Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 8

Osteoporosis yang Dipengaruhi Oleh Gangguan Metabolism dan Pembentukan Tulang

Mario Alexander / 102012020 / D9


Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Tanjung Duren Dalam IV No 13, Jakarta Barat
rio_alx@yahoo.com

Abstrac
The structure of bone and connective tissue menyusus approximately 25% weight loss and muscle
compose approximately 50%. Bone structure provides protection against vital organs. With the naked
eye or with a magnifying glass, can be distinguished two forms of bone, compact bone (substantia
kompakta) and spongy bone or kanselosa (substantia spongiosa). If the stock thin rub of the shaft of
long bones was observed with a microscope, it is obvious abhwa contribution element of bone cells to
the total mass is very small. Lamellae largely composed of compact bone surrounds concentric
vascular channels lengthwise, forming a cylindrical unit called Havers system or osteon. Cells making
up bone consists of: (1) osteoblasts, (2) osteocytes, (3) osteoclasts. Growth and bone metabolism is
affected by sejumalh minerals and hormones that include: calcium, phosphorus, kalsitosin, vitamin D,
parathyroid hormone (PTH), growth hormone, glukokotikoid, hormone estrogen, androgen hormone.
Disorders of bone metabolism will lead to reduced bone mass, which is called osteoporosis.
Longitudinal growth of long bones depends on the proliferation of cartilage cells. But the increase is
the result of laying diafisis diameter aposisional membrane bone beneath the periosteum. Bone shape
is maintained during growth by remodeling or gouge the surface, which includes deposition of bone in
several places under the periosteum and bone absorption in the other areas. The contraction of specific
muscles causing movement of the limbs or body parts. Contraction and relaxation of muscles which
involves a variety of reactions beginning ATP binds to the myosin head on the side menhidrolisis
enzyme, ATPase. ATPase break down ATP to ADP and inorganic phosphate. Both remain attached to
the myosin head.
Keywords: bone structure, system Havers, osteoporosis

Abstrak
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusus kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun kurang
lebih 50%. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital. Dengan mata telanjang atau
dengan lup, dapat dibedakan dua bentuk tulang, tulang kompak (substansia kompakta) dan tulang
spons atau kanselosa (substansia spongiosa). Jika sediaan gosok tipis dari bagian batang tulang
panjang diamati dengan mikroskop, nyatalah abhwa kontribusi unsur sel dari tulang terhadap massa
total adalah sangat kecil. Lamel tulang kompak sebagian besar disusun kosentris mengelilingi saluran
vaskuler memanjang, membentuk unit silindris disebut system Havers atau osteon. Sel sel penyusun
tulang terdiri dari: (1) osteoblast, (2) osteosit, (3) osteoklas. Pertumbuhan dan metabolism tulang
dipengaruhi oleh sejumalh mineral dan hormone yang meliputi: kalsium, fosfor, kalsitosin, vitamin D,
hormon paratiroid (PTH), hormone pertumbuhan, glukokotikoid, hormone estrogen, hormone

androgen. Gangguan metabolism tulang akan menyebabkan massa tulang berkurang, yang biasa
disebut osteoporosis. Pertumbuhan memanjang tulang panjang tergantung pada proliferasi sel-sel
tulang rawan. Tetapi bertambahnya diameter diafisis adalah hasil peletakan aposisional tulang
membrane di bawah periosteum. Bentuk tulang dipertahankan selama pertumbuhan oleh remodeling
atau pemahatan permukaannya, yang mencakup deposisi tulang pada beberapa tempat di bawah
periosteum dan absorpsi tulang pada pada daerah lain. Kontraksi otot-otot spesifik menyebabkan
pergerakan tungkai atau bagian tubuh. Kontraksi dan relaksasi otot melibatkan berbagai reaksi yg
diawal ATP berikatan dengan kepala myosin di sisi enzim yang menhidrolisis, ATPase. ATPase
memecah ATP menjadi ADP dan fosfat anorganik. Keduanya tetap melekat di kepala myosin.
Kata kunci: Struktur tulang, system Havers, osteoporosis

