahnya :
Bahwa rasulullah saw. Mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman. Tanya
Rasulullah padanya, bagaimana kamu memutus perkara? saya akan
memutusi perkara dengan ketentuan yang terdapat dalam
Kitabullah,jawabnya.Jika tidak terdapat di dalam Kitabullah
bagaimana? Tanya Rasul lagi. Jawab Muaz, dengan Sunnah
Rasulullah. Jika di dalam Sunnah rasulullah tidak ada, bagaimana?
tanya Nabi lebih lanjut. Aku berijtihad dengan pendapatku sendiri,
jawabnya. Lalu rasulullah bersyukur, Segala puji bagi Allah yang
telah membimbing utusan Rasulullah. (Riwayat Turmuzy).

2. Kerangka Teoritis

Berangkat dari kata akad/kontrak/perjanjian, penuyusun teringat akan


teori pemerataan keadilan Z. Asikin Kusumah Atmadjaya,

yang

dikonstruksikan oleh Fauzan, masing-masingnya sangat menarik :


Jika anda membaca rekonstruksi teori pemerataan keadilan Z. Asikin ini
secara tuntas, anda dipastkian akan memeproleh pesan-pesan wasiat dan
kesan mendalam tentang metode penemuan hukum yang bermanfaat
membantu anda sebagai hakim untuk menjalankan tugas penegakan
hukum dan keadilan, maka anda akan menjadi hakim yang hebat dimata
Tuhan, dan hebat dimata masyarakat2.
Dikemukakan bahwa menurut Austin, Hans Kelsen, dengan Teori
Legisme, hukum dikonsepsikan sebagai peraturan yang sudah dikodifikasi
dalam bentuk undang-undang, tidak ada hukum di luar undang-undang.
Peranan hakim dalam sidang hanyalah mencocokkan fakta hukum yang
ditentukan di persidangan dengna pasal yang cocok dengan undang-undang.
Teori ini kemudian diserang oleh Von Savigni yang terkenal dengan Mazhab
Sejarah, hukum sejatinya berada di tataran kebiasaan-kebiasaan dan praktekpraktek yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu, peranan interpretasi bagi
hakim menjadi sangat urgen dalam proses penemuan hukum yang adil.
Dalam kasus sengketa perjanjian perdata yang disebabkan karena
adanya syarat yang tidak masuk akal, atau tidak patut, atau bertentangan
dengan kemanusiaan, maka hakim secara ex-officio wajib memeriksa secara
cermat faktor-faktor apa yang bersifat tidak masuk akal, yang tidak patut, dan
yang tidak berprikemanusiaan tersebut, jelasnya dalam situasi mana para
pihak melakukan perjanjian.
Inti persoalan sesungguhnya bersumber dari asas hukum perjanjian,
yaitu kebebasan berkontrak, menurut Z. Asikin :
Harus dipahami bahwa pernyataan kehendak para pihak memerlukan
interpretasi. Kedua belah pihak harus selalu menyadari bahwa pada
waktu mengadakan perjanjian dalam suatu sistem terbuka, yang belaku
2

Fauzan Rekonsttruksi Teori Pemerataan Keadilan Z Asikin,. Varia Peradilan No. 267
(Februari 2008), hal. 38.

tidak hanya undang-undang, atau kaidah-kaidah adat saja, melainkan


secara berdampingan juga berlaku kaidah hukum lain seperti kepatutan,
keadilan, perikemanusiaan, penyalahgunaan keadaan, dan lain
sebagainya yang secara keseluruhan merupakan hukum yang bersifat
saling mengisi dan melengkapi, sehingga dapat mempunyai pengaruh,
dan dapat saja merubah ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dalam
perjanjian, sehingga akan melahirkan apa yang disebut pemerataan
keadilan3.
Lain halnya dengan A. Mukti Arto yang mengemukakan Teori
Teleologis, yakni :
Setiap aturan hukum (baik yang bersumber dari peraturan perundangundangan maupun dari nash Al-Quran dan Al-Sunnah ) pasti
mempunyai tujuan tertentu yang diinginkan oleh pembentuknya. Dalam
ilmu hukum Islam, teori ini disebut dengan maqasid al syariah4.
Pengadilan di Indonesia mempunyai fungsi sebagai penegak hukum
dan keadilan berdasarkan hukum yang berlaku dalam Negara Republik
Indonesia.
Menurut A. Mukti Arto, bahwa sesungguhnya pengadilan di Indonesia
memiliki 3 (tiga) fungsi sekaligus yaitu :
1. Sebagai penegak hukum dan keadilan terhadap perkara yang diajukan
kepadanya.
2. Sebagai pelayan hukum dan keadilan kepada para pencari keadilan, dan
3. Sebagai mediator dan pemulih kedamaiaan antara pihak-pihak yang
besengketa5.
Pembahasan topik ini (Penyelesaian sengketa akad murabahah
menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang
ekonomi syariah khusus akad murabahah) meliputi dua aspek, yaitu aspek
Hukum Ekonomi dalam bentuk transaksi (akad murabahah) dan aspek
penyelesaian sengketa, baik lembaga/badan yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan setiap putusan yang diambil maupun peraturan perundang3

