Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 69

SKENARIO G BLOK 23 TAHUN 2014

Mrs. Anita, a 39-year-old woman in her first pregnancy delivered twin sons 2 h ago. There
were no significant antenatal complications. She had been prescribed ferrous sulphate and
folic acid during the pregnancy as anemia prophylaxis, and her last haemoglobin was 10,9
g/dL at 38 weeks.
The fetuses were within normal range for growth and liquor volume on serial scan
estimations. A vaginal delivery was planned and she went into spontaneous labor at 38 weeks
and 4 days. The labor had been unremarkable and the midwife recorded both placenta as
appearing complete.
As this was a twin pregnancy, an intravenous cannula had been inserted when labor was
established. The lochia has been heavy since delivery but the woman is now bleeding very
heavily and passing large clots of blood.
On arrival in the room you find that the sheets are soaked with blood and there is also
approximately 500 ml of blood clot in a kidney dish on the bed.
You act as a doctor in public health centre and be pleased to analyse this case.
The woman is conscious but drowsy and pale.
Height = 155 cm; weight 50 kg
In the examination findings:
The temperature is 35,9oC, blood pressure 120/70 mmHg and heart rate 112/min. The
peripheral extremities are cold. The uterus is palpable to the umbilicus and felt soft. The
abdomen is otherwise soft and non-tender. On vaginal inspection there is a second-degree tear
which has been sutured but you are unable to assess further due to the presence of profuse
bleeding.
The midwife sent blood tests 30 min ago because she was concerned about the blood loss at
the time.
Haemoglobin

7,2 g/dL

Mean cell volume

99,0 fL

White cell count

3.200/mm3

-1-

131.000/mm3

Platelet
International normalized ratio (INR)

1,3

Activated partial thromboplastin time (APTT)

39 s

Sodium

138 mmol/L

Potassium

3,5 mmol/L

Urea

5,2 mmol/L

Creatinine

64 mol/L

I.

KLARIFIKASI ISTILAH
1. Ferrous sulfat: suatu rumus kimia FeSO4 yang merupakan preparat besi oral
yang paling murah dan banyak digunakan.
2. Asam folat: vitamin B kompleks yang larut dalam air, asam pteroiglutamat
yang terlibat dalam hematopoiesis serta sintesis asam amino dan DNA.
3. Anemia profilaksis: pencegahan penyakit atau pengobatan preventif dari
anemia.
4. Kanula intravena: pipa untuk dimasukkan ke dalam pembuluh vena, selama
pemasangan biasanya lumen diisi dengan trocar.
5. Lochia: sekret vagina yang berlangsung selama minggu pertama atau kedua
setelah persalinan
6. Drowsy: mengantuk.
7. INR: tes darah yang mengukur derajat pengenceran darah.
8. APTT: waktu tromboplastin parsial yang diaktifkan.

II.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Ny. Anita, 39 tahun, melahirkan bayi kembar laki-laki 2 jam yang lalu,
kehamilan pertama, dibawa ke rumah sakit karena perdarahan sangat berat

-2-

disertai banyak pengeluaran gumpalan darah (gumpalan darah 500 ml dan


sprei dibasahi oleh darah).
2. Tidak ada komplikasi antenatal yang signifikan. Ny. Anita diberi sulfas
ferrosus dan asam folat untuk profilaksis anemia. Usia gestasi 38 minggu
dengan Hb 10,9 g/dL. Pertumbuhan dan volume likuor fetus normal.
3. Ny. Anita melahirkan pervaginam, usia gestasi 38 minggu dan 4 hari. Tidak
ada tanda-tanda spesifik dan plasenta lahir lengkap. Karena ini kehamilan
kembar maka dipasang kanula intravena sebelum persalinan. Ada lochia yang
banyak sejak persalinan.
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan laboratorium

III.

ANALISIS MASALAH
Masalah 1: Ny. Anita, 39 tahun, melahirkan bayi kembar laki-laki 2 jam yang lalu,
kehamilan pertama, dibawa ke rumah sakit karena perdarahan sangat berat disertai
banyak pengeluaran gumpalan darah (gumpalan darah 500 ml dan sprei dibasahi
oleh darah).
1. Etiologi kehamilan gemelli?
Fetus kembar biasanya merupakan hasil dari fertilisasi dari 2 ovum yang
berbeda (dizygotic/fraternal twins). Biasanya sedikit pada fertilisasi 1 ovum
yang selanjutnya membelah. Namun etiologi belum diketahui secara pasti.

2. Etiologi dan mekanisme perdarahan berat?


Etiologi:
a. Atonia uteri
Atonia

uteri

merupakan

penyebab

utama

terjadinya

perdarahan

pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik


setelah persalinan.

-3-

Predisposisi atonia uteri:


-

Grandemultipara

Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB
> 4000 gr)

Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi)

Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn)

Partus lama (exhausted mother)

Partus precipitatus

Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis)

Infeksi uterus

Anemi berat

Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi


partus)

Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta


manual

Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorongdorong uterus sebelum plasenta terlepas

IUFD

yang

sudah

lama,

penyakit

hati,

emboli air ketuban

(koagulopati)
-

Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

b. Robekan jalan lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan
pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
-

Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus

-4-

sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,


khususnya robekan serviks uteri.
-

Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadisebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih
apabila

kepala

janin

harus

diputar.

Robekan

terdapat

pada

dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.


-

Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

c. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir.
Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan.
Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih
dulu.
d. Inversio uterus
Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi diluar saat
melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan
berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.
e. Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
-

Solusio plasenta

Kematian janin dalam kandungan

Eklamsia

Emboli cairan ketuban

Sepsis
-5-

Pada kasus ini terjadi perdarahan akibat atonia uteri, penyebab atonia:
a. Oversdistensi uterus: uterus mengalami distensi yang berlebihan karena
kehamilan kembar, hal ini akan menyebabkan daya kontraksi menjadi
jelek.
b. Karena melahirkan anak kembar, kemungkinan proses partus berlangsung
lebih lama yang menyebabkan kelelahan otot untuk berkontraksi lagi
setelah janin lahir sehingga terjadi perdarahan.
c. Pada kasus juga terdapat anemia yang menyebabkan daya kontraksi uterus
menjadi lebih lemah.
Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >36 tahun)
distensi uterus yang berlebihan penurunan fungsi miometrium (akibat
kelelahan) rangsangan serabut-serabut otot miometrium kegagalan
kontraksi uterus atonia uteri (pada saat plasenta lepas dari dinding
uterus) arteri yang rupture gagal di konstriksi perdarahan terus menerus
perdarahan hebat yang bercampur dengan lochia perdarahan hebat dan
pengeluaran gumpalan darah.

3. Bagaimana klasifikasi perdarahan berat? (ringan, sedang, berat)


Standar American College of Surgeons' Advanced Trauma Life Support:
ATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volume
kehilangan darah, sebagai berikut:

Kelas I, dengan kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of


blood volume.

Kelas II, dengan kehilangan volume darah antara 15-30% dari total
volume.

Kelas III, dengan kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada
sirkulasi darah.

Kelas IV, dengan kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume
sirkulasi darah.
-6-

Standar World Health Organization


WHO menetapkan skala gradasi ukuran risiko yang dapat diakibatkan oleh
pendarahan sebagai berikut:
Grade 0

tidak terjadi pendarahan

Grade 1

pendarahan petekial

Grade 2

pendarahan sedang dengan gejala klinis yang signifikan

Grade 3

pendarahan gross, yang memerlukan transfusi darah

Grade 4

pendarahan debilitating yang fatal, retinal maupun cerebral

Menurut waktu terjadinya, perdarahan postpartum dibagi atas dua bagian:

Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) Yaitu


perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir terbanyak
dalam 2 jam pertama.

Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) Yaitu


perdarahan yang terjadi setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai
15 postpartum. (William, 2001; Llewellyn, 2001)

4. Bagaimana hubungan usia, kelahiran kembar, dan perdarahan berat?


Usia Ibu
Pada usia yang lebih dari 35 tahun, kemungkinan untuk memiliki kehamilan
kembar meningkat akibat kadar FSH yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatkan pembentukan folikel multiple sehingga prevalensi untuk
kehamilan kembar lebih tinggi. Kehamilan kembar kemudian dapat
menyebabkan perdarahan karena overdistensi uterus saat kehamilan.
Kehamilan kembar
Pada kehamilan kembar terjadi overdistensi uterus yang kemungkinan besar
akan
menyebabkan hipotonia setelah persalinan. Keadaan ini akan mengakibatkan

-7-

perdarahan karena kontraksi dan retraksi miometrium tidak cukup untuk


menekan
dan menutup lumen pembuluh darah di tempat bekas melekatnya plasenta.
Risiko perdarahan postpartum pada wanita dengan hamil kembar dua kali lipat
dari pada hamil tunggal.

5. Bagaimana interpretasi sprei yang dibasahi oleh darah dan gumpalan darah
500 ml?
Rata-rata darah yang keluar pada saat melahirkan per vagina secara normal
adalah 400ml-500ml. Jika sudah terdapat 500ml bekuan darah mengindikasian
bahwa telah terjadi pengeluaran darah yang berlebihan.
Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >39 tahun)
distensi uterus yang berlebihan penurunan fungsi miometrium (akibat
kelelahan) rangsangan serabut-serabut otot miometrium kegagalan
kontraksi uterus atonia uteri (pada saat plasenta lepas dari dinding
uterus) arteri yang rupture gagal di konstriksi perdarahan terus menerus
perdarahan hebat yang bercampur dengan lochia perdarahan hebat dan
pengeluaran gumpalan darah.