Pendahuluan
Osteoporosis merupakan suatu gangguan metabolism tulang. Osteoporosis biasa terjadi pada
orang lanjut usia yang menyebabkan rasa lemah dan ngilu pada sekitar punggung dan lutut. Pada
wanita yang sudah menopause dan hormone estrogennya berkurang juga dapat terkena osteoporosis
dikarekan kadar kalsium dalam tulang berkurang. Sehubungan dengan osteoporosis, dalam makalah
ini akan membahas tentang struktur tulang baik secara mikroskopis maupun makroskopis, metabolism
tulang dan pembentukannya.

Pembahasan

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusus kurang lebih 25% berat badan dan otot menyusun
kurang lebih 50%. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung,
dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang
melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Pembagian skeletal, yaitu:
- Axial skeleton terdiri dari kerangka tulang kepala dan leher, tengkorak, kolumna vertebrae,
tulang iga, tulang hyoid sternum
- Apendikular skeleton terdiri dari kerangka tulang lengan dan kaki, ekstremitas atas (scapula,
klavikula, humerus, ulna, radial) dan tangan (karpal, metacarpal, falang), ekstremitas bawah
(tulang pelvik, femur, patella, tibia, fibula) dan kaki (tarsal, metatarsal, falang). 1
Struktur makroskopik tulang
Dengan mata telanjang atau dengan lup, dapat dibedakan dua bentuk tulang, tulang kompak
(substansia kompakta) dan tulang spons atau kanselosa (substansia spongiosa). Yang terakhir terdiri
atas kisi-kisi tiga dimensi trabekel tulang ataus spikul, membatasi system celah-celah mirip labirin
yang diisi sumsum tulang. Tulang kompak, seperti namanya menunjukkan tampak sebagai massa utuh
padat dengan ruang-ruang kecil yang hanya tampak dengan mikroskop. Kedua bentuk tulang saling
berhubungan tanpa batas jelas. Pada tulang panjang khas, seperti femur atau humerus, bagian batang
(diafisis) terdiri atas silindir berlubang tulang kompak berdinding tebal dengan ringga sumsum besar
di pusat (rongga medulla) terisi sumsum tulang. Ujung tulang panjang terutama terdiri atas tulang
spons ditutupi korteks tulang kompak tipis. Ruang antar trabekel tulang spons, pada orang dewasa,
berhubungan langsung dengan rongga sumsum bagian batang. Pada hewan yang tumbuh, ujung tulang
panjang, disebut epifisis, berkembang dari pusat penulangan tersendiri dan terpisah dari batang
(diafisis) oleh lempeng epifisier tulang rawan, yang menyatu dengan diafisis oleh kolom-kolom tulang
spons dalam daerah peralihan disebut metafisis. Tulang rawan epifisis dan tulang spons metafisis yang