Ibid, hal. 45
A. Mukti Arto, Redefinisi Fungsi Pengadilan Sebagai Penegak Hukum dan Keadilan Varia
Peradilan No 267 (Februari 2008), hal. 31.
5
Ibid, hal. 35.
4

10

undangan yang dijadikan suatu landasan dan ketentuan-ketentuan lain yang


yang berhubungan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama diharapkan keberlakuan Hukum Ekonomi Syariah sebagai
bentuk pelaksanaan hukum diyani murni menjadi bentuk hukum qadhai
(secara spesifik menyangkut aspek hukum perdata) semakin besar.
Sebagai bacaan pokok dalam penulisan tesis ini adalah UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang
Nomor Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan dan literatur lain yang berkaitan dengan
ekonomi syariah serta alternatif penyelesaian sengketa ekonomi syariah.
Sambil menunggu lahirnya peraturan perundang-undangan yang mengatur
hukum formil dan hukum materil tentang ekonomi syariah penyusun
berusaha menggali dan selanjutnya meneliti, teori-teori, asas maupun doktrin
hasil penelitian maupun ulasan pakar dan selanjutnya menuangkan dalam
hasil penelitian.
Patut kita syukuri bahwa apa yang kita tunggu-tunggu kini telah ada di
depan kita yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang diundangkan pada tanggal 16 Juli 2008 dimana dicantumkan
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad
murabahah, akad salam, akad istishna atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Diatur pula mengenai penyelesaian sengketa pada
Pasal 55
1). Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pangadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama.

11

2). Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan isi akad.
3). Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah.
Pengalaman Badan Arbitrase Syariah (BASYARNAS) dalam
menyelesaikan sengketa antara bank dan nasabahnya dapat dijadikan
pelajaran bagi Peradilan Agama, dalam menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah di masa depan seperti lembaga tahkim (BASYARNAS) dalam hukum
Islam supaya tidak terjadi hambatan dalam menangani sengketa, dan bila tidak
ditangani mungkin saja akan terulang dalam praktek Pengadilan Agama
secara hati-hati dan diselesaikan menurut prinsip-prinsip syariah .
Sebuah hasil penelitian S3 Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara
menyimpulkan bahwa sengketa antara bank syariah tidak murni diselesaikan
berdasarkan prinsip syariah (fiqh), tetapi juga mengikutsertakan Pasal-Pasal
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata6. Hal itu antara lain karena tidak
terjadinya hukum Islam dalam bentuk perundang-undangan dan adanya
peraturan perundang-undagan nasional yang mengatur masalah arbitrase
secara umum, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Hambatan lainnya ialah kurangnya
tenaga ahli yang menguasai hukum arbitrase Islam.
Sebagaimana telah diungkapkan di atas jelas bahwa yang menjadi
persoalan inti adalah akad/kontrak antara bank sebagai penyedia dan sekaligus
juga sebagai pengelola di satu pihak dan nasabah sebagai pengguna dana di
pihak lain. Kontrak yang paing umum dilakukan adalah akad mudharabah,
akad musyarakah dan akad murabahah dan lain-lain yang selama ini diatur
secara luas dalam fiqh berbagai mazhab.

Riyal Kabah, Op.Cit, hal. 19.