Masalah 2: Tidak ada komplikasi antenatal yang signifikan. Ny. Anita diberi sulfas
ferrosus dan asam folat untuk profilaksis anemia. Usia gestasi 38 minggu dengan
Hb 10,9 g/dL. Pertumbuhan dan volume likuor fetus normal.
1. Bagaimana interpretasi Hb 10,9 g/dL pada kehamilan kembar usia 38 minggu?
Status kehamilan
Tidak hamil
Hamil

Hemoglobin (g/dl)
12,0

Trimester I

11,0

Trimester II

10,5

11,0
Trimester III
Interpretasi pada kasus: Hb rendah

-8-

2. Indikasi pemberian asam folat dan sulfas ferrosus pada kehamilan kembar usia
38 minggu?
Kebutuhan rata-rata (Fe) adalah 4mg/hari, dan semakin meningkat sesuai
dengan pertambahan usia kehamilan. Fe yang berasal dari makanan tersedia
sebanyak 25 mg/hari, tetapi karena yang diresorbsi hanya sekitar sepuluh
persennya, maka pada umumnya ibu hamil memerlukan tambahan 100 mg Fe
dan 300 mg asam folat perhari agar tidak terjadi penurunan feritin serum
sebanyak 26 mg perliter pada kehamilan 28 minggu keatas.
Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besi-nya
yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia
karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Karena selain anemia
defisiensi besi, pada kehamilan juga sering terjadi anemia megaloblastik
karena defisiensi asam folat, untuk itu perlu diberikan preparat asam folat
juga. Hal ini terutama dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan defek
neural dan anomali kongenital lainnya akibat defisiensi asam folat.
Pada kasus ini, Ny.Anita sudah diberikan preparat asam folat dan besi oral
untuk mencegah terjadinya defisiensi nutrisi dan anemia dalam kehamilan
dengan segala konsekuensinya. Hasilnya, pada usia gestasi ke 38, Hb Ny.Anita
adalah 10,9 mg/dL sedikit mendekati normal. Namun, setelah selesai
persalinan, Hb Ny.Anita adalah 7,2 mg/dL. Hal ini menandakan terjadi
penurunan Hb akibat perdarahan post partum bukan karena kondisi sebelum
persalinan.

Masalah 3: Ny. Anita melahirkan pervaginam, usia gestasi 38 minggu dan 4 hari.
Tidak ada tanda-tanda spesifik dan plasenta lahir lengkap. Karena ini kehamilan
kembar maka dipasang kanula intravena sebelum persalinan. Ada lochia yang
banyak sejak persalinan.
1. Bagaimana perencanaan persalinan pada kehamilan kembar? (indikasi
pervaginam dan SC)

-9-

Faktor yang menentukan melahirkan bayi kembar menggunakan metode bedah


cesar adalah posisi janin. Sehingga beberapa penilaian pra-persalinan
dilakukan dengan menentukan letak kedua janin jika memanjang atau
membujur dengan posisi kepala berada di bawah maka persalinan normal bisa
dilakukan. Pemeriksaan pra-persalinan memang sangat penting apabila dokter
kandungan atau bidan menemukan letak janin pertama dan kedua berbeda
ditandai dengan salah satu janin kepala salah satu bayi belum berada dibawah
maka beberapa tindakan bisa dilakukan. Apabila letak janin keduanya
melintang akan tetapi memiliki ukuran kecil dari janin pertama kemungkinan
besar masih bisa dilahirkan dengan normal. Akan tetapi jika janin kedua
sungsang maka kemungkinan mengunakan metode cesar untuk meminimalisir
resiko tali pusat keluar sedangkan apabila posisi janin satunya tidak
memanjang maka kemungkinan menggunakan bedah cesar. Selain posisi janin
hal yang menjadi pertimbangan untuk melahirkan bayi kembar adalah masalah
kesehatan seperti resiko tali pusat, adanya kelainan dengan letak plasenta atau
kembar pada satu ketuban dimana tali pusat melilit apalagi janin kembar 3
lebih tiga dilahirkan secara cesar.
a. Bila anak pertama letaknya membujur, kala I diawasi seperti biasa,
ditolong seperti biasa dengan episiotomi mediolateralis.
b. Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk
menentukan keadaan anak kedua. Tunggu, sambil memeriksa tekanan
darah dan lain-lain.
c. Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila anak kedua terletak
membujur, ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air tidak mengalir
deras keluar. Tunggu dan pimpin persalinan anak kedua seperti biasa.
d. Waspadalah atas kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum, maka
sebaiknya pasang infus profilaksis.
e. Bila ada kelainan letak pada anak kedua, misalnya melintang atau terjadi
prolaps tali pusat dan solutio plasenta, maka janin dilahirkan dengan cara
operatif obstetrik.

- 10 -

f. Pada letak lintang coba versi luar dulu, atau melahirkan dengan cara versi
dan ekstraksi.
g. Pada letak kepala, persalinan dipercepat dengan ekstraksi vakum atau
forseps.
h. Pada letak bokong atau kaki, ekstraksi bokong atau kaki.
i. Indikasi seksio saesarea hanya pada:

Janin pertama letak lintang

Bila terjadi prolaps tali pusat

Plasenta previa

Terjadi interlocking pada letak janin 69, anak pertama letak sungsang
dan anak kedua letak kepala.

Indikasi SC Absolut:

Kembar monoamniotik.

Kembar siam (conjoined twins).

Bayi pertama dalam presentasi bokong kaki.

Letak plasenta yang tidak nomal seperti plasenta previa.

Lebih dari 2 janin.

Indikasi SC Relatif:

Janin pertama dalam presentasi bokong.

Satu atau kedua janin tidak terjamin kesejahteraannya.

Diskordansi janin dengan lingkar perut lebih dari 20%, khususnya bila
janin pertama lebih kecil.

- 11 -

j. Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum


berikan suntikan sintro-metrin yaitu 10 satuan sintosinon tambah 0,2 mg
methergin intravena.

2. Bagaimana indikasi dan cara pemasangan kanula intravena?


Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral
Venous Cannulation):

Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan


pemberian obat langsung ke dalam IV

Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat

Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus
melalui IV

Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral
atau intramuskuler

Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan


elektrolit

Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan

Klien yang mendapatkan tranfusi darah

Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada


operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena
untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian
obat)

Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko


dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum
pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur
infus.

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain:

- 12 -

Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena


langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus
infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan
keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering
terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan
pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut)
pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama
efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari
segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya
perawatan.

Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika


dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam
sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan
aminoglikosida yang susunan kimiawinya polications dan sangat polar,
sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga
sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.

Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti
ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal
(anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan
intramuskular (disuntikkan di otot).

Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedakobat masuk ke


pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).
Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada
orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada
penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

- 13 -

Prosedur Pemasangan

Instruksi pemasangan infuse dari Dokter tercata lengkap dan jelas pada
rekam medic atau secara lisan pada keadaan darurat bila ada kurang
dimengerti segera tanyakan pada Dokter yang memberi instruksi

Persiapan:
a. Meja/trolly serupa meja suntik tersedia diatasnya: IV catheter yang
akan digunakan. IV catheter cadangan atau wing needle. Transfusion
set/infusion set terbungkus steril, kapas alkohol 70%, bethadine, kasa
steril, plester/hypafik, spalk, larutan infuse yang akan diberikan.
b. Standar infuse.
c. Pencahayaan yang baik.
d. Tutup ruang pasien agar pelaksana dapat lebih konsentrasi.
e. Beritahukan kepada pasien tentang pemasangan infuse dan tenangkan
pasien

Persiapkan cairan yang akan diberikan dengan menusukkan bagian tajam


infusion set kedalam botol larutan infuse. Buka saluran hingga ciaran
infuse memenuhi seluruh selang tanpa menyisakan udara dalam selang
infus

Lakukan pemasangan infuse


a. Tentukan lokasi pemasangan, sesuaikan dengan keperluan rencana
pengobatan, punggung tangan kanan/kiri, kaki kanan/kiri.
b. Siapkan plester.
c. Ligasi bagian proximal dari lokasi vena yang akan ditusuk dengan
menggunakan ligator khusus (tourniquet).
d. Memakai sarung tangan.
e. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.
f. Lencangkan kulit dengan memegang tangan/kaki dengan tangan kiri,
siapkan IV cathter di tangan kanan.
g. Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan lubang
jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah jarum
sejajar arah vena, lalu dorong.

- 14 -

h. Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian


jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena secara
perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk.
i. Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari
kanul. Tahan bagian kanul dengan ibu jari.
j. Hubungkan kanul dengan infusan/transfusion set. Buka saluran infuse
perhatikan apakah tetesan lancer. Perhatikan apakah lokasi penusukan
membengkak, menandakan ekstravasasi cairan sehingga penusukan
harus diulang dari awal
k. Bila tetesan lancer, tak ada ekstravasasi, lakukan fiksasi dengan
plester/hypafix dan pada bayi/balita diperkuat dengan spalk.
l. Letakkan kassa steril yang sudah dioleskan dengan betadine, lalu
tempelkan pada vena yang ditusuk kemudian rekatkan dengan plester.
m. Pasang plster berikutnya untuk mengamankan selang infuse.
n. Rapikan pasien dan bereskan alat-alat.
o. Cuci tangan.
p. Atur tetesan infuse sesuai instruksi.
q. Dokumentasikan, lengkapi berita acara pemberian infuse, catat jumlah
cairan masuk dan keluar, catat balance cairan 24 jam setiap harinya,
catat dalam perincian harian ruangan.