berlekatan merupakan zona pertumbuhan pada masa semua inkremen memanjang dalam pertumbuhan
tulang berlangsung. Pada permukaan sendi, di ujung tulang panjang, lapis kompak tipis itu ditutupi
selapis tulang rawan hialin, tulang rawan sendi. Dengan sedikit perkecualian, tulang dibungkus oleh
periosteum, lapisan jaringan ikat khusus, yang dibekali potensi osteogenik. Artinya, ia sanggup
membentuk tulang. Penutup periosteum tidak terdapat di daerah ujung tulang panjang yang ditutupi
tulang rawan sendi. Ia juga tidak terdapat pada tempat insersi tendo dan ligament kedalam tulang dan
pada permukaan patella dan tulang sesamoid yang dibentuk dalam tendo.ia juga tidak terdapat di
daerah subskapula leher femur dan dari astragulus. Bila periosterum fungsional tidak ada, maka
jaringan ikat yang berkontak dengan permukaan tulang tidak memiliki potensi osteogenik dan
karenanya, tidak berhubungan dengan pemulihan patah tulang disini. Rongga sumsum dialysis dan
rongga dalam tulang spons dilapisi oleh endosteum, lapis sel tipis yang juga memiliki sifat
osteogenik. 2
Struktur mikroskopik tulang
Jika sediaan gosok tipis dari bagian batang tulang panjang diamati dengan mikroskop,
nyatalah bahwa kontribusi unsur sel dari tulang terhadap massa total adalah sangat kecil. Sebagaian
besar terdiri atas matriks tulang, substansi intertisial bermineral, yang didepositkan dalam lapisan atau
lamel dengan tebal 3-7 m. tersebar agak merata dalam substansi intertisial tulang adalah rerongga
lentikuler, disebut lacuna, masing-masing ditempati sebuah sel tulang atau osteosit. Dari lacuna
memancar keluar ke segala arah kanalikuli langsing dan bercabang yang menerobos lamel dari
substansi intersisial dan beranatomosis dengan kanalikuli lacuna berdekatan. Jadi, meskipun lacuna
tulang agak berjauhan letaknya, mereka membentuk system rerongga utuh yang saling berhubungan
melalui jaringan saluran sangat halus. Saluran halus ini penting untuk nutrisi sel-sel tulang. Pada
tulang rawan, sel-selnya dipasok oleh difusi melalui fase berair matriks mirip jel, perletakan garam
kalsium dalam matriks tulang mengurangi permeabilitasnya terhadap zat terlarut. Tetapi system
kanalikuli yang saling berhubungan antar-lakuna menyediakan sarana bagi pertukaran metabolit antar
sel-sel dan ruang perivaskuler terdekat. Lamel tulang kompak terdapat dalam tiga pola umum: (1)
sebagian besar disusun kosentris mengelilingi saluran vaskuler memanjang, membentuk unit silindris
disebut system Havers atau osteon. Diameternya bervariasi, dibenntuk oleh 4-20 lamel. Pada potongan
melintang, system Havers tampak sebagai cincin-cincin kosentris mengitari lubang bulat. Pada
potongan memanjang, mereka tampak berupa lapis-lapis rapat parallel terhadap saluran vaskuler. (2)
Diantara system Havers terdapat potongan tulang berlamel dengan berbagai ukuran dan bentuk tak
teratur. Inilah system intertisial. Batas antara system Havers dan system intertisial terlihat jelas oleh
adanya lapis refraktil garis semen. Pada potongan melintang, tulang kompak tampak sebagai mosaic
potongan-potongan bulat dan bersudut yang direkatkan menjadi satu. (3) Pada permukaan luar tulang
korteks, tepat dibawah periosteum, pada permukaan dalam, terdapat sejumalh lamel yang berjalan
tidak terputus-putus mengitari bagian batang. Mereka disebut lamel sirkumferens dalam dan luar.
Saluran Havers saling berhubungan dan dengan permukaan bebas dan rongga sumsum melalui saluran
sering atau melintang yang disebut saluran Volkmann. Mereka ini dapat dibedakan dari saluran Havers
karena tidak dikelilingi oleh lamel-lamel konsentris. Sebaliknya, mereka menerobos tulang dalam arah
tegak lurus atau serong terhadap lamel tulang. Pembuluh darah dari sumsum, dan sedikit dari
periosteum, berhubungan dengan yang dari sitem Havers melalui saluran Volkmann. Saluran ini
seringkali lebih besar dari yang dari osteon.2 Sel sel penyusun tulang terdiri dari: (1) osteoblast
berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekresi sejumlah besar fosfotase alkali yang
berperan penting dalam pengendapan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang, (2) osteosit adalah
sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang
padat, (3) osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinakan mineral dan matriks tulang

dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecah matriks dan beberapa
asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam darah. 1
Pertumbuhan dan metabolism tulang dipengaruhi oleh sejumlah mineral dan hormone yang
meliputi:
- Kalsium dan fosfor. Jumlah kalsium (Ca) dalam tulang 99% dan fosfor 90%. Konsentrasi
kalsium dan fosfor mempunyai ikatan yang erat. Jika kadar Ca meningkat, jumlah fosfor
berubah. Keseimbangan kalsium dan fosfor dipertahankan oleh kalsitosin dan hormone
paratiroid (PTH).
- Kalsitosin diproduksi oleh kelenjar tiroid dan menurunkan konsentrasi Ca serum. Jika jumlah
kalsitosin meningkat diatas normal, kalsitosin menghambat absorpsi kalsium dan fosfor dalam
tulang serta meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor melalui urine sehingga dibutuhkan Cad
an fosfor.
- Vitamin D terkandung dalam lemak hewan, minyak ikan, dan mentega. Tubuh manusia juga
dapat menghasilkan vitamin D. Sinar ultraviolet sinar matahari dapat mengubah ergosterol
pada kulit menjadi vitamin D. vitamin D diperlukan agar kalsium dan fosfor dapat diabsorpsi
dari usus dan digunakan tubuh. Defisiensi vitamin D mengakibatkan deficit mineralisasi,
deformitas, patah tulang, penyakit rikets pada anak-anak, dan osteomalasia pada orang
dewasa.
- Hormon paratiroid (PTH). Pada saat kadar Ca menurun, sekresi PTH meningkat dan
menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoblastik dan menyumbangkan kalsium
ke darah. Jika kadar Ca meningkatkan sekresi PTH diminimalkan, hormone tersebut
mengurangi ekskresi Ca di ginjal dan memfasilitasi absorpsinya dar usus halus. Hal ini untuk
mempertahankan suplai Ca di tulang. Respons ini merupakan contoh umpan-balik system loop
yang terjadi dalam system endokrin.
- Hormone pertumbuhan. Hormone pertumbuhan yang bertanggung jawab meningkatkan
panjang tulang dan menentukan jumlah matriks tulang dibentuk sebelum masa pubertas.
Sekresi yang meningkat selama masa kanak-kanak menghasilkan gigantisme dan menurunnya
sekresi menghasilkan dwarfisme. Pada orang dewasa, peningkatan tersebut menyebabkan
akromegali yang ditandai oleh kelainan bentuk tulang dan jaringaan lemak.
- Glukokotikoid. Hormone glukokortikoid mengatur metabolism protein. Pada saat dibutuhkan,
hormone dapat meningkatkan atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau
mengintensifkan matriks organic di tulang dan membantu dalam pengaturan kalsium di
intestinum dan absorpsi fosfor.
- Hormone estrogen. Menstimulasi aktivitas osteoblastik dan cenderung menghambat peran
hormone paratiroid. Jumlah estrogen menurun saat menopause sehingga penurunan kadar
kalsium pada tulang dalam waktu lama menyebabkan osteoporosis.
- Hormone androgen. Seperti testosterone, meningkatkan anabolisme dan massa tulang. 1
Gangguan metabolism tulang akan menyebabkan massa tulang berkurang, yang biasa disebut
osteoporosis. Komponen matriks tulang, yaitu mineral dan protein berkurang. Resorpsi terjadi lebih
cepat daripada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis. Kondisi ini menyebabkan pelebaran
sumsum tulang dan saluran Havers. Trabekula berkurang dan menjadi tipis. Akibatnya, tulang mudah
retak. Tulang yang mudah terkena osteoporosis adalah vertebrata, pelipis, dan tengkirak. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh, dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang
tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur
kompresi. Fraktur kompresi ganda pada vertebrata mengakibatkan deformasi skelet. 1