12

Di dalam hukum perikatan Islam di Indonesia akad menjadi sesuatu


yang amat penting karena ini merupakan inti dari hukum ekonomi syariah,
dalam arti semua kegiatan / yang berprinsip syariah berpijak kepada transaksi
akadnya.
Suatu akad (transaksi) dapat dikatakan sah bila akad yang
dilaksanakan itu terpenuhi syarat dan rukunnya. Persoalan ( syariah) hukum
bagi setiap muslim tidak bisa terlepas/terpisah dengan aqidahnya. Misalnya
kesepakatan untuk melakukan transaksi riba, menipu orang lain (gharar) , atau
merampok/merampas harta kekayaan orang lain, mencuri, melakukan
penggelapan, menyuap dan disuap, berjudi dan monopoli . Adapun
pencantuman kalimat berpengaruh pada objek perikatan maksudnya adalah
terjadinya perpindahan pemilikan (transfer of property) dari satu pihak (yang
melakukan ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan kabul). Akad tersebut
menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang berjanji dan dalam hal
salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai akad atau terjadi
sengketa diantara mereka, maka akad tersebutlah yang menjadi acuan utama
pengadilan dalam memutus perkara yang timbul.
Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa bahwa tindakan hukum yang di
lakukan oleh manusia terdiri dari atas dua bentuk yaitu :
(1) tindakan berupa perbuatan dan (2) tindakan berupa perkataan.
Tindakan yang berupa perkataan pun terbagi dua, yaitu yang bersifat
akad dan yang tidak bersifat akad. Tindakan berupa perkataan yang
bersifat akad terjadi bila dua atau beberapa pihak mengikatkan diri untuk
melakukan suatu perjanjian. Adapun tindakan berupa perkataan yang
tidak bersifat akad terbagi lagi kepada dua macam. (1) Yang
mengandung kehendak pemilik untuk menetapkan/melimpahkan hak,
membatalkanya, atau menggugurkanya, seperti wakaf, hibah, dan talak.
Akad seperti ni tidak memerlukan Kabul, sekalipun tindakan hukum
seperti ini, menurut sebagian ulama fikih termasuk akad. Ulama Mazhab
Hanafi mengatakan bahwa tindakan hukum seperti ini hanya mengikat
pihak yang melakukan ijab. (2) Yang tidak mengandung kehendak pihak
yang menetapkan atau menggugurkan suatu hak, tetapi perkataannya itu
memunculkan suatu tindakan hukum, seperti gugatan yang diajukan

13

kepada hakim dan pengakuan seseorang di depan hakim. Tindakantindakan seperti ini berakibat timbulnya suatu ikatan secara hukum,
tetapi sifatnya tidak mengikat. Oleh sebab itu, ulam fikih menetapkan
bahwa tindakan seperti yang disebut terakhir ini tidak dapat dikatakan
akad, kerena tindakan tersebut tidak mengikat siapapun. Berdasarkan
pembagian tindakan hukum manusia di atas, lanjut Mustafa Ahmad azZarqa, suatu tindakan hukum lebih umum dari akad. Setiap akad
dikatakan sebagai tindakan hukum dari dua atau beberapa pihak, tetapi
sebaliknya setiap tindakan hukum tidak dapat disebut sebagai akad.
Menurut az-Zarqa, dalam pandangan syarak, suatu akad merupakan
ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang
sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau
keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri tersebut sifatnya
tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kehendak
masing-masing harus diungkapkan dalam suatu peryataan. Peryataan
pihak-pihak yang berakad itu disebut dengan ijab dan kabul7.
3. Kerangka Konseptual
Beberapa pengertian dijelaskan disini :
1.

Perkataan akad berasal dari bahasa arab :


Al-aqd = perikatan, perjanjian dan permufakatan (Al-ittifaq).
Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariah yang
berpengaruh pada obyek perikatan.8
Yang dimaksud dengan yang sesuai dengan kehendak syariah
adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
tidak boleh apabila tidak sejalan dengan kehendak syariah (maqasid asy
syariah) yaitu untuk kemaslahatan manusia dunia dan akhirat. Pada
prinsipnya kehendak syariah terbagi tiga macam, yaitu pertama
dharuriyah untuk memelihara lima unsur pokok kebutuhan hidup umat
manusia meliputi memelihara agama, jiwa, akal, harta dan keturunan,
kedua haajiah, yaitu untuk menghilangkan kesulitan dan ketiga tahsiniyah,

Abdul Azis Dahlan. et al. Ensiklopedi Hukum Islam. cet.I,. (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hal. 63 64.
8
Ahmad Kamil dan Fauzan. Kitab Undang-Undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah.
Cet. Ke-I, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 306.