3. Bagaimana fisiologi lochia?


Lochia adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas. Pada hari pertama dan kedua, lokia rubra atau lokia kruenta, terdiri atas
darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Hari berikutnya, darah bercampur
lender dan disebut lokia sanguinolenta. Setelah satu minggu, lokia cair tidak
berdarah lagi, warnanya agak kuning, disebut lokia serosa. Setelah 2 minggu,
lokia hanya merupakan cairan putih disebut sebagai lokia alba. Biasanya lokia
berbau agak sedikit amis, kecuali bila terdapat infeksi; dan akan berbau busuk,
umpamanya pada adanya lokiostasis (lokia tidak lancar keluar) dan infeksi.

- 15 -

Dalam kasus ini, terjadi pengeluaran lochia yang banyak (dapat juga
dikatakan normal karena secara fisiologis lochia paling banyak keluar
segera setelah plasenta lahir). Yang patologis kemungkinan terjadi akibat
kegagalan penutupan arteri yang rupture setelah pelepasan plasenta (akibat
atonia uteri) pengeluaran darah yang berlebihan bercampur dengan
gumpalan lochia lochia has been heavy since delivery

4. Bagaimana makna klinis lochia yang banyak?


Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Secret mikroskopik
Lochia terdiri dari eritrosit, peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri. Pada
kasus jenis lochia yang dikeluarkan merupakan lochia rubra. Lochia ini
muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum. Lochia
mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dan serabut dari
deciduas dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo,
sisa mekoneum dan sisa darah. Total jumlah rata-rata pengeluaran Lochia 240
hingga 270 ml. Dalam kasus ini, terjadi pengeluaran lochia yang banyak
(dapat juga dikatakan normal karena secara fisiologis lochia paling banyak
keluar segera setelah plasenta lahir). Yang patologis kemungkinan terjadi
akibat kegagalan penutupan arteri yang rupture setelah pelepasan plasenta
(akibat atonia uteri) pengeluaran darah yang berlebihan bercampur
dengan gumpalan lochia lochia has been heavy since delivery
Pada kasus terjadi pengeluaran lochia yang berat dan mengindikasikan banyak
komponen darah pada lochia tersebut sehingga menyebabkan anemia dan syok
hipovolemik.

Masalah 4: Pemeriksaan fisik


1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:
Sadar

tapi

dan pucat

mengantuk Mengantuk: kehilangan banyak vol. darah


suplai darah ke jaringan pembentukan ATP

- 16 -

DAN O2 drowsy
Kepucatan: kehilangan banyak vol. darah
mempertahankan perfusi ke organ vital
suplai darah kepermukaan kulit tampak
pucat
TB 155 cm, BB 50 kg

BMI: 20,8
Interpretasi: normal
Pada kasus ini, nilai TB, dan BB yang tertera,
diperoleh setelah Ny.Utami melahirkan, dimana
terjadi pengeluaran janin, cairan amnion, dan
kehilangan

darah.

Sehingga

berat

badan

menjadi turun.
Temperature 35,9 C

Interpretasi menurun
Normal: 36,5-37,2 C
Perdarahan yang terjadi mengakibatkan suhu
rendah pada Ny. Rima, karena fungsi lain dari
darah adalah untuk menghangatkan tubuh

BP 100/60 mmHg,

Normal

HR: 112x/menit

Nadi 112/min, normal: 60-100/min, interpretasi:


meningkat (Takikardi)
Perdarahan yang terjadi mengakibatkan jantung
harus memompa darah dengan cepat untuk
memenuhi anggota tubuh yang lain

Ekstremitas
dingin

perifer Interpretasi: abnormal


PPH kehilangan banyak vol. darah
vasokontriksi perifer aliran darah ke kulit
panas berkurang (dingin)

- 17 -

Uterus

teraba

pada Interpretasi: abnormal

umbilikus dan lembut

Normal: Firm (keras) dan teraba 2 jari di bawah


umbilikus
Akibat terjadi atonia uteri, tidak adanya
kontraksi miometrium sehingga uterus menjadi
lunak. Akibat uterus yang tidak berkontraksi,
menyebabkan terjadinya perdarahan sehingga
uterus teraba pada umbilicus.

Abdomen

lembut

dan Normal

non-tender

Inspeksi vaginal: second- Normal


degree tear

Klasifikasi Rupture perineum:

Derajat satu: Robekan ini hanya terjadi pada


mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit
perineum.

Derajat dua: Robekan terjadi pada mukosa


vagina, vulva bagian depan, kulit perineum
dan otot perineum.

Derajat tiga: Robekan terjadi pada mukosa


vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,
otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.

Derajat empat: Robekan dapat terjadi pada


seluruh perineum dan sfingter ani yang
meluas sampai ke mukosa rectum

Laserasi pada perineum dapat dilakukan dengan


menjahit laserasi tersebut. Tujuan penjahitan
robekan perineum adalah untuk menyatukan
kembali

jaringan

tubuh

dan

mencegah

kehilangan darah yang tidak perlu. Penjahitan

- 18 -

laserasi perineum tingkat 2:

Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak


rata atau bergerigi, harus diratakan lebih
dahulu

Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan


dijepit dengan klem, kemudian digunting

Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir


vagina dengan catgut secara terputus-putus
atau jelujur. jahitan mukosa vagina melalui
dari puncak robekan, sampai kulit perineum
dijahit dengan benang catgut secara jelujur

Masalah 5: Pemeriksaan laboratorium


1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:

Hb

Nilai Normal
9,8 - 12,3

Pada Kasus Interpretasi


7,2 g/dL
Anemia

g/dL

Salah

satu

gejala

klinik

perdarahan post partum adalah


nilai HB kurang dari 8 g/dl.
Turunnya
karena
berat

hb

disebabkan

adanya
yang

perdarahan

terjadi

pasca

persalinan.
MCV

80 - 100 fL

99,0 fL

Interpretasi = Normal.
Hal

ini

menyingkirkan

diagnosis

banding

anemia

defisiensi

sebelumnya.
anemia

Karena
defisiensi

adanya
besi
pada
besi

umumnya didapat nilai MCV

- 19 -

yang

rendah

(mikrositik).

Maka, anemia pada kasus ini


adalah karena perdahan akut,
yang

gambarannya

adalah

normositik (MCV normal).


Leukosit

5.000 - 10.000 3.200/mm3

Karena

terjadi

perdarahan

pasca persalinan dan banyak


darah yang keluar, maka akan
terjadi

penurunan

volume

darah dan komponen darah,


termasuk sel darah putih.
Trombosit

150.000 -

131.000/mm Menurun
3

INR

400.000
0,8 - 1,2

1,3

Perdarahan trombosit
Meningkat
Perdarahan viskositas darah

APTT

20 35 detik

39 detik

faktor pembekuan darah


Memanjang
Gangguan pembekuan darah
(trombosit,platelet, dan faktor
pembekuan

yang

lain

menurun)
Natrium

135 - 145

138 mmol/L

Normal

Kalium

mmol/L
3,6 - 5,5

3,5 mEq/dL

Normal

Urea

mEq/dL
2,6 - 5,5

5,2

Normal

mmol/dL

mmol/dL

Pada

pemeriksaan

laboratorium, harus diketahui


status

dehidrasi

penderita,

karena pemberian cairan yang


berlebihan dapat menyebabkan
kadar

BUN

(blood

urea

nitrogen) rendah palsu, dan


sebaliknya,

- 20 -

dehidrasi

dapat

memberikan

temuan

kadar

tinggi palsu.
Kreatinin

34-82 mol/L

64 mol/dL

Normal

Masalah 6:
1. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Anamnesis
a. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
b. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab
munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
c. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit
tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)
d. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
e. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan
pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya, keluhan waktu haid, HPHT.
b. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia
mulai hamil.
c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.

Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada
abortus, retensi plasenta.

Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong,


tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau
mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
- 21 -

Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI


cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan
kontraksi.

d. Riwayat kehamilan sekarang.

Hamil muda, keluhan selama hamil muda.

Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi
badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi
akibat mual, keluhan lain.

e. Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali,


perawatan serta pengobatannya yang didapat.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 38 0C dianggap normal.
Setelah satu hari suhu akan kembali normal (36 37 0C), terjadi penurunan
akibat hipovolemia.
b. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat.
c. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
d. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi
tidak normal.
Pemeriksaan Khusus:
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:
a. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta
tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
b. Sistem vaskularisasi:

Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8


jam berikutnya.

- 22 -

Tensi diawasi tiap 8 jam.

Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.

Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.

Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek


koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.

c. Sistem reproduksi:

Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,


kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya.

Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak


dan bau.

Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi,


luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.

Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.

Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.

Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi).

d. Traktus urinarius. Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi


miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain.
e. Traktur gastrointestinal. Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
f. Integritas ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.
b. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16 gr/dl, saat
hamil: 10-14 gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%.
Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3, saat hamil 5.000-15.000).
c. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pascapartum.
d. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.