Pertumbuhan memanjang tulang panjang tergantung pada proliferasi sel-sel tulang rawan.
Tetapi bertambahnya diameter diafisis adalah hasil peletakan aposisional tulang membrane di bawah
periosteum. Diafisis model tulang rawan asli kemudian dibuang melalui pembesaran progresif rongga
sumsum, dan tulang yang membentuk batang pada tulang yang berkembang lengkap seluruhnya
adalah hasil penulangan intramembranosa subperiosteal. Setelah terbentuknya pusat penulangan
primer, ujung-ujung model tulang rawan terus memanjang dan melebar melalui proliferasi intertisial
dari kondrosit dan pembentukan matriks baru. Pertumbuhan intertisial demikian tidak mungkin terjadi
di diafisis, dimana tulang rawan telah diganti tulang. Untuk mengimbangi pertumbuhan intertisial dari
epifisis yang bertulang rawan dan mempertahankan bentuk tulang yang berkembang, maka terjadi
penebalan progresif dari kerah periosteal yang terbentuk sekitar pertengahan diafisis pada awal
penulangan endokondral. Hal ini berakibat deposisi kisi-kisi trabekel tulang anyaman sekitar diafisis.
Pada perkembangan kerangka, resorpsi tulang sama pentingnya dengan deposis tulang. Peletakan
tulang baru si bagian luar batang diikuti dengan munculnya osteoklas pada aspek dalam untuk
meresorpsi tulang dan membesarkan rongga sumsum. Kecepatan aposisi tulang baru luaar dan resorpsi
dalam adalah sedemikian rupa hingga diameter diafisis silindris berkembang cepat dengan penebalan
dinding yang relative lambat.2
Osteogenesis merupakan suatu proses pembentukan tulang dalam tubuh. Karena adanya
matriks yang keras dalam tulang, maka pertumbuhan intertisial, seperti yang terjadi pada kartilago,
tidak mungkin terjadi dan tulang terbentuk melalui pergantian jaringan yang sudah ada. Ada dua jenis
pembentukan tulang.
- Osifikasi intremembranosa. Terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim janin dan
melibatkan proses penggantian membrane yang sudah ada. Proses ini banyak terjadi pada
tulang pipih tengkirak, disebut sebagai tulang membrane. Pada area tempat tulang akan
terbentuk kelompok sel mesenkim yang berbentuk bintang berdiferensiasi menjadi osteoblast
dan membentuk pusar osifikasi. Osteoblast mensekresi matriks organic yang belum
terkalsifikasi, disebut osteoid. Kalsifikasi massa osteoid dilakukan melalui pengendapan
garam-garam tulang yang mengikuti dan menangkap osteoblast serta prosesus sel osteoblast.
Jika sudah terbungkus matriks yang terkalsifikasi, osteoblast berubah menjadi osteosit, yang
kemudian terisolasi dalam lacuna dan tidak lagi mengsekresi zat intraselular. Saluran yang
ditinggalkan prosesus osteoblast menjadi kanalikuli. Pulau-pulau pertumbuhan tulang, atau
spikula, menyatu dan membentuk percabangan untuk membuat jarring-jaring tulang cancellus
berongga, atau trabekula. Hasil osifikasi intramembranosa secara dini adalah pembentukan
vascular, tulang-tulang primitive, yang dikelilingi mesenkim terkondensasi dan kemudian
akan menjadi periosteum. Karena serat-serat kolagen tersebar kesemua arah, maka tulang baru
ini seringkali disebut tulang woven. Pada area tulang berongga primitive yang menjadi tempat
tumbuh tulang kompak, trabekula menjadi lebih tebal dan secara bertahap menghentikan
intervensi jaringan ikat. Di area tempat tulang tetap menjadi tulang cancellus, ruang-ruang
jaringan ikat diganti dengan sumsum tulang.
- Osofikasi endokondral. Terjadi melalui penggantian model kartilago. Sebagian besar tulang
rangka terbentuk melalui proses ini, yang terjadi dalam model kartilago hialin kecil pada
janin. Rangka embrionik terbentuk dari tulang-tulang kartilago hialin yang terbungkus
perikondrium. Pusat osifikasi primer terbentuk pada pusat bataang (diafisis) model kartilago
tulang panjang. Sel-sel kartilago (kondrosit) pada area pusat osifikasi jumlahnya meningkat
(berproliferasi) dan ukurannya membesar (hipertrofi). Matriks kartilago di sekitarnya
berkalsifikasi melalui proses pengendapan kalsium fosfat. Perikondrium yang mengelilingi
diafisis di pusat osifikasi berubah menjadi periosteum. Lapisan osteogenik bagian dalam
membentuk kolar tulang (klavikula), dan kemudian mengelilingi kartilago terkalsifikasi.