14

yaitu agar manusia melakukan yang terbaik untuk menyempurnakan lima


unsur pokok.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia akad berarti janji, perjanjian,
kontrak. Berakad = mengikat perjanjian atau kontrak.
2.

Kata Murabahah berasal dari kata ( ( ) keuntungan ).


Menurut penjelasan Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah di sebutkan sebagai berikut :
Murabahah adalah transaksi kepercayaan (trusworthiness), sebab
pembeli telah mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal
barang yang dibelinya. Oleh karena itu, ketika bank menawarkan
skim pembiayaan murabahah, maka sebenarnya bank menawarkan
kepercayaan dan good-will yang tinggi kepada nasabah, dan
sebaliknya nasabah juga memberikan kepercayaan yang penuh
kepada pihak bank. Konsep amanah dan saling mempercayai inilah
yang membedakan murabahah dengan pinjaman yang berbasiskan
bunga tetap.9
Akad Murabahah adalah akad yang dilakukan dengan tujuan
mencari keuntungan, karena bersifat komersial, yaitu perjanjian yang
menyangkut for protif transaction. Perbankan dalam menyalurkan
dananya (financing) kepada nasabah antara lain ke dalam produk
pembiayaan dengan prinsip jual beli. Termasuk dalam kategori akad
murabahah juga adalah al bai, salam dan istishna.
Al Bai (jual beli) dapat dilakukan secara tunai (naqdan) dan dapat
pula dengan cicilan (muajjal). Di dalam pelaksanaan akad jual beli kita
juga mengenal dimana si penjual menyatakan dengan terbuka kepada si
pembeli mengenai tingkat keuntungan yang diambilnya. Bentuk jual beli
untuk meraih keuntungan (bai al murabahah/defersed payment sale)
seperti ini inilah yang biasa dinamakan Murabahah. (berasal dari kata
ribha = mark up = keuntungan). Akad seperti ini dalam ilmu fiqh
sebagaimana diungkapkan oleh Adiwarman Karim :

ibid

15

Pada mulanya digunakan untuk bertransaksi dengan anak kecil atau


yang kurang akalnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari mereka
dari penipuan. Dewasa ini akad Murabahah dilakukan dalam praktek
perbankan syariah, karena nasabah belum mengetahui teknis
perhitungan bagi hasil (dengan demikian dapat dianalogikan sebagai
orang yang kurang mengerti, seperti anak kecil). Jadi Bank syariah
memberitahukan tingkat keuntungan yang diambilnya kepada
nasabah.10
Bentuk jual beli yang ketiga adalah salam, kebalikan dari Bai
Muajjal. Dalam jual beli salam, uang diserahkan sekaligus di muka
sedangkan barangnya diserahkan di akhir periode pembiayaan. Sedangkan
jual beli istisna, sebenarnya adalah akad salam, yang pembayaran
barangnya dilakukan secara cicilan selama periode pembiayaan.
Dalam pelaksanaan akad murabahah terdapat rukun dan syarat
yang harus dipenuhi. Dalam syariah rukun dan syarat sama-sama
menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi.
Jumhur Ulama berpendapat, bahwa rukun akad adalah al-aqidain,
mahallul aqd, dan sighat al-aqd. Selain ketiga rukun tersebut,
Mustafa az-Zarqa menambah maudhuul aqd (tujuan akad). Ia tidak
menyebut keempat hal tersebut dengan rukun, tetapi dengan
muqawimat aqd (unsur-unsur penegak akad). Sedangkan menurut T.
M. Hasbi Ash-Shiddiqy, keempat hal tersebut merupakan komponenkomponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu akad11.
3.

Penyelesaian Sengketa
Yang dimaksud dengan penyelesaian sengketa adalah proses dalam
menyelesaian sengketa antara pihak bank syariah dan nasabah, baik
menyangkut lembaga yang bersenang menangani, maupun cara-cara yang
ditempuh dalam menangani sengketa, dan tentunya dengan secara hati-hati
dan menurut prinsip syariah disamping tentunya mengikutsertakan pasalpasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

10

Adiwarman Karim. Bank Islam, Analisis Fiqih Dan Keuangan. Edisi 2 Cet 2 (Jakarta : PT. Raja
Garfindo Persada 2004), hal. 65.
11
Gemala Dewi. Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti. Hukum Perikatan Islam di Indonesia
edisi pertama. Cetakan ke I, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 51.