- 23 -

e. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split


fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta
yang tertahan.
Diagnosis Ditegakkan
a. Perdarahan masih banyak dan aktif setelah plasenta dan bayi lahiir
b. Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek
c. Pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga darah masih ada
sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih
terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi
pemberian darah pengganti

2. DD dan WD?
Gejala & Tanda yang Selalu Ada

Gejala & Tanda yang

Diagnosis

Ada

Kemungkinan

Uterus tidak berkontraksi


& lembek
o

Atonia uteri

Syok

Pucat

stlh bayi lahir

Lemah

Uterus

Menggigil

Tali pusat putus Retensio plasenta

Perdarahan segera
setelah

persalinan

(HPP primer)

Perdarahan segera
o

Darah
mengalir

segar

yg

segera
kontraksi

Robekan

jalan

lahir

baik
o

Plasenta lengkap

Plasenta blm lahir stlh 30


mnt

akibat

- 24 -

traksi

berlebihan
o

Perdarahan segera

Uterus

uteri

akibat tarikan

kontraksi

baik

Inversio
Perdarahan
lanjutan

Plasenta / sebagian selaput

berkontraksi

( mengandung pembuluh

tetapi

darah ) tdk lengkap


o

Uterus

fundus

Perdarahan segera

Tertinggalnya

tinggi sebagian
tdk plasenta

dr

berkurang

Uterus tdk teraba


o

Lumen

vagina

terisi massa
o

Tampak tali pusat (

Shock
neurogenik

jika plasenta blm

Inversio uteri

Pucat & limbung

Anemia

Perdarahan

Demam

terlambat

segera

Shock

(perdarahan intraabdominal

Nyeri tekan perut

/ vaginum )

Denyut nadi ibu

lahir )
o

Perdarahan segera

Nyeri

sedikit

berat

Sub involsi uterus


o

Nyeri tekan perut


bawah

perdarahan > 24
jam pasca partus

Perdarahan

Nyeri perut berat

Ruptura uteri

cepat

WD : Perdarahan post partum et causa atonia uteri

3. Etiologi?
Penyebab perdarahan post partum menurut Rustam 2000 antara lain antonia
uteri. Faktor presdisposisi terjadinya antonia uteri adalah:
- 25 -

Persalinan yang terlalu cepat (partus precipitatus). Kontrak uterus yang


terlalu kuat dan terus menerus selama kala I dan kala II persalinan
(kontraksi yang hiperernik), maka otot-otot uterus akan kekurangan
kemampuannya untuk beretraksi setelah bayi lahir

Umur telalu muda atau terlalu tua (kurang dari 20 tahun atau lebih dari
35tahun)

Perietas sering terjadi atau dijumpai pada grande multipara dan multipara

Partus lama, dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan


pada otot-otot uterus (Dep Kes RI,1999).

Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada (gemeli, hidramnion, atau
janin besar). Pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga
kontraksinya setelah kelahiran bayi menjadi tidak efisien. (Varley, 2000)

Riwayat perdarahan post partum atau retensio plasenta pada persalinan


terdahulu. pada kondisi ini akan timbul resiko terjadinya hal yang sama
pada persalinan yang sekarang.

Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin. Dapat menyebabkan


terjadinya inersia sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus
(Cunningham, 2000).

Perut bekas seksio sesaria, miomektomi atau histerorafia. Keadaan tersebut


akan mengganggu kontraksi rahim (Arias, 1999).

Anemia.

Wanita yang mengalami anemia dalam persalinan dengan kadar


hemoglobin 10g/dl,akan dengan cepat terganggu kondisinya bila terjadi
kehilangan darah meskipun hanya sedikit. Anemia dihubungkan dengan
kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab langsung atonia uteri
(Dep Kes RI, 1999), sedangkan penyebab anemia dalam kehamilan adalah:
a. Kurang gizi(malnutrisi).
b. Kurang zat besi.
c. Malabsorbsi.
d. Kehilangan darah yang banyak pada persalinan yang lalu, dan haid.

Sisa ketuban dan selaput ketuban

- 26 -

Jalan lahir seperti robekan perineum, robekan vagina, robekan serviks,


forniks dan rahim

Penyakit darah, kelainan pembekuan darah atau hipofibrinogenia dan


sering dijumpai pada:
a. Solusio plasenta
b. Kematian janin yang lama dalam kandungan
c. Pre eklamasi dan eklamasi
d. Infeksi, hepatitis, dan septik syok.

Penyebab kedua tersering: anestesi umum pada SC

4. Epidemiologi?
Gemelli
Insidensi kembar adalah satu dalam sembilan puluh kehamilan. Dimana
sekitar dua pertiga dari kehamilan kembar tersebut merupakan kembar
dizigotik. Frekuensi kejadian meningkat pada ibu usia 30-40 tahun. Kembar
diperhitungkan

sebagai

salah

satu

risiko

kematian

maternal

dan

perinatal,dengan tingkat mortalitas bayi baru lahir sebanyak 52,7 kematian per
1000 kelahiran hidup.
PPH
Pada tahun 2003-2005, the UK Confidential Enquiries into Maternal Deaths
melaporkan bahwa perdarahan adalah penyebab langsung ketiga tertinggi dari
kematian ibu (6,6 kematian/juta maternal). Bahkan di Inggris, mayoritas
kematian ibu karena perdarahan harus dianggap dapat dicegah, dengan 10 dari
17 (58%) kasus di triennium 2003-2005 dinilai telah menerima major
substandard care. Pendarahan kedaruratan sebagai penyebab utama
morbiditas ibu hampir pada semua kasus, hampir tidak diaudit pada negara
maju dan berkembang. Di Skotlandia, tingkat perdarahan yang mengancam
jiwa (kehilangan darah 2,5 liter atau lebih atau ibu yang menerima lebih dari 5
unit transfusi darah atau ibu yang mendapat terapi koagulopati setelah kasus
akut) diperkirakan 3.7/1000 maternal.

- 27 -

Oleh karena pentingnya perdarahan obstetrik sebagai penyebab utama


kematian

dan kecatatan ibu, dan karena bukti perawatan substandar pada

sebagian besar kasus yang fatal, perdarahan obstetrik harus dianggap sebagai
prioritas topik untuk pengembangan pedoman nasional. Perdarahan obstetrik
meliputi perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.

5. Faktor risiko?

Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada
usia dibawah 20 tahun, fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan
fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal,
2008).
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil
dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi
daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian
maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro,
2005)

Pendidikan
Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki
pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih
rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru
dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Wanita
dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang
lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB),
- 28 -

dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga
tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga
dapat memilih makanan yang bergizi. Menurut Thadeus dan Maine (1990)
yang dikutip dari Suryani (2008), dari beberapa penelitian yang dilakukan
di berbagai negara menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
penggunaan pelayanan obstetri dan tingkat pendidikan ibu.

Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum
primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak
mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin
lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
yang lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas
tinggi adalah tidak direncanakan (Wiknjosastro, 2005). Menurut penelitian
Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3 bermakna sebagai faktor risiko
yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Penelitian Miswarti
(2007) menyatakan proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum
primer dengan paritas 1 sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas
lebih dari 3 sebesar 48%, serta terdapat hubungan yang signifikan antara
paritas dengan perdarahan postpartum primer. Demikian juga dengan
penelitian Milaraswati (2008) menyatakan bahwa proporsi ibu yang
mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas >4 yaitu 69%
dan didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan
perdarahan postpartum primer.

- 29 -

Jarak antar kehamilan


Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai
terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan
Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar
kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena
persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan
mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan
berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti
kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya
kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.
Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan
terjadinya perdarahan pasca persalinan. Menurut penelitian Yuniarti (2004)
proporsi kasus dengan jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun sebesar
41% dengan OR jarak antar kelahiran 2,82. Hal ini berarti ibu yang
memiliki jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko 2,82 kali
mengalami perdarahan pasca persalinan.

Riwayat persalinan buruk sebelumnya


Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu
buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea,
persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami
perdarahan antepartum dan postpartum. Menurut Sulistiowati (2001) yang
dikutip Suryani (2008), bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
riwayat persalinan buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca persalinan
dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu yang memiliki riwayat persalinan
buruk dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan buruk.

Anemia

- 30 -

Menurut World Health Organization (WHO) anemia pada ibu hamil adalah
kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0
gr%. Volume darah ibu hamil bertambah lebih kurang sampai 50% yang
menyebabkan konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan.
Bertambahnya sel darah merah masih kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma darah sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan
haemoglobin 19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu
rendah yang menyebabkan hemoglobin sampai <11 gr%. Meningkatnya
volume darah berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan
untuk

memproduksi

sel-sel

darah

merah

sehingga

tubuh

dapat

menormalkan konsentrasi hemoglobin sebagai protein pengankut oksigen


(Winkjosastro, 2000). Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan
meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia
juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa
cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh
otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama
hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah
merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan
saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar
otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

Menurut penelitian

Herianto (2003) bahwa anemia bermakna sebagai faktor risiko yang


mempengaruhi perdarahan postpartum primer. Ibu yang mengalami
anemia berisiko 2,8 kali mengalami perdarahan postpartum primer
dibanding ibu yang tidak mengalami anemia.
6. Patofisiologi?
Ny.Anita 39 tahun, mengalami hamil pertama pada usia reproduksi ekstrim,
yaitu diatas 35 tahun. Pada kondisi ini, Ny.Anita tergolong advanced maternal
age. Ny.Anita mengalami persalinan spontan pervaginam, dan melahirkan dua
bayi laki-laki. Namun, kemudian pasien dirujuk kerumah sakit akibat terjadi
perdarahan yang banyak.