Kondrosit, yang nutrisinya diputus kolar tulang dan matriks terkalsifikasi, akan berdegenerasi
dan kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan matriks kartilago. Kuncup periosteal
mengandung pembuluh darah dan osteoblast yang masuk kedalam spikula kartilago
terkalsifikasi melalui ruang yang dibentuk osteoklas pada kolar tulang. Jika kuncup mencapai
pusat, osteoblast meletakkan zat-zat tulang pada spikula kartilago terkalsifikasi, dan memakai
spikula tersebut sebagai suatu kerangka kerja. Pertumbuhan tulang menyebar ke dua arrah
menuju epifisis. Setelah lahir, pisat osifikasi sekunder tumbuh dalam kartilago epifisis pada
kedua ujung tulang panjang.3
Meskipun tulang yang sedang tumbuh secara tetap mengubah susunan bagian dalamnya,
bentuk luarnya tetap dipertahankan sama dengan pada stadium fetus awal sampai kehidupan dewasa.
Jelaslah bahwa hal ini tidak mungkin jika tulang baru diletakkan dengan kecepatan sama di semua
tempat di bawah periosteum. Sebaliknya, bentuk tulang dipertahankan selama pertumbuhan oleh
remodeling atau pemahatan permukaannya, yang mencakup deposisi tulang pada beberapa tempat di
bawah periosteum dan absorpsi tulang pada pada daerah lain. 2
Remodeling tulang terjadi secara konstan pada orang dewasa sehat matang tanpa perubahan
neto massa tulang. Osteoklas menggali lorong pada permukaan tulang dan osteoblast mengisinya
dengan tulang baru sehingga memberikan kekuatan yang lebih besar dan memperbaiki mikro fraktur.4
Rangka bertulang adalah system structural utama vertebraata. Bekerja sama dengan kulit,
yang merupakan organ terbesar ditubuh, rangka menyediakan bentuk dasar suatu organisme. Selain
fungsi sokongan mekanis, system rangka pun berperan sebagai alat utama perlindungan bagi organorgan lunak dalam tubuh. Bekerja sama dengan system otot, system rangka memungkinkan
pergerakan tubuh. Tulang-tulang individual atau formasi tulang berperaan sebagai tuas pengungkit
yang digerakka oleh otot yang sesuai letaknya. Kontraksi otot-otot spesifik menyebabkan pergerakan
tungkai atau bagian tubuh.5
Kontraksi otot secara Kimia
Diawal siklus kontraksi, ATP berikatan dengan kepala myosin di sisi enzim yang
menhidrolisis, ATPase. ATPase memecah ATP menjadi ADP dan fosfat anorganik. Keduanya tetap
melekat di kepala myosin (ATP ------> ADP + P + energy). Energi yang dilepas melalui proses
hidrolisis mengaktivasi kepala myosin ke dalam posisi yang condong, siap mengikat aktin. Ion-ion
kalsium, yang telah dilepas reticulum sarkoplasma berikatan dengan troponin yang melekat pada
tropomiosin dan aktin. Kompleks troponin-ion kalsium mengalami perubahan susunan yang
memungkinakan tropomiosin menjauhi posisi penghalang aktinnya. Sisi pengikat-miosin pada aktin
kemudian terbuka untuk memungkinkan terjadinya pelekatan pada sisi pengikat-aktin di kepala
myosin. Saat pengikatan, ADP dan fosfat anorganik dilepas dari kepala myosin dan kepala myosin
bergerak dan berputar ke a rah yang berlawanan untuk menarik filament aktin yang melekat menuju
pita H. peristiwa ini disebut power stroke kepala myosin. Kepala myosin tetap terikat kuat pada aktin
sampai sebuah molekul baru ATP melekat pada aktin di sisi baru, berputar, dan kembali menarik untuk
mengulangi siklus. Siklus tersebut terjadi dalam ribuan kepala myosin selama masih ada stimulasi
saraf dan jumlah ion kalsium serta ATP mencukupi.3
Relaksasi otot terjadi saat stimulasi saraf berhenti dan ion kalsium tidak lagi dilepas. Ion
kalsium ditransfer kembali ke reticulum sarkoplasma dengan pompa kalsium dalam membrane
reticulum sarkoplasma.3 Proses ini menggunakan energy yang berasal dari pemecahan molekul ATP
yang berbeda. Ketika kadar kalsium turun sampai sekitar 10 -7 molar, troponin kembali ke posisinya