16

Hal ini antara lain karena tidak tersedianya hukum Islam dalam
bentuk perundang-undangan dan adanya peraturan perundangundangan nasional yang mengatur masalah arbitrase secara umum,
yaitu Undang-Undang Nomor 30/1999 tentang arbitrase dan
penyelesaian sengketa alternatif.12
4.

Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Perundang-undangan maksudnya ialah segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan
penyelesaian sengketa akad murabahah termasuk fiqh para fuqaha sebagai
pengganti peraturan perundang-undangan (untuk mengisi kekosongan
hukum) serta fatwa Dewan Syariah Nasional. Sehubungan dengan hal ini
perlu disebut sebagai dasar hukum :
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pasal
49 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang : ... huruf i. Ekonomi Syariah.
c. Pasal 6 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution).
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 4/DSN-MUI/4/2000 Tentang
Murabahah.

e. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008.


1). Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh
pangadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.
2). Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi akad.
3). Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
boleh bertentangan dengan prinsip syariah.
F. Asumsi
Untuk memfokuskan penulisan ini, maka disusunlah asumsi sebagai berikut :
12

Rifyal Kabah. Op.Cit hal. 19.

17

1.

Sejalan dengan kesadaran umat Islam untuk melaksanakan


ajaran Islam, keberadaan transaksi akad murabahah dalam ekonomi syariah
di Indonesia sangat dominan, oleh karenanya perlu pemahaman tentang rukun
dan syarat akad murabahah sehingga terhindar dari ketidakpastian,
ketidakjelasan, dan penipuan (gharar).

2. Hal-hal yang menjadi subjek dan objek akad murabahah.


3. Dalam pelaksanaannya usaha yang dilakukan dengan prinsip syariah bila
terjadi sengketa antara bank dan nasabah perlu penanganan dan penyelesaian
sengketa dengan serius sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
belaku di Indonesia.
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian hukum normative
(doctrine) berupaya mengungkapkan secara jelas dan tepat mengenai
masalah yang dikaji13 dalam bentuk penyajian kasus sengketa dan
penyelesaian dengan pendekatan yuridis normative dengan menitik beratkan
kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa
Alternatif, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
Pemilihan tipe penelitian hukum normatif ini adalah karena adanya
pertimbangan bahwa acapkali
hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan (law in books) atau huku dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma
yang merupakan patokan berprilaku manusia yang dianggap pantas14.
13

Abdullah Sulaiman,. Metode Penulisan Ilmu Hukum. Jakarta : Program Megister Ilmu Hukum,
Pasca Sarjana Universitas Islam Jakarta, 2006. hal. 5.
14
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet kedua. RajaGrafindo
Persada, jakarta: 2004. hal. 114.

18

2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena menggambarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori
hukum penyelesaian sengketa dalam praktek pelaksanaannya yang berkaitan
dengan permasalahan akad murabahah sebagai pencerminan terhadap
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan dikaitkan dengan teori-teori
hukum dalam sengketa akad murabahah.
3. Sumber Data
a. Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber melalui putusan
pengadilan tentang penyelesaian sengketa akad murabahah.
b. Sekunder
Yaitu data yang diperoleh dari dokumen resmi buku-buku hukum
ekonomi syariah (khususnya akad murabahah, laporan, transaksi akad
murabahah dan penyelesaiannya. Hal ini penting dilakukan penulis untuk
memilah-milah kemudian menganalisis terhadap peraturan perundangundangan yang terbagi menjadi :
1. Bahan hukum primer.
Yaitu bahan hukum yang menjadi pengikat atau landasan
hukumnya seperti :
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
c. Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternative Dispute Resolution).
d. Undang-Undang Nomor 21/2008 Tentang Perbankan Syariah
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 4/DSN-MUI/4/2000
Tentang Murabahah.

19

f. Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBG.


g. SEMA Nomor 1 Tahun 2002.
h. Peraturan Mahkamah Agung RI No.2 Tahun 2003 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang sudah diperbaharui dengan
peraturan Mahkama Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun
2008.