- 31 -

Perdarahan yang dialami oleh Ny.Anita ini kemungkinan karena overdistensi


pada uterus karena kehamilan kembar. Distensi berlebihan ini, meyebabkan
terjadinya perlemahan kontraksi myometrium. Padahal kontraksi myometrium
ini sangat diperlukan untuk menjepit arteri uterina yang terbuka setelah
plasenta lahir. Karena tidak terjadi penjepitan arteri ini, maka darah terus
merembes.
Disamping itu, mengingat kehamilan Ny.Anita ini merupakan kehamilan yang
pertama, umumnya jalan lahir masih kaku. Persalinan dapat menimbulkan
trauma pada jalan lahir. Pada kondisi ini, Ny.Anita mengalami robekan vagina
derajat dua.
Konsekuensi dari semua kejadian tersebut adalah kehilangan darah yang
banyak. Kehilangan cairan intravaskuler ini menyebabkan komplikasi sistemik
berupa kesadaran mengantuk, suhu tubuh dingin, takikardi, pansitopenia, dan
gejala-gejala lainnya.
Untuk itu, penanganan perdarahan post partum pada Ny.Anita harus segera
dilakukan agar dapat mengembalikan kondisi hemostasisnya. Penanganan
yang cepat dan tepat dapat mengembalikan kondisi menjadi pulih. Terjadi
perdarahan gangguan homeostasis shock

Vasokonstriksi

Pembukaan kapiler dan venula

DIC

Multipel organ failure

Vasokonstriksi dimulai ketika terjadi penurunan volum intravaskuler, perfusi


minimal.
Pengantaran oksigen ke sel2 oleh kapiler menurun. metabolism anaerob
produksi laktat dan ion hydrogen meningkat diding kapiler mengalami
kehilangan kemampuan untuk menahan struktur molecular besar protein
merembes ke cairan interstitial (leaky capillary syndrome).
Kompensasi tubuh :

Stimulasi simpatis pale, berkeringat nadi cepat & lemah


peningkatan gula darah.

- 32 -

Pelepasan epinefrin mendilatasi arteri coroner, serebral dan arteri2 otot


rangka dan konstriksi arteri lainnya.

Darah diprioritaskan ke jantung, otak, otot rangka. Sedangkan aliran ke


ginjal dan viscera abdominal menurun.

Jika tahap ini tidak ditangani dengan mengembalikan volume sirkulasi, shock
akan berkembang ketahap selanjutnya.
Jika tahap kedua, sudah terjadi kehilangan 15-25% volum intravascular. HR,
RR dan pengisian kapiler meningkat. Tekanan nadi menurun. Tekanan darah
masih normal.

7. Manifestasi klinis?

Uterus tidak berkontraksi dan lembek


Perdarahan segera setelah anak lahir
Gejala syok (anemia, hipotensi, takikardi)
Bekuan darah pada serviks/posisi terlentang akan menghambat aliran
darah keluar

8. Manajemen?
Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai
berikut:

Sikap tredelenburg, memasang venous line dan memberikan oksigen.

Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara:


a. Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
b. Pemberian oksitosin dan turuna ergot melalui suntikan secara i.m.,i.v.
atau s.c.
c. Memberikan derifat prostaglanin F2alfa (carboprost tromethamin)
yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual
muntah, febris, dan takikardia.
d. Pemberian misoprostol 800-1.000 ug per-rektal

- 33 -

e. Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.


f. Kompresi aorta abdominalis
g. Pemasangan

tampon

kondom,

kondom dalam cavum uteri

disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi


cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif. (Catatan: tindakan memasang tampon
kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat temporer
sebelum tindakan berdah ke rumah sakit rujukan)

Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukantindakan


operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan
uterus) atau lakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:
a. Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika
b. Operasi ransel B Lynch
c. Histerektomi supravaginal
d. Histerektomi total abdominal

- 34 -

9. Komplikasi?
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:

Syok hemorraghic
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan
gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan
hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di
ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan

- 35 -

Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah.
Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu
pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI
bayi.

Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat
menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat
mempengaruhi sistem endokrin.

Kematian

10. Pencegahan dan edukasi?


Pencegahan Perdarahan Postpartum

Perawatan masa kehamilan


Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil
dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam
kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau
riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah
sakit.

Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan
dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lubang
yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi.Untuk pasien
dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat
- 36 -

dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk


menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular
atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan
baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum,
selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi
normal

myometrium

dan

bahkan

mempercepat

kontraksi

akan

menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya


perdarahan postpartum.

Kala tiga dan Kala empat


a. Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.
Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada
pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak
didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya
saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil
kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin
selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan
kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
b. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan

tidak ada

untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta


akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran
darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke
abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina.
Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat
secara hati-hati.
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak.
Untuk manual plasenta ada perbedaan pendapat waktu
dilakukannya

manual

plasenta.

Apabila

sekarang

didapatkan

perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan


plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa

- 37 -

ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang


menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir.
Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus
di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
c. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan
jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan
yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah
didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

11. Prognosis?
ad vitam dubia
ad fungsionam dubia
Prognosis tergantung pada penyebab dari perdarahan, lamanya, jumlah
perdarahan yang terjadi, keadaan yang memperparah perdarahan, dan
efektivitas dari terapi yang diberikan. Diagnosis dan terapi yang cepat dan
tepat mutlak diperlukan untuk mencapai hasil yang terbaik pada setiap pasien.

12. SKDI?
Perdarahan post partum:
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan

gawat darurat demi menyelamatkan nyawa

atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter


mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali
dari rujukan.

- 38 -

IV.

HIPOTESIS
Ny. Anita, 39 tahun, mengalami perdarahan post-partum akibat kehamilan Gemelli
dan usia ibu yang lanjut (advanced maternal age).

V.

LEARNING ISSUE
1. Gemelli
DEFINISI
Kehamilan kembar atau kehamilan multiple adalah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multiple dapat berupa kehamilan
ganda/gemeli (2 janin), triplet (3 janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5
janin) dan seterusnya. Kehamilan multiple terjadi jika dua atau lebih ovum
dilepaskan dan dibuahi (dizigotik) atau jika satu ovum yang dibuahi membelah
secara dini hingga membentuk dua embrio (monozigotik).
Superfetasi adalah fertilisasi dan perkembangan ovum ketika janin telah
berada di dalam uterus. Sedangkan superfekundasi adalah fertilisasi ovum
melalui inseminasi setelah ovum difertilisasi. Superfekundasi mengacu kepada
pembuahan dua ovum dalam jangka waktu pendek, namun bukan pada waktu
koitus yang sama dan tidak harus oleh sperma pria yang sama.

Gambar 1. Kehamilan kembar (Gemeli)


EPIDEMIOLOGI
Frekuensi kembar monozigotik relative konstan di suluruh dunia, yaitusekitar
4 per 1000 kelahiran. Sebaliknya, frekuensi kembar dizigotik bervariasi dalam

- 39 -

setiap ras di suatu negara dan dipengaruhi oleh usia ibu (meningkat dari 3 per
1000 kelahiran pada ibu berusia di atas 20 tahun hingga 14 per 1000 kelahiran
pada ibu berusia 35 40 tahun) serta paritas. Di Indonesia, terdapat satu kasus
kembar siam untuk setiap 200.000 kelahiran.
a. Ras
Angka kelahiran kembar mendekati 1 dari 90 kehamilan di AmerikaUtara.
Insiden lebih tinggi terjadi di Afrika yaitu 1 dari 20 kelahiran. Di Asia
gemelli jarang terjadi.Di Jepang misalnya 1 per 155 kelahiran.
b. Hereditas
Wanita kembar non-identik memberikan kemungkinan bayi kembar 1 dari
60 kelahiran. Sebaliknya seorang ayah yang kembar non-identik memiliki
kemungkinan bayi kembar hanya 1 dari 125 kelahiran.
c. Usia maternal dan riwayat kehamilan
Wanita berusia 35 40 tahun dengan empat anak atau lebih, memiliki
kemungkinan melahirkan anak kembar tiga kali lipat dibanding wanita
berusia 20 tahun.
d. Tinggi dan berat badan ibu
Kembar non-identik lebih sering terjadi pada wanita bertubuh besar dan
tinggi dibandingkan pada wanita yang bertubuh kecil. Hal ini mungkin
lebih terkait dengan status gizi daripada ukuran tubuh itu sendiri.
e. Obat-obat penyubur dan kemajuan teknologi
Kehamilan multipel lebih sering terjadi pada wanita yang mengkonsumsi
obat-obat fertilitas selama menjalani induksi ovulasi. Konsumsi clomiphene
citrate memiliki kemungkinan melahirkan anak kembar 5 12% dan
kurang dari 1%memperoleh kehamilan triplet atau lebih. Hampir 20%
kehamilan akibat konsumsi gonadotropin merupakan kehamilan kembar
ganda dan sekitar 5% merupakan kembar triplet atau lebih. Risiko
kehamilan kembar juga meningkat pada proses transfer embrio dan
superovulasi.
FISIOLOGI
Kehamilan kembar memiliki fisiologi sebagai berikut:

- 40 -

a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan
dari janin tunggal.
b. Berat badan bayi baru lahir pada gemeli di bawah 2500 gr, triplet di bawah
2000 gr, quadriplet di bawah 1500 gr, dan quintuplet di bawah 1000 gr.
c. Berat badan masing-masing janin dari kehamilan kembar tidak sama,
umumnya antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi
darah tidak sama, maka yang satu lebih kurang tumbuh dari yang lainnya.
d. Pada kehamilan ganda monozigotik

Pembuluh darah janin yang satu beranastomosis dengan janin yang


lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk
menghindari perdarahan.

Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan


menjadi monstrum, seperti akardiakus, dan kelainan lainnya.

Dapat terjadi sindroma transfusi fetal, pada janin yang mendapat darah
lebih banyak terjadi hidramnion, polistemia, edema dan pertumbuhan
yang baik. Sedangkan janin kedua terlihat kecil, anemis, dehidrasi,
oligohidrami dan mikrokardia, karena kurang mendapat darah.

e. Pada kehamilan kembar dizigotik


Dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu tumbuh sampai cukup
bulan.
Janin yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda), atau pada
kehamilan yang agak tua, janin jadi pipih yang disebut fetus
papyraseus atau kompresus.
ETIOLOGI
Bangsa, hereditas, umur, dan paritas hanya mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan kembar yang berasal dari 2 telur. Juga obat klomid dan hormon
gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan
menyebabkan kehamilan dizigotik. Faktor-faktor tersebut dan mungkin pula
faktor lain dengan mekanisme tertentu menyebabkan matangnya 2 atau lebih
folikel de. Graaf atau terbentuknya 2 ovum atau lebih dalam satu folikel.
Kemungkinan pertama dibuktikan dengan ditemukannya 21 korpora lutea
pada kehamilan kembar.

- 41 -

Pada fertilisasi in vitro dapat pula terjadi kehamilan kembar, jika gluttelur vang diperoleh dapat dibuahi lebih dari satu dan jika semua
embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh
berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur, faktor
bangsa,

hereditas,

umur

dan

paritas

tidak

atau

sedikit

sekali

mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu. Diperkirakan sebabnya


ialah: faktor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi.
Faktor penghambat yang mempengaruhi segmentasi sebelum blastula
terbentuk, menghasilkan kehamilan kembar dengan 2 amnion, 2 korion, dan
2 plasenta seperti pada kehamilan kembar dizigotik. Bila faktor
penghambat terjadi setelah blastula tetapi sebelum amnion terbentuk,
maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 2 amnion, sebelum primitive
streak tampak, maka akan terjadi kehamilan kembar dengan 1 amnion.
Setelah primitive streak terbentuk, maka akan terjadi kembar dempet
dalam berbagai bentuk.

KLASIFIKASI KEHAMILAN KEMBAR


Kehamilan kembar monozigotik.
Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut kembar
monozigotik atau disebut juga identik, homolog, atau uniovuler. Jenis
kehamilan kedua anak sama, rupanya sama atau bayangan cermin;
mata, kuping, gigi, rambut, kulit dan ukuran antropologik sama. Sidik
jari dan telapak sama, atau terbalik satu terhadap lainnya. Satu bayi
kembar mungkin kidal dan yang lainnya biasa karena lokasi daerah
motorik di korteks serebri pada kedua bayi berlawanan. Kira-kira satu
per tiga kehamilan kembar monozigotik mempunyai 2 amnion, 2 korion,
dan 2 plasenta. Kadang-kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu.
Keadaan ini tidak dapat dibedakan dengan kembar dizigotik. Dua
pertiga mempunyai 1 plasenta, I korion, dan 2 amnion. Pada
kehamilan monoamniotik, kematian bayi sangat tinggi karena lilitan
tali pusat.

- 42 -

Gambar 2. Pembuahan monozigot dan dizigot

Kehamilan kembar dizigotik.


Kira-kira dua pertiga kehamilan kembar dizigotik yang berasal dari 2 telur;
disebut juga heterolog, binovuler, atau fratenal. Jenis kelamin sama atau
berbeda, berbeda seperti anak-anak lain dalam keluarga. Kembar
dizigotik mempunyai 2 plasenta 2 korion dan 2 amnion. Kadang-kadang
2 plasenta menjadi satu.

Gambar 3. Korion dan amnion pada gemelli

Conjoined twin, Superfekundasi dan Superfetasi


Conjoined twins atau kembar Siam adalah kembar dimana janin melekat
satu dengan yang lainnya. Misalnya torakofagus (dada dengan dada),
abdomenofagus (perlekatan kedua abdomen), kraniofagus (kedua kepala).

- 43 -

Superfekundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi


yang sama pada 2 koitus yang dilakukan dengan jarak waktu pendek.
Kehamilan demikian ini sukar dibedakan dengan kehamilan kembar
dizigotik. Pada tahun 1910 oleh Archer dilaporkan bahwa seorang wanita
kulit putih yang melakukan koitus berturut-turut dengan seorang kulit
putih dan kemudian dengan seorang Negro melahirkan bayi kembar
dengan satu bayi berwarna putih dan yang lainnya berupa mullato.
Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi beberapa minggu atau
beberapa bulan setelah keltamilan pertama terjadi. Keadaan ini pada manusia
belum pernah dibuktikan, akan tetapi dapat ditemukan pada kuda.

DIAGNOSIS
Gejala dan tanda
Hidramnion banyak ditemukan pada kehamilan ganda, sehingga adanya
hidramnion harus menimbulkan kewaspadaan.

Gangguan yang biasanya

muncul pada kehamilan akan meningkat pada kehamilan kembar. Efek


kehamilan kembar, yaitu: tekanan pada pelvis yang lebih berat dan lebih awal,
nausea, sakit punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan
kesulitan bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten. Diagnosis
kehamilan kembar 75% ditemukan secara fisik. Tanda-tanda yang harus
diperhatikan pada kehamilan kembar antara lain:
Anamnesis

Perut lebih buncit dari semestinya sesuai dengan umur tua kehamilan

Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil

Uterus terasa lebih cepat membesar

Pernah hamil kembar atau ada riwayat keturunan kembar

Inspeksi dan palpasi

Uterus lebih besar (> 4cm) dibandingkan usia kehamilannya;

Gerakan janin terasa lebih sering

Berat badan ibu bertambah secara signifikan, namun bukan disebabkan


oleh edema atau obesitas;

- 44 -

Polihidramnion;

Ballotement lebih dari satu fetus;

Banyak bagian kecil yang teraba;

Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin.

Auskultasi

Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan


perbedaan kecepatan setidaknya 10 dpm;

Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.

Laboratorium
Nilai hematokrit dan hemoglobin serta jumlah seldarah merah menurun,
berhubungan dengan peningkatan volume darah.Anemia mikrositik hipokrom
sering kali muncul pada kehamilan kembar. Pada trimester kedua, kebutuhan
fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk mensuplai Fe 7.
Pada tes toleransi glukosa sering kali didapat gestasional DM dan gestasional
hipoglikemi. Pada kehamilan kembar, chorionic gonadotropin pada urin,
estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan kembar juga dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu,
meskipun pemerisaan ini tidak berdiri sendiri.
Ultrasonografi
Sonografi dapat dilakukanpada awal minggu 6 7 postmenstrual dengan
vaginal probe. Dengan pemeriksaan USG yang teliti,kantung gestasional yang
terpisah dapat diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masingmasing kepala fetus harus dapat dilakukan dalam bidang tegak lurus sehingga
tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin dengan kepala janin yang
kedua. Scanning sonograf harus mampu mendeteksi semua bagian janin.

- 45 -

Gambar 4. Kembar dizigot pada kehamilan 6 minggu dilihat dengan


ultrasonografi
Diagnosis Pasti
Diagnosis pasti gemelli adalah jika ditemukan:

Terabanya 2 kepala, 2 bokong, dan satu/dua punggung;

Terdengarnya dua denyut jantung yang letaknya berjauhan dengan


perbedaan kecepatan minimum 10 denyut per menit;

Sonogram pada trimester pertama;

Roentgen foto abdomen. Namun cara ini sudah jarang dilakukan karena
adanya bahaya penyinaran.

MANIFESTASI KLINIK
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati
Batas toleransinya dan seringkali terjadi partus prematurus. Usia kehamilan
makin pendek dengan makin banyaknya janin pada kehamilan kembar. Kirakira 25% bayi kembar, 50% bayi triplet, dan 75% bayi kuadruplet lahir 4
minggu sebelum kehamilannya cukup-bulan. Lama kehamilan rata-rata untuk
kehamilan kembar 260 hari, triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari.
Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan kembar
bertambah, sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain.
Frekuensi hidramnion kira-kira sepuluh kali lebih besar pada kehamilan
kembar daripada kehamilan tunggal. Hidramnion menyebabkan uterus regang,

- 46 -

sehingga dapat menyebabkan partus prematurus, inersia uteri, atau perdarahan


postpartum.
Frekuensi pre-eklampsia dan eklampsia juga dilaporkan lebih sering
pada kehamilan kembar. Hal ini diterangkan dengan penjelasan bahwa
keregangan uterus yang berlebihan menyebabkan iskemia uteri. Solusio
plasenta dapat terjadi setelah bayi pertama lahir, sehingga menyebabkan salah
satu faktor kematian yang tinggi bagi janin kedua. Keluhan karena tekanan
uterus yang besar dapat terjadi, seperti sesak napas, sering kencing, edema, dan
varises pada tungkai bawah dan vulva.
Berhubung uterus regang secara berlebihan, ada kecenderungan
terjadinya inersia uteri. Tetapi, keadaan ini diimbangi oleh bayi yang relatif
lebih kecil, sehingga lamanya persalinan tidak banyak berbeda dari persalinan
kehamilan tunggal.