semula pada molekul tropomiosin, dan tropomiosin kembali menghambat pengikatan aktin dan
myosin, yang menyebabkan kontraksi otot berhenti.6
Kontraksi otot bergantung pada produksi ATP dari salah satu dari tiga sumber: (1) kreatinin
fosfat (CP) yang disimpan di otot, (2) fosforilasi oksidatif bahan makanan yang disimpan di atau
dikirimkan ke otot, dan (3) glikolisis anaerob. Keletihan otot terjadi apabila penggunaan ATP di otot
menjadi berlebihan. Ketika otot pertama kali mulai berkontraksi, otot mulai menggunakan simpanan
CP-nya untuk mendorong kontraksi. CP mengandung molekul fosfat energy-tinggi yang dipindahkan
ke ADP untuk menghasilkan ATP:
CP + ADP = C + ATP
Sumber ATP ini cepat diakses, tetapi dibatasi oleh jumlah CP yang terdapat di sel pada permulaan
kontraksi. Setelah beberapa detik, otot mulai mengandalkan sebagian besar fosforilasi oksidatif.
Sumber energy untuk fosforilasi oksodatif adalah glikogen yang disimpan di otot dan setelah itu,
glukosa dan asam lemak yang dikirimkan keotot dalam suplai darah. Sumber energy ini tersedia
selama 30 menit atau lebih, bergantung pada intensitas kontraksi. Apabila intensitas olahraga sangat
tinggi, atau durasinya sangat lama, otot mulai semakin mengandalkan glikolisis anaerob. Glikolisis
anaerob menghasilkan ATP dalam jumlah terbatas dari metabolism glikogen otot dan glukosa darah
yang bersirkulasi. Otot yang menggunakan glikolisis anerob untuk sebagian besar produksi ATP-nya
dengan cepat mengalami keletihan. Keletihan otot dapat diperkirakan secara eksperimental akibat
deplesi glikogen yang disimpan di otot. Asam laktat adalah produk sampingan glikolisis anaerob dan
dapat tertimbun di otot dan darah pada kontraksi otot yang intens atau berkepanjangan sehingga
menimbulkan keletihan. Asam laktat juga dapat menimbukan nyeri otot yang terasa satu atau dua hari
setelah olahraga yang intens.6

Daftar Pustaka

1. Suratim, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem muskuloskeletal. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Hlm3-4.
2. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
Hlm175-6.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. Hlm94-122.
4. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.
Hlm338.
5. Fried GH, Hademenos GJ. Schaums outline biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.
Hlm269.
6. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. Hlm3201.

You might also like