2. Bahan hukum sekunder


Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku yang meberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer tentang penyelesaian
sengketa akad murabahah seperti Sosiologi Hukum Lingkungan dan
hukum lingkungan, mediasi dan perdamaian Penyelesaian Sengketa
Ekonomi Syariah; sebuah kewenangan baru Pengadilan Agama serta
buku-buku muamalah yang lain yang berkaitan dengan akad
murabahah, majalah Varia Peradilan Makalah-Makalah tentang akad
murabahah dan penyelesaian sengketa.
3. Bahan hukum tertier
Adalah bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan
hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Bahasa Arab, Ensiklopedi Hukum Islam, dan sebagainya.
4. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif yang
kemudian dapat ditarik kesimpulan. Berdasarkan sifat penelitian yang
menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis data yang
dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data
sekunder dan data primer. Deskriptif dimaksud, meliputi isi dan struktur

20

hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan
isi atau makna aturan hukum15.
H. Sistematika Penulisan
Bab Pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar
belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menambah
kewenangan bagi Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah. Di dalam ekonomi syariah termasuk perbankan syariah yang antara
lain mengeluarkan produk pembiayaan dengan akad murabahah. Selama ini masih
menjadi perdebatan lembaga mana yang berwenang menyelesaikan sengketa,
apakah Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Agama. Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, telah memberikan jalan keluar
mengenai lembaga yang menyelesaikan sengketa di samping masih dibuka
kemungkinan cara-cara penyelesaian sengketa.
Guna mempermudah pembahasan selanjutnya dikemukakan rumusan yang
berkaitan dengan akad murabahah dan penyelesaian sengketa akad murabahah,
baik lembaga yang bertanggung jawab, maupun cara-cara penyelesaian sengketa.
Tujuan dan kegunaan penelitian terhadap akad murabahah dan
penyelesaian sengketanya agar supaya mencapai arah yang jelas, tertib dan
teratur, sehingga terfokus. Kerangka dalil, teoritis dan konseptual dijadikan
sebagai landasan berpijak dalam penulisan tesis, sehingga jelas sumbernya, begitu
juga metode penelitian hukum yang digunakan agar diperoleh penyelesaian
dengan sumber-sumber data yang ada.
Bab Kedua menguraikan tentang rukun dan syarat akad murabahah yang
harus dipenuhi sehingga akad atau transaksinya dianggap sah menurut hukum
karena akad ini merupakan inti dari semua transaksi secara syariah, juga hal-hal
yang menjadi subjek dan objek akad murabahah.
15

Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatif Normatif), Yuridika No. 6 Tahun IX,
November-Desember 1994, hal. 6.

Bab Ketiga di dalam bab ini akan menguraikan mengenai pengertian


pilihan

hukum,

cara-cara

penyelesaian

sengketa,

serta

pilihan

hukum

penyelesaian sengketa baik di luar pengadilan maupun di dalam pengadilan.


Bab Keempat menguraikan tentang kedudukan akad murabahah, akibat
hukum akad murabahah serta objek sengketa akad murabahah.
Bab Kelima merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan terjemahnya
Adha, Noor Ichwan Ichlas Ria. Pentingnya Pembatasan Perkara Perdata dalam
Hukum Acara Perdata Nasional. Varia Peradilan No.267 (Pebruari
2008).
Al-Kahlani, Al-Imam Muhammad bin Ismail, Subul Al-Salam, Syar Bulugh AlMaram Min Adillah Al-Ahkam., Juz III, Daar Al-Fikr.tt.tth.
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet kedua,
RajaGrafindo Persada, jakarta: 2004.
A Rahman, Asmuni. Metode Penetapan Hukum Islam. Cet 2. Jakarta : Bulan Bintang,
2004.
Arief, Eddi Rusdiana, et el. hukum Islam di Indonesia. cetakan pertama, Bandung, PT
Remaja Rosdakarya, 1991.
Arto, A.Mukti. Redefinisi Fungsi Pengadilan sebagai Penegak Hukum dan
Keadilan, Kajian Teoritis dan Pragmatis Penyelenggara Peradilan Guna
Membangun Paradigma Baru. Varia Peradilan No.267 ( Februari 2008).
Dewi , Gemala. Aspek- Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syariah di Indonesia. ed I, cet 2. Jakarta : Prenada Media , 2005.
Wirdayaningsih dan Yeni Salma Barlianti . Hukum Perikatan Islam
di Indonesia edisi pertama. Cetakan ke I. Jakarta: Prenada Media, 2005.
Hafiduddin, Didin dan Hendri tanjung. Manajemen Syariah dalam Praktek.cet. I.
Jakarta : Gema Insani Press, 2003.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Ed. Rev. Cet. 2. Jakarta,
Kencana Prenada Media Group, 2006.
Hosen, Haji Muhammad Nadratuzzaman. Buku Saku Perbankan Syariah.Jakarta:
Bank Indonesia, 2005.
Indonesia, Amandemen Undang Undang Dasar 1945. perubahan pertama, kedua ,
ketiga dan keempat. Tangerang : Interaksa, tth.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternative
Penyelesaian Sengketa.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, TLN 4611.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Kabah, Rifyal. Penegakan Syariah Islam di Indonesia. Cet 1. Jakarta : Khairul