PENANGANAN PERSALINAN
Kehamilan

kembar

perlu

perhatian

khusus.

Rekomendasi

untuk

penatalaksanaan intrapartum meliputi hal berikut [4t]: tersedianya tenaga


profesional yang mendampingi proses persalinan, tersedia produk darah untuk
transfusi, dan tersedianya obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian
janin intrauterine dan melakukan manipulasi intrauterine. Pemberian ampsilin
2 g juga disiapkan setiap 6 jam jika terjadi persalinan prematur untuk
mencegah infeksi neonatus.
Sebelum persalinan:

Perawatan prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan kembar dan


mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosis telah ditegakkan
pemeriksaan ulangan harus lebih sering (1 x seminggu pada kehamilan
lebih dari 32 minggu)

Setelah kehamilan 30 minggu, koitus dan perjalanan jauh sebaiknya


dihindari, karena akan merangsang partus prematurus.

Pemakaian korset gurita yang tidak terlalu ketat diperbolehkan, supaya


terasa lebih ringan.

Periksa darah lengkap, Hb, dan golongan darah.


- 47 -

Presentasi dan Posisi


Pada kehamilan kembar, dokter harus mampu menghadapi semua
kombinasi presentasi janin. Presentasi yang paling sering adalah kepala-kepala
(42%), kepala-bokong (27%), sisanya kepala-lintang (18%), bokong-bokong
(5%) dan lain-lain (8%). Hal yang perlu menjadi perhatian adalah posisi ini
selain kepala-kepala adalah tidak stabil baik sebelum maupun selama proses
persalinan.
Jika presentasi janin adalah kepala-kepala dan tidak ada komplikasi,
dapat dilakukan partus pervaginam. Jika presentasi janin kepala-bokong, maka
janin pertama dapat partus vaginam dan janin kedua dapat dilakukan versi luar
sehingga presentasinya kepala kemudian dilakukan partus pervaginam atau
dilakukan persalinan sungsang. Apabila

presentasi janin pertama bukan

kepala, kedua janin dilahirkan per abdominam.


Proses Persalinan
Kala

diperlakukan

seperti

biasa

jika

bayi

letaknya

memanjang/membujur. Karena sebagian besar persalinan kembar adalah


premature, maka pemakaian sedative perlu dibatasi. Episiotomi mediolateral
dikerjakan untuk memperpendek kala II dan mengurangi tekanan pada bayi.
Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar vaginal
untuk mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Jika letak janin memanjang,
selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan untuk
menghindari prolaps funikuli. Ibu dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan
terkendali pada fundus uteri agar bagian bawah janin masuk dalam panggul.
Janin kedua turun dengan cepat sampai ke dasar panggul dan lahir spontan
karena jalan lahir telah dilalui bayi pertama.
Jika janin kedua dalam posisi lintang, denyut jantung janin tidak
teratur, terjadi prolaps funikuli, solusio plasenta atau persalinan spontan tidak
terjadi dalam 15 menit, maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetrik
karena risiko akan meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam hal letak
lintang dicoba mengadakan versi luar, namun jika tidak berhasil maka segera
dilakukan versi-ekstraksi tanpa narkosis. Pada janin dengan letak memanjang
- 48 -

dapat dilakukan ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada
letak sungsang. Seksio sesaria dapat dilakukan pada kehamilan kembar atas
indikasi janin pertama letak lintang, prolaps funikuli dan plasenta previa.
Masuknya dua bagian besar dari janin ke dalam panggul sangat luas.
Kesulitan ini diatasi dengan mendorong kepala atau bokong yang belum
masuk benar ke dalam rongga panggul keatas untuk memungkinkan janin
yang lain lahir lebih dulu.
Kesulitan lain yang mungkin terjadi adalah interlocking. Janin
pertama dalam letak sungsang dan janin kedua dalam presentasi kepala.
Setelah bokong lahir, dagu janin pertama tersangkut pada leher janin kedua.
Jika keadaan ini tidakdapat dilepaskan, dilakukan dekapitasi atau seksio
sesaria.
Segera setelah bayi kedua lahir, ibu disuntikkan oksitosin 10 IU dan
tinggi fundus uteri diawasi. Jika tampak tanda-tanda plasenta lepas, maka
plasenta dilahirkan dan diberi 0,2 mg methergin. Kala IV diawasi secara
cermat dan cukup lama agar perdarahan post partum dapat diketahui dini dan
dapat segera ditangani.
Interval antara lahirnya bayi pertama dan kedua biasanya 5 15 menit,
dengan waktu rata-rata 11 menit. Kelahiran bayi kedua yang kurang dari 5
menit setelah bayi pertama akan menimbulkan trauma persalinan. Sementara
kelahiran bayi kedua yang lebih dari 30 menit dapat menimbulkan insufisiensi
uteroplasental, karena berkurangnya volume uterus dan juga dapat terjadi
solusio plasenta sebelum bayi dilahirkan.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada ibu dan janin pada keadaan hamil kembar lebih besar
dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Angka kematian parinatal pada
kehamilan kembar cukup tinggi. Kembar monozigotik 2,5 kali lebh tinggi dari
pada angka kematian kembar dizigotik. Risiko terjadinya abortus pada salah
satu fetus atau keduanya tinggi. Pada trimester pertama kehamilan reabsorbsi
satu janin atau keduanya mungkin terjadi. Anemia sering kali ditemukan pada
kehamilan kembar karena kebutuhan nutrisi yang tinggi serta peningkatan
volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan sel darah merah
mengakibatkan kadar hemoglobin menjadi turun.
- 49 -

Pada tahun 2006 Angka kejadian persalinan prematur di Amerika


(umur kehamilan 37 minggu) pada kehamilan kembar sebesar 61%. Angka ini
jauh melampaui kehamilan tunggal premature yaitu sebesar 11%.
Frekuensi terjadinya hipertensi, preklamsia dan eklamsia meningkat
pada kehamilan kembar. Perdarahan antepartum karena permukaan plasenta
yang jelek pada kehamilan kembar sehingga plasenta mudah terlepas.
Kematian yang paling umum terjadi pada salah satu janin adalah membelitnya
tali pusar. Bahaya yang perlu diperhatikan pada kematian satu janin adalah
koagulopati konsumtif berat yang dapat mengakibatkan disseminated
intravascular coaglopathy.
Berat badan lahir rendah lebih sering ditemukan pada kehamilan
kembar dari pada kehamilan tunggal. Sebanyak 59% dari kelahiran kembar
memiliki berat badan lahir rendah (< 2500 g) Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan janin yang terbatas serta persalinan preterm. Pada kehamilan
kembar juga memungkinkan terjadi hambatan pertumbuhan intra urin. Pada
kehamilan dizigotik, perbedaan ukuran yang mencolok biasanya disebabkan
oleh plasentasi yang tidak sama. Satu tempat plasenta menerimasuplai darah
yang lebih baik dibandingkan yang lainnya.

Perbedaan ukuran juga bisa

disebabkan oleh abnormalitas umbilikus.

PROGNOSIS
Bahaya bagi ibu dengan kehamilan kembar lebih tinggi dari pada
kehamilan tunggal. Hal ini dikarenakan pada kehamilan kembar, ibu lebih
sering mengalami anemia, pre-eklampsia, operasi obstetrik dan perdarahan
postpasrtum sehingga prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada
kehamilan tunggal, dimana resiko terjadi toksemia gravidarum, hidramnion,
anemia, pertolongan obstetri operatif dan perdarahan post partum lebih tinggi.
Angka kematian perinatal tinggi terutama karena premature, prolaps tali pusat,
solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin.
Kematian bayi kedua lebih tinggi dari pada bayi pertama karena lebih
sering terjadi gangguan sirkulasi plasenta setelah bayi pertama lahir, lebih
banyak terjadi prolapsus funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada
janin kedua.
- 50 -

2. PPH
A. DEFINISI
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4
cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah
membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian
dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan
berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah
kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok
(Mochtar, 1995).

B. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan postpartum antara lain:
a. Atonia uteri 50% - 60%
b. Retensio plasenta 16% - 17%
c. Sisa plasenta 23% - 24%
d. Laserasi jalan lahir 4% - 5%
e. 5. Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam
yaitu 5 8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum
perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi

- 51 -

pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang


setelah persalinan.

Peningkatan angka kematian di Negara berkembang


Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal, hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998):
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang
terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan
postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta,
robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang
terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal.

E. FAKTOR RISIKO

Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari
35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada
usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan
fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya
komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal,
2008).

- 52 -

Pendidikan
Menurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki
pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih
rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru
dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Wanita
dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang
lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB),
dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga
tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga
dapat memilih makanan yang bergizi.

Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum
primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak
mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami
kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin
lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu
dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi.

Jarak antar kelahiran


Jarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai
terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan
Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar
kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena
persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan
mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan
berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti

- 53 -

kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya


kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.
Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan
terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Riwayat persalinan buruk sebelumnya


Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu
buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat
berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio
caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah
mengalami perdarahan antepartum dan postpartum.

Anemia
Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan
frekuensi

komplikasi

kehamilan

serta

persalinan.

Anemia

juga

menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat


lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot
tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil
diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah
karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat
bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar
otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

F. MANIFESTASI KLINIS
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak
pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan
pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah
tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2005).

- 54 -

G. DIAGNOSIS PERDARAHAN POST PARTUM


a. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
b. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
c. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :

Sisa plasenta dan ketuban

Robekan rahim

Plasenta succenturiata

d. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang
pecah.
e. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain lain.

No.

Gejala dan tanda yang Gejala dan tanda yang Diagnosis

1.

selalu ada
kadang-kadang ada
- Uterus tidak berkontraksi - Syok

kemungkinan
- Atonia Uteri

dan lembek
- Perdarahan segera setelah
anak

lahir

(Perdarahan

Pascapersalinan Primer atau


P3)
2.

- Perdarahan segera (P3)

- Pucat

- Robekan jalan lahir

- Darah segar yang mengalir - Lemah


segera setelah bayi lahir (P3)

- Menggigil

- Uterus kontraksi baik


- Plasenta lengkap
3.

- Plasenta belum lahir setelah - Tali pusat putus akibat - Retensio Plasenta
30 menit

traksi berlebihan

- Perdarahan segera (P3)

- Inversio uteri akibat tarikan

- Uterus kontraksi baik

- Perdarahan lanjutan

- 55 -

4.

Plasenta

atau

selaput

sebagian - Uterus berkontraksi tetapi -

(mengandung tinggi

pembuluh

darah)

fundus

Tertinggalnya

tidak sebagian plasenta

tidak berkurang

lengkap
- Perdarahan segera (P3)
5.

- Uterus tidak teraba

- Syok neurogenik

- Lumen vagina terisi massa

- Pucat dan limbung

- Inversio uteri

- Tampak tali pusat (jika


plasenta belum lahir)
- Perdarahan segera (P3)
- Nyeri sedikit atau berat
6.

- Sub-involusi uterus

- Anemia

- Nyeri tekan perut bawah

- Demam

terlambat

Perdarahan

- Perdarahan lebih dari 24

- Endometritis atau

jam

sisa

setelah

Perdarahan

persalinan.

sekunder

atau

plasenta

(terinfeksi atau tidak)

P2S.
-

Perdarahan

(ringan

atau

bervariasi
berat,

terus

menerus atau tidak teratur)


dan berbau (jika disertai
infeksi)
7.

- Perdarahan segera (P3) - Syok

- Robekan dinding

(Perdarahan intraabdominal - Nyeri tekan perut

uterus (ruptura uteri)

dan atau vaginum)

- Denyut nadi ibu cepat

- Nyeri perut berat

H. PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM


a. Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer

- 56 -

Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah


atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka
akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil
dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan
manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga
dapat

diperhitungkan

dan

dipersiapkan

langkah-langkah

dalam

pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil


paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I,
sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batasbatas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar
fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin
dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah
mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah
sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,
golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi
persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat
rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai
membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul
methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena)
(Mochtar, 1995).

Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin
intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan
bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan
dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari

- 57 -

pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan


terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli
yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan,
yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi
perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika
plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk
mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).

b. Manajemen Aktif Kala III


Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang
direncanakan

untuk

mempercepat

pelepasan

plasenta

dengan

meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca


persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane,
2002):

Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam


waktu dua menit setelah kelahiran bayi
Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah
salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah
perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling umum
digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam
mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama.
Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih
efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih
banyak efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan
darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan
perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki bebagai efek
samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan

- 58 -

Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan
dipotong

setelah

persalinan,

untuk

memungkinkan

intervensi

manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah


darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan
penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50%
darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah
mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah
pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi
pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada
penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari
darah pada kelahiran seperti HIV.

Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara


bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut
Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke
bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil
secara bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan
mendorong

perut

sedikit

di

atas

tulang

pinggang.

Dengan

melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali


pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan
pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta
tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim
yang berikut.

3. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya
volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi
karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir distol yang
akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output).
Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh
darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin

- 59 -

memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui
permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga
dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat
terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan
diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang berlebihan.
Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau
peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan
kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan
dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu
berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron,
system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam
pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat
terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil
dan produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini
hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.

PATOFISIOLOGI
Bila terjadi hipovolemi maka tubuh akan melakukan kompensasi melalui
mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan kemampuan kardiovaskuler
sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat kompensasi ini maka terjadi
takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi, akral dingin dan penurunan
produksi urin.

Fase Kompensasi Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi


sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum

- 60 -

cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi


dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung,
otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk
mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung
untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun,
tetapi

karena

ginjal

mempunyai

cara

regulasi

sendiri

untuk

mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah


menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

Fase Progresif Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu
mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah
jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan
seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran
darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya
terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu
berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat
menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati
intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya
dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan
invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro
- 61 -

sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan


metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.

Fase Irevesibel Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas


sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat
timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak
mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul
edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea

MANIFESTASI KLINIS

Tergantung pada : penyakit primer penyebab renjatan, kecepatan dan


jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang
terjadi, tipe dan stadium renjatan.

Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok


neurogenik) yang meliputi :

1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal


2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah mencapai 30%.
3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
4. Sistim pencernaan : mual, muntah
5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut
jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila
kulitnya diraba. (www.medicastore.com)

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

- 62 -

1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan


arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi,
tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang
hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan
mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan
vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam
waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat
ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau
singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa
menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons


homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah


sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang
esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah
otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70
mmHg.

Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.


Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia


akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya
turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah
menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.

- 63 -

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat,


disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai
asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan
dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung
(decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat

Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi,
dekompensasi, dan ireversibel.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb dan hematokrit : meningkat pada hipovolumi karena kehilangan cairan


atau plasma

Urin : produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat >
1,020

Pemeriksaan gas darah

Pemeriksaan elektrolit serum

Pemeriksaan fungsi ginjal

Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan hanya pada penderita yang dicurigai

Pemeriksaan faal hemostasis.

Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukan penyakit penyebab.

PENANGANAN

Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri
bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan. Bebaskan jalan nafas,
oksigen 100%.

Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah


cepat

sesuai

ketentuan

untuk

mengoptimalkan

preload

jantung,

memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan.

Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan
untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan
vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari

- 64 -

pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.

Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer.


Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.

Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia,


golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.

Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.Infus larutan Ringer Laktat digunakan
pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit
plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi,
dan bertindak sebagai tambahan terapi komponen darah.

Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat


kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.

Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan


hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan

Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan


memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.

1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30
menit, volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien totaltekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG,
hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk
mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur

- 65 -

tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau


pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi
pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti
dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh: Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir. Hilangkan nyeri
dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik. Pertahankan
suhu tubuh.Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan
mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya
hilangnya caiiran karena perspirasi. Pasien yang mengalami septik harus
dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular
terhadap syok.

Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3
kali. Bila akses vena sulit pada anak balita bisa dilakukan akses
intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan bisa
mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah
mencapai 2-3 kali tapi respon belum adekuat, maka dipertimbangkan
untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya
dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).

Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan


kardiogenik.

1. Dopamin

: 2-5 g/kg BB/ menit.

2. Epinephrine : 0,1 g/kg BB/ menit IV, dosis bisa ditingkatkan bertahap
sampai efek yang diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3
g/kg BB/ menit.
3. Norepinephrine: 0,1 g/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan sampai efek
yang diharapkan.

Kortikosteroid :

Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison

dengan dosis 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama


dalam 24 jam secara continous infusion.

- 66 -

KOMPLIKASI

Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia


jaringan yang berkepanjangan.

Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus


kapiler karena hipoksia. ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock
lung)

DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian


jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang
koagulasi.

Gagal ginjal akut

Depresi miokard-gagal jantung

Gangguan koagulasi/pembekuan

SSP dan Organ lain

Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat
sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.

Renjatan irreversible.

- 67 -

VI.

KERANGKA KONSEP
Overdistensi uteri

Ny. Anita, 39 th,


kehamilan kembar

Atonia uteri

Perdarahan
postpartum

Syok

Takikardi

VII.

Akral dingin dan


suhu tubuh menurun

KESIMPULAN
Ny. Anita, 39 tahun, mengalami PPH derajat 2 dengan komplikasi syok
hipovolemik karena atonia uteri dengan faktor risiko advanced maternal age,
kehamilan kembar, dan primigravida.

- 68 -

DAFTAR PUSTAKA

Abdul BS, Gulardi HW, Biran A, Djoko W, editor. Buku panduan praktis pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal. Ed. 1. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: 2002.

Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sriwijaya.


2007.
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA Chalik.
Jakarta: Widya Medika, 2002.

Fransisca S. Perdarahan Post Partum. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya


Kusuma

Sinsin, Iis. 2008. Skia: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cetakan III. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant M, Kenneth


J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D., Clark, Katherine
D.Wenstrom, by McGraw-Hill Profesional (April 2, 2001)
Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan,
SpOG

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26440/4/Chapter%20II.pdf

- 69 -

You might also like