Bayan, 2004
Praktek Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (makalah disampaikan
dalam acara sosialisasi UU No. 3 Tahun 2006, palu 21 s.d 23 mei 2007).
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah sebagai sebuah Kewenangan
Baru Peradilan Agama. Varia Peradilan No.245 ( April 2006).
Kamil, H.Ahmad dan Fauzan, H.M. Kitab UU Hukum Perbankan dan Ekonomi
Syariah. cet ke-I. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007.
Karim, Adiwarman. Bank Islam, Analisis Figih Dan Keuangan. Edisi 2 Cet 2. Jakarta
: PT. Raja Garfindo Persada 2004.
Karsayuda, Muhammad, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Sebagai
Kewenangan Baru Pengadilan Agama, WWW.Badilag.Net, 8 November
2008.
Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Linkungan Peradilan Agama.
cetakan ke-4. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006.
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah ; sebuah kewenangan Baru
Agama. (Makalah disampaikan dalam acara sosialisasi UU No. 3
tahun 2006 , Palu 21 s.d 23 Mei 2007 ).
Reformasi Hukum Islam di Indonesia Tinjauan dari Aspek Metodoligi,
legalisasi dan yurisprudensi. Ed. 1-2. Jakarta : PT Raja Grafindo Perkasa,
2007.
Manan, Bagir. Sistem Peradilan Berwibawa ( suatu pencarian). Jakarta: Mahkamah
Agung RI, 2004.
, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II
Edisi 2007, Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 2008. hal.54.
Rahman, Fatchur. Hadis-hadis tentang Peradilan Agama. cet ke-2. Jakarta : Bulan
Bintang, 2005.
Raihan. Linkungan dan Hukum Lingkungan. cet. I. Jakarta : Universitas Islam
Jakarta, 2006.
Rasyid, Roihan Haji. Hukum Acara Peradilan Agama. ed. 2, cet. 11, Jakarta : PT Raja
Grafinda Persada, 2005.
Sulaiman, Abdullah. Metode Penulisan Ilmu Hukum. Jakarta : Program Megister Ilmu
Hukum, Pasca Sarjana Universitas Islam Jakarta, 2006.
Saliman Abdul.Rasyid, et al. Hukum Bisnis Untuk Perusahaa. Teori dan Contoh
Kasus, Ed. 2 Cet. 2. Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006.

Suhartono, Peradilan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di Indonesia,


Mimbar Hukum, Journal of Islamic Law. No. 66. (Desember 2008).
Nomor 13 (Juni 2008).
Syamsu Alam,. Andi. Implementasi Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg. Jakarta :
MARI, 2003.
Tahir, Palmawati, Literatur Review of law studies ( penelusuran literature hukum).
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, 2007.
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. ed. 2 cet. 9. Jakarta : Balai Pustaka, 1997.
Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. cetakan ke-I.
Jakarta : PT.Citra Aditya Bakti, 2003.
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia. ed IV. Cet.I. Jakarta:
Pustaka Utama Grafifi, 2003.
Wirdyaningsih, et al. Karnaen Permata Atmaja, Gemala Dewi, Yeni Salam, Berlianti,
Bank dan Asuransi Islam Indonesia. Edisi Pertama, Cet 2. Jakarta,
Kencana 2006.
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Al-Fiqh. Cet. Kesembilan, Jakarta: Pustaka Firdaus.

You might also like